Rabu, 08 Agustus 2018

KISAH LAKSAMANA CHENG HO


KISAH LAKSAMANA CHENG HO


Orientasi
Laksamana Cheng Ho Muslim Tiongkok yang Berjasa di Indonesia
Tanggal 1 Juni diperingati sebagai Hari Lahir Pancasila. Sebagai dasar negara, Pancasila mengajarkan banyak hal. Salah satunya tentang pentingnya persatuan di tengah keanekaragaman. Sepanjang sejarah, banyak banget tokoh yang ikut memperjuangkan persatuan dan kesatuan. Salah satunya adalah Cheng Ho, laksamana asal Tiongkok. Meski bukan pribumi dan nggak lahir di Indonesia, Cheng Ho cukup berjasa.

Siapakah Laksamana Cheng Ho?
Nama Cheng Ho udah nggak asing lagi buat kita. Tapi, nggak banyak yang benar-benar tahu siapa dia sebenarnya dan bagaimana namanya sangat dikenal di Indonesia. Lahir dengan nama Ma He, Cheng Ho adalah laksamana asal Provinsi Yunnan, Tiongkok. Dia berasal dari suku Hui yang merupakan salah satu suku terbesar di Tiongkok. FYI, suku Hui dikenal dengan masyarakat pemeluk agama Islam lho. Saat masih muda, Cheng Ho dikenal sebagai kasim muslim yang dipercaya Kaisar Zhu Di (kaisar ketiga Dinasti Ming). Dia super pemberani dan nggak gentar menunjukkan kehebatan. Di kekaisaran, Cheng Ho biasa disapa Kasim San Bao. Kalau diucapkan dalam dialek Fujian, nama ini terdengar seperti San Po, Sam Poo, atau Sam Po. That’s why, Laksamana Cheng Ho juga dikenal dengan nama Sam Po Kong.

Armada Laut Terhebat Sepanjang Masa
Pada 1368, kekaisaran Tiongkok mengalami kemunduran karena jatuhnya Dinasti Mongol. Dengan keberaniannya, Cheng Ho menawarkan diri buat melakukan perjalanan ke berbagai penjuru dunia buat mengembalikan kejayaan Tiongkok. Niat Cheng Ho ini disambut rasa bangga dan terharu dari sang kaisar. Ekspedisi itu dimulai sejak 1405 dan membawa Cheng Ho ke negara-negara Asia, Timur Tengah, sampai Afrika. Alhasil, perjalanan ini dilabeli sebagai salah satu ekspedisi dengan armada paling besar dan hebat sepanjang masa. Bayangkan saja, ekspedisi ini melibatkan 300 kapal dengan 30 ribu kru yang terdiri dari tentara, kartografer, ahli astronomi, sampai sarjana alam. Nggak cuma itu, kapal kayu yang digunakan pun disebut-sebut sebagai kapal laut terbesar sepanjang masa dengan panjang138 meter dan lebar 56 meter. Kapal milik Vasco da Gama dan Christopher Columbus yang dikenal sebagai penakluk dunia nggak ada apa-apanya lho. Kalau dibandingkan, gabungan kapal keduanya cuma sebesar satu geladak kapal Cheng Ho. Padahal, pelayaran Cheng Ho dilakukan 100 tahun lebih dulu.

Punya banyak jejak dan jasa buat Indonesia
Dari total tujuh kali ekspedisi, Indonesia ternyata jadi salah satu tempat spesial. Nggak pernah satu kalipun Indonesia dilewati. Hal ini juga yang bikin Cheng Ho punya banyak banget jejak sejarah di negeri ini. Salah satu yang paling fenomenal adalah jasanya sebagai salah satu tokoh yang ikut menyebarkan agama Islam di Indonesia. Ya, Cheng Ho pertama kali datang di Indonesia jauh sebelum wali songo muncul. Waktu itu, penyebaran islam di Indonesia sifatnya masih sangat kecil dan tertutup. Sejak Cheng Ho datang, hal ini berubah 180 derajat. “Penyebaran Islam makin masif, dengan akulturasi budaya yang luar biasa,” ujar Remy Sylado, sejarawan Indonesia sekaligus pakar Tiongkok.

Cheng Ho memang pantas disebut sebagai simbol akulturasi. Sebagai seorang Tiongkok pemeluk islam, dia sukses ikut menyebarkan agama Islam di Indonesia. Saking berjasanya, jejak-jejak Cheng Ho masih banyak kita temui sampai sekarang. Namanya diabadikan sebagai nama kelenteng di Semarang (Sam Po Kong) dan nama masjid di Jawa Timur. Oh ya, bedug masjid yang sekarang dikenal sebagai salah satu simbol Islam di Indonesia juga merupakan peninggalan Laksamana Cheng Ho.


Cheng Ho
Cheng Ho atau Zheng He (Hanzi tradisional:鄭和, Hanzi sederhana: , Arab: تشنغ هو, Hanyu Pinyin: Zhèng Hé, Wade-Giles: Cheng Ho; nama asli: 三宝 Hanyu Pinyin: Ma Sanbao) (Nama Arab: Arab: حاجي محمود شمس Haji Mahmud Shams) (1371 - 1433), adalah seorang pelaut dan penjelajah Tiongkok terkenal yang melakukan beberapa penjelajahan antara tahun 1405 hingga 1433.


Biografi
Cheng Ho adalah seorang kasim Muslim yang menjadi orang kepercayaan Kaisar Yongle dari Tiongkok (berkuasa tahun 1403-1424), kaisar ketiga dari Dinasti Ming. Nama aslinya adalah Ma He, juga dikenal dengan sebutan Ma Sanbao ( 三保)/Sam Po Bo[1] , berasal dari provinsi Yunnan. Ketika pasukan Ming menaklukkan Yunnan, Cheng Ho ditangkap dan kemudian dijadikan orang kasim. Ia adalah seorang bersuku Hui, suku bangsa yang secara fisik mirip dengan suku Han, namun beragama Islam.

Cheng Ho berlayar ke Malaka pada abad ke-15.
Pada tahun 1424, kaisar Yongle wafat. Penggantinya, Kaisar Hongxi (berkuasa tahun 1424-1425), memutuskan untuk mengurangi pengaruh kasim di lingkungan kerajaan. Cheng Ho melakukan satu ekspedisi lagi pada masa kekuasaan Kaisar Xuande (berkuasa 1426-1435).

Expedi Penjelajahan
Cheng Ho melakukan ekspedisi ke berbagai daerah di Asia dan Afrika, antara lain:
Ø  Vietnam
Ø  Taiwan
Ø  Malaka / bagian dari Malaysia
Ø  Palembang, Sumatra/ bagian dari Indonesia
Ø  Jawa / bagian dari Indonesia
Ø  Sri Lanka
Ø  India bagian Selatan
Ø  Persia
Ø  Arab
Ø  Laut Merah, ke utara hingga Mesir
Ø  Afrika, ke selatan hingga Selat Mozambik

Karena beragama Islam, para temannya mengetahui bahwa Cheng Ho sangat ingin melakukan Haji ke Mekkah seperti yang telah dilakukan oleh almarhum ayahnya, tetapi para arkeolog dan para ahli sejarah belum mempunyai bukti kuat mengenai hal ini. Cheng Ho melakukan ekspedisi paling sedikit tujuh kali dengan menggunakan kapal armadanya.

Expedisi Pelayaran


Pelayaran
Waktu
Daerah yang dilewati
Pelayaran ke-1
1405-1407
Pelayaran ke-2
1407-1408
Champa, Jawa, Siam, Sumatra, Lambri, Calicut, Cochin, Ceylon
Pelayaran ke-3
1409-1411
Champa, Java, Malacca, Sumatra, Ceylon, Quilon, Cochin, Calicut, Siam, Lambri, Kaya, Coimbatore, Puttanpur
Pelayaran ke-4
1413-1415
Champa, Java, Palembang, Malacca, Sumatra, Ceylon, Cochin, Calicut, Kayal, Pahang, Kelantan, Aru, Lambri, Hormuz, Maladewa, Mogadishu, Brawa, Malindi, Aden, Muscat, Dhufar
Pelayaran ke-5
1416-1419
Champa, Pahang, Java, Malacca, Sumatra, Lambri, Ceylon, Sharwayn, Cochin, Calicut, Hormuz, Maldives, Mogadishu, Brawa, Malindi, Aden
Pelayaran ke-6
1421-1422
Hormuz, Afrika Timur, negara-negara di Jazirah Arab
Pelayaran ke-7
1430-1433
Champa, Java, Palembang, Malacca, Sumatra, Ceylon, Calicut, Hormuz... (17 politics in total)


Cheng Ho memimpin tujuh ekspedisi ke tempat yang disebut oleh orang Tionghoa Samudera Barat (Samudera Indonesia). Ia membawa banyak hadiah dan lebih dari 30 utusan kerajaan ke Tiongkok - termasuk Raja Alagonakkara dari Sri Lanka, yang datang ke Tiongkok untuk meminta maaf kepada Kaisar.
Catatan perjalanan Cheng Ho pada dua pelayaran terakhir, yang diyakini sebagai pelayaran terjauh, sayangnya dihancurkan oleh Kaisar Dinasti ching

Armada
Armada ini terdiri dari 27.000 anak buah kapal dan 307 (armada) kapal laut. Terdiri dari kapal besar dan kecil, dari kapal bertiang layar tiga hingga bertiang layar sembilan buah. Kapal terbesar mempunyai panjang sekitar 400 feet atau 120 meter dan lebar 160 feet atau 50 meter. Rangka layar kapal terdiri dari bambu Tiongkok. Selama berlayar mereka membawa perbekalan yang beragam termasuk binatang seperti sapi, ayam dan kambing yang kemudian dapat disembelih untuk para anak buah kapal selama di perjalanan. Selain itu, juga membawa begitu banyak bambu Tiongkok sebagai suku cadang rangka tiang kapal berikut juga tidak ketinggalan membawa kain Sutera untuk dijual.

Kepulangan
Dalam ekspedisi ini, Cheng Ho membawa balik berbagai penghargaan dan utusan lebih dari 30 kerajaan - termasuk Raja Alagonakkara dari Sri Lanka, yang datang ke Tiongkok untuk meminta maaf kepada kaisar Tiongkok. Pada saat pulang Cheng Ho membawa banyak barang-barang berharga diantaranya kulit dan getah pohon Kemenyan, batu permata (ruby, emerald dan lain-lain) bahkan beberapa orang Afrika, India dan Arab sebagai bukti perjalanannya. Selain itu juga membawa pulang beberapa binatang asli Afrika termasuk sepasang jerapah sebagai hadiah dari salah satu Raja Afrika, tetapi sayangnya satu jerapah mati dalam perjalanan pulang.

Rekor
Majalah Life menempatkan laksamana Cheng Ho sebagai nomor 14 orang terpenting dalam milenium terakhir. Perjalanan Cheng Ho ini menghasilkan Peta Navigasi Cheng Ho yang mampu mengubah peta navigasi dunia sampai abad ke-15. Dalam buku ini terdapat 24 peta navigasi mengenai arah pelayaran, jarak di lautan, dan berbagai pelabuhan.  Cheng Ho adalah penjelajah dengan armada kapal terbanyak sepanjang sejarah dunia yang pernah tercatat. Juga memiliki kapal kayu terbesar dan terbanyak sepanjang masa hingga saat ini. Selain itu dia adalah pemimpin yang arif dan bijaksana, mengingat dengan armada yang begitu banyaknya dia dan para anak buahnya tidak pernah menjajah negara atau wilayah dimanapun tempat para armadanya merapat.  Semasa di India termasuk ke Kalkuta, para anak buah juga mempelajari seni beladiri lokal yang bernama Kallary Payatt yang mana setelah dikembangkan di negeri Tiongkok menjadi salah satu cabang seni beladiri Kungfu.

Cheng Ho dan Indonesia
Cheng Ho mengunjungi kepulauan di Indonesia selama tujuh kali. Ketika ke Samudera Pasai, ia memberi lonceng raksasa "Cakra Donya" kepada Sultan Aceh, yang kini tersimpan di museum Banda Aceh.  Tahun 1415, Cheng Ho berlabuh di Muara Jati (Cirebon), dan menghadiahi beberapa cindera mata khas Tiongkok kepada Sultan Cirebon. Salah satu peninggalannya, sebuah piring yang bertuliskan ayat Kursi masih tersimpan di Keraton Kasepuhan Cirebon. Pernah dalam perjalanannya melalui Laut Jawa, Wang Jinghong (orang kedua dalam armada Cheng Ho) sakit keras. Wang akhirnya turun di pantai Simongan, Semarang, dan menetap di sana. Salah satu bukti peninggalannya antara lain Kelenteng Sam Po Kong (Gedung Batu) serta patung yang disebut Mbah Ledakar Juragan Dampo Awang Sam Po Kong.  Cheng Ho juga sempat berkunjung ke Kerajaan Majapahit pada masa pemerintahan raja Wikramawardhana.

Keterkaitan Syekh Quro dengan Syekh Nurjati
Syekh Quro dan Syekh Datuk Kahfi adalah sama-sama saudara seketurunan dari Amir Abdullah Khanudin generasi keempat. Syekh Quro datang terlebih dahulu ke Amparan bersama rombongan dari angkatan laut Cina dari Dinasti Ming yang ketiga dengan Kaisarnya, Yung Lo (Kaisar Cheng-tu). Armada angkatan laut tersebut dipimpin oleh Laksamana Cheng Ho alias Sam Po Tay Kam. Mereka mendarat di Muara Jati pada tahun 1416 M. Mereka semua telah masuk Islam. Armada tersebut hendak melakukan perjalanan melawat ke Majapahit dalam rangka menjalin persahabatan. Ketika armada tersebut sampai di Pura Karawang, Syekh Quro (Syekh Hasanudin) beserta pengiringnya turun. Syekh Quro pada akhirnya tinggal dan menyebarkan ajaran agama Islam di Karawang. Kedua tokoh ini dipandang sebagai tokoh yang mengajarkan Islam secara formal yang pertama kali di Jawa Barat. Syekh Quro di Karawang dan Syekh Nurjati di Cirebon.

Sumber : Google Wikipedia 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

KABUPATEN ASAHAN PROVINSI SUMATERA UTARA

    KABUPATEN ASAHAN PROVINSI SUMATERA UTARA Orientasi Asahan ( Jawi : اسهن ) adalah sebuah kabupaten yang terletak di provinsi S...