KISAH WAKIL PRESIDEN MOH. HATTA
ORIENTASI
:
Dr.(HC)
Drs. H. Mohammad Hatta Atau yang lebih dikenal dengan Bung Hatta adalah wakil
presiden pertama Indonesia, selain itu beliau juga adalah seorang pejuang,
negarawan, dan juga ekonom. Lelaki kelahiran Fort de Kock, Hindia Belanda
(Sekarang Bukittinggi, Sumatera Barat, Indonesia) 12 Agustus 1902 yang bernama
lahir Mohammad Attar merupakan anak kedua dari pasangan Muhammad Djamil dan
Siti Saleha. Selain menjabat sebagai wakil presiden bung hatta juga pernah
menjabat menjadi perdana menteri dalam Kabinet Hatta I-II dan RIS. Pada tahun
1956 Bung Hatta mengundurkan diri sebagai wakil presiden akibat perselisihan
dengan Presiden Soekarno. Bung Hatta juga dikenal sebagai Bapak Koperasi
Indonesia.
Atas jasanya nama Bung Hatta diabadikan dalam nama
sebuah bandar udara internasional di Tanggerang, Banten, Indonesia bersama
dengan Ir. Soekarno yaitu Bandara Soekarno-Hatta, Selain di Indonesia nama
beliau juga diabadikan menjadi sebuah nama jalan bernama mohammed hattastraat
di Zuiderpolder, Haarlem Belanda. Pada 18 November 1945, Bung Hatta menikah
dengan Rahmi Hatta dan setelah 3 hari menikah mereka pindah dan tinggal
Yogyakarta, Pernikahan mereka dikaruniai 3 orang anak perempuan yaitu Meutia
Farida Hatta, Gembala Rabi’ah Hatta, dan Halida Nuriah Hatta. Pada 14 Maret
1980 pada usia 77 tahun, Bung Hatta meninggal dunia di Jakarta.
Pendidikan Dan
Masa Muda Moh. Hatta
Sejak kecil, Hatta dibesarkan dalam lingkungan
keluarga yang taat pada agama, kakek beliau dari pihak ayahnya yang bernama
Abdurahman Batuhampar merupakan ulama pendiri surau batu hampar yaitu salah
satu surau yang bertahan pasca perang paderi. Namun pada saat Hatta berumur 7
bulan Ayah beliau yaitu Muhammad Djamil meninggal dunia, dan setelah
sepeninggalan ayahnya sang ibu menikah dengan seorang pedagang dari palembang
yang sering berhubungan dagang dengan kakek beliau dari pihak ibu yaitu Ilyas
Bagindo Marah bernama Agus Haji Ning. Dari pernikahan itu, mereka dikaruniai 4
orang anak perempuan.
Moh.Hatta mengenyam pendidikan formal untuk pertama
kali di sekolah swasta, namun setelah 6 bulan beliau pindah ke sekolah rakyat
dan sekelas dengan kakaknya Rafiah, Namun tidak begitu lama pelajarannya
berhenti di pertengahan semester 3 lalu beliau pindah ke ELS(Europeesche Lagere
School) (Sekarang SMA N 1 Padang) hingga tahun 1913. Setelah itu beliau
melanjutkan pendidikan beliau di MULO (Meer Uitgebreid Lager Onderwijs), sejak
menempuh pendidikan di MULO beliau mulai tertarik dengan perkumpulan pemuda dan
beliau masuk dalam Jong Sumatranen Bond dan menjadi bendahara.
Pada
tahun 1921 hingga 1932, Mohammad Hatta melanjutkan studinya di Handels
Hogeschool, Belanda (Kemudian bernama Economische Hogeschool dan kini bernama Universitas
Erasmus Rotterdam). Selama studi beliau masuk dalam organisasi sosial yang
kemudian menjadi organisasi politik akibat pengaruh dari Ki Hadjar Dewantara,
Douwes Dekker dan Tjipto Mangoenkoesoemo bernama Indische Vereniging. Pada
tahun 1922, Indische Vereniging berubah nama menjadi Indonesische Vereniging,
Lalu berganti nama menjadi Perhimpunan Indonesia. Pada tahun 1923 Bung Hatta
menjadi bendahara dan mengasuh sebuah majalah bernama Hindia Putera (Kemudian
bernama Indonesia Merdeka). Pada tahun 1923 pula Hatta lulus dalam ujian
Handles economie (Ekonomi Perdagangan) dan pada tahun 1924, beliau non aktif di
Perhimpunan Indonesia karena beliau berniat untuk mengikuti ujian doctoral
ekonomi diakhir tahun 1925. Namun pada waktu itu ada jurusan baru yaitu hukum
negara dan hukum administratif, kemudian beliau memasuki jurusan tersebut
karena terdorong oleh minat besarnya pada bidang politik.
Pada 17 Januari 1926, Hatta menjadi pemimpin
Perhimpunan Indonesia, akibatnya beliau terlambat menyelesaikan studinya. Dan
pada tahun 1926 epatnya pada bulan desember Hatta didatangi oleh PKI yaitu
Semaun yang menawarkan pimpinan pergerakan nasional secara umum pada PI Dan
terjadilah suatu perjanjian yang dinamai dengan Konvensi Semaun-Hatta. Hal
tersebut menjadi alasan bagi pemerintah Belanda untuk melakukan penangkapan
pada Hatta. Pada waktu itu Hatta belum menyetujui paham komunis, Stalin
membatalkan keinginan Semaun yang berakibat hubungan Hatta dengan Komunisme
mulai memburuk, Sikap yang dilakukan oleh Hatta ditentang oleh anggota PI yang
telah dikuasai komunis.
Hatta mengikuti sidang “Liga Menentang Imperialisme,
Penindasan Kolonial dan Untuk kemerdekaan Nasional” pada tahun 1927 di
Frankfurt. Dalam sidang ini Hatta tidak dapat percaya dengan komunis. Pada tahun
1927 tepatnya tanggal 25 september Hatta bersama dengan Ali Sastroamidjojo,
Madjid Djojohadiningrat dan juga Nazir Datuk Pamuntjak di tangkap oleh
pemerintah belanda atas tuduhan mengikuti partai terlarang yang dikaitkan
dengan Semaun dan juga menghasut supaya menentang kerajaan belanda. Mereka
semua dipenjara di Rotterdam selama tiga tahun. Pada 22 Maret 1928, sidang
kedua kasus Hatta digelar. Dalam sidang, ia melakukan penolakan terhadap semua
tuduhan yang diarahan padanya dalam pidatonya yang berjudul “Indonesie Vrij
atau Indonesia Merdeka” dan pidato Hatta tersebut diterbitkan menjadi brosur
sampai Indonesia. Hatta beserta ketiga rekannya yang lain akhirnya dibebaskan
oleh mahkamah pengadilan di Den Haag dari segala tuduhan.
Kembali Ke Indonesia
Sebulan
setelah menyelesaikan pendidikannya di Belanda, Hatta kembali ke Indonesia. Di
Indonesia, Hatta disibukkan dengan menulis artikel politik dan ekonomi di
Daulah Ra’jat dan berbagai kegiatan politik lainnya. artikel tulisan Hatta
diantaranya “Soekarno Ditahan” (10 Agustus 1933), “Tragedi Soekarno” (30
Nopember 1933), dan “Sikap Pemimpin” (10 Desember 1933), semua itu Ia tulis
sebagai reaksi kerasnya terhadap sikap Soekarno yang ditahan oleh Belanda dan
berakhir dengan pengasingan Soekarno ke Ende, Flores.
Setelah
mengasingkan Soekarno, Pemerintah Belanda beralih ke Partai Pendidikan Nasional
Indonesia. Para pemimpin Partai Pendidikan Nasional Indonesia seperti Moh.
Hatta, Sutan Sjahriri, Burhanuddin, Bondan, Murwoto, dan Maskun ditangkap dan
kemudian ditahan di penjara Glodok dan Cipinang selama hampir setahun. Setelah
itu mereka diasingkan ke Boven Digoel (Papua).
Masa Pengasingan
Hatta
dan rekan-rekannya dari Partai Pendidikan Nasional Indonesia tiba di
pengasingan yaitu di Tanah Merah, Boven Digoel(Papua) pada Januari 1935. Kapten
Van Langen yang saatitu merupakan kepala pemerintahan di Boven Digoel
menawarkan 2 pilihan pada mereka yaitu bekerja pada Belanda dengan upah per
hari hanya 40 sen dengan harapan bisa kembali ke daerah asal atau tetap menjadi
buangan yang menerima makanan in natura engan tidak ada harapan kembali ke
daerah asal. Pilihan tersebut Hatta jawab dengan mengatakan bahwa jika ia mau
bekerja dengan belanda saat masih di jakarta tentu ia menjadi orang besar
dengan gaji tinggi, tak perlu ke Tanah Merah menjadi kuli dengan gaji hanya 40
sen saja.
Selama
masa pengasingannya di Digoel, untuk memenuhi kebutuhan hidunya, Hatta menjadi
penulis artikel untuk surat kabar Pemandangan. Pada Desember 1935, pengganti
Van Langen yaitu Kapten Wiarda mengatakan bahwa tempat pengasingan Hatta dan
Sjahrir akan dipindah ke Banda Neira, Januari 1936 mereka berangkat kesana.
Disana mereka bebas bergaul dengan penduduk dan disana pula mereka bertemu
dengan Dr. Tjipto Mangunkusumo dan Mr. Iwa Kusumasumantri.
Kembali Dari Pengasingan Dan Masa Kekuasaan Jepang
Pada
8 Desember 1941, angkatan perang Jepang Menyerang Pearl Harbor, setelah itu
Jepang mulai menguasai beberapa wilayah termasuk Indonesia. Karena keadaan yang
menjadi genting dan ditakutkan para buangan bekerja sama dengan Jepang,
kemudian Belanda memindahkan semua buangan ke Australia. Namun Hatta dan
Sjahrir yang berada di Banda Neira dipindahkan ke Sukabumi pada 3 Februari
1942. Pada 9 Maret 1942 Belanda menyerah pada Jepang. Lalu pada 22 Maret 1942 ,
Hatta dan Sjahrir dibawa kembali ke Jakarta dan bertemu Mayor Jenderal Harada.
Hatta bertanya pada pihak Jepang tentang kedatangannya ke Indonesia dan pihak
Jepang mengatakan tidak akan menjajah Indonesia. Hatta ditawari kerja sama
dengan jabatan penting, namun Ia menolak dan memilih menjadi penasehat lalu ia
diberi kantor dan rumah.
Persiapan Kemerdekaan Indonesia
Pada
22 Juni BPUPKI membentuk panitia kecil yang dikenala dengan panitia sembilan
yang beranggotakan Ir. Soekarno, Bung Hatta, Mohammad Yamin, Ahmad Soebardjo,
A.A. Maramis, Abdulkahar Muzakir, Wahid Hasyim, H. Agus Salim, dan Abikusno
Tjokrosujoso.
Pada
9 Agustus 1945, bersama dengan Ir.Soekarno dan KRT Radjiman Wedyodiningrat,
Bung hatta pergi ke Dalat, Vietnam untuk dilantik oleh Panglima Asia Tenggara
Jenderal Terauchi sebagai ketua dan wakil ketua PPKI.
Pada
tanggal 16 Agustus 1945, terjadi penculikan Bung Karno dan Bung Hatta oleh
golongan pemuda dan mereka membawa Bung Karno dan Bung Hatta ke Rengasdengklok
dan penculikan ini dikenal dengan Peristiwa Rengasdengklok. Penculikan ini di
lakukan agar proklamsi segera dilaksanakan secepatnya.
Menjadi Wakil Presiden RI ke-1 Dan Pengunduran Diri Sebagai Wakil Presiden
Pada
17 Agustus 1945 di Jalan Pegangsaan Timur No. 56 Jakarta pukul 10.00 WIB,
Proklamsi Kemerdekaan dibacakan. Berselang sehari yaitu pada tanggal 18 Agustus
1945, Bung Hatta resmi menjadi Wakil Presiden RI mendampingi Bung Karno.
Setelah
menjadi wakil presiden, Bung Hatta masih aktif dalam memberikan ceramah ke
berbagai lembaga pendidikan tinggi. Pada tanggal 12 Juli 1947, Hatta mengadakan
Kongres Koperasi yang pertama (ditetapkan sebagai Hari Koperasi Indonesia) dan
Bung Hatta ditetapkan menjadi Bapak Koperasi Indonesia.
Pada
21 Juli 1947, terjadi Agresi Militer Belanda I. Pada saat hendak menyetujui
Perjanjian Renville yang berakibat jatuhnya kabiet Amir, kemudian terbentuk
Kabinet Hatta pada 29 Januari 1948 dengan Hatta yang saat itu menjadi Perdana
Menteri menjadi Menteri ertahana pula.
Pada
tahun 1955, Bung Hatta menyatakan bahwa parlemen dan konstituante telah
terbentuk dan Ia akan mengundurkan diri karena menurutnya dengan pemerintahan
parlementer kepala negara hanya simbol maka wakil presiden sudah tidak
diperlukan. Pada 20 Juli 1956, Bung Hatta menulis surat untuk Ketua DPR namun
ditolah secara halus, kemudian ia menulis kembali surat yang sama pada tanggal
23 November 1956 yang berisi bahwa ia akan mengundurkan diri sebagai Wakil
Presiden pada 1 Desember 1956. Setelah 11 tahun menjabat menjadi wakil
presiden, DPR mengabulkan permintaan Hatta mengundurkan diri pada sidang DPR 30
November 1956.
Setelah Pengunduran Diri Sebagai Wakil Presiden Dan Wafatnya Mohammad Hatta
Setelah
mengundurkn diri, untuk menambah penghasilan dari menulis buku dan mengajar.
Pada tahun 1963, saat Presiden Soekarno berada pada puncak kejayaannya, Bung
Hatta jatuhsakit dan perlu perawatan ke Swedia yang alatnya lebih lengkap.
Pada
15 Agustus 1972, Pada upacara kenegaraan di Istana Negara , Presiden Soeharto
menyatakan bahwa Bung Hatta dianugrahi Bintang Republik Indonesia Kelas I .
Setelah
dirawat selama 11 hari di Rumah sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta, Pada 14 Maret
1980 pada pukul 18.56 Bung Hatta meninggal dunia. Keesokan harinya, Beliau
disemayamkan di rumahnya di jalan Diponegoro 57, Jakarta dan kemudian
dimakamkan di TPU Tanah Kusir, Jakarta dengan upacara kenegaraan yang dipimpin
oleh wakil presiden Adam Malik. Pada Tahun 1986, saat pemerintahan Soeharto,
Bung Hatta ditetapkan sebagai pahlawan Proklamator dan pada tahun 2012 tepatnya
pada tanggal 7 November Beliau ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional.
Profil
Singkat Drs. Mohammad Hatta
Nama : Drs. Mohammad Hatta (Bung Hatta)
Lahir : Bukittinggi, 12 Agustus 1902
Wafat : Jakarta, 14 Maret 1980
Ayah : Muhammad Djamil
Ibu :
Siti Saleha
Istri : Rahmi Rachim
Anak : MeutiaFarida
Gemala
Halida Nuriah
Gemala
Halida Nuriah
Riwayat Pendidikan :
Europese Largere School (ELS) di Bukittinggi (1916)
Meer Uirgebreid Lagere School (MULO) di Padang (1919)
Handel Middlebare School (Sekolah Menengah Dagang), Jakarta (1921)
Nederland Handelshogeschool, Rotterdam, Belanda (1932)
Europese Largere School (ELS) di Bukittinggi (1916)
Meer Uirgebreid Lagere School (MULO) di Padang (1919)
Handel Middlebare School (Sekolah Menengah Dagang), Jakarta (1921)
Nederland Handelshogeschool, Rotterdam, Belanda (1932)
Karir :
Wakil Ketua Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (7 Agustus 1945)
Wakil Presiden Republik Indonesia pertama (18 Agustus 1945)
Wakil Presiden merangkap Perdana Menteri dan Menteri Pertahanan (Januari 1948 – Desember 1949)
Wakil Presiden merangkap Perdana Menteri dan Menteri Luar Negeri Kabinet Republik Indonesia Serikat (Desember 1949 – Agustus 1950)
Wakil Ketua Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (7 Agustus 1945)
Wakil Presiden Republik Indonesia pertama (18 Agustus 1945)
Wakil Presiden merangkap Perdana Menteri dan Menteri Pertahanan (Januari 1948 – Desember 1949)
Wakil Presiden merangkap Perdana Menteri dan Menteri Luar Negeri Kabinet Republik Indonesia Serikat (Desember 1949 – Agustus 1950)