KABUPATEN BULELENG
PROVINSI BALI
Orientasi
Buleleng (bahasa Bali: ᬩᬸᬮᬾᬮᬾᬂ) adalah salah satu kabupaten di provinsi Bali, Indonesia. Ibu kotanya adalah Singaraja. Buleleng berbatasan dengan Laut Jawa di sebelah utara, Selat Bali di sebelah barat, Kabupaten Karangasem di sebelah timur. Kabupaten Jembrana, Bangli, Tabanan serta Badung di sebelah selatan.
Panjang ruas pantai di wilayah Kabupaten Buleleng sekitar 144 km, 19 km-nya melewati kecamatan Tejakula. Selain sebagai penghasil pertanian terbesar di Bali (terkenal dengan produksi salak bali dan jeruk keprok Tejakula), Kabupaten ini juga memiliki objek pariwisata yang banyak seperti pantai Lovina, pura Pulaki, Air Sanih dan tentunya kota Singaraja sendiri.
Sejarah Terbentuknya Kabupaten Buleleng, Provinsi Bali
Muhammad Imron Selasa, 14 November 2017 Tambah Komentar
Sebelumnya wilayah Buleleng dikenal dengan nama Den Bukit. Masyarakat Bali Selatan jaman berkembangnya pengaruh Majapahit, Den Bukit dilihat sebagai "daerah nun disana dibalik bukit". Daerah misterius, terra incognito, banyak pendatang silih berganti, bajak laut. Orang yang ingin tinggal menetap mereka menjauhi daerah pesisir, memilih tempat lebih ke tengah, ke wilayah sebelah Selatan. Maka itu wilayah di selatan bukit disebut Bali Tengah atau Bali Selatan.
Selama berkuasa di Den Bukit Panji Sakti sejak 1660an sampai 1697 sangat disegani kawan maupun lawan. Dengan pasukan Gowak yang diorganisir bersama rakyat, beliau menguasai kerajaan Blambangan, Pasuruan, Jembrana. Hingga tahun 1690an Panji Sakti menikmati kejayaannya.
Buleleng adalah nama puri yang dibangun Panji Sakti di tengah tegalan jagung gembal yang juga disebut juga buleleng. Letaknya tidak jauh dari sungai yang disebut juga tukad Buleleng. Purinya disebut Puri Buleleng. Puri yang yang lebih tua, terletak di desa Sangket yang dinamai puri Sukasada. Ki Gusti Panji sakti diperkirakan wafat tahun 1699 dengan meninggalkan banyak keturunan.
Namun sayang putra-putra Ki Gusti Panji Sakti mempunyai pikiran yang berbeda satu sama lain sehingga kerajaan Buleleng menjadi lemah. Kerajaan Buleleng terpecah belah. Akhirnya dikuasai kerajaan Mengwi, termasuk Blambangan. Lepas dari genggaman Mengwi kemudian tahun 1783 jatuh ke tangan kerajaan Karangasem. Sejak itu terjadi beberapa kali pergantian raja asal Karangasem.
Salah seorang raja asal Karangasem yaitu I Gusti Gde Karang bertakhta sebagai raja Buleleng tahun 1806-1818. Sebagai raja Buleleng beliau juga menguasai kerajaan Karangasem dan Jembrana. Beliau dikenal berwatak keras dan curiga kepada bangsa asing. Memang pada jaman itu bangsa asing seperti Belanda dan Inggris ingin menguasai Bali melalui Buleleng dan Jembrana.
Sir Stamford Raffles seorang Inggris jatuh cinta terhadap Bali, baik alam dan budayanya setelah sempat mengunjungi pulau mungil ini di tahun 1811. Setelah itu beliau datang lagi ke Buleleng ingin bekerjasama dengan I Gusti Gde Karang untuk membangun kota pelabuhan dengan nama Singapura. Raffles tergiur melihat ramainya pelabuhan Buleleng dengan lokasi yang dilihatnya sangat strategis di antara kepulauan Nusantara.
Memang Buleleng jaman itu sedang jayanya dari hasil monopoli candu dan penjualan budak. Raja Buleleng I Gusti Gde Karang rupanya tertarik dengan rencana Raffles. Namun tidak bisa dilaksanakan, karena Raffles sendiri sangat menentang penjualan budak yang selama ini terus dilaksanakan oleh raja I Gusti Gde Karang. Diantara cinta dan dendam, tahun 1814 pihaknya membawa kapal perang Inggris ke Buleleng, namun tidak terjadi pertempuran.
Pada malam hari, Rebo tanggal 24 Nopember 1815 terjadi musibah bencana alam di Buleleng. Beberapa desa tertimbun lumpur dengan penghuninya, ada yang hanyut kearah laut bersama penduduknya.
Setelah itu I Gusti Gde Karang membuka lahan dan membangun istana baru, terletak di sebelah Barat jalan yang dinamai puri Singaraja. Puri baru itu berseberangan jalan dengan Puri Buleleng yang dibangun Ki Gusti Pandji Sakti.
Pembangunan Puri Singaraja dilanjutkan oleh I Gusti Agung Paang, asal Karangasem. yang memerintah sejak 1818 sampai 1829.(Babad Buleleng, Prof. Worsley).
Kekuasaan
Karangasem berakhir setelah pasukan perang kolonial Belanda menghancurkan
benteng pertahanan Buleleng di Jagaraga pada tahun 1849. Dengan berkuasanya
pemerintah kolonial / asing di Buleleng, sebagai pemerintahan yang masih dalam
proses konsolidasi, maka dapat dibayangkan, suatu proses yang rumit
berlangsung.
Hari Jadi Kabupaten Bulelen
Dari keterangan di atas, Pemerintah setempat telah menetapkan dan meresmikan bahwa pada tanggal 30 Maret tahun 1604 M merupakan Hari jadi kabupaten Buleleng.
Kota Pendidikan
Buleleng merupakan salah satu wilayah di Bali yang terkenal dengan sebutannya yakni Kota Pendidikan. Memasukin tahun 1980-an didirikan Fakultas Keguruan (FKG) yang merupakan salah satu bagian fakultas dari Universitas Udayana. Tahun 1985, berubah menjadi STKIP Singaraja dan melepaskan dari bagian Universitas Udayana. Hal ini menyebabkan redupnya perkembangan kota Singaraja sebagai kota pendidikan. Setelah perjalanan panjang STKIP berubah menjadi IKIP Singaraja dan hingga saat ini dikenal dengan Universitas Pendidikan Ganesha yang terletak di Kota Singaraja.
Sejarah Kerajaan Buleleng di Bali bagian utara dimulai sejak pertengahan abad ke-17 Masehi.
tirto.id - Sejarah Kerajaan Buleleng dimulai sejak pertengahan abad ke-17 Masehi. Kerajaan bercorak Hindu ini terletak di Bali bagian utara, tepatnya di Singaraja. Pendiri Kerajaan Buleleng bernama I Gusti Anglurah Panji Sakti dari Wangsa Kepakisan. Kerajan Buleleng berdiri ketika eksistensi Kerajaan Majapahit kian memudar. Selama berabad-abad Majapahit yang berpusat di Jawa bagian timur dikenal sebagai kemaharajaan besar, sebelum runtuh seiring munculnya Kesultanan Demak sebagai kerajaan Islam pertama di Jawa. Di seberang timur Jawa, berdirilah Buleleng bersama sejumlah kerajaan Hindu lainnya di Pulau Dewata. Amurwani Dwi dan kawan-kawan dalam Sejarah Indonesia (2014:141), mencatat, di Bali saat itu muncul beberapa kerajaan, termasuk Gelgel, Klungkung, Buleleng, dan lainnya.
Pendiri Kerajaan Buleleng I Gusti Anglurah Panji Sakti atau yang bernama
kecil I Gusti Gede Pasekan adalah seorang pangeran. Ia putra dari I Gusti
Ngurah Jelantik, penguasa Kerajaan Gelgel yang bertakhta sejak tahun 1580
Masehi. Meskipun bertitel pangeran, Panji Sakti bukanlah putra mahkota karena
ia bukan anak dari permaisuri. Ibunda Panji Sakti bernama Si Luh Pasek Gobleg,
istri selir I Gusti Ngurah Jelantik. Dikisahkan oleh Deni Prasetyo dalam buku
Mengenal Kerajaan-Kerajaan Nusantara (2009), Panji Sakti berbeda dengan
anak-anak lainnya. Ia punya keistimewaan, termasuk disebut-sebut memiliki
kekuatan supranatural.
Kelebihan Panji Sakti membuat ayahnya khawatir. I Gusti Ngurah Jelantik cemas jika suatu saat anaknya dari istri selir itu akan menggeser posisi pewaris takhta yang telah ditunjuknya, yakni putra mahkota dari permaisuri. Maka, ketika berusia 12 tahun, Panji Sakti diasingkan ke kampung halaman ibunya, yakni di Desa Panji, wilayah Den Bukit, Bali bagian utara. Di Den Bukit, Panji Sakti tumbuh sebagai sosok pemimpin muda yang cemerlang. Ia berhasil menyatukan wilayah-wilayah sekitar Den Bukit bahkan kemudian dinobatkan menjadi raja. I Gusti Anglurah Panji Sakti mendirikan kerajaan pada 1660 yang kemudian dikenal dengan nama Kerajaan Buleleng.
Sejarah Kerajaan Buleleng Di bawah pimpinan I Gusti Anglurah Panji, Kerajaan Buleleng berkembang pesat dan langsung mencapai kejayaan di masa-masa awalnya. Kerajaan ini punya bandar dagang yang ramai karena letaknya dekat dengan pantai. Buleleng berperan sebagai penyalur pasokan hasil bumi dari para saudagar Bali ke daerah-daerah lain. Dikutip dari buku I Gusti Anglurah Panji Sakti Raja Buleleng (1994) karya Soegianto Sastrodiwiryo, wilayah Kerajaan Buleleng bertambah luas setelah menaklukkan Blambangan (Banyuwangi) dan Pasuruan di Jawa bagian timur.
Kekuatan Kerajaan Buleleng perlahan melemah setelah I Gusti Ngurah Panji Sakti meninggal dunia pada 1704. Tahun 1732, Buleleng takluk kepada Kerajaan Mengwi. Dua dekade kemudian, tahun 1752, Buleleng kembali menjadi negeri yang merdeka. Namun, lagi-lagi Buleleng kalah perang tahun 1780 pada era kepemimpinan I Gusti Ngurah Jelantik (1757-1780). Pemimpin Wangsa Karangasem, I Gusti Pahang Canang, berhasil merebut wilayah Buleleng.
Selama berada di bawah kekuasaan Wangsa Karangasem, keluarga istana Buleleng ternyata diberi posisi penting. Salah satunya adalah I Gusti Ketut Jelantik, pangeran Buleleng putra I Gusti Ngurah Jelantik. Ketika Wangsa Karangasem dipimpin oleh I Gusti Made Karangasem (1825-1849), I Gusti Ketut Jelantik ditunjuk sebagai patih atau panglima perang. Pada 1846, 1848, dan 1849, wilayah Buleleng mendapat serangan dari Belanda. Menurut catatan Robert Pringle dalam A Short History of Bali (2004), I Gusti Ketut Jelantik memimpin perlawanan rakyat Buleleng terhadap kaum penjajah. I Gusti Ketut Jelantik gugur dalam rangkaian peperangan yang berakhir dengan puputan atau perang habis-habisan itu pada 1849. Sejak saat itu, wilayah Bali bagian utara, termasuk Karangasem dan Buleleng, dikuasai oleh Belanda.
Peninggalan Kerajaan Buleleng Berdasarkan catatan Sugeng Riyanto dan kawan-kawan dalam “Studi Potensi Lansekap Sejarah untuk Pengembangan Wisata Sejarah di Kota Singaraja” yang termuat di jurnal Arsitektur Lansekap (vol.2, no.1, 2016), ada beberapa peninggalan sejarah Kerajaan Buleleng, di antaranya adalah:
1. Perempatan Agung (Catus Patha) Perempatan yang berlokasi di Jalan Mayor Metra, Veteran, dan Gajah Mada, Kota Singaraja. Konsep penataan ruang ini disebut tradisional khas Buleleng. Di sana terdapat pura, puri (pusat pemerintahan), pasar, dan lapangan terbuka.
2. Masjid Kuno (Keramat) Ditemukan ketika orang Bajo dari Suku Bugis menyisir lahan yang tertutup semak belukar di tepi Sungai Buleleng. Diduga, masjid ini adalah peninggalan Buleleng ketika pengaruh Islam masuk ke Bali.
3. Masjid Agung Jami' Peninggalan ini semula bernama Masjid Jami yang ditujukan sebagai simbol toleransi beragama di Kerajaan Buleleng. Namanya diubah pada 1970, sebagai bentuk penghargaan kepada kebaikan Raja Buleleng.
4. Kampung Bugis Catatan sejarah perjalanan orang seberang bisa dilihat dari kampung ini. Suku Bugis ketika itu tergabung dalam angkatan laut Kerajaan Buleleng dan banyak yang menetap di Singaraja.
5. Kantor Bupati Buleleng Setelah Buleleng dikuasai Belanda, dibangun gedung Asisten Residen untuk pejabat Belanda. setelah Indonesia merdeka, diubah fungsinya oleh Pemerintah Daerah Bali menjadi Gedung Veteran dan perguruan tinggi. 6. Eks Perlabuhan Buleleng Tempat ini adalah bukti sejarah bahwa Buleleng pernah berperan sebagai pusat perdagangan.
Daftar Raja Buleleng Wangsa Panji Sakti Gusti Anglurah Panji Sakti Gusti Panji Gede Danudarastra Gusti Alit Panji Gusti Ngurah Panji Gusti Ngurah Jelantik Gusti Made Singaraja Wangsa Karangasem Anak Agung Rai Gusti Gede Karang Gusti Gede Ngurah Pahang Gusti Made Oka Sori Gusti Ngurah Made Karangasem
Geografi
Secara geografis Kabupaten Buleleng terletak di antara 8°3'40"–8°23'00" Lintang Selatan dan 114°25'55"–115°27'28" Bujur Timur yang posisinya berada di bagian utara Pulau Bali. Luas Kabupaten Buleleng adalah 1.365,88 km² (24,25% dari Luas Pulau Bali). Kabupaten Buleleng terdiri atas 9 Kecamatan dengan 129 desa, 19 kelurahan, 551 dusun/banjar dan 58 lingkungan.
Batas wilayah
Batas-batas wilayah Kabupaten Buleleng adalah sebagai berikut:
Kabupaten Jembrana, Kabupaten Badung, Kabupaten Bangli, dan Kabupaten Tabanan |
|
Topografi
Kabupaten Buleleng yang terletak di Utara Pulau Bali yang topografinya sangat beragam, yaitu terdiri dari dataran rendah, perbukitan, dan pegunungan. Sebagian besar wilayah Kabupaten Buleleng merupakan daerah berbukit dan bergunung membentang di bagian Selatan, sedangkan di bagian Utara, yakni sepanjang pantai merupakan dataran rendah. Kondisi yang khas tersebut menjadikan topografi Kabupaten Buleleng sering disebut Nyegara Gunung.
Kondisi topografi Kabupaten Buleleng berdasarkan kemiringan lereng, perbedaan ketinggian dari permukaan laut serta bentang alamnya dapat dikelompokkan menjadi 4 (empat) satuan topografi yaitu:
1. Daerah datar dengan tingkat kemiringan 0 – 1,9% seluas 12.264,75 Ha atau 8,98%;
2. Daerah landai dengan tingkat kemiringan 2 – 24,9% seluas 70.226 Ha atau 51,41%;
3. Daerah miring dengan tingkat kemiringan 25 – 39,9% seluas 21.462,75 Ha atau 15,71%;
4. Daerah terjal dengan tingkat kemiringan diatas 40% seluas 32.634,5 Ha atau 23,89%.
Berdasarkan letak ketinggian tempat, dikelompokkan menjadi 4 (empat) ketinggian tempat, yaitu:
1. Dataran Rendah (0 – 24.9 m dpl dan 25 – 99.9 m dpl)
2. Dataran Sedang (100 – 499.9 m dpl)
3. Dataran Tinggi (500 – 999.9 m dpl)
4. Dataran Pegunungan (>1000 m dpl)
Geologi
Secara stratigrafi, pelapisan batuan yang terdapat di Kabupaten Buleleng pada umumnya terdiri dari batuan bereksi, lava, tufa dan lahar yang tersebar hampir di sebagian besar wilayah Kabupaten Buleleng. Terdapat sesar/fault yang diperkirakan terdapat di wilayah Kecamatan Gerokgak, yaitu dua busur besar yang sejajar memanjang ke arah barat dan timur yang berada pada formasi Batuan Gunung Api Pulaki yang terdiri dari bereksi dan lava.
Dua buah sesar mendatar yang diperkirakan di wilayah Ujung Barat Pulau Bali (di antaranya formasi Prapat Agung yang dominan ditutupi oleh batuan gamping dengan formasi palasari yang terdiri dari batu pasir, konglomerat dan batuan gamping terumbu). Dua buah sesar lagi yang diperkirakan berada di wilayah Kecamatan Tejakula yaitu terletak di antara formasi batuan tufa dan endapan lahar Buyan, Bratan dan Batur dengan formasi Buyan Bratan dan Batur Purba. Di samping struktur tersebut, di atas masih ditemukan juga struktur pelapisan pada batuan tufa, lava dari kelompok batuan api Buyan Bratan purba.
Iklim
Berdasarkan klasifikasi iklim Koppen, sebagian besar wilayah Kabupaten Buleleng beriklim tropis basah dan kering (Aw) dengan suhu udara bervariasi berdasarkan ketinggian, yaitu antara 19°–33 °C. Tingkat kelembapan nisbi di wilayah ini berkisar antara 82%–75%. Oleh karena beriklim tropis basah dan kering, wilayah Buleleng memiliki dua musim, yaitu musim kemarau dan musim penghujan. Musim kemarau di wilayah Buleleng berlangsung pada periode Mei–Oktober dengan bulan terkering adalah bulan Agustus.
Sementara itu, musim penghujan berlangsung pada periode Desember–Maret dengan curah hujan bulanan lebih dari 200 mm per bulan. Di antara musim kemarau dan hujan terdapat musim pancaroba yang biasanya terjadi pada bulan April dan November. Curah hujan tahunan wilayah Buleleng berkisar antara 1.000–2.300 mm per tahun dengan jumlah hari hujan berkisar antara 80–120 hari hujan per tahun.
Pemerintahan
Daftar Bupati Buleleng
Bupati Buleleng adalah pemimpin tertinggi di lingkungan pemerintah Kabupaten Buleleng. Bupati Buleleng bertanggungjawab kepada gubernur provinsi Bali. Saat ini, bupati atau kepala daerah yang menjabat di Kabupaten Buleleng ialah Putu Agus Suradnyana, didampingi wakil bupati I Nyoman Sutjidra. Jabatan bupati dan wakil bupati dari pasangan Suradyana dan Sutjidra ini sebagai periode kedua sejak tahun 2012 hingga 2022. Untuk peride kedua, mereka menang pada Pemilihan umum Bupati Buleleng 2017, dan dilantik pada 22 Agustus 2017.
Demografi
Suku Bangsa
Sebagian besar suku penduduk yang ada di Buleleng adalah suku Bali. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik dalam Sensus Penduduk Indonesia tahun 2010, sebanyak 575.905 jiwa atau 92,27% dari 624.125 jiwa penduduk kabupaten Buleleng adalah suku Bali.[17] Kemudian suku Jawa sebanyak 2,41%, dan beberapa lainnya seperti suku Bali Aga, Madura, Bugis, dan beberapa suku lainnya. Di Singaraja, terdapat kampung Bugis, dimana mayoritas warganya adalah orang Bugis.
Berikut adalah banyaknya penduduk kabupaten Buleleng berdasarkan suku bangsa pada tahun 2010:
No |
Suku |
Jumlah |
% |
1 |
575.905 |
92,27% |
|
2 |
15.072 |
2,41% |
|
3 |
11.438 |
1,83% |
|
4 |
10.722 |
1,72% |
|
5 |
2.075 |
0,33% |
|
6 |
1.374 |
0,22% |
|
7 |
1.353 |
0,22% |
|
8 |
880 |
0,14% |
|
9 |
417 |
0,07% |
|
10 |
142 |
0,02% |
|
11 |
Suku lainnya |
4.747 |
0,76% |
Kabupaten Buleleng |
624.125 |
100% |
Pariwisata
Beberapa tempat pariwisata yang ada di kabupaten Buleleng, diantaranya:
1. Air Sanih
3. Air terjun Sing Sing
4. Gedong Kirtya (perpustakaan lontar)
6. Jagaraga
9. Wisata spiritual di Pura Tirta Sudhamala, Pura Taman Alit dan Pura Patirtaan Lingga Pawitra di Desa Adat Banyuasri
10. Desa Sawan (tempat pembuatan alat musik Gamelan).
11. Pura Batu Bolong
13. Ponjok Batu
14. Sembiran
15. Danau Buyan dan danau Tamblingan
16. Desa Beratan (tempat produksi perhiasan emas dan perak).
17. Desa Banyuning (terkenal karena kerajinan perangkat tanah liat)
18. Kuburan Belanda
19. Patung ganesha terbesar di asia tenggara
20. Air panas Banjar dan wihara yang ada di desa Banjar
21. Pura Pulaki
22. Pura Melanting
23. Air Terjun Kembar Gitgit
24. Kuburan Jayaprana
25. Pura Celukterima
26. Pulau Menjangan
27. Desa Mayong
28. Desa Bulian
-oooooooooo oOo oooooooooo-
Sumber : Google Wikipedia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar