KABUPATEN DAIRI
PROVINSI SUMATERA UTARA
Orientasi
Dairi (surat Batak: ᯑᯤᯒᯪ) adalah sebuah kabupaten yang berada di provinsi Sumatra Utara, Indonesia. Ibu kotanya ialah kecamatan Sidikalang. Kabupaten ini kemudian dimekarkan menjadi dua kabupaten, yaitu Kabupaten Dairi sebagai kabupaten induk dan Kabupaten Pakpak Bharat dengan dasar hukum Undang Undang Nomor 9 Tahun 2003 Tentang Pembentukan Kabupaten Nias Selatan, Kabupaten Pakpak Bharat dan Kabupaten Humbang Hasundutan yang dikeluarkan pada tanggal 25 Februari 2003.
Kabupaten Dairi merupakan salah satu dari 33 kabupaten/kota yang ada di Provinsi Sumatra Utara dengan luas wilayah 192.780 hektare, yaitu sekitar 2,69% dari luas provinsi Sumatra Utara (7.160.000 hektare) yang terletak di sebelah barat laut Provinsi Sumatra Utara. Pada umumnya Kabupaten Dairi berada pada ketinggian rata-rata 700 s.d. 1.250 m di atas permukaan laut, dengan 15 kecamatan. Jumlah penduduk kabupaten Dairi akhir tahun 2021 adalah sebanyak 318.616 jiwa.
Sejarah Berdirinya Kabupaten Dairi Seri ke-2
Setelah membahas sejarah berdirinya Kabupaten Dairi pada seri pertama, pada seri kedua ini kita akan mengupas dan menilik kembali bagaimana sebenarnya proses atau perjalanan panjang yang dilalui para orangtua (Leluhur) kita dalam memperjuangkan tanah bumi “Sulang Silima” ini menjadi bagian dari wilayah Kabupaten Dairi seutuhnya. Diketahui, sebelum menjadi 15 Kecamatan, 161 Desa dan 8 Kelurahan seperti saat ini, Kecamatan yang ada di Kabupaten Dairi pada saat itu mengalami proses panjang dan revisi jumlah kecamatan yang berulang kali, bahkan wilayah Kabupaten Dairi sempat menjadi wilayah Tapanuli Utara.
Untuk itu, sebagai generasi penerus bangsa dan menghormati perjuangan para leluhur kita, sudah sepantasnya kita mengetahui bagaimanana perjalanan panjang dan proses yang mereka lalui. mari kita baca dan simak Bersama-sama di seri kedua ini.
Seri Kedua
Setelah ditetapkannya 1 Oktober 1947 sebagai “Hari Jadi Kabupaten Dairi” dengan Bupati pertama adalah Paulus Manurung, Kabupaten Dairi saat itu dibagi menjadi 3 (tiga) Kewedanaan yaitu 1. Kewedanaan Sidikalang yang dipimpin oleh J. O. T. Sitohang. Kewedanaan Sidikalang ini dibagi atas 2 (dua) Kecamatan yaitu : Kecamatan Sidikalang dipimpin oleh Tahir Ujung, Kecamatan Sumbul dipimpin oleh Mangaraja Lumban Tobing. Selanjutnya, 2. Kewedanaan Simsim, dipimpin oleh Raja Kisaran Massy Maha. Kewedanaan Simsim dibagai atas 2 (dua) Kecamatan yaitu: Kecamatan Kerajaan dipimpin merangkap oleh Raja Kisaran Massy Maha, Kecamatan Salak, dipimpin oleh Poli Karpus Panggabean.
Selanjutnya, 3. Kewedanaan Karo Kampung, dipimpin oleh Gading Barklomeus Pinem. Kewedanaan Karo Kampung, dibagi atas 2 (dua) Kecamatan yaitu: Kecamatan Tigalingga, dipimpin oleh Ngapid David Tarigan. Kecamatan Tanah Pinem, dipimpin oleh Johannes Pinem. Dengan demikian pada awal berdirinya Kabupaten Dairi , wilayahnya terbagi atas 3 (tiga) Kewedanaan dan 6 (enam) Kecamatan.
Selanjutnya, Setelah penyerahan kedaulatan wilayah Indonesia oleh Belanda, maka Pemerintahan Militer di Dairi kembali kepada Pemerintahan Sipil. Dimana, sebagai Kepala Pemerintahan Dairi adalah Gading Barklomeus Pinem dan Raja Kisaran Massy Maha, yang kemudian digantikan oleh Jonathan Ompu Tording Sitohang pada tanggal 10 Desember 1949. Pada masa tersebut jumlah Kecamatan di Kabupaten Dairi sudah ada 12 Kecamatan namun diciutkan dari 12 Kecamatan menjadi 8 Kecamatan, yaitu: Kecamatan Sidikalang, ibukotanya Sidikalang dipimpin oleh Asisten Wedana, M. Bakkara.
Kecamatan Sumbul ibukotanya Sumbul dipimpin oleh Asisten Wedana Bonipasius Simangunsong, Kecamatan Salak, ibukotanya Salak dipimpin oleh Asisten Wedana Poli Karpus Panggabean. Kecamatan Kerajaan, ibukotanya Sukaramai dipimpin oleh Asisten Wedana Wal Mantas Habeahan, Kecamatan Tigalingga ibukotanya Tigalingga, dipimpin oleh Asisten Wedana Gayus Silaen, Kecamatan Tanah Pinem ibukotanya Kutabuluh dipimpin oleh Asisten Wedana, Ngapid David Tarigan, Kecamatan Silima Pungga-pungga ibukotanya Parongil dipimpin oleh Asisten Wedana, Aleks Sitorus, dan Kecamatan Siempat Nempu, ibukotanya Bunturaja dipimpin oleh Asisten Wedana, Urbanus Rajagukguk.
Selanjutnya, berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1948 tentang Pemerintahan Daerah, maka semua Kabupaten yang dibentuk pada masa Agresi Militer I dan II harus kembali dilebur, sehingga Kabupaten Dairi yang telah dibentuk tanggal 1 Oktober 1947 harus menjadi bagian dari Kabupaten Tapanuli Utara dengan ibukotanya Tarutung. Selanjutnya, sejak tanggal 1 April 1950, 8 Kecamatan yang ada di Dairi kembali menjadi bagian dari wilayah pemerintahan Tapanuli Utara.
Akibat peleburan dan penggabungan wilayah Kabupaten Dairi menjadi bagian dari Tapanuli Utara, maka Tokoh-Tokoh Masyarakat Dairi terus berjuang meminta kepada Pemerintah Pusat melalui Pemerintah Propinsi Sumatera Utara agar keinginan menjadi daerah Otonom Tingkat II Dairi dapat segera disetujui berdasarkan Undang-Undang.
Kemudian peristiwa penting terjadi pada Tahun 1958, karena timbulnya peristiwa pemberontakan PRRI yang mengakibatkan terputusnya hubungan antara Sidikalang (Dairi) dengan Tarutung sebagai ibukota Tapanuli Utara, sehingga penyelenggaraan pemerintahan hampir vakum. Untuk menjaga kevakuman pemerintahan, maka Gubernur KDH Tingkat I Sumatera Utara dengan Surat Perintah Nomor : 656/UPS/1958 tgl. 28 Agustus 1958 mengambil kebijakan penting dalam pemerintahan dengan menetapkan daerah Dairi menjadi Wilayah Administratif, dengan sebutan, Coordinator Schaap, yang secara langsung berurusan dengan Propinsi Sumatera Utara. Untuk mengisi Koordinator Schaap Pemerintahan di Dairi dihunjuk sebagai pimpinan sementara yakni Nasib Nasutian ( Pati pada Kantor Gubernur Sumatera Utara) yang selanjutnya digantikan oleh Djauli Manik sebagai Koordinator Schaap Pemerintahan Dairi.
Selanjutnya, sejak tahun 1958, aspirasi masyarakat Dairi untuk memperjuangkan Daerahnya sebagai Kabupaten yang Otonom tetap tumbuh berkembang dengan mengutus Tokoh-tokoh Masyarakat ke Jakarta untuk menyampaikan hasrat dimaksud agar disetujui. Aspirasi dan tuntutan tersebut terus berkembang sampai Tahun 1964. Pertimbangan persetujuan pembentukan daerah Otonom Kabupaten Dairi, diproses oleh Pemerintah Pusat melalui Menteri Dalam Negeri saat itu, yaitu Sanusi Harjadinata yang pada tahun itu menyetujui Daerah Tingkat II Dairi menjadi Daerah Otonom Kabupaten yang terpisah dari Kabupaten Tapanuli Utara.
Akhirnya pembentukan Kabupaten Daerah Tingkat II Dairi ditetapkan Pemerintah dengan diterbitkannya Undang-Undang darurat yaitu Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 4 tahun 1964, tanggal 13 Pebruari 1964 tentang Pembentukan Kabupaten Daerah Tingkat II Dairi yang berlaku sejak tanggal 1 Januari 1964. Kemudian oleh Pemerintah Pusat dan DPR RI, ditetapkanlah Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1964 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1964 tentang Pembentukan Daerah Tingkat II Dairi dengan mengubah Undang-Undang Nomor 7 Drt. Tahun 1956 tentang Pembentukan Daerah Otonom Kabupaten di Propinsi Sumatera Utara.
Selanjutnya, Peresmian Kabupaten Daerah Tingkat II Dairi menjadi Daerah Tingkat II Otonom dilakukan oleh Gubernur Sumatera Utara pada tanggal 2 Mei 1964 bertempat di Gedung Nasional Sidikalang. Sehingga berdasarkan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1964, maka wilayah Kabupaten Dairi pada saat pembentukannya terdiri atas 8 ( delapan ) Kecamatan yaitu Kecamatan Sidikalang ibukotanya Sidikalang, Kecamatan Sumbul ibukotanya Sumbul, Kecamatan Tigalingga ibukotanya Tigalingga, Kecamatan Tanah Pinem ibukotanya Kutabuluh, Kecamatan Salak ibukotanya Salak, Kecamatan Kerajaan ibukotanya Sukaramai, Kecamatan Silima Pungga-Pungga ibukotanya Parongil dan, Kecamatan Siempat Nempu ibukotanya Bunturaja.
Selanjutnya dilakukan pemekaran-pemekaran sbb: Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 1991 Pembentukan tentang Kecamatan Parbuluan, Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 1992 Tentang Pembentukan Kecamatan Siempat Nempu Hulu, Siempat Nempu Hilir dan Pegagan Hilir. Peraturan Daerah Nomor 15 Tahun 2002 Tentang Pembentukan Kecamatan Berampu dan Gunung Sitember, Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2004 Tentang Pembentukan Kecamatan Silahisabungan dan, Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2005 Tentang Pembentukan Kecamatan Sitinjo. Setelah beberapa kali pemekaran Kecamatan dan Desa, maka sampai dengan saat ini wilayah administratif Kabupaten Dairi terdiri dari 15 Kecamatan, 161 Desa dan 8 Kelurahan.
*Untuk pembahasan selanjutnya mengenai sejarah singkat Kabupaten Dairi akan dibahas pada seri ketiga. Terimakasih - Sumber: Sekretariat Daerah Bagian Tata Pemerintahan
Sejarah
Pada Masa Agresi 1 Berdasarkan surat Residen Tapanuli Nomor 1256 tanggal 12 September 1947, maka ditetapkanlah Hatian Paulus Manurung sebagai Kepala Daerah Tk. II pertama di Kabupaten Dairi yang berkedudukan di Sidikalang, terhitung mulai tanggal 1 Oktober 1947 (catatan: hari bersejarah ini berdasarkan kesepakatan pemerintah dan masyarakat kelak dikukuhkan sebagai hari jadi Kabupaten Dairi, melalui Keputusan DPRD Kab. Dati II Dairi Nomor 4/K-DPRD/1997 tanggal 26 April 1977). Paulus Manurung adalah seorang Ahli Hukum dari Medan, Ketua Pengadilan Tebing Tinggi, Pendidik, merupakan Bupati Pertama Kabupaten Dairi.
Pada Masa Sesudah Tahun 1960
Kabupaten Dairi didirikan berdasarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1964 tentang Pembentukan Kabupaten Dairi, selanjutnya wilayahnya ditetapkan berdasarkan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1964 tentang Wilayah Kecamatan di Kabupaten Dairi, yang merupakan pemekaran dari Kabupaten Tapanuli Utara. Penjabat Bupati Kepala Daerah Dairi pertama ditetapkan Rambio Muda Aritonang yang bertugas mempersiapkan pembentukan DPRD Dairi serta pemilihan Bupati definitif.
Pada kesempatan pertama Bupati Kepala Daerah Dairi terpilih dengan suara terbanyak adalah Mayor Raja Nembah Maha pada tanggal 2 Mei 1964. Sejak tahun 1999 sampai dengan 2009 Kabupaten Dairi dipimpin oleh Bupati Dr. Master Parulian Tumangger dan selanjutnya digantikan oleh wakilnya, Kanjeng Raden Adipati (KRA) Johnny Sitohang Adinegoro. Kanjeng Raden Adipati (KRA) Johnny Sitohang Adinegoro dan Irwansyah Pasi, S.H. menjadi Bupati dan Wakil Bupati Dairi periode 2009-2014.
Geografi
Batas wilayah
Utara |
|
Timur |
|
Selatan |
|
Barat |
Kabupaten Aceh Tenggara dan Kota Subulussalam (Provinsi Aceh) |
Pemerintahan
Daftar Bupati
Bupati Dairi adalah pemimpin tertinggi di lingkungan pemerintah Kabupaten Dairi. Bupati Dairi bertanggungjawab kepada Gubernur provinsi Sumatra Utara. Saat ini, bupati atau kepala daerah yang menjabat di Kabupaten Dairi ialah Eddy Keleng Ate Berutu, dengan wakil bupati Jimmy Andrea Lukita Sihombing. Mereka menang pada Pemilihan umum Bupati Dairi 2018. Eddy Berutu merupakan bupati Dairi ke-20 setelah kabupaten ini didirikan. Sementara Jimmy Sihombing menjadi wakil bupati Dairi diusia yang masih muda, dilantik ketika ia masih berusia 27 tahun. Mereka dilantik oleh gubernur Sumatra Utara Edy Rahmayadi, pada 24 April 2019 di Kota Medan.
Kecamatan
Daftar kecamatan dan kelurahan di Kabupaten Dairi
Kabupaten Dairi terdiri dari 15 kecamatan yaitu:
1. Berampu
3. Lae Parira
4. Parbuluan
6. Sidikalang
10. Silahisabungan
12. Sitinjo
13. Sumbul
14. Tanah Pinem
15. Tigalingga
Demografi
Suku Bangsa
Penduduk asli yang mendiami wilayah kabupaten Dairi adalah suku Batak Pakpak. Dan suku lain umumnya adalah suku Batak Toba, Karo, dan pendatang dari daerah lain seperti suku Jawa, Tionghoa, Aceh, Minangkabau dan lainnya. Bahasa yang digunakan selain bahasa nasional bahasa Indonesia adalah bahasa Batak Toba, Pakpak, dan Karo.
Suku Pakpak terbagi menjadi 5 suak berdasarkan wilayah persebarannya. Kelima puak tersebut adalah:
1. Suak Simsim. Mereka adalah orang Pakpak yang menetap dan memiliki hak ulayat di daerah Simsim. Marga-marga yang termasuk ke golongan ini adalah marga Berutu, Sinamo, Padang, Solin, Banurea, Boang Manalu, Cibro, Sitakar, dan lain-lain. Dan kelompok ini menyebar di seluruh wilayah kabupaten Dairi.
2. Suak Keppas. Mereka adalah orang Pakpak yang tinggal dan memakai berdialek Keppas. Marga-marga yang masuk ke golongan ini adalah marga Ujung, Bintang, Bako, Maha, dan lain-lain. Wilayah kecamatan utamanya ada di kecamatan Sidikalang, Silima Pungga-pungga, Tanah Pinem, dan kecamatan Sitinjo.
3. Suak Pegagan. Mereka adalah orang Pakpak yang berasal dan memakai berdialek Pegagan. Marga-marga yang termasuk ke golongan ini adalah marga Lingga, Mataniari, Maibang, Manik, Siketang, dan lain-lain. Mereka banyak bermukim di Kecamatan Sumbul, Pegagan Hilir, dan Kecamatan Tigalingga di Kabupaten Dairi.
4. Suak Kelasen. Mereka adalah orang Pakpak yang bermukim di daerah Kelasen, yaitu di sekitar perbatasan Kabupaten Dairi dan sebagian Kabupaten Humbang Hasundutan, khususnya kecamatan Parlilitan dan Pakkat. Marga-marga yang masuk dalam golongan ini adalah marga Tumangger, Siketang, Tinambunan, Anak Ampun, Kesogihen (Hasugian), Maharaja, Meka, Berasa, dan lain-lain.
5. Suak Boang. Mereka adalah orang Pakpak yang menyebar di sekitar Kabupaten Aceh Singkil, dan sebagian di kabupaten Dairi. Mereka menuturkan bahasa Pakpak dengan dialek Boang. Marga-marga yang termasuk suak Boang adalah marga Sambo, Penarik, dan Saraan.
Agama
Pada tahun 2021, jumlah penduduk kabupaten Dairi sebanyak 318.616 jiwa. Berdasarkan agama yang dianut, mayoritas penduduk kabupaten Dairi memeluk agama Kekristenan. Adapun persentasi penduduk kabupaten Dairi menurut agama yang dianut adalah Kristen 84,09%, dimana Protestan 72,80% dan Katolik 11,29%. Sebagian lagi memeluk agama Islam 15,66%, kemudian Buddha 0,10%, Hindu 0,01% dan Lainnya 0,14%. Untuk rumah ibadah, terdapat 963 gereja Protestan, 147 gereja Katolik, 143 masjid, 1 vihara dan 1 pura.
Kuliner
Salah satu produk kuliner paling terkenal dari kabupaten Dairi adalah Kopi Sidikalang. Kopi Sidikalang sudah populer bagi pecinta kopi, baik masyarakat Indonesia bahkan dunia.[13] Data dari Badan Pusat Statistik kabupaten Dairi 2021, luas perkebunan kopi di kabupaten Dairi mencapai 13.190 hektar untuk tahun 2020. Penghasilan perkebunan kopi juga merupakan yang tertinggi dibanding perkebunan lainnya seperti karet, kakao, dan kelapa, dan tahun 2020 menghasil 10.188 ton.
Pariwisata
Objek Wisata
Beberapa wisata yang ada di kabupaten Dairi, diantaranya;
1. Tugu Makam Raja Silahi Sabungan
2. Panorama Puncak Sidiangkat
4. Wisata Letter Z
6. Hutan Wisata Lae Pondom
Pariwisata Pantai Silalahi: Rumah Tanggal, Tumaras, Sialaman
1. Panorama Lae Nauli
2. Air Terjun Lae Basbas
3. Danau di atas Gunung Kempawa
4. Panorama Gua Dalam / Panjang Kendet Liang
6. Benda Bersejarah Batu Aceh
7. Bangunan Jerro Pakpak
8. Panorama Kangkung
9. Uruk Simbelin
10. Mata Lae Bonian
11. Panorama Silumboyah
12. Bantun Kerbo
Sumber : Google Wikipedia
Sejarah Berdirinya Kabupaten Dairi Seri ke-2
Setelah membahas sejarah berdirinya Kabupaten Dairi pada seri pertama, pada seri kedua ini kita akan mengupas dan menilik kembali bagaimana sebenarnya proses atau perjalanan panjang yang dilalui para orangtua (Leluhur) kita dalam memperjuangkan tanah bumi “Sulang Silima” ini menjadi bagian dari wilayah Kabupaten Dairi seutuhnya. Diketahui, sebelum menjadi 15 Kecamatan, 161 Desa dan 8 Kelurahan seperti saat ini, Kecamatan yang ada di Kabupaten Dairi pada saat itu mengalami proses panjang dan revisi jumlah kecamatan yang berulang kali, bahkan wilayah Kabupaten Dairi sempat menjadi wilayah Tapanuli Utara.
Untuk itu, sebagai generasi penerus bangsa dan menghormati perjuangan para leluhur kita, sudah sepantasnya kita mengetahui bagaimanana perjalanan panjang dan proses yang mereka lalui. mari kita baca dan simak Bersama-sama di seri kedua ini.
*Seri Kedua
Setelah ditetapkannya 1 Oktober 1947 sebagai “Hari Jadi Kabupaten Dairi” dengan Bupati pertama adalah Paulus Manurung, Kabupaten Dairi saat itu dibagi menjadi 3 (tiga) Kewedanaan yaitu 1. Kewedanaan Sidikalang yang dipimpin oleh J. O. T. Sitohang. Kewedanaan Sidikalang ini dibagi atas 2 (dua) Kecamatan yaitu : Kecamatan Sidikalang dipimpin oleh Tahir Ujung, Kecamatan Sumbul dipimpin oleh Mangaraja Lumban Tobing. Selanjutnya, 2. Kewedanaan Simsim, dipimpin oleh Raja Kisaran Massy Maha. Kewedanaan Simsim dibagai atas 2 (dua) Kecamatan yaitu: Kecamatan Kerajaan dipimpin merangkap oleh Raja Kisaran Massy Maha, Kecamatan Salak, dipimpin oleh Poli Karpus Panggabean.
Selanjutnya, 3. Kewedanaan Karo Kampung, dipimpin oleh Gading Barklomeus Pinem. Kewedanaan Karo Kampung, dibagi atas 2 (dua) Kecamatan yaitu: Kecamatan Tigalingga, dipimpin oleh Ngapid David Tarigan. Kecamatan Tanah Pinem, dipimpin oleh Johannes Pinem. Dengan demikian pada awal berdirinya Kabupaten Dairi , wilayahnya terbagi atas 3 (tiga) Kewedanaan dan 6 (enam) Kecamatan.
Selanjutnya, Setelah penyerahan kedaulatan wilayah Indonesia oleh Belanda, maka Pemerintahan Militer di Dairi kembali kepada Pemerintahan Sipil. Dimana, sebagai Kepala Pemerintahan Dairi adalah Gading Barklomeus Pinem dan Raja Kisaran Massy Maha, yang kemudian digantikan oleh Jonathan Ompu Tording Sitohang pada tanggal 10 Desember 1949. Pada masa tersebut jumlah Kecamatan di Kabupaten Dairi sudah ada 12 Kecamatan namun diciutkan dari 12 Kecamatan menjadi 8 Kecamatan, yaitu: Kecamatan Sidikalang, ibukotanya Sidikalang dipimpin oleh Asisten Wedana, M. Bakkara.
Kecamatan Sumbul ibukotanya Sumbul dipimpin oleh Asisten Wedana Bonipasius Simangunsong, Kecamatan Salak, ibukotanya Salak dipimpin oleh Asisten Wedana Poli Karpus Panggabean. Kecamatan Kerajaan, ibukotanya Sukaramai dipimpin oleh Asisten Wedana Wal Mantas Habeahan, Kecamatan Tigalingga ibukotanya Tigalingga, dipimpin oleh Asisten Wedana Gayus Silaen, Kecamatan Tanah Pinem ibukotanya Kutabuluh dipimpin oleh Asisten Wedana, Ngapid David Tarigan, Kecamatan Silima Pungga-pungga ibukotanya Parongil dipimpin oleh Asisten Wedana, Aleks Sitorus, dan Kecamatan Siempat Nempu, ibukotanya Bunturaja dipimpin oleh Asisten Wedana, Urbanus Rajagukguk.
Selanjutnya, berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1948 tentang Pemerintahan Daerah, maka semua Kabupaten yang dibentuk pada masa Agresi Militer I dan II harus kembali dilebur, sehingga Kabupaten Dairi yang telah dibentuk tanggal 1 Oktober 1947 harus menjadi bagian dari Kabupaten Tapanuli Utara dengan ibukotanya Tarutung. Selanjutnya, sejak tanggal 1 April 1950, 8 Kecamatan yang ada di Dairi kembali menjadi bagian dari wilayah pemerintahan Tapanuli Utara.
Akibat peleburan dan penggabungan wilayah Kabupaten Dairi menjadi bagian dari Tapanuli Utara, maka Tokoh-Tokoh Masyarakat Dairi terus berjuang meminta kepada Pemerintah Pusat melalui Pemerintah Propinsi Sumatera Utara agar keinginan menjadi daerah Otonom Tingkat II Dairi dapat segera disetujui berdasarkan Undang-Undang.
Kemudian peristiwa penting terjadi pada Tahun 1958, karena timbulnya peristiwa pemberontakan PRRI yang mengakibatkan terputusnya hubungan antara Sidikalang (Dairi) dengan Tarutung sebagai ibukota Tapanuli Utara, sehingga penyelenggaraan pemerintahan hampir vakum. Untuk menjaga kevakuman pemerintahan, maka Gubernur KDH Tingkat I Sumatera Utara dengan Surat Perintah Nomor : 656/UPS/1958 tgl. 28 Agustus 1958 mengambil kebijakan penting dalam pemerintahan dengan menetapkan daerah Dairi menjadi Wilayah Administratif, dengan sebutan, Coordinator Schaap, yang secara langsung berurusan dengan Propinsi Sumatera Utara. Untuk mengisi Koordinator Schaap Pemerintahan di Dairi dihunjuk sebagai pimpinan sementara yakni Nasib Nasutian ( Pati pada Kantor Gubernur Sumatera Utara) yang selanjutnya digantikan oleh Djauli Manik sebagai Koordinator Schaap Pemerintahan Dairi.
Selanjutnya, sejak tahun 1958, aspirasi masyarakat Dairi untuk memperjuangkan Daerahnya sebagai Kabupaten yang Otonom tetap tumbuh berkembang dengan mengutus Tokoh-tokoh Masyarakat ke Jakarta untuk menyampaikan hasrat dimaksud agar disetujui. Aspirasi dan tuntutan tersebut terus berkembang sampai Tahun 1964. Pertimbangan persetujuan pembentukan daerah Otonom Kabupaten Dairi, diproses oleh Pemerintah Pusat melalui Menteri Dalam Negeri saat itu, yaitu Sanusi Harjadinata yang pada tahun itu menyetujui Daerah Tingkat II Dairi menjadi Daerah Otonom Kabupaten yang terpisah dari Kabupaten Tapanuli Utara.
Akhirnya pembentukan Kabupaten Daerah Tingkat II Dairi ditetapkan Pemerintah dengan diterbitkannya Undang-Undang darurat yaitu Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 4 tahun 1964, tanggal 13 Pebruari 1964 tentang Pembentukan Kabupaten Daerah Tingkat II Dairi yang berlaku sejak tanggal 1 Januari 1964. Kemudian oleh Pemerintah Pusat dan DPR RI, ditetapkanlah Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1964 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1964 tentang Pembentukan Daerah Tingkat II Dairi dengan mengubah Undang-Undang Nomor 7 Drt. Tahun 1956 tentang Pembentukan Daerah Otonom Kabupaten di Propinsi Sumatera Utara.
Selanjutnya, Peresmian Kabupaten Daerah Tingkat II Dairi menjadi Daerah Tingkat II Otonom dilakukan oleh Gubernur Sumatera Utara pada tanggal 2 Mei 1964 bertempat di Gedung Nasional Sidikalang. Sehingga berdasarkan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1964, maka wilayah Kabupaten Dairi pada saat pembentukannya terdiri atas 8 ( delapan ) Kecamatan yaitu Kecamatan Sidikalang ibukotanya Sidikalang, Kecamatan Sumbul ibukotanya Sumbul, Kecamatan Tigalingga ibukotanya Tigalingga, Kecamatan Tanah Pinem ibukotanya Kutabuluh, Kecamatan Salak ibukotanya Salak, Kecamatan Kerajaan ibukotanya Sukaramai, Kecamatan Silima Pungga-Pungga ibukotanya Parongil dan, Kecamatan Siempat Nempu ibukotanya Bunturaja.
Selanjutnya dilakukan pemekaran-pemekaran sbb: Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 1991 Pembentukan tentang Kecamatan Parbuluan, Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 1992 Tentang Pembentukan Kecamatan Siempat Nempu Hulu, Siempat Nempu Hilir dan Pegagan Hilir. Peraturan Daerah Nomor 15 Tahun 2002 Tentang Pembentukan Kecamatan Berampu dan Gunung Sitember, Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2004 Tentang Pembentukan Kecamatan Silahisabungan dan, Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2005 Tentang Pembentukan Kecamatan Sitinjo. Setelah beberapa kali pemekaran Kecamatan dan Desa, maka sampai dengan saat ini wilayah administratif Kabupaten Dairi terdiri dari 15 Kecamatan, 161 Desa dan 8 Kelurahan.
(Ber) *Untuk pembahasan selanjutnya mengenai sejarah singkat Kabupaten Dairi akan dibahas pada seri ketiga. Terimakasih
Sumber : Google Wikipedia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar