KISAH
LAKSAMANA CHENG HO
Orientasi
Laksamana Cheng
Ho Muslim Tiongkok yang Berjasa di Indonesia
Tanggal
1 Juni diperingati sebagai Hari Lahir Pancasila. Sebagai dasar negara,
Pancasila mengajarkan banyak hal. Salah satunya tentang pentingnya persatuan di
tengah keanekaragaman. Sepanjang sejarah, banyak banget tokoh yang ikut
memperjuangkan persatuan dan kesatuan. Salah satunya adalah Cheng Ho, laksamana
asal Tiongkok. Meski bukan pribumi dan nggak lahir di Indonesia, Cheng Ho cukup
berjasa.
Siapakah Laksamana
Cheng Ho?
Nama
Cheng Ho udah nggak asing lagi buat kita. Tapi, nggak banyak yang benar-benar
tahu siapa dia sebenarnya dan bagaimana namanya sangat dikenal di Indonesia.
Lahir dengan nama Ma He, Cheng Ho adalah laksamana asal Provinsi Yunnan,
Tiongkok. Dia berasal dari suku Hui yang merupakan salah satu suku terbesar di
Tiongkok. FYI, suku Hui dikenal dengan masyarakat pemeluk agama Islam lho. Saat
masih muda, Cheng Ho dikenal sebagai kasim muslim yang dipercaya Kaisar Zhu Di
(kaisar ketiga Dinasti Ming). Dia super pemberani dan nggak gentar menunjukkan
kehebatan. Di kekaisaran, Cheng Ho biasa disapa Kasim San Bao. Kalau diucapkan
dalam dialek Fujian, nama ini terdengar seperti San Po, Sam Poo, atau Sam Po. That’s why, Laksamana Cheng Ho juga
dikenal dengan nama Sam Po Kong.
Armada Laut
Terhebat Sepanjang Masa
Pada
1368, kekaisaran Tiongkok mengalami kemunduran karena jatuhnya Dinasti Mongol.
Dengan keberaniannya, Cheng Ho menawarkan diri buat melakukan perjalanan ke
berbagai penjuru dunia buat mengembalikan kejayaan Tiongkok. Niat Cheng Ho ini
disambut rasa bangga dan terharu dari sang kaisar. Ekspedisi itu dimulai sejak
1405 dan membawa Cheng Ho ke negara-negara Asia, Timur Tengah, sampai Afrika.
Alhasil, perjalanan ini dilabeli sebagai salah satu ekspedisi dengan armada
paling besar dan hebat sepanjang masa. Bayangkan saja, ekspedisi ini melibatkan
300 kapal dengan 30 ribu kru yang terdiri dari tentara, kartografer, ahli astronomi,
sampai sarjana alam. Nggak cuma itu, kapal kayu yang digunakan pun disebut-sebut
sebagai kapal laut terbesar sepanjang masa dengan panjang138 meter dan lebar 56
meter. Kapal milik Vasco da Gama dan Christopher Columbus yang dikenal sebagai
penakluk dunia nggak ada apa-apanya lho. Kalau dibandingkan, gabungan kapal
keduanya cuma sebesar satu geladak kapal Cheng Ho. Padahal, pelayaran Cheng Ho
dilakukan 100 tahun lebih dulu.
Punya banyak
jejak dan jasa buat Indonesia
Dari
total tujuh kali ekspedisi, Indonesia ternyata jadi salah satu tempat spesial.
Nggak pernah satu kalipun Indonesia dilewati. Hal ini juga yang bikin Cheng Ho
punya banyak banget jejak sejarah di negeri ini. Salah satu yang paling
fenomenal adalah jasanya sebagai salah satu tokoh yang ikut menyebarkan agama
Islam di Indonesia. Ya, Cheng Ho pertama kali datang di Indonesia jauh sebelum
wali songo muncul. Waktu itu, penyebaran islam di Indonesia sifatnya masih
sangat kecil dan tertutup. Sejak Cheng Ho datang, hal ini berubah 180
derajat. “Penyebaran Islam makin masif, dengan akulturasi budaya yang luar
biasa,” ujar Remy Sylado, sejarawan Indonesia sekaligus pakar Tiongkok.
Cheng
Ho memang pantas disebut sebagai simbol akulturasi. Sebagai seorang Tiongkok
pemeluk islam, dia sukses ikut menyebarkan agama Islam di Indonesia. Saking
berjasanya, jejak-jejak Cheng Ho masih banyak kita temui sampai sekarang. Namanya
diabadikan sebagai nama kelenteng di Semarang (Sam Po Kong) dan nama masjid di
Jawa Timur. Oh ya, bedug masjid yang sekarang dikenal sebagai salah satu simbol
Islam di Indonesia juga merupakan peninggalan Laksamana Cheng Ho.
Cheng Ho
Cheng Ho
atau Zheng He (Hanzi tradisional:鄭和,
Hanzi sederhana: 郑和,
Arab: تشنغ
هو, Hanyu Pinyin: Zhèng Hé,
Wade-Giles: Cheng Ho; nama asli: 马三宝 Hanyu Pinyin: Ma Sanbao)
(Nama Arab: Arab:
حاجي محمود شمس Haji
Mahmud Shams) (1371 - 1433), adalah seorang pelaut dan penjelajah Tiongkok terkenal yang
melakukan beberapa penjelajahan antara tahun 1405 hingga 1433.
Biografi
Cheng Ho adalah seorang kasim Muslim yang menjadi orang
kepercayaan Kaisar
Yongle dari Tiongkok (berkuasa tahun 1403-1424), kaisar ketiga dari Dinasti Ming. Nama aslinya
adalah Ma He, juga dikenal dengan sebutan Ma Sanbao (馬 三保)/Sam Po Bo[1] , berasal dari
provinsi Yunnan. Ketika pasukan Ming
menaklukkan Yunnan, Cheng Ho
ditangkap dan kemudian dijadikan orang kasim. Ia adalah seorang bersuku Hui,
suku bangsa yang secara fisik mirip dengan suku Han, namun beragama Islam.
Cheng Ho berlayar ke Malaka pada abad ke-15.
Pada tahun 1424, kaisar Yongle wafat. Penggantinya, Kaisar Hongxi (berkuasa
tahun 1424-1425), memutuskan untuk mengurangi pengaruh
kasim di lingkungan kerajaan. Cheng Ho melakukan satu ekspedisi lagi pada masa
kekuasaan Kaisar
Xuande (berkuasa 1426-1435).
Expedi Penjelajahan
Ø Vietnam
Ø Taiwan
Ø India bagian Selatan
Ø Persia
Ø Arab
Ø Laut Merah, ke utara hingga Mesir
Ø Afrika, ke selatan hingga Selat Mozambik
Karena beragama Islam,
para temannya mengetahui bahwa Cheng Ho sangat ingin melakukan Haji
ke Mekkah seperti yang telah dilakukan oleh almarhum ayahnya,
tetapi para arkeolog dan para ahli sejarah belum mempunyai bukti kuat mengenai hal ini. Cheng Ho
melakukan ekspedisi paling sedikit tujuh kali dengan menggunakan kapal armadanya.
Expedisi Pelayaran
Pelayaran
|
Waktu
|
Daerah yang dilewati
|
Pelayaran ke-1
|
1405-1407
|
|
Pelayaran ke-2
|
1407-1408
|
Champa, Jawa, Siam,
Sumatra, Lambri, Calicut, Cochin, Ceylon
|
Pelayaran ke-3
|
1409-1411
|
Champa, Java, Malacca, Sumatra, Ceylon, Quilon, Cochin, Calicut, Siam, Lambri, Kaya,
Coimbatore, Puttanpur
|
Pelayaran ke-4
|
1413-1415
|
|
Pelayaran ke-5
|
1416-1419
|
Champa, Pahang, Java, Malacca, Sumatra, Lambri,
Ceylon, Sharwayn,
Cochin, Calicut, Hormuz, Maldives, Mogadishu, Brawa, Malindi, Aden
|
Pelayaran ke-6
|
1421-1422
|
Hormuz, Afrika Timur, negara-negara di Jazirah Arab
|
Pelayaran ke-7
|
1430-1433
|
Champa, Java, Palembang, Malacca, Sumatra, Ceylon,
Calicut, Hormuz... (17 politics in total)
|
Cheng Ho memimpin tujuh ekspedisi ke tempat
yang disebut oleh orang Tionghoa Samudera
Barat (Samudera Indonesia). Ia
membawa banyak hadiah dan lebih dari 30 utusan kerajaan ke Tiongkok - termasuk
Raja Alagonakkara
dari Sri Lanka, yang datang ke Tiongkok untuk meminta maaf kepada
Kaisar.
Catatan perjalanan Cheng Ho pada dua
pelayaran terakhir, yang diyakini sebagai pelayaran terjauh, sayangnya
dihancurkan oleh Kaisar Dinasti ching
Armada
Armada ini terdiri dari 27.000 anak buah
kapal dan 307 (armada) kapal laut. Terdiri dari kapal besar dan kecil, dari
kapal bertiang layar tiga hingga bertiang layar sembilan buah. Kapal terbesar
mempunyai panjang sekitar 400 feet atau 120 meter dan lebar 160 feet
atau 50 meter. Rangka layar kapal terdiri dari bambu Tiongkok. Selama berlayar mereka membawa perbekalan yang
beragam termasuk binatang seperti sapi, ayam dan kambing yang kemudian dapat
disembelih untuk para anak buah kapal selama di perjalanan. Selain itu, juga
membawa begitu banyak bambu Tiongkok sebagai suku cadang rangka tiang
kapal berikut juga tidak ketinggalan membawa kain Sutera untuk dijual.
Kepulangan
Dalam ekspedisi ini, Cheng Ho membawa balik
berbagai penghargaan dan utusan lebih dari 30 kerajaan - termasuk Raja Alagonakkara
dari Sri Lanka, yang datang ke Tiongkok untuk meminta maaf kepada kaisar Tiongkok. Pada saat
pulang Cheng Ho membawa banyak barang-barang berharga diantaranya kulit dan
getah pohon Kemenyan, batu permata (ruby,
emerald dan lain-lain) bahkan beberapa orang Afrika, India dan Arab sebagai bukti perjalanannya. Selain itu juga membawa
pulang beberapa binatang asli Afrika termasuk sepasang jerapah sebagai hadiah dari salah satu Raja Afrika, tetapi sayangnya satu jerapah mati
dalam perjalanan pulang.
Rekor
Majalah Life menempatkan laksamana
Cheng Ho sebagai nomor 14 orang terpenting dalam milenium terakhir. Perjalanan
Cheng Ho ini menghasilkan Peta Navigasi Cheng Ho yang mampu mengubah
peta navigasi dunia sampai abad ke-15. Dalam buku ini terdapat 24 peta navigasi
mengenai arah pelayaran, jarak di lautan, dan berbagai pelabuhan. Cheng Ho adalah penjelajah dengan armada kapal terbanyak sepanjang sejarah dunia yang pernah
tercatat. Juga memiliki kapal kayu terbesar dan terbanyak sepanjang masa hingga
saat ini. Selain itu dia adalah pemimpin yang arif dan bijaksana, mengingat
dengan armada yang begitu banyaknya dia dan para anak buahnya tidak pernah
menjajah negara atau wilayah dimanapun tempat para armadanya
merapat. Semasa di India
termasuk ke Kalkuta, para anak buah juga mempelajari seni beladiri lokal yang bernama Kallary Payatt yang mana
setelah dikembangkan di negeri Tiongkok menjadi salah satu cabang seni beladiri Kungfu.
Cheng Ho dan Indonesia
Cheng Ho mengunjungi kepulauan di Indonesia
selama tujuh kali. Ketika ke Samudera Pasai, ia memberi
lonceng raksasa "Cakra Donya" kepada Sultan Aceh, yang kini tersimpan
di museum Banda Aceh. Tahun 1415,
Cheng Ho berlabuh di Muara Jati (Cirebon), dan menghadiahi beberapa cindera
mata khas Tiongkok kepada Sultan Cirebon. Salah satu peninggalannya,
sebuah piring yang bertuliskan ayat Kursi masih tersimpan di Keraton Kasepuhan
Cirebon. Pernah dalam perjalanannya melalui Laut Jawa, Wang Jinghong (orang kedua dalam armada Cheng Ho)
sakit keras. Wang akhirnya turun di pantai Simongan, Semarang, dan menetap di sana. Salah satu bukti peninggalannya
antara lain Kelenteng Sam Po Kong
(Gedung Batu) serta patung yang disebut Mbah Ledakar Juragan Dampo Awang Sam Po
Kong. Cheng Ho juga sempat berkunjung ke
Kerajaan Majapahit pada
masa pemerintahan raja Wikramawardhana.
Keterkaitan Syekh Quro dengan Syekh Nurjati
Syekh Quro dan Syekh Datuk Kahfi adalah sama-sama saudara seketurunan dari
Amir Abdullah Khanudin generasi keempat. Syekh Quro datang terlebih dahulu ke Amparan bersama rombongan
dari angkatan laut Cina dari Dinasti Ming yang ketiga dengan Kaisarnya, Yung Lo
(Kaisar Cheng-tu). Armada angkatan laut tersebut dipimpin oleh Laksamana
Cheng Ho alias Sam Po Tay Kam. Mereka mendarat di Muara Jati pada tahun
1416 M. Mereka semua telah masuk Islam. Armada tersebut hendak melakukan
perjalanan melawat ke Majapahit dalam rangka menjalin persahabatan. Ketika
armada tersebut sampai di Pura Karawang, Syekh Quro (Syekh Hasanudin) beserta
pengiringnya turun. Syekh Quro pada akhirnya tinggal dan
menyebarkan ajaran agama Islam di Karawang. Kedua tokoh ini dipandang sebagai
tokoh yang mengajarkan Islam secara formal yang pertama kali di Jawa Barat.
Syekh Quro di Karawang dan Syekh Nurjati di Cirebon.
Sumber : Google Wikipedia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar