KABUPATEN BREBES
PROVINSI JAWA TENGAH
Orientasi
Kabupaten Brebes Kabupaten di provinsi Jawa Tengah, Indonesia Kabupaten Brebes. Untuk kecamatan dengan nama yang sama, lihat Brebes, Brebes. Untuk kelurahan dengan nama yang sama, lihat Brebes, Brebes, Brebes.
Kabupaten Brebes (Hanacaraka:ꦏꦧꦸꦥꦠꦺꦤ꧀ꦧꦽꦧꦼꦱ꧀, Banyumasan: Kabupatèn Brêbês, Mataraman dan Semarangan: Kabupatèn Brêbês, Aksara Sunda Baku: ᮊᮘᮥᮕᮒᮦᮔ᮪ ᮘᮢᮨᮘᮨᮞ᮪, Sunda: Kabupatèn Brêbês) adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Jawa Tengah, Indonesia. Luas wilayahnya 1.769,62 km², jumlah penduduknya berdasarkan hasil Sensus Penduduk 2020 adalah berjumlah 1.978.759 jiwa. Ibu kotanya ada di Kecamatan Brebes. Brebes merupakan kabupaten dengan jumlah penduduk paling banyak di Jawa Tengah, dan paling luas di Jawa Tengah ke-2 setelah Kabupaten Cilacap.
Sejarah Kota Brebes
Ada beberapa pendapat mengenai asal usul nama Brebes. Salah satu pendapat menyatakan bahwa nama Brebes berasal dari kata "Bara" dan "Basah", bara berarti hamparan tanah luas dan basah berarti banyak mengandung air. Keduanya cocok dengan keadaan daerah Brebes yang merupakan dataran luas yang berair. Karena perkataan bara di ucapkan bere sedangkan basah di ucapkan besah maka untuk mudahnya di ucapkan Brebes. Dalam Bahasa Jawa perkataan Brebes atau mbrebes berarti tansah metu banyune yang berarti selalu keluar airnya.
Nama Brebes muncul sejak zaman Mataram. Kota ini berderet dengan kota-kota tepi pantai lainnya seperti Pekalongan, Pemalang, dan Tegal. Brebes pada saat itu merupakan bagian dari wilayah Kabupaten Tegal.
Pada tanggal 17 Januari 1678 di Jepara diadakan pertemuan Adipati Kerajaan Mataram se Jawa Tengah, termasuk Arya Martalaya, Adipati Tegal dan Arya Martapura, Adipati Jepara. Karena tidak setuju dengan acara penandatanganan naskah kerjasama antara Amangkurat Admiral dengan Belanda terutama dalam menumpas pemberontakan Trunajaya dengan imbalan tanah-tanah milik Kerajaan Mataram, maka terjadi perang tanding antara kedua adipati tersebut. Peristiwa berdarah ini merupakan awal mula terjadinya Kabupaten Brebes dengan Bupati berwenang. Sehari setelah peristiwa berdarah tersebut yaitu tanggal 18 Januari 1678, Sri Amangkurat II yang berada di Jepara mengangkat beberapa Adipati/ Bupati sebagai pengagganti Adipati-adipati yang gugur. Untuk kabupaten Brebes di jadikan kabupaten mandiri dengan adipati Arya Suralaya yang merupakan adik dari Arya Martalaya. Pengangkatan Arya Suralaya sekaligus titimangsa pemecahan Kadipaten Tegal menjadi dua bagian yaitu Timur tetap disebut Kadipaten Tegal dan bagian barat di sebut Kabupaten Brebes.
Geografi
Kabupaten Brebes terletak di bagian Utara paling Barat Provinsi Jawa Tengah, di antara koordinat 108° 41'37,7" - 109° 11'28,92" Bujur Timur dan 6° 44'56'5" - 7° 20'51,48 Lintang Selatan dan berbatasan langsung dengan wilayah Provinsi Jawa Barat. Penduduk Kabupaten Brebes mayoritas menggunakan bahasa Jawa yang mempunyai ciri khas yang tidak dimiliki oleh daerah lain, biasanya disebut dengan Bahasa Jawa Brebes. Namun terdapat Kenyataan pula bahwa sebagian penduduk Kabupaten Brebes juga bertutur dalam bahasa Sunda dan banyak nama tempat yang dinamai dengan bahasa Sunda menunjukan bahwa pada masa lalu wilayah ini adalah bagian dari wilayah Sunda.
Daerah yang masyarakatnya sebagian besar menggunakan bahasa Sunda atau biasa disebut dengan Bahasa Sunda Brebes, adalah meliputi Kecamatan Salem, Banjarharjo,dan Bantarkawung, dan sebagian lagi ada di beberapa desa di Kecamatan Losari, Tanjung, Kersana, Ketanggungan dan Larangan.
Berdasarkan naskah kuno primer Bujangga Manik (yang menceriterakan perjalanan Prabu Bujangga Manik, seorang pendeta Hindu Sunda yang mengunjungi tempat-tempat suci agama Hindu di pulau Jawa dan Bali pada awal abad ke-16), yang saat ini disimpan pada Perpustakaan Boedlian, Oxford University, Inggris sejak tahun 1627, batas Kerajaan Sunda di sebelah timur adalah Ci Pamali (sekarang disebut sebagai Kali Brebes atau Kali Pemali yang melintasi pusat kota Brebes) dan Ci Serayu (yang saat ini disebut Kali Serayu) di Provinsi Jawa Tengah.
Ibu kota kabupaten Brebes terletak di bagian timur laut wilayah kabupaten. Kota Brebes bersebelahan dengan Kota Tegal, sehingga kedua kota ini dapat dikatakan "menyatu". Brebes merupakan kabupaten yang cukup luas di Provinsi Jawa Tengah. Sebagian besar wilayahnya adalah dataran rendah. Bagian barat daya merupakan dataran tinggi (dengan puncaknya Gunung Pojoktiga dan Gunung Kumbang), sedangkan bagian tenggara terdapat pegunungan yang merupakan bagian dari Gunung Slamet.
Dengan iklim tropis, curah hujan rata-rata 18,94 mm per bulan. Kondisi itu menjadikan kawasan tesebut sangat potensial untuk pengembangan produk pertanian seperti tanaman padi, hortikultura, perkebunan, perikanan, peternakan dan sebagainya.
Batas Wilayah
Utara Laut Jawa
Timur Kota Tegal, Kabupaten Tegal
Selatan Kabupaten Banyumas, Kabupaten Cilacap
Barat Kabupaten Cirebon, Kabupaten Kuningan (Jawa Barat)
Karakteristik Wilayah Pantai
Pantai yang berada di Kabupaten Brebes merupakan tempat bermuaranya sungai besar dan kecil yang menyebabkan daerah pantainya makin bertambah ke arah laut (prograding). Pantai di Brebes dapat dikelompokkan menjadi tiga jenis pantai, yaitu: pantai delta (Delta Losari dan Pemali), pantai teluk (Teluk Bangsri) dan pantai lurus (Randusanga). Berdasarkan tingkat perkembangan atau penambahan daerah pantainya, pantai delta mengalami perubahan paling dinamis, diikuti oleh pantai teluk kemudian oleh pantai lurus.
Pembagian zonasi pantai terdiri dari bagian barat mulai dari Losari (Prapag Kidul dan Prapag Lor), Teluk Bangsri sampai dengan sekitar muara sungai Nippon (Desa Sawojajar dan Kaliwlingi) baik untuk pengembangan konservasi tanaman bakau (mangrove) yang dapat berfungsi untuk pemulihan daya dukung lingkungan, sedangkan wilayah pantai bagian timur mulai sebelah timur sungai kamal sampai dengan Pantai Randusanga Kulon sangat baik untuk dikembangkan menjadi Kawasan Pelabuhan Antarpulau maupun Kawasan Pariwisata Pantai.
Perairan daerah pantai bagian barat relatif dangkal, untuk mencapai kedalaman laut 5 meter berjarak lebih kurang 2.25 km dari garis pantai, sedang di perairan bagian timur, kedalaman laut 5 meter, berjarak lebih kurang 1,4 km. Makin kearah lepas pantai kedalaman laut berubah secara gradual (morfologi dasar lautnya landai) dengan pola garis kontur tidak lagi mengikuti bentuk garis pantainya.
Wilayah pesisir pantai Kabupaten Brebes yang mempunyai panjang pantai ± 72,93 km yang meliputi 14 desa di 5 kecamatan memiliki potensi yang tak ternilai bagi masyarakat. Perairan pantai tidak saja menjadi sumber pangan yang produktif, tetapi juga sebagai gudang mineral, alur pelayaran, tempat rekreasi dan juga sebagai tangki pencerna bahan buangan hasil kegiatan manusia. Besarnya sumber alam yang terkandung di dalamnya, hayati maupun non hayati serta aneka kegunaan yang bersifat ganda merupakan bukti yang tidak dapat disangkal, bahkan menjadi tumpuan harapan manusia dalam usahanya memenuhi kebutuhan pangan yang terus meningkat pada masa mendatang.
Wisata kuliner dan makanan khas Brebes
1. Telur asin asli khas Brebes yang banyak di jual di kios-kios sebelah barat jembatan Kali Pemali
2. Sate kambing muda khas Brebes dengan bumbu kecap, bawang dan cabe rawit, yang tersebar disejumlah tempat seperti di pertigaan Tanjung, Kota Brebes, Ketanggungan dan Jatibarang dan tempat lainnya.
3. Rujak Belut Mak Ribut di desa Cigedong
4. Kupat Glabed dan Sate Blengong, merupakan sate yang terbuat dari daging blengong (sejenis itik) yang biasanya dimakan dengan ketupat, banyak terdapat di warung sekitar alun-alun kota Brebes
5. Pusat penjualan telur asin asli Brebes dan oleh - oleh khas Brebes lainnya di sepanjang Jl. Jend. Sudirman Ketanggungan
6. Bandeng Presto Duri Lunak khas Brebes yang banyak diproduksi oleh warga di sekitar Limbangan kota Brebes
7. Nasi lengko, menu sarapan pagi yang terdiri dari nasi, Ketimun, tahu, tauge, emping, sambal kacang dan kecap.
8. Tape ketan daun jambu, terbuat dari beras ketan (biasanya berwarna hijau) dan dikemas dengan menggunakan daun jambu, sehingga menambah aroma dan rasa.
9. Teh Poci Wasgitel, yaitu minuman teh yang wangi, sepet, legi dan kentel, merupakan minuman khas Kabupaten Brebes dan Tegal yang penyajiannya menggunakan poci dan cangkir yang terbuat dari tanah liat. Dihidangkan dalam keadaan panas dengan pemanis berupa gula batu.
10. Kerupuk rambak yang diprodukis di wilayah Bumiayu, Brebes yang terbuat dari kulit kerbau.
11. Kerupuk rambak (terbuat dari kulit lembu), di daerah Bumiayu
12. Bakso Dengkil, Kersana
13. Swike yaitu sebuah hidangan berupa daging katak yg dimasakan dengan rempah asli brebes menciptakan rasa tersendiri yg sangat khas, Menu ini mempunyai dua pilihan penyajian yaitu swike dengan kuah (Saus Padang,Saus tiram,Asam manis) dan swike goreng (memakai tepung).
Seni dan budaya Brebes
Kesenian daerah yang berkembang antara lain:
1. Seni Burok / Burokan
2. Sintren
3. Dogdog Kaliwon
4. Kuntulan
5. Tarling
6. Calung yang berkembang di sekitar kecamatan Bantarkawung
7. Barongan
8. Wayang Golek
9. Tari Topeng Brebes
10. Tari Topeng Sinok
11. Reog Banjarharjo
Rupa-rupa
1. Batik Salem
2. Kerajinan keramik hias di desa Malahayu yang memiliki bentuk artistik sehingga tidak kalah dengan keramik hias asal Cina
3. Kerajinan sanggul asal Kelurahan Limbangan Wetan
4. Kerajinan Rebana asal desa Kaliwadas yang telah banyak dipasarkan ke dalam negeri maupun tujuan ekspor ke luar negeri
5. Industri kecil / rakyat pembuatan tambang untuk kapal di Kubangwungu & Dukuhturi
Bahasa
1. Bahasa Jawa Brebes: Digunakan hampir sebagian besar di wilayah Kabupaten Brebes, kecuali di wilayah Kec.Bantarkawung (sebagian besar) dan Kec. Salem (seluruhnya)
2. Bahasa Sunda Brebes:, Larangan (sebagian), Tanjung (beberapa desa bagian selatan), Losari (beberapa desa bagian selatan), Ketanggungan (Sebagian), Banjarharjo (sebagian besar), Salem, Bantarkawung (sebagian besar), Kersana (beberapa desa:Pende, Sindangjaya dan sebagian Kubangpari)
3. Bahasa Cirebon: Losari (bagian utara)
4. Untuk bahasa di Brebes bagian utara menggunakan Dialek Tegal sementara di Brebes selatan merupakan pertemuan antara bahasa Tegal dengan bahasa Banyumas.
Tokoh Brebes
Berikut beberapa tokoh baik yang berskala nasional maupun daerah yang dilahirkan di Kabupaten Brebes.
1. Soekmono, (lahir di Ketanggungan, kabupaten Brebes, 14 Juli 1922 – meninggal di Jakarta, 9 Juli 1997 pada umur 74 tahun) adalah salah satu arkeolog dari Indonesia dan pernah memimpin proyek pemugaran Candi Borobudur pada tahun 1971-1983.
2. Urip Santoso, (lahir di Brebes, 19 September 1923 – meninggal di Jakarta, 1 Desember 2012 pada umur 89 tahun) adalah seorang perwira tinggi militer yang berperan besar membentuk Kopaska (Komando Pasukan Katak) TNI Angkatan Laut
3. Mohammad Tadjudin Noor Aly, Bupati Brebes ke 27
4. Titiek Sandhora Penyanyi di era awal 1970-an dari Salem
5. Irjen Pol Dr. H. Anas Yusuf, S.H., M.H., M.M., perwira tinggi Polri Kapolda Jatim
6. Dr. H. Taufiqurrohman Syahuri, S.H., M.H., ahli Ilmu Tata Negara dan anggota Komisi Yudisial dari Wanasari
7. Sudirman Said, pernah sebagai Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral di Kabinet Kerja
8. Indra Kusuma, Bupati Brebes ke 28 periode 2002-2010
9. Agung Widyantoro, Wakil Bupati Brebes ke 3 periode 2007-2011, Bupati Brebes ke 29 periode 2011-2012, sejak 2014 sampai dengan sekarang anggota DPR dari Partai Golongan Karya
10. Narjo, Wakil Bupati Brebes ke 5 sejak 2012 sampai dengan sekarang
11. Akbar Burhanudin, M.H.,M.M., Staf Ahli Deputi Pejabat Pemerintahan, Kementerian Sekretariat Negara Republik Indonesia
12. Dr. Muallimin Abdi, S.H., Dirjen Hak Asasi Manusia, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia
13. Brigjen Pol Drs. Basarudin, S.H., M.H., perwira tinggi Polri sekarang menjabat Kapolda Sumatra Barat
14. Mr. Mas Besar Mertokoesoemo, advokat pertama Indonesia dan anggota BPUPKI,serta Wali kota dan atau Bupati Kota Tegal Masa Pemerintahan 1942 - 1945
15. Prof. Dr. H. Yahya A. Muhaimin, Mantan Dekan FISIPOL Universitas Gadjah Mada, dan mantan Mendiknas RI masa Presiden Abdurrahman Wahid, dari Bumiayu
16. Saurip Kadi, Mantan Aster KSAD
17. Bunasor Sanim, Guru Besar Emeritus IPB dan Komisaris Utama BRI
18. Hermawan Aksan, sastrawan, penulis nasional, wartawan BOLA, redaktur harian Tribun Bandung Jawa Barat, dari Bantarkawung
19. Oge Arthemus, Pesulap Indonesia yang menganut Aliran Escapologist atau aliran Magic ahli dalam meloloskan diri
20. Sutarno, "Master of Traditional Magic" dalam ajang pencarian bakat The Master (season 3) dari Losari
21. Bedu, salah satu pelawak nasional mantan anggota Cagur asal Wanasari
22. Hj. Aminah Djamali, dermawan dalam bidang sosial dan pendidikan, dari Desa Duuhturi,Bumiayu
23. Ahmad Ryanto, Aktivis Perlindungan Konsumen, NGO (KOMNAS LKPI) (Jatibarang-Brebes)
24. Chaizi Nasucha, Pejabat di Departemen Keuangan, dari Bumiayu
25. Masruri Mughni, Rois Syuriah Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama Jawa Tengah
26. Maufur , Wakil Walikota Kota Tegal periode 2004 - 2009, kelahiran Ketanggungan, Brebes
27. Prof. Dr. .Ir. H. Chunaeni Latief, M.Eng.Sc., profesor riset bidang opto elektronika dan aplikasi laser (Peneliti LAPAN), dari Kauman Brebes.
28. Darsono Wisadirana, gurus besar ilmu sosiologi Universitas Brawijaya Malang
29. Juri Ardiantoro, Tenaga Ahli Utama Kedeputian I Kantor Staf Presiden Republik Indonesia
30. Urip Santoso, guru besar peternakan Universitas Bengkulu
31. Soewardi Wirjaatmadja, SH, Mantan Wakil Ketua DPRD Jawa Tengah, Mantan Anggota DPR RI
32. Bambang Purwantara, guru besar IPB, Mantan Direktur SEAMEO - BIOTROP, Ketua Umum Perhimpunan Bioteknologi Pertanian Indonesia.
33. Sugiarto S Citroatmojo, pakar Occupational Health Safety & Environmental (HSE), Industri Minyak dan Gas Bumi. Tim Independen Pengendalian Keselamatan Migas Indonesia (TIPKM), Kemen ESDM RI.
34. Nur Hasyim, peneliti ahli mineral dan energi, LEMIGAS.
35. Dadang Supardan, Guru Besar (Proffesor) Pendidikan Sejarah (IPS) di Universitas Pendidikan Indonesia (UPI, Bandung). asal dari Cikakak Banjarharjo
36. Arief Rahman, Sekjen KPU Pusat, asal Bumiayu Brebes
37. Muhadi Setiabudi, pengusaha dan pendiri Universitas Muhadi Setiabudi asal Cimohong, Bulakamba
38. Dedy Yon Supriyono, Wali kota Kota Tegal periode 2019 s.d. 2024 asal Cimohong, Bulakamba
39. Paramitha Widya Kusuma, anggota DPR dari Fraksi PDIP periode 2019 - 2024 asal Brebes
40. Sri Ayu Kurnia lebih dikenal dengan Ayu D'Academy 2 peserta kontes musik dangdut dari Losari Lor, Losari, Brebes
41. Narji, presenter dan pelawak lahir di Ketanggungan, Brebes
42. Wawan Hendrawan, pemain sepakbola nasional (kiper) di Liga 1 dari Larangan
43. Aji Bayu Putra, pemain sepakbola nasional sebagai kiper saat ini membela Persiraja Banda Aceh dari Kubangputat, Tanjung
44. Desi Paraswati peserta kontes dangdut Bintang Pantura, dari Banjarharjo, Brebes
45. Ellya Kadung peserta kontes dangdut Bintang Pantura, dari Losari, Brebes
46. Munief M Makki, pengusaha asal Jatibarang yang saat ini di Arab Saudi pemilik Almunief Group serta pengasuh Yayasan Panti Asuhan dan Pendidikan Munief M Makki Jatibarang
47. Babad Brebes tidak bisa dipisahkan dengan sejarah kerajaan-kerajaan zaman dahulu yang berdiri di tanah Jawa dan tanah Sunda, di antaranya Kerajaan Galuh Kawali, Kerajaan Tarumanegara, Kerajaan Kalingga, Kerajaan Pajajaran, Kerajaan Mataram, Kesultanan Demak, Kesultanan Pajang l yang daerah kakuasaannya juga masuk wilayah Brebes. Babad Brebes juga tidak bisa dipisahkan dengan legenda-legenda dan mitos-mitos Ciung Wanara, Kali Pemali, dan lain-lain.
Serat Kanda
Dalam Serat Kanda ada kisah bahwa setelah Kerajaan Majapahit didirikan, Raja Brawijaya (Raden Susuruh) menjemput permaisurinya yang masih ada di Kerajaan Galuh, yang dibantu Arya Bangah yang sedang perang melawan Ciyung Wanara. Saat perang berakhir Arya Bangah mengalami kekalahan, dan diusir sampai wilayah Tugu. Di sini Pasukan Kerajaan Majapahit siap membantu Arya Bangah, tetapi tetap terdesak sampai pinggir Sungai Pemali. Tempat peperangan yang terletak di sekitar Sungai Pemali inilah yang akhirnya dinamakan Brebes.
Genta dan cincin emas
Empat buah Genta dari Desa Slarang dan Cincin Emas dari Desa Karangmangu dapat dijadikan bukti bahwa sejak zaman Hindu, peradaban sudah ada di wilayah Brebes, sebab pusaka-pusaka tersebut berasal dari peradaban Hindu.
Zaman Kerajaan-Kerajaan
Cerita sejarah kerajaan-kerajaan di wilayah Brebes pada umumnya dimulai dari Kerajaan Majapahit (abad XIII). Abad VI atau VII juga ada Kerajaan Galuh Kawali yang wilayah kekuasaannya sampai daerah Kedu. Kerajaan ini tidak murni mempunyai peradaban Sunda sebab sebagian raja-rajanya berasal dari keturunan dari Kerajaan Kalingga (Jawa Tengah). Apalagi ada dugaan yang menyebutkan kalau kerajaan ini adalah pindahan dari lereng Gunung Slamet, yang berarti peradaban yang dianut juga bukan peradaban Sunda karena peradaban Sunda berasal dari Kerajaan Tarumanegara yang dilanjutkan dengan Kerajaan Sunda lalu Kerajaan Pajajaran.
1. Tahun 732 M, Wangsa Sanjaya membangun Kerajaan Mataram Kuno (Mataram Hindu) yang beribu kota Medhang Kamulan yang pada masa ini dibangun candi-candi Siwa di Pegunungan Dieng, Banjarnegara.
2. Tahun 750 M, Wangsa Syailendra (Buddha) menguasai Jawa Tengah, akibat pusat-pusat Kerajaan Hindu pindah ke wilayah Jawa Timur.
3. Ciung Wanara adalah legenda di kalangan orang Sunda di Indonesia. Cerita rakyat ini menceritakan legenda Kerajaan Sunda Galuh, asal muasal nama Sungai Pamali serta menggambarkan hubungan budaya antara orang Sunda dan Jawa yang tinggal di bagian barat provinsi Jawa Tengah.
4. Sumber
5. Cerita ini berasal dari tradisi cerita lisan Sunda yang disebut Pantun Sunda, yang kemudian dituliskan ke dalam buku yang ditulis oleh beberapa penulis Sunda, baik dalam bahasa Sunda dan bahasa Indonesia.
Ringkasan
Turunnya Sang Raja
Dahulu berdirilah sebuah kerajaan besar di pulau Jawa yang disebut Kerajaan Galuh, ibukotanya terletak di Galuh dekat Ciamis sekarang. Dipercaya bahwa pada saat itu kerajaan Galuh membentang dari Hujung Kulon, ujung Barat Jawa, sampai ke Hujung Galuh ("Ujung Galuh"), yang saat ini adalah muara dari Sungai Brantas di dekat Surabaya sekarang. Kerajaan ini diperintah oleh Raja Prabu Permana Di Kusumah. Setelah memerintah dalam waktu yang lama Raja memutuskan untuk menjadi seorang pertapa dan karena itu ia memanggil menteri Aria Kebonan ke istana. Selain itu, Aria Kebonan juga telah datang kepada raja untuk membawa laporan tentang kerajaan. Sementara ia menunggu di depan pendapa, ia melihat pelayan sibuk mondar-mandir, mengatur segalanya untuk raja. Menteri itu berpikir betapa senangnya akan menjadi raja. Setiap perintah dipatuhi, setiap keinginan terpenuhi. Karena itu ia pun ingin menjadi raja.
Saat ia sedang melamun di sana, raja memanggilnya.
"Aria Kebonan, apakah benar bahwa Engkau ingin menjadi raja?" Raja tahu itu karena ia diberkahi dengan kekuatan supranatural.
"Tidak, Yang Mulia, aku tidak akan bisa."
"Jangan berbohong, Aria Kebonan, aku tahu itu."
"Maaf, Yang Mulia, Saya baru saja memikirkannya." "Yah, Aku akan membuat engkau menjadi raja Selama Aku pergi untuk bermeditasi, Engkau akan menjadi raja dan memerintah dengan benar.. Engkau tidak akan memperlakukan (tidur dengan) kedua istriku, Dewi Pangrenyep dan Dewi Naganingrum sebagai istrimu."
"Baiklah, Yang Mulia."
"Aku akan mengubah penampilanmu menjadi seorang pria tampan. Nama Anda akan Prabu Barma Wijaya.. Beritahulah pada orang-orang bahwa raja telah menjadi muda dan Aku sendiri akan pergi ke suatu tempat rahasia. Dengan demikian engkau akan menjadi raja!"
Pada saat penampilan Aria Kebonan menyerupai Prabu Permana di Kusumah itu, tetapi tampak sepuluh tahun lebih muda. Orang percaya pengumuman bahwa ia adalah Raja Prabu Permana Di Kusumah yang telah menjadi sepuluh tahun lebih muda dan mengubah namanya menjadi Prabu Barma Wijaya. Hanya satu orang tidak percaya ceritanya. Ia adalah Uwa Batara lengser yang mengetahui perjanjian antara raja dan menteri tersebut. Prabu Barma Wijaya menjadi bangga dan mempermalukan Uwa Batara lengser yang tidak dapat melakukan apa-apa. Dia juga memperlakukan kedua ratu dengan kasar. Keduanya menghindarinya, kecuali di depan umum ketika mereka berperilaku seolah-olah mereka istri Prabu Barma Wijaya.
Kelahiran dua pangeran
Suatu malam kedua ratu bermimpi bahwa bulan jatuh di atas mereka. Mereka melaporkan hal itu kepada raja yang membuatnya ketakutan, karena mimpi tersebut biasanya peringatan bagi wanita yang akan hamil. Hal ini tidak mungkin karena ia tidak bersalah memperlakukan kedua ratu sebagai istri-istrinya. Uwa Batara lengser muncul dan mengusulkan untuk mengundang seorang pertapa baru, yang disebut Ajar Sukaresi - yang tidak lain adalah Raja Prabu Permana Di Kusumah - untuk menjelaskan mimpi yang aneh tersebut. Prabu Barma Wijaya setuju, dan begitu pertapa tiba di istana ia ditanya oleh raja tentang arti mimpi itu.
"Kedua ratu mengharapkan seorang anak, Yang Mulia." Meskipun terkejut dengan jawabannya, Prabu Barma Wijaya masih bisa mengendalikan diri. Ingin tahu seberapa jauh pertapa berani berbohong kepada dia, dia mengajukan pertanyaan lain. "Apakah mereka akan anak perempuan atau anak laki-laki?"
"Keduanya anak laki-laki, Yang Mulia." Pada hal ini raja tidak bisa lagi menahan diri, mengambil kerisnya dan menusuk Ajar Sukaresi agar dia mati namun Dia gagal. Keris itu bengkok.
"Apakah Raja berkehendak aku mati? Bila begitu, saya akan mati." Kemudian pertapa itu jatuh. Raja menendang mayatnya begitu hebat sehingga terlempar ke dalam hutan di mana ia berubah menjadi seekor naga besar, yang disebut Nagawiru. Di keraton, sesuatu yang aneh terjadi. Kedua ratu memang hamil. Setelah beberapa waktu Dewi Pangrenyep melahirkan seorang putra yang bernama Hariang Banga.
Suatu hari ketika Prabu Barma Wijaya mengunjungi Dewi Naganingrum, secara ajaib janin dalam kandungan Naganingrum yang belum lahir tersebut berbicara: "Barma Wijaya, Engkau telah melupakan banyak janjimu. Semakin banyak Anda melakukan hal-hal kejam, kekuasaan Anda akan semakin pendek.."
Rencana jahat
Peristiwa aneh janin yang dapat berbicara tersebut membuat Raja sangat marah dan takut terhadap ancaman janin tersebut. Dia ingin menyingkirkan janin itu dan segera menemukan cara untuk melakukannya. Dia meminta bantuan Dewi Pangrenyep untuk dapat terlepas dari bayi Dewi Naganingrum yang akan lahir sebagai bajingan menurut impiannya. Dia tidak akan cocok untuk menjadi penguasa negeri ini bersama-sama dengan Hariang Banga, putra Dewi Pangrenyep. Ratu percaya hal tersebut dan setuju, tetapi apa yang harus dilakukan? "Kita akan menukar bayi tersebut dengan anjing dan melemparkannya ke sungai Citanduy."
Sebelum melahirkan, Dewi Pangrenyep menghimbau Dewi Naganingrum untuk menutupi matanya dengan malam (lilin) yang biasanya digunakan untuk membatik. Dia berpendapat bahwa perlakuan ini adalah untuk menghindarkan ibu yang sedang melahirkan agar tidak melihat terlalu banyak darah yang mungkin dapat membuat dia pingsan. Naganingrum setuju dan Pangrenyep pun menutup mata Dewi Naganingrum dengan lilin, berpura-pura membantu ratu malang tersebut. Naganingrum tidak menyadari apa yang terjadi, bayi yang baru lahir itu dimasukkan ke dalam keranjang dan dilemparkan ke dalam Sungai Citanduy, setelah ditukar dengan bayi anjing yang dibaringkan di pangkuan sang ibu yang tidak curiga akan perbuatan jahat tersebut.
Ratu Naganingrum segera menyadari bahwa ia tengah menggendong seekor bayi anjing, ia sangat terkejut dan jatuh sedih. Kedua pelaku kejahatan berusaha menyingkirkan Dewi Naganingrum dari istana dengan mengatakan kebohongan kepada rakyat, tetapi tidak ada yang percaya kepada mereka. Bahkan Uwa Batara lengser tak dapat melakukan apa-apa karena Raja serta Ratu Dewi Pangrenyep sangat berkuasa. Barma Wijaya bahkan memerintahkan hukuman mati atas Dewi Naganingrum karena dia telah melahirkan seekor anjing, yang dianggap sebagai kutukan dari para dewa dan aib bagi kerajaan. Uwa Batara lengser mendapat perintah untuk melaksanakan eksekusi tersebut. Dia membawa ratu yang malang ke hutan, namun dia tak sampai hati membunuhnya, ia bahkan membangunkan sebuah gubuk yang baik untuknya. Untuk meyakinkan Raja dan Ratu Pangrenyep bahwa ia telah melakukan perintah mereka, ia menunjukkan kepada mereka pakaian Dewi Naganingrum yang berlumuran darah.
Sabung ayam
Di desa Geger Sunten, tepian sungai Citanduy, hiduplah sepasang suami istri tua yang biasa memasang bubu keramba perangkap ikan yang terbuat dari bambu di sungai untuk menangkap ikan. Suatu pagi mereka pergi ke sungai untuk mengambil ikan yang terperangkap di dalam bubu, dan sangat terkejut bukannya menemukan ikan melainkan keranjang yang tersangkut pada bubu tersebut. Setelah membukanya, mereka menemukan bayi yang menggemaskan. Mereka membawa pulang bayi tersebut, merawatnya dan menyayanginya seperti anak mereka sendiri.
Dengan berlalunya waktu bayi tumbuh menjadi seorang pemuda rupawan tang menemani berburu orang tua dalam hutan. Suatu hari mereka melihat seekor burung dan monyet.
"Burung dan monyet apakah itu, Ayah?"
"Burung itu disebut Ciung dan monyet itu adalah Wanara, anakku."
"Kalau begitu, panggillah aku Ciung Wanara." Orang tua itu menyetujui karena arti kedua kata tersebut cocok dengan karakter anak itu.
Suatu hari ia bertanya pada orang tuanya mengapa dia berbeda dengan anak laki-laki lain dari desa tersebut dan mengapa mereka sangat menghormatinya. Kemudian orang tua itu mengatakan kepadanya bahwa ia telah terbawa arus sungai ke desat tersebut dalam sebuah keranjang dan bukan anak dari desa tersebut.
"Orangtuamu pasti bangsawan dari Galuh."
"Kalau begitu, aku harus pergi ke sana di mencari orang tua kandungku, Ayah."
"Itu benar, tetapi kamu harus pergi dengan seorang teman. Di keranjang itu ada telur. Ambillah, pergilah ke hutan dan carilah unggas untuk menetaskan telur itu."
Ciung Wanara mengambil telur itu, pergi ke hutan seperti yang diperintahkan oleh sang orang tua, tetapi ia tidak dapat menemukan unggas. Ia menemukan Nagawiru yang baik kepada dia dan yang menawarkan dia untuk menetas telur. Dia meletakkan telur di bawah naga itu dan taklama setelah menetas, anak ayam tumbuh dengan cepat. Ciung Wanara memasukkannya ke dalam keranjang, meninggalkan orang tua dan istrinya dan memulai perjalanannya ke Galuh.
Di ibukota Galuh, sabung ayam adalah sebuah acara olahraga besar, baik raja dan rakyatnya menyukainya. Raja Barma Wijaya memiliki ayam jago yang besar dan tak terkalahkan bernama Si Jeling. Dalam kesombongannya, ia menyatakan bahwa ia akan mengabulkan keinginan apapun kepada pemilik ayam yang bisa mengalahkan ayam juaranya.
Saat tiba, anak ayam Ciung Wanara sudah tumbuh menjadi ayam petarung yang kuat. Sementara Ciung Wanara sedang mencari pemilik keranjang, ia ikut ambil bagian dalam turnamen adu ayam kerajaan. Ayamnya tidak pernah kalah. Kabar tentang anak muda yang ayam jantannya selalu menang di sabung ayam akhirnya mencapai telinga Prabu Barma Wijaya yang kemudian memerintahkan Uwa Batara lengser untuk menemukan pemuda itu. Orang tua itu segera menyadari bahwa pemuda pemilik ayam itu adalah putra Dewi Naganingrum yang telah lama hilang, terutama ketika Ciung Wanara menunjukkan padanya keranjang di mana ia telah dihanyutkan ke sungai. Uwa Batara Lengser mengatakan pada Ciung Wanara bahwa raja telah memerintahkan hal tersebut selain menuduh ibunya telah melahirkan seekor anjing.
"Jika ayam kamu menang melawan ayam raja, mintalah saja kepadanya setengah dari kerajaan sebagai hadiah kemenangan kamu."
Keesokan paginya Ciung Wanara muncul di depan Prabu Barma Wijaya dan menceritakan apa yang telah diusulkan Lengser. Raja setuju karena dia yakin akan kemenangan ayam jantannya yang disebut Si Jeling. Si Jeling sedikit lebih besar dari ayam jago Ciung Wanara, namun ayam Ciung Wanara lebih kuat karena dierami oleh naga Nagawiru. Dalam pertarungan berdarah ini, ayam sang Raja kehilangan nyawanya dalam pertarungan dan raja terpaksa memenuhi janjinya untuk memberikan Ciung Wanara setengah dari kerajaannya.
Perang Saudara
Ciung Wanara menjadi raja dari setengah kerajaan dan membangun penjara besi yang dibangun untuk mengurung orang-orang jahat. Ciung Wanara merencanakan siasat untuk menghukum Prabu Barma Jaya dan Dewi Pangrenyep. Suatu hari Prabu Barma Jaya dan Dewi Pangrenyep diundang oleh Ciung Wanara untuk datang dan memeriksa penjara yang baru dibangun. Ketika mereka berada di dalam, Ciung Wanara menutup pintu dan mengunci mereka di dalam. Dia kemudian memberitahu orang-orang di kerajaan tentang perbuatan jahat Barma dan Pangrenyep, orang-orang pun bersorak.
Namun, Hariang Banga, putera Dewi Pangrenyep, menjadi sedih mengetahui tentang penangkapan ibunya. Ia menyusun rencana pemberontakan, mengumpulkan banyak tentara dan memimpin perang melawan adiknya. Dalam pertempuran, ia menyerang Ciung Wanara dan para pengikutnya. Ciung Wanara dan Hariang Banga adalah pangeran yang kuat dan berkeahlian tinggi dalam seni bela diri pencak silat. Namun Ciung Wanara berhasil mendorong Hariang Banga ke tepian Sungai Brebes. Pertempuran terus berlangsung tanpa ada yang menang. Tiba-tiba muncullah Raja Prabu Permana Di Kusumah didampingi oleh Ratu Dewi Naganingrum dan Uwa Batara lengser.
"Hariang Banga dan Ciung Wanara!" kata Raja, "Hentikan pertempuran ini adalah pamali ("tabu" atau "dilarang" dalam bahasa Sunda dan Jawa) - berperang melawan saudara sendiri. Kalian adalah saudara, kalian berdua adalah anak-anakku yang akan memerintah di negeri ini, Ciung Wanara di Galuh dan Hariang Banga di timur sungai Brebes, negara baru. Semoga sungai ini menjadi batas dan mengubah namanya dari Sungai Brebes menjadi Sungai pamali untuk mengingatkan kalian berdua bahwa adalah pamali untuk memerangi saudara sendiri. Biarlah Dewi Pangrenyep dan Barma Wijaya yang dahulu adalah Aria Kebonan dipenjara karena dosa mereka." Sejak itu nama sungai ini dikenal sebagai Cipamali (Bahasa Sunda) atau Kali Pemali (Bahasa Jawa) yang berarti "Sungai Pamali".
Hariang Banga pindah ke timur dan dikenal sebagai Jaka Susuruh. Dia mendirikan kerajaan Jawa dan menjadi raja Jawa, dan pengikutnya yang setia menjadi nenek moyang orang Jawa. Ciung Wanara memerintah kerajaan Galuh dengan adil, rakyatnya adalah orang Sunda, sejak itu Galuh dan Jawa makmur lagi seperti pada zaman Prabu Permana Di Kusumah. Saat kembali menuju ke barat, Ciung Wanara menyanyikan legenda ini dalam bentuk Pantun Sunda, sementara kakaknya menuju ke timur dengan melakukan hal yang sama, menyanyikan cerita epik ini dalam bentuk tembang.
-oooooooooo oOo oooooooooo-
Sumber : Google Wikipedia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar