KABUPATEN NGANJUK
PROVINSI JAWA TIMUR
Orientasi
Kabupaten Nganjuk (bahasa Jawa: Hanacaraka: ꦔꦚ꧀ꦗꦸꦏ꧀, Pegon:
ڠانجوك) adalah sebuah kabupaten di Provinsi Jawa Timur, Indonesia. Kabupaten Nganjuk beribukota di
Kecamatan Nganjuk. Kabupaten ini
berbatasan dengan Kabupaten Bojonegoro di
utara, Kabupaten Jombangdan Kabupaten Kediri di timur, Kabupaten Kediri dan Kabupaten Ponorogo di
selatan, serta Kabupaten Madiun di barat.
Pada zaman Kerajaan Medang, Nganjuk dikenal dengan nama Anjuk Ladang yaitu Tanah kemenangan. Nganjuk juga dikenal dengan julukan Kota Angin.
Geografi
Kabupaten Nganjuk terletak antara 111o5' sampai dengan 112o13' BT dan 7o20' sampai dengan 7o59' LS. Luas Kabupaten Nganjuk adalah sekitar 122.433 km2 atau setara dengan 122.433 Ha terdiri dari atas:
1. Tanah sawah 43.052 Ha
2. Tanah kering 32.373 Ha
3. Tanah hutan 47.007 Ha
Topografi
Secara topografi wilayah kabupaten ini terletak di dataran rendah dan pegunungan, Kabupaten Nganjuk memiliki kondisi dan struktur tanah yang cukup produktif untuk berbagai jenis tanaman, baik tanaman pangan maupun tanaman perkebunan sehingga sangat menunjang pertumbuhan ekonomi di bidang pertanian. Kondisi dan struktur tanah yang produktif ini sekaligus ditunjang adanya sungai Widas yang mengalir sepanjang 69,332 km dan mengairi daerah seluas 3.236 Ha, dan sungai Brantas yang mampu mengairi sawah seluas 12.705 Ha.
Menurut Kementerian Pertanian (Kementan), Kabupaten Nganjuk menjadi salah satu daerah fokus pemerintah untuk menyerap bawang merah dan menjadi stok pemerintah tiap tahunnya. Daerah-daerah di Indonesia yang menjadi fokus penyerapan bawang merah adalah, Nganjuk, Brebes, Bima dan Solok.
Sebagai sentra penghasil bawang merah terbesar di Jawa Timur dan salah satu fokus penyerapan bawang merah oleh pemerintah, bukan hal yang mengherankan bila di sebagian besar wilayah Nganjuk terutama Kecamatan Sukomoro ke Barat meliputi Kecamatan Gondang, Kecamatan Rejoso, Kecamatan Bagor, dan Kecamatan Wilangan banyak dijumpai orang menanam, memanen, menjemur, atau memperjualbelikan bawang merah.
Bila mengunjungi Nganjuk atau bermaksud membeli bawang merah, pasar Sukomoro dapat menjadi pilihan utama, selain tentunya dengan berinteraksi langsung dengan petani lokal. Pasar Sukomoro yang terletak di Jalan Surabaya–Madiun, Kecamatan Sukomoro ini dikenal sebagai pasar yang fokus pada transaksi jual-beli bawang merah. Beberapa kecamatan yang menjadi penyuplai stok bawang merah di Pasar Sukomoro diantaranya adalah Kecamatan Rejoso, Kecamatan Gondang, Kecamatan Bagor, dan Kecamatan Wilangan.
Iklim
Wilayah Kabupaten Nganjuk beriklim tropis basah dan kering (Aw) yang dipengaruhi oleh pergerakan angin muson. Oleh karena iklimnya yang dipengaruhi angin muson, wilayah kabupaten ini mempunyai dua musim, yaitu musim penghujan yang dipengaruhi oleh angin muson barat–barat laut dan musim kemarau yang dipengaruhi angin muson timur–tenggara. Periode musim kemarau di wilayah Nganjuk biasanya berlangsung pada bulan-bulan Juni–September yang ditandai dengan rata-rata curah hujan di bawah 100 mm per bulannya. Sementara itu, periode musim penghujan di daerah Nganjuk biasanya berlangsung pada bulan-bulan Desember–Maret dengan rata-rata curah hujan lebih dari 200 mm per bulan. Jumlah curah hujan di wilayah Kabupaten Nganjuk berada pada angka 1400–1900 mm per tahun dengan hari hujan ≥90 hari hujan per tahun. Suhu udara rata-rata di wilayah Nganjuk berada pada angka 21 °C–32 °C. Tingkat kelembapan nisbi di wilayah ini pun cukup tinggi yakni berkisar antara 67–84% per tahunnya.
Sejarah
Nganjuk berdasarkan Prasasti Anjuk Ladang dahulunya bernama Anjuk Ladang yang dalam bahasa Jawa Kuno berarti Tanah Kemenangan. Dibangun pada tahun 859 Caka atau 937 Masehi.
Berdasarkan peta Jawa Tengah dan Jawa Timur pada permulaan tahun 1811 yang terdapat dalam buku tulisan Peter Carey yang berjudul: ”Orang Jawa dan masyarakat Cina (1755-1825)”, penerbit Pustaka Azet, Jakarta, 1986; diperoleh gambaran yang agak jelas tentang daerah Nganjuk. Apabila dicermati peta tersebut ternyata daerah Nganjuk terbagi dalam 4 daerah yaitu Berbek, Godean, Nganjuk dan Kertosono merupakan daerah yang dikuasai Belanda dan kasultanan Yogyakarta kecuali Nganjuk yang merupakan mancanegara kasunanan Surakarta.
Sejak adanya Perjanjian Sepreh 1830, atau tepatnya tanggal 4 Juli 1830, maka semua kabupaten di Nganjuk (Berbek, Kertosono dan Nganjuk ) tunduk di bawah kekuasaan dan pengawasan Nederlandsch Gouverment. Alur sejarah Kabupaten Nganjuk adalah berangkat dari keberadaan kabupaten Berbek di bawah kepemimpinan Raden Toemenggoeng Sosrokoesoemo 1. Di mana tahun 1880 adalah tahun suatu kejadian yang diperingati yaitu mulainya kedudukan ibu kota Kabupaten Berbek pindah ke Kabupaten Nganjuk.
Dalam Statsblad van Nederlansch Indie No.107, dikeluarkan tanggal 4 Juni 1885, memuat SK Gubernur Jendral dari Nederlandsch Indie tanggal 30 Mei 1885 No 4/C tentang batas-batas Ibu kota Toeloeng Ahoeng, Trenggalek, Ngandjoek dan Kertosono, antara lain disebutkan: III tot hoafdplaats Ngandjoek, afdeling Berbek, de navalgende Wijken en kampongs: de Chineeshe Wijk de kampong Mangoendikaran de kampong Pajaman de kampong Kaoeman. Dengan ditetapkannya Kota Nganjuk yang meliputi kampung dan desa tersebut di atas menjadi ibu kota Kabupaten Nganjuk, maka secara resmi pusat pemerintahan Kabupaten Berbek berkedudukan di Nganjuk.
Nganjuk dahulunya bernama Anjuk Ladang yang dalam bahasa Jawa Kuno berarti Tanah Kemenangan. Dibangun pada tahun 859 Saka atau 937 Masehi. Berdasarkan peta Jawa Tengah dan Jawa Timur pada permulaan tahun 1811 yang terdapat dalam buku tulisan Peter Carey yang berjudul : ”Orang Jawa dan masyarakat Cina (1755-1825)”, penerbit Pustaka Azet, Jakarta, 1986; diperoleh gambaran yang agak jelas tentang daerah Nganjuk.
Apabila dicermati peta tersebut ternyata daerah Nganjuk terbagi dalam 4 daerah yaitu Berbek, Godean, Nganjuk dan Kertosonomerupakan daerah yang dikuasai Belandadan kasultanan Yogyakarta, sedangkan daerah Nganjuk merupakan mancanegara kasunanan Surakarta.
Sejak adanya Perjanjian Sepreh 1830, atau tepatnya tanggal 4 Juli 1830, maka semua kabupaten di Nganjuk (Berbek, Kertosonodan Nganjuk ) tunduk di bawah kekuasaan dan pengawasan Nederlandsch Gouverment. Alur sejarah Kabupaten Nganjuk adalah berangkat dari keberadaan kabupaten Berbek di bawah kepemimpinan Raden Toemenggoeng Sosrokoesoemo 1. Di mana tahun 1880 adalah tahun suatu kejadian yang diperingati yaitu mulainya kedudukan ibukota Kabupaten Berbekpindah ke Kabupaten Nganjuk.
Dalam Statsblad van Nederlansch Indie No.107, dikeluarkan tanggal 4 Juni 1885, memuat SK Gubernur Jendral dari Nederlandsch Indie tanggal 30 Mei 1885 No 4/C tentang batas-batas Ibukota Toeloeng Ahoeng, Trenggalek, Ngandjoek dan Kertosono, antara lain disebutkan: III tot hoafdplaats Ngandjoek, afdeling Berbek, de navalgende Wijken en kampongs : de Chineeshe Wijk de kampong Mangoendikaran de kampong Pajaman de kampong Kaoeman.
Dengan ditetapkannya Kota Nganjuk yang meliputi kampung dan desa tersebut di atas menjadi ibukota Kabupaten Nganjuk, maka secara resmi pusat pemerintahan Kabupaten Berbekberkedudukan di Nganjuk.
Sejarah Kertosono Kabupaten Nganjuk
Kertosono adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur, Indonesia. Kecamatan ini terletak di bagian paling timur Kabupaten Nganjuk, berbatasan dengan wilayah Kabupaten Jombang dan Kabupaten Kediri. Kertosono terletak di persimpangan jalur utama Surabaya - Yogyakarta dsk, dan jalur menuju Kediri, Blitar, Tulungagung Trenggalek. Pusat kota Kertosono berjarak kira-kira 19 km dari kota Jombang, 23 km dari Nganjuk, dan 23 km dari Kediri.
Konon dahulu kala nama Kertosono diambil dari seorang nama pahlawan yang berasal dari daerah Kuncen Kecamatan Patianrowo. Dulu hidup seseorang yang bernama Kertosono atau biasa di panggil Mbah Kerto, Beliau adalah seorang pembabat hutan yang menjadi wilayah Kertosono sekarang.
Beliau adalah sosok tokoh yang melakukan babat alas hanya untuk mempertahankan daerah tersebut dari jajahan bangsa Belanda yang waktu dulu sedang berkuasa. Namun kejadian bersejarah mulai terjadi ketika pasukan yang di komandani Mbah Kerto mempertahankan tempat tersebut dari jajahan Belanda yang di kenal dengan terjadinya perang “Treteg Tosono” yang berada di atas jembatan sungai Brantas. Berikut ini kisah mulanya.
Para tentara Belanda sendiri membangun jembatan sebagai jalur penghubung sekaligus mempermudah Belanda menjajah tempat tersebut, namun dengan kegigihan pasukan Mbah Kerto pertumpahan darah pun tak terelakkan. Saksi bisu dari perang “Treteg Tosono” kini masih gagah berdiri di terjang waktu dan aliran sungai Brantas meskipun kondisinya tidak memungkinkan lagi untuk dilalui kendaraan. Coba kita perhatikan kondisi Treteg Tosono dibawah ini yang saya ambil dari Pak Dhe Google. Cukup mengenaskan tetapi menyimpan penuh sejarah dan kenangan.
Dahulu, sebelum terselesaikannya jembatan kertosono baru, jembatan ini digunakan sebagai jalur utama angkutan bis umum yang keluar dari terminal kertosono menuju ke Surabaya. Sekarang, karena sudah tidak difungsikan lagi sebagai jalur utama, jembatan ini hanya boleh dilalui oleh kendaraan roda dua, dan biasanya di waktu bulan Ramadhan atau hari raya (bodo) banyak penduduk yang sengaja datang ke Treteg Tosono yang kini disebut sebagai jembatan lama, tidak hanya sekedar untuk refresing sambil melihat aliran sungai Brantas, tetapi mereka juga sambil mengingat kembali sejarah seraya mendoakan arwah para pahlawan yang gugur ketika perang Treteg Tosono dulu.
Di Kecamatan Kertosono tidak mengenal wilayah khusus yang bernama Kertosono. Berbeda dengan Nganjuk, disana masih ada desa yang bernama Nganjuk. Di Kecamatan Kertosono tidak ada tempat yang bernama Kertosono ataupun desa Kertosono, di karenakan Kertosono bukanlah nama tempat, kembali lagi ke sejarah di awal bahwa Kertosono sendiri sendiri adalah nama dari seorang pahlawan yaitu Mbah Kerto itu sendiri yang berjuang merebut kedaulatan di daerah jembatan Tosono.
Dan nama beliau dahulu, sekarang, dan yang akan datang akan tetap Abadi untuk selalu dikenang. Sekarang, makam dari Mbah Kerto tidak berada di Kecamatan Kertosono melainkan di barat Pondok milik Pak Haji Komari di Desa Pakuncen kecamatan Patianrowo.
Peninggalan Bersejarah
4. Candi Lor
5. Candi Ngetos
6. Monumen Dr. Sutomo
7. Makam Kanjeng Jimat
8. Masjid Yoni Al-Mubarok
Kependudukan
Berdasarkan data BPS, jumlah penduduk di Kabupaten Nganjuk sebanyak 1.017.030 dengan kurang lebih 36% penduduk tinggal di perkotaan dan sisanya 64% tinggal di pedesaan.
Agama
Mayoritas penduduk di Kabupaten Nganjuk memeluk agama Islam dan sisanya menganut agama Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, Konghucu.
Etnis dan Bahasa
Penduduk Nganjuk pada umumnya adalah etnis Jawa. Namun, terdapat minoritas etnis Tionghoa dan Arab yang cukup signifikan, Khususnya di kecamatan Nganjuk dan kecamatan Kertosono. Etnis Tionghoa, dan Arab umumnya tinggal di kawasan perkotaan, dan bergerak di sektor perdagangan dan jasa.
Bahasa Jawa merupakan bahasa daerah yang digunakan sebagai bahasa sehari-hari oleh masyarakat Nganjuk. Pada sebagian besar wilayah Nganjuk, masyarakatnya merupakan penutur Dialek Mataraman dan dapat dikatakan bahwa Nganjuk adalah salah satu daerah paling timur yang masyarakatnya adalah penutur dialek Mataraman, namun ada sedikit perbedaan untuk beberapa wilayah yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Jombang, seperti Kecamatan Kertosono, Kecamatan Patianrowo, dan Kecamatan Jatikalen. Beberapa masyarakat di sana biasa menggunakan Dialek Jombangan. Dialek Jombangan ini merupakan dialek Bahasa Jawa yang mendapat pengaruh campuran antara Dialek Surabaya dan Dialek Mataraman.
Transportasi
Nganjuk dilintasi jalur utama Surabaya-Yogyakarta dengan kode Jalan Nasional 15, serta menjadi persimpangan dengan jalur menuju Kediri.
Kereta Api
Terdapat dua stasiun utama di Kabupaten Nganjuk, yakni Stasiun Kertosono dan Stasiun Nganjuk dan beberapa stasiun kecil seperti Stasiun Baron, Stasiun Sukomoro, Stasiun Bagor dan Stasiun Wilangan yang keseluruhan berada di bawah naungan Kereta Api Daerah Operasi VII Madiun. Stasiun Kertosono merupakan satu-satunya stasiun di kabupaten Nganjuk yang memiliki Kereta Lokal (KRD Kertosono) yang melintas setiap hari menuju Kota Surabaya maupun sebaliknya.
Bus Antar Kota
Untuk Akses Transportasi Bus, terdapat Terminal Bus Utama yakni Terminal Bus Anjuk Ladang yang terletak di Kecamatan Nganjuk yang dapat diakses sekitar 1 Km dari Alun-Alun Nganjuk, Terminal Anjuk Ladang biasa melayani jalur bus jurusan Surabaya–Madiun–Solo–Yogyakarta, Ponorogo, maupun tujuan Kediri / Blitar, dan Bojonegoro.
Wisata
Pariwisata Kabupaten Nganjuk
(dari kiri–Grojokan Sumbermiri, Embung Estumulyo, Air Terjun Sedudo)
* Tempat Rekreasi Keluarga (Taman Wisata Anjuk Ladang dan Waterpark Kertosono)
5. Candi Ngetos
6. Candi Lor
13. Air Terjun Selo Leter dan Air Terjun Watulumbung
14. The Legend Waterpark Kertosono
15. Bukit Surga di Bareng, Sawahan
Wisata Religi
1. Masjid Yoni Al-Mubarok, Berbek
2. Kompleks Makam Kanjeng Jimat, Berbek
3. Masjid Kagungan Dalem Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat Pakuncen, Patianrowo
4. Kompleks makam Tumenggung Kopek di Pakuncen, Patianrowo
5. Makam Raden Tumenggung Sosrodiningrat Bupati Bojonegoro ke 12 di Desa Sugihwaras, Kecamatan Ngluyu
6. Makam Syekh Sulukhi di Wilangan
7. Makam Ki Ageng Ngaliman di Ngliman, Sawahan
8. Kompleks makam Sentono Kocek di Pace
Tokoh Terkenal
Tokoh-tokoh yang lahir di Nganjuk adalah:
1. Dr. Soetomo, Pahlawan perintis kemerdekaan Indonesia, pendiri Boedi Oetomo yang merupakan organisasi modern pertama di Indonesia.
2. Harmoko, Menteri Penerangan orde baru
3. Eko Patrio, Politikus, Pelawak, Aktor, Presenter
4. Eva Kusuma Sundari, Anggota DPR Periode 2009-2014
5. Sri Rahayu, Anggota DPR Periode 2009-2014
6. Shendy Puspa Irawati, Pemain bulu tangkis wanita dari Indonesia berpasangan dengan Fran Kurniawan
7. Novita Anggraini, juara pertama KDI 5
8. Abdul Kohar, jurnalis senior, pembedah Editorial Media Indonesia, Wakil Pemimpin Redaksi Metro TV
9. Eny Sagita, dinobatkan sebagai Duta Anti Narkoba oleh BNN Nganjuk pada 2014
10. Marsinah Pahlawan Buruh yang di makamkan di Desa Nglundo, Kecamatan Sukomoro
11. Asrorun Ni’am Sholeh, ia adalah ulama dan akademisi Indonesia. Ia menjabat Deputi Bidang Pengembangan Pemuda Kementerian Pemuda dan Olahraga Republik Indonesia.
12. Amir Murtono adalah Jenderal Indonesia selama rezim Orde Baru Suharto yang menjadi terkenal setelah menjabat sebagai Ketua Golkar dari tahun 1973 hingga tahun 1983
13. Widayat Djiang adalah salah satu dalang wayang kulit Peranakan Tionghoa-Jawa.
Kesenian Tradisional
1. Tayub
4. Jaranan
5. Tari Salipuk
Kuliner
1. Nasi becek, sejenis gulai kambing yang memiliki rasa khas dengan penambahan irisan daun jeruk nipis.
2. Dumbleg, sejenis dodol yang terbuat dari tepung ketan. Makanan ini hanya ada pada hari-hari tertentu di Pasar Gondang (tiap Pasaran Pon) dan Pasar Rejoso (tiap pasaran kliwon). Produsennya terletak di Dusun Ngemplak, Desa Gondangkulon, Kecamatan Gondang.
3. KALANAK Merupakan jajanan khas Desa Gondangkulon selain dumbleg. Cara pembuatan yang masih alami tanpa bahan pengawet dan dibungkus menggunakan pelepah pisang yang dikeringkan sehingga membuat daya tarik tersendiri dari jajanan ini. Kalanak terdiri dari dua varian rasa antara lain Kacang Hijau dan Kacang Kedelai.
4. Onde-onde Njeblos, semacam onde-onde tetapi tidak berisi. Berbentuk seperti bola yang ditaburi wijen.
5. Nasi Pecel: menu nasi dengan sayur (kulup) kangkung, toge, kacang panjang, kembang turi dll disiram dengan kuah sambal kacang dengan ciri khas pedas dan disertai tempe, tahu goreng serta rempeyek yang renyah.
6. Nasi Pecel Tumpang, seperti halnya nasi pecel namun ada menu tambahan berupa sayur (sambal) tumpang, yg terbuat dari tempe "busuk" (tempe difermentasikan) yang dimasak dengan bumbu lain yang rasanya gurih dan pedas. Jika di Kediri khasnya sambal tumpang, dan di Madiun khasnya pecel. Maka di Nganjuk memadupadankan kedua makananan tersebut menjadi Nasi Pecel Tumpang.
7. Kerupuk Upil, adalah kerupuk yang digoreng tanpa minyak tetapi menggunakan pasir.
8. Tepo Mbah Umbruk, seperti lontong bungkusnya dari daun pisang bentuknya kerucut dan agak miring dengan sayur kacang panjang tetapi di ambil isinya atau disebut kacang tolo dan bumbu dan bahan bahan lain. Sampai saat ini pun, Tepo Mbah Umbruk bisa dinikmati.
9. Kerupuk pecel adalah kerupuk bakar pasir / Kerupuk Upil yang dicampur dengan sayuran,yang terdiri dari capar (toge), bayam, bung (rebung), kenikir, mbayung (daun kacang) dan kacang panjang yang kemudian di siram dengan bumbu pecel dan minumnya adalah es rujak.
10. Asem-asem Kambing Daun Kedondong Ngluyu. Sepintas mirip dengan gulai kambing, tapi ada beberapa jenis bumbu yang membedakannya, salah satunya adalah daun kedondong untuk membuat rasa asam, asem-asem khas Ngluyu memang tidak menggunakan buah asam, tetapi memakai daun kedondong. Selain itu, cara memasaknya juga menggunakan kayu bakar.
-oooooooooo oOo oooooooooo-
Sumber : Google Wikipedia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar