KISAH RADEN PATAH
Orientasi
Raden Patah
(Jawa : alias Jin
Bun) - (Hanzi : 靳文,
Pinyin : Jìn Wén)
bergelar Senapati Jimbun atau Panembahan Jimbun (lahir: Palembang, 1455; wafat: Demak,
1518)
adalah pendiri dan raja Demak pertama dan
memerintah tahun 1500-1518. Menurut kronik Tiongkok dari Kuil Sam Po Kong Semarang, ia memiliki nama Tionghoa yaitu Jin Bun tanpa nama
marga di depannya, karena hanya ibunya yang berdarah Tionghoa. Jin Bun artinya
orang kuat.[3] Nama tersebut identik dengan nama Arabnya
"Fatah (Patah)" yang berarti kemenangan. Pada masa pemerintahannya
Masjid Demak didirikan, dan kemudian ia dimakamkan di sana.
Mengikuti
pakar Belanda Pigeaud dan De Graaf, sejarahwan
Australia M. C. Ricklefs menulis
bahwa pendiri Demak adalah seorang Tionghoa Muslim bernama Cek Ko-po (Pate Rodin senior). Ricklefs memperkirakan bahwa
anaknya adalah orang yang oleh Tomé Pires dalam Suma Oriental-nya dijuluki "Pate Rodim
(Adipati/Patih Rodim)", mungkin maksudnya "Badruddin" atau
"Kamaruddin" (meninggal sekitar tahun 1504). Putera atau adik Rodim
dikenal dengan nama Trenggana (bertahta 1505-1518 dan
1521-1546), pembangun keunggulan Demak atas Jawa.Kenyataan
tokoh Raden Patah berbenturan dengan tokoh Trenggana, raja Demak ketiga, yang memerintah tahun 1521-1546.
Asal
Usul
Terdapat
berbagai versi tentang asal usul pendiri Kerajan Demak.
Menurut
Babad Tanah Jawi, Raden Patah adalah putra Brawijaya raja terakhir Majapahit (versi babad)
dari seorang selir Tionghoa. Selir Tionghoa ini puteri dari Kyai Batong (alias Tan Go Hwat).
Karena Ratu Dwarawati
sang permaisuri yang berasal dari Campa merasa cemburu, Brawijaya terpaksa memberikan selir
Cina kepada adipati nya di Palembang, yaitu Arya Damar . Setelah melahirkan Raden Patah, putri Tionghoa
dinikahi Arya Damar (alias Swan Liong), melahirkan Raden Kusen (alias
Kin San).
Menurut
Purwaka Caruban Nagari, nama
asli selir Tionghoa adalah Siu Ban Ci, putri Tan Go Hwat dan Siu Te Yo dari Gresik. Tan Go Hwat merupakan seorang saudagar dan juga ulama
bergelar Syaikh Bantong (alias
Kyai Batong). Menurut Suma Oriental
karya Tome Pires, pendiri Demak
bernama Pate Rodin, cucu seorang
masyarakat kelas rendah di Gresik.
Menurut
kronik Tiongkok dari kuil Sam Po Kong, nama panggilan waktu Raden Patah masih muda
adalah Jin Bun, putra
Kung-ta-bu-mi (alias Bhre Kertabhumi alias Brawijaya V) raja Majapahit (versi Pararaton) dari selir Tiongkok. Kemudian selir Tionghoa diberikan kepada seorang
berdarah setengah Tionghoa bernama Swan Liong di Palembang. Swan Liong merupakan putra Yang-wi-si-sa (alias Hyang Purwawisesa atau Brawijaya III) dari seorang selir Cina. Dari perkawinan kedua
itu lahir Kin San (alias Raden
Kusen). Kronik Cina ini memberitakan tahun kelahiran Jin Bun adalah 1455. Mungkin Raden
Patah lahir saat Bhre Kertabhumi belum
menjadi raja (memerintah tahun 1474-1478). Menurut Slamet Muljana (2005), Babad
Tanah Jawi teledor dalam mengidentifikasi Brawijaya sebagai ayah Raden Patah
sekaligus ayah Arya Damar, yang lebih tepat isi naskah kronik Cina Sam Po Kong
terkesan lebih masuk akal bahwa ayah Swan Liong (alias Arya Damar) adalah Yang-wi-si-sa alias Brawijaya III, berbeda dengan ayah Jin Bun (alias Raden Patah)
yaitu Kung-ta-bu-mi alias Brawijaya V.
Menurut
Sejarah Banten, Pendiri Demak
bernama Cu Cu (Gan Eng Wan?),
putra (atau bawahan) mantan perdana menteri Tiongkok (Haji Gan Eng Cu?) yang pindah ke Jawa Timur. Cu Cu mengabdi ke Majapahit dan berjasa menumpas pemberontakan Arya Dilah bupati
Palembang. Berita ini cukup aneh karena dalam Babad Tanah Jawi, Arya Dilah adalah nama lain Arya Damar, ayah angkat Raden Patah sendiri. Selanjutnya, atas
jasa-jasanya, Cu Cu menjadi menantu raja Majapahit dan dijadikan bupati Demak
bergelar Arya Sumangsang (Aria
Suganda?). Meskipun terdapat berbagai versi, namun diceritakan bahwa pendiri
Demak memiliki hubungan dengan Majapahit, Tiongkok, Gresik, dan Palembang.
Pendirian
Demak
Babad Tanah Jawi
menyebutkan, Raden Patah menolak menggantikan Arya Damar menjadi Adipati Palembang. Ia kabur ke pulau Jawa ditemani Raden Kusen. Sesampainya di Jawa,
keduanya berguru pada Sunan Ampel di Surabaya. Raden Kusen kemudian mengabdi ke Majapahit, sedangkan Raden Patah pindah ke Jawa Tengah membuka hutan Glagahwangi menjadi sebuah pesantren. Makin lama Pesantren Glagahwangi semakin maju. Brawijaya (alias Bhre Kertabhumi) di Majapahit khawatir kalau Raden Patah berniat memberontak.
Raden Kusen yang kala itu sudah diangkat menjadi Adipati Terung diperintah
untuk memanggil Raden Patah.
Raden
Kusen menghadapkan Raden Patah ke Majapahit. Brawijaya (diidentifikasi sebagai Brawijaya V) merasa terkesan dan akhirnya mau mengakui Raden
Patah sebagai putranya. Raden Patah pun diangkat sebagai bupati, sedangkan
Glagahwangi diganti nama menjadi Demak, dengan ibu kota bernama Bintara.
Menurut
kronik Tiongkok, Jin Bun pindah dari Surabaya ke Demak tahun 1475. Kemudian ia menaklukkan Semarang tahun 1477 sebagai bawahan Demak.
Hal itu membuat Kung-ta-bu-mi (alias Bhre Kertabhumi) di Majapahit resah. Namun, berkat bujukan Bong Swi Hoo (alias Sunan Ampel), Kung-ta-bu-mi bersedia mengakui Jin Bun sebagai
anak, dan meresmikan kedudukannya sebagai bupati di Bing-to-lo (ejaan China
untuk Bintoro).
Konflik Demak dan Majapahit
pada Masa Raden Patah
Versi
Perang antara Demak dan Majapahit diberitakan dalam naskah babad dan serat, terutama Babad Tanah Jawi dan Serat Kanda. Dikisahkan, Sunan Ampel melarang Raden Patah memberontak pada Majapahit karena meskipun berbeda agama, Brawijaya tetaplah ayah Raden Patah. Namun sepeninggal Sunan Ampel, Raden Patah tetap menyerang Majapahit. Brawijaya moksa
dalam serangan itu. Untuk menetralisasi pengaruh agama lama, Sunan Giri menduduki takhta Majapahit selama 40 hari.
Versi
Kronik Tiongkok dari kuil Sam Po Kong juga memberitakan adanya perang antara Jin
Bun melawan Kung-ta-bu-mi tahun 1478. Perang terjadi setelah kematian Bong Swi
Hoo (alias Sunan Ampel). Jin Bun menggempur ibu kota Majapahit. Kung-ta-bu-mi alias Bhre Kertabhumi ditangkap dan dipindahkan ke Demak
secara hormat. Sejak itu, Majapahit menjadi bawahan Demak
dengan dipimpin seorang Tionghoa muslim bernama Nyoo Lay Wa sebagai bupati.
Versi
Prof. Dr. N. J. Krom dalam buku “Javaansche Geschiedenis” dan Prof. Moh. Yamin
dalam buku “Gajah Mada” mengatakan bahwa bukanlah Demak yg menyerang Majapahit
pada masa Prabu Brawijaya V, tetapi adalah Prabu
Girindrawardhana. Kemudian pasca serangan Girindrawardhana atas
Majapahit pada tahun 1478 M, Girindrawardhana kemudian mengangkat dirinya
menjadi raja Majapahit bergelar Prabu Brawijaya VI, Kekuasaan Girindrawardhana
tidak begitu lama, karena Patihnya melakukan kudeta dan mengangkat dirinya
sebagai Prabu Brawijaya VII. Perang antar Demak dan Majapahit terjadi pada masa
pemerintahan Prabu Brawijaya VII bukan pada masa Raden Fatah dan Prabu
Brawijaya V.
Pada
tahun 1485 Nyoo Lay Wa mati karena pemberontakan kaum pribumi. Maka, Jin Bun
mengangkat seorang pribumi sebagai bupati baru bernama Pa-bu-ta-la, yang juga
menantu Kung-ta-bu-mi. Tokoh Pa-bu-ta-la ini identik dengan Prabu Natha
Girindrawardhana alias Dyah Ranawijaya yang
menerbitkan prasasti Jiyu tahun 1486 dan mengaku sebagai penguasa Majapahit, Janggala, dan Kadiri. Selain itu, Dyah Ranawijaya juga mengeluarkan prasasti Petak yang berkisah
tentang perang melawan Majapahit. Berita ini melahirkan pendapat
kalau Majapahit runtuh tahun 1478 bukan karena serangan Demak,
melainkan karena serangan keluarga Girindrawardhana.
Pemerintahan
Demak
Apakah
Raden Patah pernah menyerang Majapahit atau tidak, dia diceritakan
sebagai raja pertama Demak. Menurut Babad Tanah Jawi, ia bergelar Senapati Jimbun Ningrat Ngabdurahman Panembahan Palembang Sayidin
Panatagama, sedangkan menurut Serat
Pranitiradya, bergelar Sultan
Syah Alam Akbar, dan dalam Hikayat Banjar disebut Sultan
Surya Alam. Nama Patah sendiri berasal dari kata al-Fatah, yang artinya "Sang Pembuka", karena ia
memang pembuka kerajaan Islam pertama di pulau Jawa.
Pada
tahun 1479 ia meresmikan Masjid Agung Demak sebagi
pusat pemerintahan. Ia juga memperkenalkan pemakaian Salokantara sebagai kitab undang-undang kerajaan. Kepada umat
beragama lain, sikap Raden Patah sangat toleran. Kuil Sam Po Kong di Semarang tidak dipaksa kembali menjadi masjid, sebagaimana dulu saat didirikan oleh Laksamana Cheng Ho yang beragama Islam.
Raden
Patah juga tidak mau memerangi umat Hindu
dan Buddha sebagaimana wasiat Sunan Ampel, gurunya. Meskipun naskah babad dan serat
memberitakan ia menyerang Majapahit, hal itu dilatarbelakangi
persaingan politik memperebutkan kekuasaan pulau Jawa, bukan karena sentimen agama. Lagi pula, naskah babad dan serat juga memberitakan kalau pihak Majapahit lebih dulu menyerang Giri Kedaton, sekutu Demak
di Gresik.
Tome Pires dalam Suma Oriental memberitakan pada tahun 1507 Pate Rodin
alias Raden Patah meresmikan Masjid Agung Demak yang
baru diperbaiki. Lalu pada tahun 1512 menantunya yang bernama Pate Unus bupati Jepara menyerang Portugis di Malaka. Tokoh Pate Unus ini identik dengan Yat Sun dalam kronik Tiongkok yang diberitakan menyerang bangsa asing di
Moa-lok-sa tahun 1512. Perbedaannya ialah, Pate Unus adalah menantu Pate Rodin, sedangkan Yat Sun adalah
putra Jin Bun. Kedua berita, baik dari sumber Portugis ataupun sumber Tiongkok, sama-sama menyebutkan armada Demak
hancur dalam pertempuran ini. Menurut kronik Tiongkok, Jin Bun alias Raden Patah meninggal dunia
tahun 1518 dalam usia 63 tahun. Ia digantikan Yat Sun sebagai raja selanjutnya,
yang dalam Babad Tanah Jawi bergelar Pangeran Sabrang Lor.
Keturunan
Raden Patah
Menurut
naskah babad dan serat, Raden Patah memiliki tiga
orang istri. Yang pertama adalah Solekha anak dari Malokha putri Sunan Ampel, Malokha adalah isteri dari P. Wironegoro Lasem,
melahirkan Raden Kikin alias Surowiyoto dan Ratu Mas Nyawa. Isteri kedua
melahirkan Raden Surya dan Raden Trenggana, yang masing-masing secara berurutan
kemudian naik takhta, bergelar Pangeran Sabrang Lor dan Sultan Trenggana.
Istri
yang ketiga seorang putri dari Randu Sanga, melahirkan Raden Kanduruwan. Raden
Kanduruwan ini pada pemerintahan Sultan Trenggana berjasa menaklukkan Sumenep. Ketika Pangeran Sabrang Lor
meninggal tahun 1521, Raden Kikin dan Raden Trenggana bersaing memperebutkan
takhta. Raden Kikin akhirnya mati dibunuh putra sulung Raden Trenggana yang
bernama Raden Mukmin alias Sunan Prawata, di tepi sungai. Oleh karena
itu, Raden Kikin pun dijuluki Pangeran Sekar Seda ing Lepen, artinya bunga yang gugur di sungai.
Kronik Tiongkok hanya menyebutkan dua orang putra Jin Bun
saja, yaitu Yat Sun dan Tung-ka-lo, yang masing-masing identik dengan Pangeran Sabrang Lor dan Sultan Trenggana. Dalam Suma Oriental, Tomé Pires menulis bahwa Pate Rodin memiliki putera yang juga
bernama Pate Rodim, dan menantu bernama Pate Unus. Berita versi Portugis ini menyebut Pate Rodin Yunior lebih tua usianya
daripada Pate Unus. Dengan kata lain Sultan Trenggana disebut sebagai kakak ipar Pangeran Sabrang Lor.
Kepustakaan
Ø
Andjar Any. 1989. Rahasia Ramalan Jayabaya, Ranggawarsita & Sabdopalon.
Semarang: Aneka Ilmu
Ø
Babad Majapahit dan Para
Wali (Jilid 3). 1989. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,
Proyek Penerbitan Buku Sastra Indonesia dan Daerah
Ø
Babad Tanah Jawi. 2007.
(terj.). Yogyakarta: Narasi
Ø
de Graaf, H. J. dan T. H. Pigeaud.
2001. Kerajaan Islam Pertama di Jawa.
Terj. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti
Ø
Moedjianto. 1987. Konsep Kekuasaan Jawa: Penerapannya oleh Raja-raja Mataram.
Yogyakarta: Kanisius
Ø
Poesponegoro & Notosusanto (ed.). 1990. Sejarah Nasional Indonesia Jilid II.
Jakarta: Balai Pustaka.
Ø
Slamet Muljana. 2005. Runtuhnya Kerajaan Hindu-Jawa dan Timbulnya Negara-Negara Islam di
Nusantara (terbitan ulang 1968). Yogyakarta: LKIS
Ø
Ricklefs, M. C., A History of Modern Indonesia since c. 1200, Palgrave MacMillan,
New York, 2008 (terbitan ke-4), ISBN
978-0-230-54686-8
Ø
Yuliadi Soekardi. 2002. Nalusur Sejarahe Sunan Gunungjati. Dalam Majalah Panjebar Semangat Edisi
23-27. Surabaya.
Rahasia
Kisah Raden Patah Raja Demak Bintoro
Raden Patah Cucu Raja Kerajaan Champa
Seorang Wali Yang Jadi Raja Islam Pertama di Jawa
Nama Patah sendiri berasal dari kata al-Fatah, yang artinya "Sang
Pembuka", karena ia memang pembuka kerajaan Islam pertama di pulau Jawa.
Raden Patah lahir 1455 di Palembang dan meninggal tahun 1518 di Demak. Ibunya
dari kerajaan Champa dan Ayahnya Brawijaya V kerajaan Majapahit. Berikut ini
kisahnya.
Sewaktu muda Raden Patahbergelar Senapati Jimbun. Jin Bun artinya orang
kuat. Nama tersebut identik dengan nama Arabnya "Fatah (Patah)" yang
berarti kemenangan. Setelah menjadi Adipati Demak bergelar Senapati Jimbun Ningrat Ngabdurahman Panembahan Palembang Sayidin
Panatagama. Ketika menjadi raja bergelar
bergelar Sultan Surya Alam Akbar dan memerintah kerajaan Demak 1500-1518 M.
Istri Raden
Patah ada tiga orang. Yang pertama adalah putri Sunan Ampel, menjadi permaisuri
utama, melahirkan Raden Surya dan Raden Trenggana, yang masing-masing secara
berurutan kemudian naik takhta, bergelar Pangeran sabrang Lor dan Sultan
Trenggono. Istri yang kedua seorang putri dari Randu Sanga, melahirkan Raden
Kanduruwan. Raden Kanduruwan ini pada pemerintahan Sultan Trenggono berjasa
menaklukkan Sumenep. Sejak itu kerajaan Sumenep menjadi sebuah kerajaan Islam.
Dan pada keruntuhan kerajana Demak keturunan Raden Patah Banyak yang lari ke
Sumenep.
Istri yang ketiga adalah putri bupati Jipang,
melahirkan Raden Kikin dan Ratu Mas Nyawa. Ketika Pangeran Samrang Lor
meninggal tahun 1521, Raden Kikin dan Raden Trenggana bersaing memperebutkan
takhta. Raden Kikin akhirnya mati dibunuh putra sulung Raden Trenggana yang
bernama Raden Mukmin alias Sunan Prawato, di tepi sungai. Oleh karena itu,
Raden Kikin pun dijuluki Pangeran Sekar Seda ing Lepen, artinya bunga yang gugur di sungai. Sewaktu
masih dalam kandungan ibu Raden Patah dikirim ke Palembang diberikan kepada
Arya Damar putra sulung Brawijaya V.
raja kerajaan Majapahit. Setelah Raden Patah lahir, ibunya menikah dengan Arya
Damar. Dari hasil perkawinannya itu melahirkan seorang anak bernama Kin
San (alias Raden Kusen).
“Menginjak usia remaja Raden Patah dengan Raden Kusen
merantau ke Pulau Jawa untuk menemui ayahnya di kerajaan Majapahit. Ia
juga menolak menggantikan Arya Damar
menjadi bupati Palembang sebagai bawahan kerajaan Majapahit. Sesampainya di
Jawa, keduanya berguru pada Sunan Ampel di Surabaya yang masih saudaranya
sendiri dari jalur ibunya,”ujar Prof Dr. Ali Mufridi,MA dosen UINSA Surabaya..
Setelah dinyatakan lulus sebagai santri Sunan Ampel,
maka Raden Kusen kemudian mengabdi ke Majapahit dan mendapatkan jabatan sebagai Adipati Terung di Kriyan
Sidoarjo. Sedangkan Raden Patah pindah ke Jawa Tengah membuka hutan Glagahwangi
menjadi sebuah pesantren. Hal ini sesuai dengan perintah Sunan Ampel untuk
menyebarkan agama Islam di wilayah Jawa Tengah yang penduduknya masih banyak
yang belum masuk Islam. Makin lama
Pesantren Glagahwangi semakin maju. Santrinya datang dari berbagai penjuru daerah. Kota Demak telah menjadi kota santri.
Mereka bukan hanya diajari ilmu agama Islam, melainkan ilmu keprajuritan dan
pemerintahan. Melihat kondisi tersebut,
Brawijaya (alias Bhre Kertabumi di Majapahit khawatir kalau Raden Patah berniat
memberontak.
Raden Kusen yang kala itu sudah diangkat menjadi
Adipati Terung diperintah untuk memanggil Raden Patah. Raden Kusen meminta Raden Patah
menghadapkan ke Majapahit. Merasa terkesan dan akhirnya Brawijaya V mau
mengakui Raden Patah sebagai putranya. Raden Patah pun diangkat sebagai bupati,
sedangkan Glagahwangi diganti nama menjadi Demak, dengan ibu kota bernama
Bintara. Setelah menjadi Adipati Demak, Raden Patah menaklukkan Semarang tahun 1477 untuk
dijadikan sebagai bawahan.
Tidak Serang Majapahit
Pada tahun 1479 ia meresmikan Masjid Agung Demak
sebagi pusat pemerintahan. Ia juga memperkenalkan pemakaian Salokantarasebagai kitab
undang-undang kerajaan. Kepada umat beragama lain, sikap Raden Patah sangat
toleran. Kuil Sam Po Kong di Semarang tidak dipaksa kembali menjadi masjid,
sebagaimana dulu saat didirikan oleh Laksamana Cehng Ho yang beragama Islam.
Sikapnya terhadap kerajaan Majapahit tetap menaruh
hormat dan tidak melakukan pemberontakan. Karena Sunan Ampel melarang Raden Patah memberontak
pada Majapahit meskipun berbeda agama, Brawijaya tetaplah ayah Raden Patah.
Oleh karena itu, Raden Patah juga tidak mau memerangi umat Hindu dan Budha
sebagaimana wasiat Sunan Ampel, gurunya.
Prof. Dr. N. J. Krom dalam buku “Javaansche
Geschiedenis” dan Prof. MohYamin dalam buku “Gajah Mada” mengatakan bahwa
bukanlah Demak yg menyerang Majapahit pada masa Prabu Brawijaya V, tetapi
adalah Prabu Girindrawardhana. Kemudian pasca serangan Girindrawardhana atas
Majapahit pada tahun 1478 M, Girindrawardhana kemudian mengangkat dirinya
menjadi raja Majapahit bergelar Prabu Brawijaya VI.
Kekuasaan Girindrawardhana tidak begitu lama, karena
Patih Udara melakukan kudeta dan
mengangkat dirinya sebagai Prabu Brawijaya VII. Perang antar Demak dan
Majapahit terjadi pada masa pemerintahan Prabu Brawijaya VII bukan pada masa
Raden Fatah dan Prabu Brawijaya V.
Pada tahun 1485 Nyoo Lay Wa mati karena pemberontakan
kaum pribumi. Maka, Jin Bun mengangkat seorang pribumi sebagai bupati baru
bernama Pa-bu-ta-la, yang juga menantu Kung-ta-bu-mi. Tokoh Pa-bu-ta-la ini
identik dengan Prabu Natha Girindrawardhana alias Dyah Ranawijaya yang
menerbitkan prasasti Jiyu tahun 1486 dan mengaku sebagai penguasa Majapahit,
Jenggala, dan Kadiri.
Selain itu, Dyah Ranawijaya juga mengeluarkan prasasti
Petak yang berkisah tentang perang melawan Majapahit. Berita ini melahirkan
pendapat kalau Majapahit runtuh tahun 1478 bukan karena serangan Demak,
melainkan karena serangan keluarga Girindrawardhana.
Raden Patah meninggal dunia tahun 1518 dalam usia 63
tahun. Dimana kondisi kerajaan mencapai kejayaan. Kemudian Ia digantikan Yat Sun sebagai raja
selanjutnya, yang dalam Babad Tanah Jawi bergelar Pangeran Sabrang Lora tau
Pati Unus.
Penulis : Husnu Mufid
Reorientasi
Raden Patah
adalah seorang berdarah campuran China dan Jawa yang lahir di Palembang pada
tahun 1455. Ia merupakan pendiri sekaligus raja pertama kerajaan Demak yang
merupakan kerajaan Islam pertama di tanah Jawa. Raden Patah dikenal dengan
banyak nama dan gelar antara lain Jin Bun, Pate Rodim, Tan Eng Hwa, dan Aryo
Timur. Kisah hidupnya sangat menarik untuk kita pelajari. Perjuangan, kerja
keras, dan sikap toleransinya sangat baik untuk diteladani, oleh karenanya mari
kita simak silsilah, biografi, hingga
makam dan akhir hayat dari pendiri Masjid Agung Demak ini.
Asal
Usul dan Silsilah Raden Patah
Raden Patah merupakan silsilah anak dari
Raja Brawijaya dengan selir China bernama Siu Ban Ci. Raja Brawijaya sendiri
merupakan raja terakhir dari kerajaan Majapahit yang memerintah sejak tahun
1408 hingga 1501. Hubungan antara Raja Brawijaya dengan selirnya ini membuat
Ratu Dwarawati, isteri Brawijaya cemburu. Karena kecemburuannya itu, Raja
dipaksa untuk membuang selir itu agar tidak tetap tinggal di istana. Meski
tengah hamil besar, Siu Ban Ci terpaksa harus angkat kaki menuju Palembang
untuk tinggal di anak Brawijaya yang merupakan bupati Palembang masa itu, yakni
Arya Damar. Setelah melahirkan Raden Patah, Siu Ban Ci kemudian menikah dengan
anak tirinya sendiri yang tak lain adalah Arya Damar. Dari pernikahan itu,
mereka dikaruniai seorang putra bernama Raden Kusen.
Biografi
dan Perjalanan Hidup Raden Patah
Seiring
berjalannya waktu, Raden Patah tumbuh dewasa. Di masa itu, ia diminta
menggantikan ayah tirinya menjadi bupati Palembang, namun dengan berbagai
alasan ia menolaknya. Ia memilih kabur dan pergi kembali ke Tanah Jawa.
Kepergiannya itu kemudian disusul oleh adik tirinya setelah beberapa bulan
kemudian. Baik Raden Patah dan Raden Kusen, keduanya pergi ke Jawa dan menolak
menjadi bupati tidak lain adalah karena ingin memperdalam ilmu agama Islam.
Islam kala itu memang tengah mengalami perkembangan pesat di tanah air. Mereka
berdua belajar ke Sunan Ampel di Surabaya. Setelah beberapa tahun mengaji,
Raden Kusen kemudian kembali ke kerajaan kakeknya, yakni Brawijaya di
Majapahit, sedangkan Raden Patah malah menuju Jawa Tengah untuk membuka hutan
Glagah Wangi dan menjadikannya sebagai tempat syiar Islam dengan mendirikan
pesantren.
Raden Patah, Raja Pertama
Kerajaan Demak
Seiring berjalan sang waktu, Raden Kusen kini telah
menetap di kerajaan Majapahit dan telah diangkat sebagai adipati. Bersamaan
dengan itu, pesantren yang didirikan Raden Patah pun berkembang dengan pesat
dan maju. Mengingat kemajuan pesantren tersebut, Raja Brawijaya yang tak lain
adalah ayah dari Raden Patah khawatir jika pesantren tersebut akan digunakan
oleh Raden Patah sebagai alat untuk melakukan pemberontakan. Untuk menghindari
hal itu, Raja Brawijaya pun menyuruh cucunya, yang tak lain adalah adik tiri
dari Raden Patah – Raden Kusen, untuk mengundang Raden Patah.
Sesampainya di Istana, Raja Brawijaya sangat-sangat kagum dengan sosok Raden Patah yang sangat sederhana, santun, berwibawa, dan berbudi. Brawijaya pun sangat senang melihat anak dari selirnya itu memiliki kepribadian kuat. Menyadari hal itu, Brawijaya pun mengangkat Raden Patah sebagai bupati Glagah Wangi. Tak berselang lama, Raden Patah pun merubah nama Glagah Wangi menjadi Demak dan menetapkan ibukotanya di Bintara. Di bawah pimpinan Raden Patah, Demak berkembang sangat pesat dan menjadi pusat penyebaran agama Islam di tanah Jawa.
Perang antara Kerajaan
Majapahit dan Demak
Perang antara Demak dan Kerajaan Majapahit dikisahkan
di dalam Babad Jawi. Dalam babad tersebut, diketahui bahwa Sunan Ampel pernah
berpesan pada Raden Patah untuk tidak memberontak ke kerajaan Majapahit, karena
bagaimanapun Raja Brawijaya adalah ayahnya sendiri –meski berbeda agama. Pesan
itu bertahan dan digubris oleh Raden Patah selama Sunan Ampel hidup. Namun
setelah sunan Ampel wafat, pesan itu terpaksa harus diingkari karena beberapa
hal. Secara terpaksa Raden Patah pun memberontak pada kerajaan Majapahit, dan
Raja Brawijaya meningal pada pemberontakan itu.
Semenjak pemberontakan itu, kerajaan Demak semakin berkembang pesat. Kerajaan tersebut menjadi pusat perkembangan agama islam dipulau Jawa dan menjadi kerajaan islam pertama di Jawa. Beberapa bangunan bukti kemajuan kerajaan demak masih dapat kita jumpai saat ini, contohnya Masjid Agung Demak yang pada 1479 diresmikan oleh Raden Patah Sendiri.
Keturunan Raden Patah
Menurut naskah babad Jawa, Raden Patah mempunya 3
istri yang antara lain:
Putri Sunan Ampel yang kemudian melahirkan Raden Surya dan Raden Trenggana. Kedua anak dari isteri pertama ini secara berurutan kemudian naik takhta. Raden Surya bergelar Pangeran Sabrang Lor dan Raden Trenggana bergelar Sultan Trenggana. Seorang putri dari Randu Sanga yang kemudian melahirkan Raden Kanduruwan yang pada pemerintahan Sultan Trenggana berjasa dalam menaklukkan Sumenep, Madura. Putri bupati Jipang yang kemudian melahirkan Raden Kikin dan Ratu Mas Nyowo.
Putri Sunan Ampel yang kemudian melahirkan Raden Surya dan Raden Trenggana. Kedua anak dari isteri pertama ini secara berurutan kemudian naik takhta. Raden Surya bergelar Pangeran Sabrang Lor dan Raden Trenggana bergelar Sultan Trenggana. Seorang putri dari Randu Sanga yang kemudian melahirkan Raden Kanduruwan yang pada pemerintahan Sultan Trenggana berjasa dalam menaklukkan Sumenep, Madura. Putri bupati Jipang yang kemudian melahirkan Raden Kikin dan Ratu Mas Nyowo.
Wafat dan Makam Raden Patah
Raden Patah meninggal pada usia 63 tahun karena sakit
yang dideritanya. Ia dimakamkan tidak jauh dari masjid Agung Demak dan hingga
saat ini makam Raden Patah tersebut masih tetap terawat dengan baik dan ramai
dikunjungi banyak orang.
Demikianlah pemaparan tentang Biografi Raden Patah, asal usul, silsilah, perjalanan hidup selama membangun kerajaan Demak, dan jasanya terhadap perkembangan agama islam di Tanah Jawa. Semoga bisa bermanfaat ya.