KISAH
ADIPATI UNUS
Orientasi
Dalam
tradisi Jawa, Pati Unus atau Adipati Unus atau Yat Sun(1480?–1521) adalah raja Demak
kedua, yang memerintah dari tahun 1518 hingga 1521. Ia adalah anak sulung/menantu Raden Patah,
pendiri Demak. Pada tahun 1521, Pati Unus memimpin penyerbuan ke Malaka melawan
pendudukan Portugis.
Pati Unus gugur dalam pertempuran ini, dan digantikan oleh adik kandungnya,
raja Trenggana.
Pati Unus dikenal juga dengan julukan Pangeran
Sabrang Lor (sabrang=menyeberang,
lor=utara), karena pernah
menyeberangi Laut Jawa menuju Malaka untuk melawan Portugis. Nama aslinya
adalah Raden Surya. Dalam Hikayat Banjar, raja Demak yaitu Sultan Surya Alam
telah membantu Pangeran Samudera, penguasa Banjarmasin untuk mengalahkan
pamannya penguasa kerajaan Negara Daha yang berada di pedalaman Kalimantan
Selatan.
Dalam
Suma Oriental-nya, Tomé Pires
menyebut seorang bernama "Pate Onus" atau "Pate Unus", ipar
Pate Rodim, "penguasa
Demak". Mengikuti pakar Belanda Pigeaud
dan De Graaf, sejarahwan
Australia M. C. Ricklefs menulis bahwa pendiri Demak
adalah seorang Tionghoa Muslim bernama Cek Ko-po.
Ricklefs memperkirakan bahwa anaknya adalah orang yang dijuluki "Pate
Rodim", mungkin maksudnya "Badruddin" atau "Kamaruddin"
(meninggal sekitar tahun 1504). Putera atau adik Rodim dikenal dengan nama Trenggana
(bertahta 1505-1518 dan 1521-1546), pembangun keunggulan Demak atas Jawa. Kenyataan
tokoh Pati Unus berbenturan dengan tokoh Trenggana,
raja Demak ketiga, yang memerintah tahun 1505-1518, kemudian tahun 1521-1546.
Silsilah
Menurut
sebuah riwayat, ia adalah menantu Raden Patah.
Nama aslinya adalah Raden Abdul Qadir
putra Raden Muhammad Yunus dari Jepara.
Raden Muhammad Yunus adalah putra seorang Muballigh pendatang dari Parsi yang dikenal dengan
sebutan Syekh Khaliqul Idrus. Muballigh dan Musafir
besar ini datang dari Parsi ke tanah Jawa mendarat dan menetap di Jepara di
awal 1400-an masehi. Silsilah Syekh ini yang bernama lengkap Abdul Khaliq Al
Idrus bin Syekh Muhammad Al Alsiy (wafat di Parsi) bin Syekh Abdul Muhyi Al
Khayri (wafat di Palestina) bin Syekh Muhammad Akbar Al-Ansari (wafat di
Madina) bin Syekh Abdul Wahhab (wafat di Mekkah) bin Syekh Yusuf Al Mukhrowi
(wafat di Parsi) merupakan keturunan cucu Nabi Muhammad
generasi ke 19, ia memiliki ibu Syarifah Ummu Banin Al-Hasani (keturunan Imam
Hasan bin Fathimah binti Nabi Muhammad) dari Parsi (dari Catatan Sayyid
Bahruddin Ba'alawi tentang ASYRAF DI TANAH PERSIA, di tulis pada tanggal 9
September 1979), Sayyidus Syuhada Imam Husayn
(Qaddasallohu Sirruhu) putra Imam Besar Sayyidina Ali bin Abi
Talib Karromallohu Wajhahu dengan Sayyidah Fatimah Al
Zahra.
Setelah
menetap di Jepara, Syekh Khaliqul Idrus menikah dengan putri seorang Muballigh
asal Gujarat
yang lebih dulu datang ke tanah Jawa yaitu dari keturunan Syekh Mawlana Akbar,
seorang Ulama,
Muballigh dan Musafir besar asal Gujarat, India yang mempelopori dakwah diAsia Tenggara.
Seorang putranya adalah Syekh Ibrahim Akbar yang
menjadi Pelopor dakwah di tanah Campa (di delta Sungai Mekong,
Kamboja)
yang sekarang masih ada perkampungan Muslim.
Seorang putranya dikirim ke tanah Jawa untuk berdakwah yang dipanggil dengan
Raden Rahmat atau terkenal sebagai Sunan Ampel.
Seorang adik perempuannya dari lain Ibu (asal Campa) ikut dibawa ke Pulau Jawa
untuk ditawarkan kepada Raja Brawijaya sebagai istri untuk langkah awal meng-Islam-kan tanah Jawa.
Raja
Brawijaya berkenan menikah tetapi enggan terang-terangan masuk Islam. Putra
yang lahir dari pernikahan ini dipanggil dengan nama Raden Patah. Setelah
menjadi Raja Islam yang pertama di beri gelar Sultan Alam Akbar Al-Fattah.
Disini terbukalah rahasia kenapa ia Raden Patah diberi gelar Alam Akbar karena
ibunya adalah cucu Ulama Besar Gujarat Syekh Mawlana Akbar yang hampir semua
keturunannya menggunakan nama Akbar seperti Ibrahim Akbar, Nurul Alam Akbar,
Zainal Akbar dan banyak lagi lainnya.
Kembali
ke kisah Syekh Khaliqul Idrus, setelah menikah dengan putri Ulama Gujarat
keturunan Syekh Mawlana Akbar lahirlah seorang putranya yang bernama Raden Muhammad Yunus yang
setelah menikah dengan seorang putri pembesar Majapahit
di Jepara dipanggil dengan gelar Wong Agung Jepara. Dari pernikahan ini
lahirlah seorang putra yang kemudian terkenal sangat cerdas dan pemberani
bernama Abdul Qadir yang setelah menjadi menantu Sultan Demak I Raden Patah
diberi gelar Adipati bin Yunus atau terkenal lagi sebagai Pati Unus yang kelak
setelah gugur di Malaka di kenal masyarakat dengan gelar Pangeran Sabrang Lor.
Kiprah
Setelah
Raden Abdul Qadir beranjak dewasa di awal 1500-an ia diambil mantu oleh Raden
Patah yang telah menjadi Sultan Demak I. Dari Pernikahan dengan putri Raden
Patah, Abdul Qadir resmi diangkat menjadi Adipati wilayah Jepara (tempat
kelahirannya sendiri). Karena ayahnya (Raden Yunus) lebih dulu dikenal
masyarakat, maka Raden Abdul Qadir lebih lebih sering dipanggil sebagai Adipati
bin Yunus (atau putra Yunus). Kemudian hari banyak orang memanggilnya dengan
yang lebih mudah Pati Unus. Dari pernikahan ini ia diketahui memiliki 2 putra.
Ke 2 putranya yang merupakan cucu-cucu Raden Patah ini kelak dibawa serta dalam
expedisi besar yang fatal yang segera mengubah nasib Kerajaan
Demak.
Sehubungan
dengan intensitas persaingan dakwah dan niaga di Asia Tenggara meningkat sangat
cepat dengan jatuhnya Malaka ke tangan Portugis pada tahun 1511, maka Demak
mempererat hubungan dengan kesultanan Banten-Cirebon
yang juga masih keturunan Syekh Mawlana Akbar Gujarat. Karena Sunan Gunung
Jati atau Syekh Syarif Hidayatullah adalah putra Abdullah putra
Nurul Alam putra Syekh Mawlana Akbar, sedangkan Raden Patah seperti yang
disebut dimuka adalah ibunya cucu Syekh Mawlana Akbar yang lahir di Campa.
Sedangkan Pati Unus neneknya dari pihak ayah adalah juga keturunan Syekh
Mawlana Akbar.
Hubungan
yang semakin erat adalah ditandai dengan pernikahan ke 2 Pati Unus, yaitu
dengan Ratu Ayu
putri Sunan Gunung Jati tahun 1511. Tak hanya itu,
Pati Unus kemudian diangkat sebagai Panglima Gabungan Armada Islam membawahi
armada Banten, Demak dan Cirebon, diberkati oleh mertuanya sendiri yang
merupakan Pembina umat Islam di tanah Jawa, Syekh Syarif Hidayatullah bergelar
Sunan Gunung Jati. Gelarnya yang baru adalah Senapati Sarjawala dengan tugas utama merebut kembali tanah
Malaka yang telah jatuh ke tangan Portugis. Gentingnya situasi ini dikisahkan
lebih rinci oleh Sejarawan Sunda Saleh
Danasasmita di dalam Pajajaran
bab Sri Baduga Maharaja sub bab Pustaka Negara
Kretabhumi.
Tahun
1512 giliran Samudra Pasai yang jatuh
ke tangan Portugis. Hal ini membuat tugas Pati Unus sebagai Panglima Armada
Islam tanah jawa semakin mendesak untuk segera dilaksanakan. Maka tahun 1513
dikirim armada kecil, ekspedisi Jihad I yang mencoba mendesak masuk benteng Portugis di Malaka
tetapi gagal dan balik kembali ke tanah Jawa. Kegagalan ini karena kurang
persiapan menjadi pelajaran berharga untuk membuat persiapan yang lebih baik.
Maka direncanakanlah pembangunan armada besar sebanyak 375 kapal perang di
tanah Gowa,
Sulawesi
yang masyarakatnya sudah terkenal dalam pembuatan kapal.
Pada
tahun 1518 Raden Patah, Sultan Demak I bergelar Alam Akbar Al Fattah mangkat,
ia berwasiat supaya mantunya Pati Unus diangkat menjadi raja Demak berikutnya.
Maka diangkatlah Pati Unus atau Raden Abdul Qadir bin Yunus, Adipati wilayah
Jepara yang garis nasab
(Patrilineal)-nya
adalah keturunan Arab dan Parsi menjadi Sultan Demak II bergelar
Alam Akbar At-Tsaniy.
Ekspedisi
Jihad I
Tahun
1512 giliran Samudra Pasai yang jatuh ke tangan Portugis.
Hal ini membuat tugas Pati Unus sebagai Panglima Armada Islam tanah jawa
semakin mendesak untuk segera dilaksanakan. Maka tahun 1513 dikirim armada
kecil, expedisi jihad I yang mencoba mendesak masuk benteng Portugis di Malaka.
Pada Januari 1513 Pati Unus mencoba mengejutkan Malaka, membawa sekitar 100
kapal dengan 5.000 tentara Jawa dari Jepara
dan Palembang; Meskipun dikalahkan, Patih Unus
berlayar pulang dan mendamparkan kapal perangnya sebagai monumen perjuangan
melawan orang-orang yang disebutnya paling berani di dunia. Ini memenangkannya
beberapa tahun kemudian dalam tahta Demak. Dalam sebuah surat kepada Alfonso de
Albuquerque, dari Cannanore, 22 Februari 1513, Fernao Peres de Andrade, Kapten
armada yang diarahkan Pate Unus, mengatakan:
"Jung
milik Pati Unus adalah yang terbesar yang dilihat oleh orang-orang dari daerah
ini. Ia membawa seribu orang tentara di kapal, dan Yang Mulia dapat
mempercayaiku ... bahwa itu adalah hal yang sangat luar biasa untuk dilihat,
karena Anunciada di dekatnya tidak terlihat seperti sebuah kapal sama sekali.
Kami menyerangnya dengan bombard,
tetapi bahkan tembakan yang terbesar tidak menembusnya di bawah garis air, dan
(tembakan) esfera (meriam besar
Portugis) yang saya miliki di kapal saya berhasil masuk tetapi tidak tembus;
kapal itu memiliki tiga lapisan besi, yang semuanya lebih dari satu koin
tebalnya. Dan kapal itu benar-benar sangat mengerikan bahkan tidak ada orang
yang pernah melihat sejenisnya. Butuh waktu tiga tahun untuk membangunnya, Yang
Mulia mungkin pernah mendengar cerita di Malaka tentang Pati Unus, yang membuat
armada ini untuk menjadi raja Malaka. " - Fernao Peres de Andrade,
Suma Oriental.
Kegagalan
ini karena kurang persiapan menjadi pelajaran berharga untuk membuat persiapan
yang lebih baik. Maka direncanakanlah pembangunan armada besar sebanyak 375
kapal perang di tanah Gowa, Sulawesi yang masyarakatnya sudah terkenal dalam pembuatan
kapal. Di tahun 1518 Raden Patah, Sultan Demak I bergelar Alam Akbar Al Fattah
mangkat, beliau berwasiat supaya mantu beliau Pati Unus diangkat menjadi Sultan
Demak berikutnya. Maka diangkatlah Pati Unus atau Raden Abdul Qadir bin Yunus,
Adipati wilayah Jepara yang garis nasab (Patrilineal)nya adalah keturunan Arab
dan Parsi menjadi Sultan Demak II bergelar Alam
Akbar At-Tsaniy.
Ekspedisi
Jihad II
Memasuki
tahun 1521, ke 375 kapal telah selesai dibangun, maka walaupun baru menjabat
Sultan selama 3 tahun, Pati Unus memutuskan untuk mengikuti ekspedisi secara
langsung, ikut pula 2 putranya dari pernikahan dengan putri Raden Patah dan
seorang putra lagi dari seorang seorang isteri, anak kepada Syeikh Al Sultan
Saiyid Ismail, dari Pulau Besar. Armada perang siap berangkat dari pelabuhan
Demak dengan mendapat pemberkatan dari Para Wali yang dipimpin oleh Sunan
Gunung Jati. Armada perang yang sangat besar untuk ukuran dulu bahkan sekarang.
Dipimpin langsung oleh Pati Unus bergelar Senapati Sarjawala yang telah menjadi
Sultan Demak II. Dari sini sejarah keluarganya akan berubah, sejarah kesultanan
Demak akan berubah dan sejarah tanah Jawa akan berubah.
Armada
perang yang sangat besar berangkat ke Malaka dan Portugis pun sudah
mempersiapkan pertahanan menyambut Armada besar ini dengan puluhan meriam besar
pula yang mencuat dari benteng Malaka. Kapal yang ditumpangi Pati Unus terkena
peluru meriam ketika akan menurunkan perahu untuk merapat ke pantai. Ia gugur
akibat serangan tersebut.
Armada
Islam gabungan tanah Jawa yang juga menderita banyak korban kemudian memutuskan
mundur di bawah pimpinan Raden Hidayat, orang kedua dalam komando setelah Pati
Unus gugur. Satu riwayat yang belum jelas siapa Raden Hidayat ini, kemungkinan
ke-2 yang lebih kuat komando setelah Pati Unus gugur diambil alih oleh Fadhlulah Khan (Tubagus
Pasai) karena sekembalinya sisa dari Armada Gabungan ini ke Pulau Jawa ,
Fadhlullah Khan alias Falathehan alias Fatahillah
alias Tubagus Pasai-lah yang diangkat Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung
Jati sebagai Panglima Armada Gabungan yang baru menggantikan Pati Unus yang
syahid di Malaka.
Kegagalan
expedisi jihad yang ke II ke Malaka ini sebagian disebabkan oleh faktor -
faktor internal, terutama masalah harmoni
hubungan kesultanan - kesultanan Indonesia.
Putra
pertama dan ketiga Pati Unus ikut gugur, sedangkan putra kedua, Raden Abdullah selamat
untuk meneruskan keturunan Pati Unus. Beliau bergabung dengan armada
yang tersisa untuk kembali ke tanah Jawa. Turut pula dalam armada yang balik ke
Jawa, sebagian tentara Kesultanan Malaka yang memutuskan hijrah ke tanah Jawa
karena negerinya gagal direbut kembali dari tangan penjajah Portugis. Mereka
orang Melayu Malaka ini keturunannya kemudian membantu keturunan Raden Abdullah
putra Pati Unus dalam meng-Islam-kan tanah Pasundan
hingga dinamai satu tempat singgah mereka dalam penaklukan itu di Jawa Barat
dengan Tasikmalaya
yang berarti Danau nya orang Malaya (Melayu).
Sedangkan
Pati Unus, Sultan Demak II yang gugur kemudian disebut masyarakat dengan gelar Pangeran Sabrang Lor atau Pangeran
(yang gugur) di seberang utara. Pimpinan Armada Gabungan Kesultanan Banten,
Demak dan Cirebon segera diambil alih oleh Fadhlullah Khan yang oleh Portugis
disebut Falthehan, dan belakangan disebut Fatahillah
setelah mengusir Portugis dari Sunda Kelapa 1527. Di ambil alih oleh Fadhlullah
Khan adalah atas inisiatif Sunan Gunung Jati yang sekaligus menjadi mertua
karena putrinya yang menjadi janda Sabrang Lor dinikahkan dengan Fadhlullah
Khan.
Keturunan
Keturunan
Pati Unus disintaskan oleh putranya yang kedua, Raden Abdullah. Ketika armada
Demak mendaratkan pasukan Banten di teluk Banten, Raden Abdullah diajak pula
untuk turun di Banten untuk tidak melanjutkan perjalanan pulang ke Demak. Para
komandan dan penasehat armada yang masih saling berkerabat satu sama lain
sangat khawatir kalau Raden Abdullah akan dibunuh dalam perebutan tahta
mengingat sepeninggal Pati Unus, sebagian orang di Demak merasa lebih berhak
untuk mewarisi Kesultanan Demak karena Pati Unus hanya menantu Raden Patah dan
keturunan Pati Unus (secara patrilineal) adalah keturunan Arab seperti keluarga
Kesultanan Banten dan Cirebon, sementara Raden Patah adalah keturunan Arab
hanya dari pihak Ibu sedangkan secara patrilineal (garis laki-laki terus
menerus dari pihak ayah, Brawijaya) adalah murni keturunan Jawa (Majapahit). Raden
Abdullah, dikenal juga dengan Pangeran Yunus, dipercaya nantinya dinikahkan
dengan putri ketiga Sultan Maulana Hasanuddin dari Banten, mempererat hubungan
antar kesultanan di Jawa.
Referensi
Ø
(Indonesia) Muljana, Slamet (2005). Runtuhnya kerajaan Hindu-Jawa dan timbulnya
negara-negara Islam di Nusantara. PT LKiS
Pelangi Aksara. hlm. 68. ISBN 9798451163.ISBN 978-979-8451-16-4
Ø
Winstedt. A
history of Malay. p.70.
Ø
Pires, Tome (1944). Suma Oriental.
Reorientasi
Biografi Lengkap Pati Unus, Silsilah dan Perjalanan
Hidupnya - Kerajaan
Demak sepeninggal Raden Patah sebagai raja pertama, tampuk kepemimpinan yang
melanjutkan adalah Pati Unus. Sehingga bisa dikatakan Pati Unus ini merupakan
raja ke dua Kerajaan Demak. Pati Unus atau Adipati Unus tidak terlalu lama
memerintah Kerajaan Demak karena ia meninggal dunia dalam usia yang masih
sangat muda. Pati Unus juga tidak meninggalkan anak sehingga setelah Pati Unus
meninggal maka yang melanjutkan menjadi Kerajaan Demak adalah Sultan Trenggono
yang merupakan saudara iparnya. Kiprah Pati Unus ini sebenarnya sangat
menonojol dalam sejarah Kerajaan Demak,
terutama pada masa ia masih muda. Namun sayang karena usianya yang tidak
panjang Pati Unus tidak terlalu lama menjadi Raja di Kerajaan Demak.
Biografi
Lengkap Pati Unus, Silsilah dan Perjalanan Hidupnya
Biografi Lengkap Pati Unus, Silsilah
dan Perjalanan Hidupnya - Kerajaan Demak sepeninggal Raden Patah sebagai raja
pertama, tampuk kepemimpinan yang melanjutkan adalah Pati Unus. Sehingga bisa
dikatakan Pati Unus ini merupakan raja ke dua Kerajaan Demak. Pati Unus atau
Adipati Unus tidak terlalu lama memerintah Kerajaan Demak karena ia meninggal
dunia dalam usia yang masih sangat muda. Pati Unus juga tidak meninggalkan anak
sehingga setelah Pati Unus meninggal maka yang melanjutkan menjadi Kerajaan
Demak adalah Sultan Trenggono yang merupakan saudara iparnya. Kiprah Pati Unus
ini sebenarnya sangat menonojol dalam sejarah
Kerajaan Demak, terutama pada masa ia masih muda. Namun sayang
karena usianya yang tidak panjang Pati Unus tidak terlalu lama menjadi Raja di
Kerajaan Demak.
Kehidupan politik masa Pati Unus ini tidak
terlalu berkembang karena ia memerintah dalam waktu yang singkat. Selain itu,
Pati Unus pada waktu itu fokus kepada persiapan penyerangan atau pengusiran
Portugis dari Malaka. Lalu bagaimana sebenarnya biografi Pati Unus dan
bagaimana pula silsilah dan perjalanan hidupnya. Apakah Pati Unus adalah anak
dari Raden Patah, atau orang lain, simak penjelasan mengenai biografi Pati Unus
serta silsilah dan perjalanan hidup Pati unus di bawah ini.
Biografi Pati Unus
Pati Unus memiliki beberapa nama yang populer, selain
nama Pati Unus, masih ada nama lainnya. Nama lain Pati Unus seperti Adipati
Unus, Yat Sun, Pangeran Sabrang Lor dan masih ada beberapa nama lainnya. Pati
Unus memerintah Kerajaan Demak sangat singkat yaitu mulai tahun 1518 sampai
1521. Pati Unus sendiri lahir pada tahun 1480 dan meninggal pada tahun 1521.
Pati Unus dalam kisah sejarah Kerajaan Demak yang populer, adalah anak menantu
dari Raden Patah raja pertama Kerajaan Demak. Gelar Pati Unus "Pangeran Sabrang
Lor" disematkan kepadanya karena ia pernah memimpin pasukan untuk
menyerang Portugis dan menyebrangi lautan utara atau Laut Jawa menuju Malaka.
Mengenai nama Pati Unus, ada yang menyebutkan bahwa
nama asli beliau adalah Raden Surya. Dikisahkan dalam Hikayat Banjar bahwa Raja
Surya Alam telah membantu Pangeran Samudera yang merupakan penguasa Banjarmasin
untuk mengalahkan Negara Daha yang berada di pedalaman Kalimantan Selatan.
Menurut teori Tome Pires dalam Suma Orientalnya, menyebutkan sebuah nama
"Pate Onus" atau "Pate Unus", ipar Pate Rodim,
"penguasa Demak".
Riwayat lain menyebutkan bahwa Pati Unus merupakan
menantu Raden Patah yang memiliki nama asli Raden Abdul Qodir yang merupakan
putra dari Raden Yunus dari Jepara. Raden Muhammad Yunus sendiri adalah putra
dari seorang ulama dari Parsi yang bernama Syaikh Kholiqul Idris. Syaikh ini
kemudian menetap di Jawa tepatnya di Jepara di sekitar awal tahun 1400 masehi.
Jika dirunut dari teori ini, maka biografi Pati Unus atau silsilah Pati Unus
akan sampai pada Nabi Muhammad SAW. Singkat kata, Syaikh Idris ini kemudian
menikah dengan seorang putri dari Muballigh dari Gujarat yang telah dulu
tinggal di Jawa.
Dari pernikahannya dengan putri ulama Gijarat ini
kemudian Syaikh Idris dikaruniai anak yang diberi nama Raden Muhammad yunus
yang kemudian menikah dengan seorang putri dari pembesar Majaphit. Setelah
menikah dengan anak dari pembesar Majapahit, Raden Yunus kemudian dipanggil
dengan sebutan Wong Agung Jepara. Nah, dari pernikahan Muhammad Yunus dan putri
pembesar Majaphit ini kemudian lahirlah seorang anak laki-laki yang cerdas dan
tangguh yang bernama Abdul Qadir. Dan, setelah dewasa, Abdul Qodir kemudian
diambil menantu oleh Raden Patah yang merupakan raja pertama Kerajaan Demak.
Setelah diambil menantu, maka nama Abdul Qodir ini lebih populer dengan sebutan
Adipati bin Yunus dan lebih terkenal lagi dengan sebutan singkat Pati Unus.
Meninggalnya Pati Unus
cerita yang populer di dalam sejarah Kerajaan Demak
menyebutkan bahwa Pati Unus meninggal dalam usia yang sangat muda. Ia meninggal
dalam misi ke Malaka untuk menghancurkan Portugis. Pati Unus gugur dalam
pertempuran di medan laga dan meninggalkan putra yang bernama Raden Abdullah.
Raden Abdullah ini turut ke Banten dan oleh para petinggi pasukan Pati Unus,
tidak diperbolehkan kembali pulang ke Demak dengan alasan keamanan. Karena
sepeninggal Pati Unus, di Demak telah terjadi perebutan kekuasaan dan semua keluarga
di Demak merasa paling berhak atas tahta Kerajaan Demak. Keturunan Pati Unus
dianggap tidak memiliki hak untuk menjadi Raja Demak karena Pati Unus hanya
anak menantu.
Selain hanya seorang menantu, Pati Unus secara
patrilinial juga keturunan Arab seperti keluarga Kesultanan Banten dan Cirebon.
Sedangkan raja pertama Demak Raden Patah meski masih memiliki darah Arab, namun
hanya berasal dari pihak Ibu. Di pihak ayah, Raden Patah adalah anak dari
Brawijaya ke V yang artinya Raden Patah adalah memiliki garis keturunan murni
Jawa atau Majapahit.
Nah teman-teman, itulah sedikit informasi terkait
biografi Pati Unus serta silsiah Pati Unus yang bisa kami sampaikan untuk
kalian semua. Semoga sedikit informasi mengenai biografi Pati Unus di atas bisa
menambah pengetahuan dan wawasan kita semua mengenai sejarah Kerajaan Demak terutama untuk
biografi Pati Unus sendiri.
Kisah
Raja Muda dari Demak yang Menantang Portugis
Pernah
pada suatu masa, salah satu Kesultanan di Nusantara, yakni Kesultanan Demak
dipimpin oleh seorang pemuda bernama Adipati Unus. Dibawah kepemimpinanya, ia
pernah melakukan sebuah penyerangan atas bangsa Portugis, padahal ketika itu
umurnya masih 17 tahun. Kesultanan Demak sendiri merupakan sebuah Kesultanan
pertama yang berdiri di tanah Jawa. Kesultanan ini dulunya merupakan bagian
dari Kerajaan Majapahit yang notabene merupakan kerajaan Hindu – Buddha, namun
daerah Demak sedari dulu telah dikenal banyak mendapat pengaruh dari pedagang
Islam sehingga masyarakatnya kemudian banyak yang menganut agama Islam, bahkan
pemimpinya yang bernama Raden Patah pun memeluk Islam sebagai agamanya.
Setelah
Majapahit Runtuh, Kesultanan Demak berkembang menjadi kekuatan baru di Nusantara.
Mereka melakukan ekspansi ke berbagai daerah di Nusantara dengan tujuan
memajukan kesultanan mereka.
Dilihat
dari sejarah keluarganya, Tome Pires mengatakan bahwa kakek dari Adipati Unus
aslinya berasal dari Kalimantan dan mencari peruntungan di Malaka sebagai
seorang buruh. Selama masa – masanya di Malaka ia kemudian jatuh cinta dengan
seorang gadis Melayu yang kemudian ia nikahi.
Dari
pernikahan ini kemudian lahirlah seorang anak laki – laki yang kelah menjadi
ayah dari Pati Unus. Dalam catatanya tak disebutkan siapa nama dari Adipati
Unus, namun disebutkan bahwa ayahnya saat dewasa berhasil menjadi seorang
pedagang yang sukses, ia memiliki banyak jung dan juga berhasil memiliki
wilayah kekuasaan di Pulau Bangka dan beberapa wilayah di Kalimantan.
Namun
masa – masanya sebagai seorang penguasa tak bertahan lama, sebab kemudian
ia harus tunduk dibawah pemerintahan Kesultanan Demak yang dipimpin Raden Patah
dan memiliki pengikut yang lebih banyak. Setelah bergabung dengan Kesultanan
Demak, ayahanda Pati Unus beserta pengikutnya menjadi bagian dari Kesultanan
Demak. Bahkan Pati Unus kemudian dinikahkan dengan putri dari Kesultanan Demak
yang merupakan anak dari Raden Patah sendiri.
Setelah
dinikahkan dengan putri dari Raden Patah, Adipati Unus dipercaya untuk memimpin
pasukan Kesultanan Demak dalam invasi ke Malaka.
Banyak
yang mengatakan bahwa niatan dari Kesultanan Demak untuk menyerang ke Malaka
pada 1513 adalah untuk mengusir bangsa Portugis dari tanah Nusantara. Namun
menurut laporan dari J. de Barros, disebutkan bahwa niatan untuk menyerang
Malaka sejatinya sudah dipersiapkan sejak lima tahun sebelumnya, sebelum bangsa
Portugis datang ke Malaka. Jadi dapat dikatakan sejatinya penyerangan ke Malaka
adalah sebuah ekspansi, bukan pengusiran bangsa Portugis.
Namun
semenjak 1511, Portugis sudah lebih dahulu datang dan kemudian berhasil
menguasai Malaka, maka Kesultanan Demak harus mengalahkan dan mengusir Portugis
yang memiliki kekuatan cukup kuat dari tanah Malaka.
Berbekal
kurang lebih seratus kapal dan beberapa ribu tentara yang berasal dari
Semarang, Jepara, Rembang , dan Palembang, berangkatlah Adipati Unus menyerang
Malaka yang berada dibawah kekuasaan Portugis. Walau memiliki pasukan yang
cukup besar, namun akhirnya pasukan Demak harus mengakui kekalahan dari
Portugis yang bersenjatakan lebih lengkap dan canggih.Dari sekitar seratus
kapal yang berangkat, hanya tujuh kapal yang dilaporkan berhasil pulang. Meski
gagal, keberanian Adipati Unus yang masih muda dalam menyerang Portugis yang
kuat, terdengar beritanya ke penjuru pulau Jawa, ia bahkan diberikan gelar
Pangeran Sabrang Lor (Pangeran yang menyebrang ke utara )
Untuk
nasib dari Adipati Unus sendiri ada beberapa laporan yang menjelaskan secara
berbeda. Ada yang mengatakan bahwa ia wafat saat pertempuran berlangsung, namun
menurut Raffles, Adipati Unus berhasil selamat dan pulang ke Jawa, namun tak
lama ia menderita penyakit paru – paru dan akhirnya wafat. Sumber lain
mengatakan ia berhasil pulang walau dengan tangan hampa keberanian sang
pangeran muda melawan Portugis di kenang oleh warga di Pulau Jawa, sebab di
usia yang masih muda ia dengan berani melawan bangsa Portugis yang pada masa
itu dikena sebagai bangsa yang cukup kuat dan tangguh.
Di
sisi lain, kegagalan Adipati Unus disambut dengan gembira oleh sebagian pihak
di Jawa, khususnya mereka – mereka di pantai utara Jawa yang mempunyai relasi
cukup baik dengan bangsa Portugis dalam bidang perdagangan. Adipati Wira dari
Tuban contohnya, ia diyakini walaupun seseorang yang muslim namun dianggap
bukan seorang pengikut yang taat, sehingga disebutkan oleh Tome Pires ia lebih
suka menjalin relasi dengan Portugis dibandingkan dengan Kesultanan Demak. Sehingga
pihak – pihak ini dirasa oleh Adipati harus disingkirkan karena dianggap
ancaman bagi Kesultanan Demak. Oleh karena itu, dilancarkanlah ekspansi ke
beberapa daerah di pantai Utara Jawa untuk menghalau meluasnya pengaruh
Portugis di tanah Jawa.
Memang
belum jelas bagaimana nasib Adipati Unus setelah kegagalanya menyerang
Portugis. Tetapi satu hal yang pasti, kekuasaanya sebagai penguasa Kesultanan
Demak berakhir dalam waktu yang singkat dan kemudian diserahkan kepada Sultan
Trenggana.Walau memiliki pasukan yang cukup besar, namun akhirnya pasukan Demak
harus mengakui kekalahan dari Portugis yang bersenjatakan lebih lengkap dan
canggih.Dari sekitar seratus kapal yang berangkat, hanya tujuh kapal yang
dilaporkan berhasil pulang.
Meski
gagal, keberanian Adipati Unus yang masih muda dalam menyerang Portugis yang
kuat, terdengar beritanya ke penjuru pulau Jawa, ia bahkan diberikan gelar
Pangeran Sabrang Lor (Pangeran yang menyebrang ke utara) Untuk nasib dari
Adipati Unus sendiri ada beberapa laporan yang menjelaskan secara berbeda. Ada
yang mengatakan bahwa ia wafat saat pertempuran berlangsung, namun menurut
Raffles, Adipati Unus berhasil selamat dan pulang ke Jawa, namun tak lama ia
menderita penyakit paru – paru dan akhirnya wafat.
Sumber
lain mengatakan ia berhasil pulang walau dengan tangan hampa keberanian sang
pangeran muda melawan Portugis di kenang oleh warga di Pulau Jawa, sebab di
usia yang masih muda ia dengan berani melawan bangsa Portugis yang pada masa
itu dikena sebagai bangsa yang cukup kuat dan tangguh. Di sisi lain, kegagalan
Adipati Unus disambut dengan gembira oleh sebagian pihak di Jawa, khususnya
mereka – mereka di pantai utara Jawa yang mempunyai relasi cukup baik dengan
bangsa Portugis dalam bidang perdagangan.
Adipati
Wira dari Tuban contohnya, ia diyakini walaupun seseorang yang muslim namun
dianggap bukan seorang pengikut yang taat, sehingga disebutkan oleh Tome Pires
ia lebih suka menjalin relasi dengan Portugis dibandingkan dengan Kesultanan
Demak. Sehingga pihak – pihak ini dirasa oleh Adipati harus disingkirkan karena
dianggap ancaman bagi Kesultanan Demak. Oleh karena itu, dilancarkanlah
ekspansi ke beberapa daerah di pantai Utara Jawa untuk menghalau meluasnya
pengaruh Portugis di tanah Jawa. Walau memiliki pasukan yang cukup besar, namun
akhirnya pasukan Demak harus mengakui kekalahan dari Portugis yang
bersenjatakan lebih lengkap dan canggih.Dari sekitar seratus kapal yang
berangkat, hanya tujuh kapal yang dilaporkan berhasil pulang.
Meski gagal, keberanian Adipati Unus yang masih muda
dalam menyerang Portugis yang kuat, terdengar beritanya ke penjuru pulau Jawa,
ia bahkan diberikan gelar Pangeran Sabrang Lor (Pangeran yang menyebrang ke
utara ) Untuk nasib dari Adipati Unus sendiri ada beberapa laporan yang
menjelaskan secara berbeda. Ada yang mengatakan bahwa ia wafat saat pertempuran
berlangsung, namun menurut Raffles, Adipati Unus berhasil selamat dan pulang ke
Jawa, namun tak lama ia menderita penyakit paru – paru dan akhirnya wafat. Sumber
lain mengatakan ia berhasil pulang walau dengan tangan hampa keberanian sang
pangeran muda melawan Portugis di kenang oleh warga di Pulau Jawa, sebab di
usia yang masih muda ia dengan berani melawan bangsa Portugis yang pada masa
itu dikena sebagai bangsa yang cukup kuat dan tangguh.
Di sisi lain, kegagalan Adipati Unus disambut dengan
gembira oleh sebagian pihak di Jawa, khususnya mereka – mereka di pantai utara
Jawa yang mempunyai relasi cukup baik dengan bangsa Portugis dalam bidang
perdagangan. Adipati Wira dari Tuban contohnya, ia diyakini walaupun seseorang
yang muslim namun dianggap bukan seorang pengikut yang taat, sehingga
disebutkan oleh Tome Pires ia lebih suka menjalin relasi dengan Portugis
dibandingkan dengan Kesultanan Demak.
Sehingga pihak – pihak ini dirasa oleh Adipati harus
disingkirkan karena dianggap ancaman bagi Kesultanan Demak. Oleh karena itu,
dilancarkanlah ekspansi ke beberapa daerah di pantai Utara Jawa untuk menghalau
meluasnya pengaruh Portugis di tanah Jawa. Memang belum jelas bagaimana nasib
Adipati Unus setelah kegagalanya menyerang Portugis.Tetapi satu hal yang pasti,
kekuasaanya sebagai penguasa Kesultanan Demak berakhir dalam waktu yang singkat
dan kemudian diserahkan kepada Sultan Trenggana.
Sumber
: Google Wikipedia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar