Minggu, 28 Oktober 2018

KISAH AJI SAKA

KISAH AJI SAKA

Orientasi
Aji Saka adalah legenda Jawa yang mengisahkan tentang kedatangan peradaban ke tanah Jawa, dibawa oleh seorang raja bernama Aji Saka. Kisah ini juga menceritakan mengenai mitos asal usul Aksara Jawa.

Asal Mula
Disebutkan Aji Saka berasal dari Bumi Majeti. Bumi Majeti sendiri adalah negeri antah-berantah mitologis, akan tetapi ada yang menafsirkan bahwa Aji Saka berasal dari Jambudwipa (India) dari suku Shaka (Scythia), karena itulah ia bernama Aji Saka (Raja Shaka). Legenda ini melambangkan kedatangan Dharma (ajaran dan peradaban Hindu-Buddha) ke pulau Jawa. Akan tetapi penafsiran lain beranggapan bahwa kata Saka adalah berasal dari istilah dalam Bahasa Jawa saka atau soko yang berarti penting, pangkal, atau asal-mula, maka namanya bermakna "raja asal-mula" atau "raja pertama". Mitos ini mengisahkan mengenai kedatangan seorang pahlawan yang membawa peradaban, tata tertib dan keteraturan ke Jawa dengan mengalahkan raja raksasa jahat yang menguasai pulau ini. Legenda ini juga menyebutkan bahwa Aji Saka adalah pencipta tarikh Tahun Saka, atau setidak-tidaknya raja pertama yang menerapkan sistem kalender Hindu di Jawa. Kerajaan Medang Kamulan mungkin merupakan kerajaan pendahulu atau dikaitkan dengan Kerajaan Medang dalam catatan sejarah.

Ringkasan
Membawa peradaban ke Jawa
Segera setelah pulau Jawa dipakukan ke tempatnya, pulau ini menjadi dapat dihuni. Akan tetapi bangsa pertama yang menghuni pulau ini adalah bangsa denawa (raksasa) yang biadab, penindas, dan gemar memangsa manusia. Kerajaan yang pertama berdiri di pulau ini adalah Medang Kamulan, dipimpin oleh raja raksasa bernama Prabu Dewata Cengkar, raja raksasa yang lalim yang punya kebiasaan memakan manusia dan rakyatnya.

Pada suatu hari datanglah seorang pemuda bijaksana bernama Aji Saka yang berniat melawan kelaliman Prabu Dewata Cengkar. Aji Saka berasal dari Bumi Majeti. Suatu hari menjelang keberangkatannya ia memberi amanat kepada kedua abdinya yang bernama Dora dan Sembodo, bahwa ia akan berangkat ke Jawa. Ia berpesan bahwa saat ia pergi mereka berdua harus menjaga pusaka milik Aji Saka. Tidak ada seorangpun yang boleh mengambil pusaka itu selain Aji Saka sendiri. Setelah tiba di Jawa, Aji Saka menuju ke pedalaman tempat ibu kota Kerajaan Medang Kamulan. Ia kemudian menantang Dewata Cengkar bertarung. Setelah pertarungan yang sengit, Aji Saka akhirnya berhasil mendorong Prabu Dewata Cengkar ke laut Selatan (Samudra Hindia). Akan tetapi Dewata Cengkar belum mati, ia berubah wujud menjadi Bajul Putih (Buaya Putih). Maka Aji Saka naik takhta sebagai raja Medang Kamulan.

Sementara itu seorang perempuan tua di desa Dadapan, menemukan sebutir telur. Ia meletakkan telur itu di lumbung padi. Setelah beberapa waktu telur itu hilang dan sebagai gantinya terdapat seekor ular besar di dalam lumbung itu. Orang-orang desa berusaha membunuh ular itu, akan tetapi secara ajaib ular itu dapat berbicara: "Aku anak dari Aji Saka, bawalah aku kepadanya!" Maka diantarkanlah ia ke istana. Aji Saka mau mengakui ular itu sebagai putranya dengan syarat bahwa ular itu dapat mengalahkan dan membunuh Bajul Putih di Laut Selatan. Ular itu menyanggupi, setelah berkelahi dengan sangat sengit dengan kedua pihak memperlihatkan kekuatan yang luar biasa, ular itu akhirnya dapat membunuh Bajul Putih.

Sesuai janjinya ular itu diangkat anak oleh Aji Saka dan diberi nama Jaka Linglung (anak lelaki yang bodoh). Di istana Jaka Linglung dengan rakus memangsa semua hewan peliharaan istana. Sebagai hukumannya sang raja mengusir dia ke hutan Pesanga. Ia diikat erat hingga tak dapat bergerak, lalu Aji Saka bersabda bahwa ia hanya boleh memakan benda apa saja yang masuk ke mulutnya. Suatu hari ada sembilan orang bocah lelaki bermain di hutan. Tiba-tiba turun hujan, mereka pun berlarian mencari tempat berteduh. Untungnya mereka menemukan sebuah gua. Hanya delapan anak yang masuk berteduh ke gua itu. Seorang anak yang menderita penyakit kulit dilarang ikut masuk ke dalam gua. Tiba-tiba gua runtuh dan menutup pintu keluarnya. Delapan orang bocah itu hilang terkurung di gua. Sesungguhnya gua itu adalah mulut Jaka Linglung.

Asal mula aksara Jawa
Sementara setelah Aji Saka memerintah di Medang Kamulan, Aji Saka mengirim utusan pulang ke rumahnya di Bumi Majeti untuk mengabarkan kepada abdinya yang setia Dora and Sembodo, untuk mengantarkan pusakanya ke Jawa. Utusan itu bertemu Dora dan mengabarkan pesan Aji Saka. Maka Dora pun mendatangi Sembodo untuk memberitahukan perintah Aji Saka. Sembodo menolak memberikan pusaka itu karena ia ingat pesan Aji Saka: tidak ada seorangpun kecuali Aji Saka sendiri yang boleh mengambil pusaka itu. Dora dan Sembodo saling mencurigai bahwa masing-masing pihak ingin mencuri pusaka tersebut. Akhirnya mereka bertarung, dan karena kedigjayaan keduanya sama maka mereka sama-sama mati. Aji Saka heran mengapa pusaka itu setelah sekian lama belum datang juga, maka ia pun pulang ke Bumi Majeti. Aji saka terkejut menemukan mayat kedua abdi setianya dan akhirnya menyadari kesalahpahaman antara keduanya berujung kepada tragedi ini. Untuk mengenang kesetiaan kedua abdinya maka Aji Saka menciptakan sebuah puisi yang jika dibaca menjadi Aksara Jawa hanacaraka. Susunan alfabet aksara Jawa menjadi puisi sekaligus pangram sempurna, yang diterjemahkan sebagai berikut :

Hana caraka Ada dua utusan
data sawala Yang saling berselisih
padha jayanya (Mereka) sama jayanya (dalam perkelahian)
maga bathanga Inilah mayat (mereka).
secara rinci:
hana / ana = ada
caraka = utusan (arti sesungguhnya, 'orang kepercayaan')
data = punya
sawala = perbedaan (perselisihan)
padha = sama
jayanya = 'kekuatannya' atau 'kedigjayaannya', 'jaya' dapat berarti 'kejayaan'
maga = 'inilah'
bathanga = mayatnya

Legenda AJISAKA, mengungkap zuriat NABI ISHAQ di NUSANTARA
Dalam prasasti Kui (840M) disebutkan bahwa di Jawa terdapat banyak pedagang asing dari mancanagara untuk berdagang misal Cempa (Champa), Kmir (Khmer-Kamboja), Reman (Mon), Gola (Bengali), Haryya (Arya) dan Keling. Untuk kebutuhan administrasi, terdapat para pejabat lokal yang mengurusi para pedagang asing tersebut, misal Juru China yang mengurusi para pedagang dari China dan Juru Barata yang mengurusi para pedagang dari India. Mereka seperti Konsul yang bertanggung jawab atas kaum pedagang asing.

Di dalam catatan sejarah, kita mengenal gelar “Sang Haji (Sangaji)” merupakan gelar dibawah “Sang Ratu”, seperti contoh Haji Sunda pada Suryawarman (536M) dari Taruma, Haji Dharmasetu pada Maharaja Dharanindra (782M) dari Medang. Haji Patapan pada Maharaja Samaratunggadewa (824M) dari Medang. Sumber : History of Java Nusantara.

Legenda Ajisaka
Dalam legenda tanah Jawa, kita mengenal nama tokoh Ajisaka. Ajisaka sangat mungkin, berasal dari kata Haji Saka, bermakna Perwakilan Negara (Duta) atau Konsul yang bertanggung jawab atas para pedagang asing, yang berasal dari negeri Saka (Sakas).

Lalu dimanakah Negeri Sakas itu?
Di dalam sejarah India, dikenal negara Sakas atau Western Satrap (Sumber : Western Satrap, Wikipedia). Pada tahun 78M Western Satrap (Sakas) mengalahkan Wikramaditya dari Dinasti Wikrama India. Kemenangan pada tahun 78M dijadikan sebagai tahun dasar dari penanggalan (kalender) Saka. Wilayah Western Satrap mencakup Rajastan, Madya Pradesh, Gujarat, dan Maharashtra. Para raja dari Western Satrap biasanya memakai dua bahasa yaitu Sankrit (Sansekerta) dan Prakit serta dua aksara yaitu Brahmi dan Yunani dalam proses pembuatan prasasti dan mata uang logam kerajaan. Sejak pemerintahan Rudrasimha (160M-197M), pembuatan mata uang logam kerajaan selalu mencantumkan tahun pembuatannya berdasarkan pada Kalender Saka. Keberadaan Sakas dengan Kalender Saka-nya, nampaknya bersesuaian dengan Legenda Jawa, yang menceritakan Ajisaka (Haji Saka), sebagai pelopor Penanggalan Saka di pulau Jawa.
Dewawarman I, bukan Ajisaka
Di dalam Naskah Wangsakerta, kita mengenal seorang pedagang dari tanah India, yang bernama Dewawarman I. Beliau dikenal sebagai pendiri Kerajaan Salakanagara. Ada sejarawan berpendapat, bahwa Dewawarman I adalah indentik dengan Haji Saka (Ajisaka). Akan tetapi apabila kita selusuri lebih mendalam, sepertinya keduanya adalah dua orang yang berbeda. Ajisaka (Haji Saka), tidak dikenal sebagai pendiri sebuah Kerajaan, melainkan dikenal membawa pengetahuan penanggalan, bagi penduduk Jawa. Sebaliknya Dewawarman I adalah pendiri Kerajaan Salakanagara, dan tidak ada riwayat yang menceritakan, bahwa beliau pelopor Kalender Saka.

Dewawarman I di-indentifikasikan berasal dari Dinasti Pallawa (Pahlavas), beliau berkebangsaan Indo-Parthian, yang berkemungkinan salah satu leluhurnya adalah Arsaces I (King) of PARTHIA. Dan jika diselusuri silsilahnya akan terus menyambung kepada Artaxerxes II of Persia bin Darius II of Persia bin Artaxerxes I of Persia bin Xerxes I “The Great” of Persia bin Atossa of Persia binti Cyrus II “The Great” of Persia (Zulqarnain). Sumber : The PEDIGREE of Arsaces I (King) of PARTHIA dan Menemukan Zul-Qarnain, dalam Sejarah Sementara Ajisaka (Haji Saka), di-identifikasikan berasal dari Sakas (Western Satrap), beliau berkebangsaan Indo-Scythian, dimana susur galurnya besar kemungkinan, menyambung kepada keluarga kerajaan di India Utara (King Moga/Maues). Sumber : Indo-Scythians  dan Maues, Wikipedia

Namun ternyata, kedua Leluhur masyarakat Sunda dan Jawa ini, memiliki satu persamaan, yakni : Dewawarman I (Indo-Parthian) dan Ajisaka (Indo-Scythian), sesungguhnya merupakan Zuriat (Keturunan) dari Nabi Ishaq bin Nabi Ibrahim (Bani Ishaq), yaitu melalui dua anaknya Nabi Yakub (Jacob) dan Al Aish (Esau). Sumber : THE TWO HOUSES OF ISRAEL, Who were the Saxons/Saka/Sacae/Scythians? Sons of IsaacKomunitas Muslim, dari Bani Israil dan (Connection) Majapahit, Pallawa dan Nabi Ibrahim ?

Kisah Aji Saka dan Asal Muasal Aksara Jawa
Kisah sejarah ini menarik banget untuk diketahui. Karena menyimpan banyak hal unik yang kalau dimengerti, sangat terkait dengan apa yang kita alami sekarang, khususnya bagi mereka yang tinggal di Pulau Jawa. Pertama-tama, kita kupas dulu latar belakang sang tokoh, Aji Saka.

Kisah Aji Saka
Dahulu kala, ada sebuah kerajaan bernama Medang Kamulan yang diperintah oleh raja bernama Prabu Dewata Cengkar yang buas dan suka makan manusia. Setiap hari sang raja memakan seorang manusia yang dibawa oleh Patih Jugul Muda. Sebagian kecil dari rakyat yang resah dan ketakutan mengungsi secara diam-diam ke daerah lain. Di dusun Medang Kawit ada seorang pemuda bernama Aji Saka yang sakti, rajin dan baik hati. Suatu hari, Aji Saka berhasil menolong seorang bapak tua yang sedang dipukuli oleh dua orang penyamun. Bapak tua yang akhirnya diangkat ayah oleh Aji Saka itu ternyata pengungsi dari Medang Kamulan. Mendengar cerita tentang kebuasan Prabu Dewata Cengkar, Aji Saka berniat menolong rakyat Medang Kamulan. Dengan mengenakan serban di kepala Aji Saka berangkat ke Medang Kamulan.

Perjalanan menuju Medang Kamulan tidaklah mulus, Aji Saka sempat bertempur selama tujuh hari tujuh malam dengan setan penunggu hutan, karena Aji Saka menolak dijadikan budak oleh setan penunggu selama sepuluh tahun sebelum diperbolehkan melewati hutan itu. Tapi berkat kesaktiannya, Aji Saka berhasil mengelak dari semburan api si setan. Sesaat setelah Aji Saka berdoa, seberkas sinar kuning menyorot dari langit menghantam setan penghuni hutan sekaligus melenyapkannya. Aji Saka tiba di Medang Kamulan yang sepi. Di istana, Prabu Dewata Cengkar sedang murka karena Patih Jugul Muda tidak membawa korban untuk sang Prabu.

Dengan berani, Aji Saka menghadap Prabu Dewata Cengkar dan menyerahkan diri untuk disantap oleh sang Prabu dengan imbalan tanah seluas serban yang digunakannya. Saat mereka sedang mengukur tanah sesuai permintaan Aji Saka, serban terus memanjang sehingga luasnya melebihi luas kerajaan Prabu Dewata Cengkar. Prabu marah setelah mengetahui niat Aji Saka sesungguhnya adalah untuk mengakhiri kelalimannya.
Ketika Prabu Dewata Cengkar sedang marah, serban Aji Saka melilit kuat di tubuh sang Prabu. Tubuh Prabu Dewata Cengkar dilempar Aji Saka dan jatuh ke laut selatan kemudian hilang ditelan ombak.
Aji Saka kemudian dinobatkan menjadi raja Medang Kamulan. Ia memboyong ayahnya ke istana. Berkat pemerintahan yang adil dan bijaksana, Aji Saka menghantarkan Kerajaan Medang Kamulan ke jaman keemasan, jaman dimana rakyat hidup tenang, damai, makmur dan sejahtera.

Terciptanya Aksara Jawa
Huruf (aksara) Jawa terdiri dari duapuluh yaitu ; ha-na-ca-ra-ka-da-ta-sa-wa-la-pa-dha-ja-ya-nya-ma-ga-ba-tha-nga (dalam ucapan/sebutan: ho-no-ro-ko-do-to-so-wo-lo-po-dho-jo-yo-nyo-mo-go-bo-tho-ngo), yang didalamnya ternyata mengandung arti menceritakan sebuah legenda, yaitu tentang seorang pahlawan dalam mitologi yang datang dari Makkah sedang berkelana ke berbagai negara, yang kemudian diketahui bernama Ajisaka.

Ajisaka datang di Srilangka pantai India Selatan kemudian di Sokadana (mungkin yang dimaksud adalah Sumatera) dan akhirnya tiba suatu tempat di Pulau Jawa yang waktu itu masih dihuni oleh raksasa-raksasa. Pertamakali, Ajisaka menemukan sejenis gandum yang dinamakan “jawawut” sebagai makanan pokok penduduk di tempat itu, yang kemudian ia memberi nama pulau itu menjadi “Nusa Jawa”.

Tentang Aji Saka sendiri, terdapat berbagai literatur yang mengkisahkan sejarah Ajisaka dalam versi yang berbeda. Menurut Dr. Purwadi, M.Hum dan Hari Jumanto, S.S dalam buku Asal Mula Tanah Jawa (Gelombang Ilmu: Sleman-Yogyakarta: 2006), yang disusun berdasarkan Kitab-kitab Jawa Juno dari Serat Pustaka Raja Purwa karya Raden Ngabehi Ranggawarsita, juga diambil dari kisah-kisah Babad Tanah Jawi. Dr. Purwadi,M.Hum dan Hari Jumanto, S.S menyebutkan, Ajisaka adalah orang yang pertama menginjakkan kaki di tanah Jawa dengan nama Prabu Isaka atau Prabu Ajisaka. Prabu Ajisaka diperintahkan untuk berangkat melakukan tapa brata (meditasi) ke sebuah pulau yang sangat panjang. Kata “panjang” dalam bahasa Jawa artinya “dawa”, yang oleh Sang Hyang Guru disebut “jawa” atau “pulau jawa”.

Di dalam perjalannya ke Pulau dawa (Pulau Jawa) yang cukup panjang dari Aceh sampai Bali masih bersatu. Prabu Ajisaka untuk pertama menginjakkan kaki dan bermukim di Gunung Hyang atau sekarang bernama Gunung Kendeng di daerah antara Probolinggo dan Besuki (Daerah Jawa Timur) dengan nama Empu Sangkala. Aji Saka kemudian menemukan dua Raksasa yang terbujur kaku (mati). Ketika Ajisaka melihat tangan mereka masing-masing menggenggam “daun lontar yang berisi tulisan”, di tangan raksasa yang satu bertuliskan huruf “purwa” (kuno) dan satunya lagi huruf Thai. Setelah dua tulisan tersebut disatukannya, Ajisaka menciptakan Abjad (Aksara) Jawa yang terdiri dari duapuluh huruf, sebagaimana telah disebutkan di awal. Tidak sekedar menciptakan aksara, akan tetapi Ajisaka juga memberikan arti dalam setiap lajur aksara Jawa tersebut, yaitu: Ha-na-ca-ra-ka (ho-no-co-ro-ko) = ada dua utusan (dua raksasa), Da-ta-sa-wa-la (do-to-so-wo-lo) = saling bertengkar/berkelahi, Pa-dha-ja-ya-nya (po-dho-jo-yo-nyo) = sama-sama kuat dan sakti, Ma-ga-ba-tha-nga (mo-go-bo-tho-ngo) = akhirnya mereka “sampyuh” (mati bersama).

Dalam versi yang berbeda, di dalam buku “Nawang Sari” (Fajar Pustaka Baru:Yogyakarta:2002) DR. Damardjati Supadjar mengatakan mengatakan terjadi salah kaprah pemahaman kandungan makna dari honocoroko seperti tersebut diatas. Damardjati Supadjar mengutip ungkapan Ki Sarodjo “bagi perasaan saya rangkaian huruf di dalam carakan jawa itu bukannya menambatkan suatu kisah, melainkan suatu ungkapan filosofis yang berlaku universal dan sangat dalam artinya dan membawa kita tunduk dan taqwa kepada Allah”.
Menurut Ki Sarodjo, yang benar adalah: honocoroko, (hono= ada) (coroko= Cipto-Roso-Karso) sehingga honocoroko = ada cipta-rasa dan karsa, dotosowolo,(doto = datan atau tanpa) (sowolo= suwolo atau menentang) sehingga dotosowolo = tidak menentang atau tidak keberatan atau pasrah kemudian podhojoyonyo (podho = sama sama), (joyonyo = sukses/berjaya) sehingga podhojoyonyo = sama sama sukses) dan mogobothongo ( mogo = meletakkan sesuatu di tempat yang tinggi, (bothongo = bathiniyah = spiritualitas) sehingga mogobhotongo = meletakkan potensi taqwa dan amal di dalam hati sanubari serta disimpan pada tempat yang tinggi.

Sumber  : Google Wikipedia
AJI SAKA: KISAH NYATA KAKEK MOYANG ORANG JAWA DARI ASIA TENGAH
Benarkah kisah Aji Saka itu hanya mitos? Atau malah ada fakta historis di balik kisah tersebut? Simak kisahnya berikut:
Para sesepuh Jawa, Sunda, Sumatra dan mungkin saja daerah lain di Nusantara pasti sudah akrab dengan kisah asal usul bangsa kita yang terangkum dalam kisah Aji Saka. Dalam kisah ini, leluhur nusantara ini dikatakan telah berkelana dari “Bhumi Majethi” menuju tanah Jawa dan membebaskan penduduk pribumi dari kekejaman raja Dewata Cengkar hingga akhirnya Aji Saka
dan pengikutnya menetap dan bercampur dengan penduduk lokal.

Fakta historis menyatakan bahwa memang ada bangsa bernama SAKA di asia tengah dan salah satu branch dari bangsa ini adalah SAKA MASSAGETAE dimana mereka telah mengalahkan dan membunuh raja Persia yang menjadi super power dunia kala itu di 530 sebelum masehi (SM). Jika diperhatikan, Majethi mirip dengan Massagetae dengan distorsi pengucapan oleh lidah lokal. Kebetulan? Mungkin saja. Beberapa cabang dari bangsa saka lain yang muncul setelah Massagetae adalah Dahae dan Kidarite, seolah mirip dengan nama kerajaan kita yaitu Kediri dengan ibu kotanya Daha. Masih dianggap kebetulan?

Berikut Fakta yang lebih historis, Salah satu cabang dari bangsa Saka yang muncul di abad 2 SM adalah Yue Zhi (Ejaan dari catatan dinasti di china, namun nama sebenarnya tidak diketahui, seolah mirip ya wa atau ya wi yang di china-kan). Mereka hidup di daerah Tarim Basin dan menjadi penguasa padang rumput asia tengah dikala itu dengan keahlian dalam berkuda dan memanah. Pada sekitar 1 SM, terjadi kekacauan di negaranya hingga akhirnya raja Yue Zhi tewas dan bangsanya bermigrasi ke selatan menuju Afghanisthan dan India. Akhirnya mereka mendirikan Kerajaan Kushan yang berkuasa hampir di seluruh India dan sebagian china dan sangat kaya raya.

Menariknya, di sekitar tahun 78 masehi (M), tepat dengan dimulainya kalender saka dengan kisah Aji Saka mendirikan kerajaan Jawa, terjadi pergeseran kepemimpinan pula di Kerajaan Kushan. Raja kedua, dicatat berbeda oleh beberapa sumber dan ada dua tokoh besar, satu mengatakan Vima Taktu, yang lain mengatakan Sadaskhana. Yang mana yang benar? Yang jelas, raja ini juga digelari “raja diraja, sang juru selamat besar”. Seolah mengingatkan kita tentang kisah aji saka
yang menyelamatkan rakyat medang kamulan dari raja jahat Dewata Cengkar.

Lalu siapakah Aji Saka disini, Vima Taktu atau Sadashkana?? Sangat rancu namun yang jelas Sadashkana juga disebut sebagai “anak Lain” dan saudara dari Vima Taktu. Tepat di masa-masa ini pula dinasti di China mencatat tentang negara Jawa pertama kali dan dipimpin oleh raja yang dinamakan Diao Bian serta berhijrah dari India. Sejarah kita mencatat bahwa di masa ini pula Raja Dewa Warman mulai berkuasa di Salaka Negara dan dia datang dari India bersama pengikutnya. Dari Salaka Negara inilah selanjutnya muncul Taruma Negara, Medang Mataram, Sriwijaya, dan lainnya.  Benarkah Aji Saka sang pembuat aksara hanacaraka yang dimaksud dalam sejarah asal usul orang Nusantara ini adalah Raja Dewa Warman alias Sadashkana (atau Vima Takto) alias diao bian?? Perlu penelitian lebih lanjut untuk masalah ini. Namun sejarah telah membuktikan bahwa legenda Aji Saka bukanlah mitos.

Sekedar tambahan, bahwa hingga abad ke 16 menurut catatan Portugis, para bangsawan di Jawa masih sangat gemar berburu dan mereka seolah terobsesi dengan berburu hingga kebanyakan seni lukisan di rumah mereka menggambarkan suasana perburuan. Bahkan mereka berburu dengan baju kebesaran. Bisa jadi ini adalah tradisi yang telah dimulai sejak di asia tengah saat masih menjadi penunggang kuda dan pemanah, mengingat kondisi hutan di Jawa yang lebat tidak memungkinkan adanya inisiatif dan obsesi untuk memulai tradisi berburu.

Sumber:
-Rabatak Inscription
-Wikipedia: Kushan Empire
-Legenda Aji Saka

Warga Banjarejo Grobogan Sangat Yakin jika Kerajaan Medang Kamulan Berada di Desanya

Sejarah Kerajaan Medang Kamulan di Grobogan
Informasi yang dihimpun dari berbagai sumber, diketahui jika pernah ada sebuah kerajaan di Indonesia yang bernama Medang Kamulan. Namun, penguasa kerajaan ini tidak ada satupun yang menyebutkan nama Prabu Dewata Cengkar. Kerajaan ini merupakan kelanjutan Kerajaan Mataram Kuno yang awalnya berada di daerah Yogyakarta, kemudian pindah ke wilayah Jawa Timur. Kerajaan Medang Kamulan (sering juga disebut Kerajaan Medang, Mataram Kuno atau Kerajaan Mataram Hindu) berdiri abad ke-8, kemudian berpindah ke Jawa Timur pada abad ke-10.

Para raja kerajaan ini banyak meninggalkan bukti sejarah berupa prasasti-prasasti yang tersebar di Jawa Tengah dan Jawa Timur, serta membangun banyak candi, baik yang bercorak Hindu maupun Budha. Kerajaan Medang akhirnya runtuh pada awal abad ke-11. Dari literatur, ada tiga dinasti yang pernah berkuasa di Kerajaan Medang. Yaitu, Wangsa Sanjaya dan Wangsa Sailendra pada periode Jawa Tengah, serta Wangsa Isyana pada periode Jawa Timur. Masyarakat Banjarejo Meyakini Kerajaan Medang Kamulan Berada di Desanya.

Meski banyak yang meragukan adanya sebuah kerajaan betulan bernama Medang Kamulan dengan rajanya Prabu Dewata Cengkar, namun tidak demikian dengan masyarakat Desa Banjarejo, Kecamatan Gabus. Sebagian besar masyarakat meyakini jika kerajaan itu benar-benar pernah ada di situ pada ribuan tahun lalu. Selain berdasarkan penemuan benda cagar budaya masa lalu, ada beberapa hal lain yang membuat masyarakat yakin adanya Kerajaan Medang Kamulan. Antara lain, adanya nama Dusun Medang di Desa Banjarejo.

Selama ini, di kawasan ini banyak sekali ditemukan benda-benda cagar budaya. Terutama aneka perhiasan yang terbuat dari emas. Di dusun ini juga terdapat sebuah gundukan tanah yang disebut-sebut tempat berdirinya Keraton Medang Kamulan. Ada juga sebuah batu yang diyakini pernah jadi tempat pasujudan Aji Saka sebelum bertanding melawan Prabu Dewata Cengkar. “Dalam cerita legenda Aji Saka banyak nama atau tempat yang ada disini maupun sekitar Banjarejo. Misalnya, Bledug Kuwu, Kesongo dan nama Rara Congkek serta banyak lagi lainnya. Jadi, ketika ada keyakinan bahwa Kerajaan Medang Kamulan pernah ada di sini bukan tanpa alasan,” kata Kades Banjarejo Ahmad Taufik.

Sumber : Google Wikipedia
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

KABUPATEN ASAHAN PROVINSI SUMATERA UTARA

    KABUPATEN ASAHAN PROVINSI SUMATERA UTARA Orientasi Asahan ( Jawi : اسهن ) adalah sebuah kabupaten yang terletak di provinsi S...