KISAH
KERAJAAN TALAGA MANGGUNG
Orientasi
Kerajaan Talaga Manggung atau disebut Kerajaan Talaga adalah
kerajaan yang terletak di wilayah selatan Kabupaten Majalengka, merupakan negara
yang berdaulat berdiri sendiri, yang di dirikan oleh Rhakeyan Sudhayasa (batara
gunung bitung), pada masa jayanya, kerajaan Talaga di rajai oleh Prabu
Talagamanggung, oleh sebab itu hingga kini kerajaan talaga dikenal dengan
sebutan kerajaan Talagamanggung.
Kerajaan
Talaga Manggung didirikan kira-kira sebelum abad ke-15, oleh Sunan Talaga manggung
putra Pandita Prabu Darmasuci putra Batara Gunung Picung
putera Suryadewata putera bungsu
dari Maharaja Sunda yang bernama Ajiguna Linggawisesa
(1333-1340) di Galuh
Kawali,
Ciamis.
lokasinya
kini di kewadanaan Talaga adalah bekas salah
satu kerajaan, yang terletak di Kabupaten
Majalengka,
bertahta bernama Sunan Talaga Manggung, asal keturunan Raja Prabu
Siliwangi yang dimaksud mungkin Suryadewata putra Maharaja
Ajiguna Linggawisesa.
Kerajaan di Sangiang. Dia mempunyai dua orang putra, satu laki-laki dan satu
perempuan, yang laki-laki bernama Raden Panglurah dan yang
perempuan bernama Ratu Simbar Kencana.
Silsilah
Kerajaan Talaga
Di Naskah Wangsakerta. Prabu Ajiguna Linggawisesa,
menikah dengan Ratna Umalestari, adiknya
Prabu Citraganda penguasa kerajaan Sunda Galuh tahun (1303-1311)
Masehi. Pada masa pemerintahan Prabu Ajiguna Linggawisesa,
ibukota Kerajaan Sunda beralih, dari Pakuan Bogor ke Kawali,
Ciamis.
Dari pernikahannya dengan Uma Lestari, Prabu Ajiguna
Linggawisesa memperoleh putera, di antaranya:
Ragamulya Luhur Prabawa, atau Aki Kolot (kelak menjadi
raja pengganti) Prabu Ajiguna Linggawisesa;
1. Dewi
Kiranasari, diperisteri oleh Prabu Arya Kulon;
2. Suryadewata, leluhur Kerajaan Talaga di Majalengka.
3. Dengan kata
lain, Prabu Suryadewata adalah putra
Prabu Ajiguna Linggawisesa
penguasa Kerajaan Sunda, yang ditempatkan di Kerajaan
Talaga dan kelak akan melahirkan raja-raja di Kerajaan Talaga sebagai
negara bawahan Kerajaan Sunda Galuh dimana ayahnya Prabu Ajiguna Linggawisesa dan
kakaknya, Prabu Ragamulya Luhurprabawa
alias Aki Kolot (1340-1350) M berkuasa di Galuh Kawali
Ciamis.
Kebataraan Kemaharajaan
Sunda
Daerah Kabataraan adalah tahta suci yang lebih menitikberatkan pada bidang kebatinan,
keagamaan atau spiritual, dengan demikian seorang Batara selain berperan
sebagai Raja juga berperan sebagai Brahmana atau Resiguru. Seorang Batara di
Kemaharajaan Sunda mempunyai kedudukan yang sangat tinggi dan penting karena ia
mempunyai satu kekuasaan istimewa yaitu kekuasaan untuk mengabhiseka atau
mentahbiskan atau menginisiasi penobatan seorang Maharaja yang naik tahta
Sunda.
Kabataraan Galunggung. Didirikan
oleh Batara Semplak Waja putera dari
Sang Wretikandayun
(670-702), pendiri Kerajaan Galuh. Para Batara yang pernah
bertahta di Galunggung antara lain:
1. Batara Semplak
Waja,
2. Batara Kuncung
Putih,
3. Batara Kawindu,
4. Batara
Wastuhayu, dan
5. Batari Hyang.
Berdasarkan keterangan Prasasti Geger Hanjuang, Batari
Hyang dinobatkan sebagai penguasa Galunggung pada tanggal 21 Agustus 1111 M
atau 13 Bhadrapada 1033 Caka. Kabataraan Galunggung adalah cikal bakal Kerajaan Galunggung yang dikemudian hari
menjadi Kabupaten Sukapura (Tasikmalaya).
Kebataraan Gunung Sawal. Pendiri
Kerajaan Panjalu adalah Batara Tesnajati yang petilasannya terdapat di
Karantenan Gunung Sawal. Mengingat gelar Batara yang disandangnya, maka
kemungkinan besar pada awal berdirinya Panjalu. Besar kemungkinan setelah
berakhirnya periode Kabataraan Galunggung itu
kekuasaan kabataraan di Kemaharajaan Sunda dipegang oleh Batara Tesnajati dari Karantenan
Gunung Sawal Panjalu. Adapun para batara yang pernah bertahta di Karantenan
Gunung Sawal adalah :
1. Batara
Tesnajati
2. Batara Layah
dan
3. Batara Karimun
Putih.
Pada masa kekuasaan Prabu Sanghyang Rangga Gumilang
atau Sanghyang Rangga Sakti putera Batara Karimun Putih, Panjalu berubah dari
kabataraan menjadi sebuah daerah Kerajaan
Panjalu.
Kabataraan Gunung Tembong
Agung. Kabataraan Sunda dilanjutkan oleh Batara Prabu Guru Aji Putih di Gunung
Tembong Agung, Prabu Guru Aji Putih adalah seorang tokoh yang menjadi perintis
Kerajaan Sumedang Larang. Prabu Guru Aji Putih
digantikan oleh puteranya yang bernama Batara Prabu Resi Tajimalela, menurut
sumber sejarah Sumedang Larang, Prabu Resi Tajimalela hidup sezaman dengan
Maharaja Sunda Galuh yang bernama Ragamulya Luhurprabawa
(1340-1350) di Galuh Kawali. Prabu Resi Tajimalela digantikan oleh puteranya yang
bernama Prabu Resi Lembu Agung, kemudian Prabu Resi Lembu Agung digantikan oleh
adiknya yang bernama Prabu Gajah Agung yang berkedudukan di Ciguling. Dibawah
pemerintahan Prabu Gajah Agung, Sumedang
Larang bertransisi dari daerah kabataraan menjadi Kerajaan Sumedang Larang.
Kabataraan Gunung Picung. Kekuasaan
kabataraan di Kemaharajaan Sunda (Sunda Kingdoms) kemudian dilanjutkan oleh Batara Gunung Picung yang
menjadi cikal bakal Kerajaan Talaga (Majalengka). Batara Gunung Picung adalah
putera Suryadewata, sedangkan
Suryadewata adalah putera bungsu dari Maharaja Sunda yang bernama Ajiguna Linggawisesa
(1333-1340). Batara Gunung Picung digantikan oleh puteranya yang bernama
Pandita Prabu Darmasuci, sedangkan
Pandita Prabu Darmasuci kemudian digantikan oleh puteranya yang bernama Begawan Garasiang. Begawan Garasiang
digantikan oleh adiknya sebagai Raja Talaga yang bernama Sunan Talaga Manggung dan
sejak itu pemerintahan Talaga digelar selaku kerajaan Talaga.
Kerajaan
Talaga
Raden Panglurah.
Dia tidak ada di keraton sedang melakukan tetapa di Gunung Bitung sebelah
selatan Talaga. Ratu Simbar Kencana mempunyai suami kepala seorang patih di
keraton tersebut, yang bernama Palembang Gunung, berasal dari Palembang. Patih
Palembang Gunung setelah dirinya dipercaya oleh mertuanya, yaitu Sunan Talaga Manggung dan
ditaati oleh masyarakatnya, timbul pikiran yang murka ingin menjadi seorang
raja di Sangiang Talaga, dengan maksud akan membunuh mertuanya, Sunan Talaga Manggung.
Setelah
mendapat keterangan dari seorang mantra yang bernama Citra Singa, bahwa sang
raja sangat gagah perkasa tidak satu senjata atau tumbak yang mampu mengambil
patinya raja, melainkan oleh suatu senjata tumbak kawannya raja sendiri ketika
ia lahir, dan oleh Citra Singa diterangkan bahwa yang dapat mengambil senjata
itu hanya seorang gendek kepercayaan raja yang bernama Centang Barang. Setelah mendapatkan
tombak tersebut, kemudian Palembang Gunung membujuk dengan perkataan yang
manis-manis dan muluk-muluk kepada Centang Barang untuk mengambil senjata
tersebut, dan melakukan pembunuhannya, bila berhasil akan diganjar kenaikan
pangkatnya. Kemudian setelah Centang Barang mendapatkan bujukan yang
muluk-muluk dari Palembang Gunung ia bersedia melakukan pembunuhan itu.
Pada
suatu waktu kira-kira jam lima pagi Sunan Talaga Manggung baru bangun dari
tidurnya dan menuju jamban, dia diintai oleh Centang Barang, kemudian di tempat
yang gelap ditumbak pada pinggang sebelah kiri, sehingga mendapat luka yang
parah. Centang Barang setelah melakukan lari jauh dan diburu oleh yang menjaga,
tetapi sang prabu bersabda, “Biarlah si Centang Barang jangan diburu, nanti
juga ia celaka mendapat balasan dari Dewa karena ia durhaka.” Setelah si
Centang Barang keluar dari keraton, ia menjadi gila, ia menggigit-gigit anggota
badannya sampai ia mati.
Palembanga
Gunung Mendapat kabar tentang peristiwa itu, lalu ia berangkat menengoknya,
tetapi keraton tidak ada, hilang dengan seisinya, hilang menjadi situ yang
sekarang dinamakan Situ Sangiang Talaga. Setelah keadaan keraton hilang, Patih
Palembang Gunung diangkat menjadi raja di Talaga. Lama kelamaan peristiwa itu
terbongkar dan ada di antaranya yang memberitahukan kepada Ratu Simbar Kencana,
bahwa kematian ayahandanya adalah perbuatan suaminya sendiri. Setelah
mendapatkabar itu maka Simbar Kencana membulatkan hati untuk membalas dendam
kepada suaminya.. Pada saat Palembang Gunung sedang tidur nyeyak di tikamnya,
digorok, oleh tusuk konde ratu Simbar Kencana, sehingga mati seketika itu juga.
Setelah
gunung palembang itu mati, kerajaan belum ada yang menjabatnya maka di angkat
Raden Panglurah yang baru pulang dari petapaan. Sedatangnya ke sangiang dia
merasa kaget karena keadaan keraton sudah musnah hanya tampak situ saja dan
setelah dia mendapat kabar dari orang yang bertemu di tempat itu bahwa keraton
sudah dipindah tempatkan ke Walang Suji (Desa Kagok).
Ratu Simbar Kencana. Ketika Ratu Simbar Kencana sedang kumpulan dengan
ponggawa, datanglah Raden Panglurah yang menuju kepada Ratu Simbar Kencana dan
kemudian oleh ratu Simbar Kencana diterangkan atas kematian ayahandanya.
Kemudian Raden Panglurah meminta agar yang melanjutkan pemerintahan adalah Ratu
Simbar kencana sendri.
Dan
dia akan menyusul ayahandanya dengan meminta empat dinas pahlawannya, setelah
permintaan dikabukannya, dia menuju Situ Sangiang dan setelah tiba di Situ
Sangiang tersebut dia beserta pengiringnya turun ke Situ Sangiang dan turut
menghilang. Setelah Palembang Gunung meninggal dunia, Ratu Simbar kencana
menikah lagi deangan Raden Kusumalaya
Ajar Kutamangu, keturunan Galuh dan mempunyai putra Sunan Parung, dan setelah
Ratu Simbar Kencana meninggal dunia, kerajaan pun diturunkannya kepada putranya
Sunan Parung. Sunan Parung mempunyai
putra istri bernama Ratu Parung, melanjutkan kerajaannya dengan mempunyai suami
Raden Rangga Mantri putranya Raden Munding Sari Agung, keturunan Prabu
Siliwangi atau Pajajaran.
Rangga Mantri atau Prabu Pucuk Umum. Dari waktu itu Raden Rangga Mantri
dan Ratu Parung agamanya ganti menjadi Islam dari semula beragama Budha, yang
dikembangkan oleh Syarif Hidayatullah. Raden Rangga Mantri setelah menjadi
Islam namanya diganti Prabu Pucuk Ulum. Prabu Pucuk Ulum mempunyai putra
bernama Sunan Wanaperih yang akhirnya menjadi raja bertempat di Walang Suji
(Desa Kagok). Sunan Wanak Perih mempunyai putra Ampuh Surawijaya Sunan Kidak.
Setelah Sunan Wanak Prih Meninggal dunia tahta kerajaannya diturunkan kepada
Ampuh Surawijaya dan kerajaan dipindahkan dari Walang Suji ke Talaga.
Ampuh
Sura Wijaya mempunyai putra bernama Sunan Pangeran Surawijaya, Sunan Ciburuy,
diturunkan kepada putranya Dipati Suarga. Dari putra Dipati Suarga diturunkan
kepada putranya Dipati Wiranata. Kemudian kerajaan itu diturunkan kepada
putranya bernama Raden Saca Eyang hingga abad ke tujuh belas.
Kerajaan
dipindahkan (dihilangkan) karena penjajahan, dan pada waktu itu kerajaan di
Talaga menjadi Kabupaten. Raden Saca Nata Eyang meninggalkan kepangkatannya.
Diturunkan kepada putranya bernama Aria Secanata. Setelah itu Kabupaten
dipindahkan ke Majalengka bertempat di Sindangkasih.
Waktu
Kabupaten dipindahkan Bupati, Raden Sacanata menolak sampai dia pada waktu itu
dipensiunkan. Dia mempunyai putra bernama Pangeran Sumanegara. Pangeran
sumanegara mempunyai putri bernama Nyi Raden Angrek dan mempunyai suami bernama
Kertadilaga putra pangeran Kartanegara, Kamboja. Dari Kartadiliga mempunyai
putra bernama Natakusumah di Cikifai Talaga, sampai sekarang keturunanya masih ada,
menjaga (memelihara) barang-barang kuno keturunan Raja Talaga. Barang-Barang
kuno tersebut adalah Baju Kera, Arca, Gamelan, Tuah Meriam, Bedil Sundut, dan
perkkas lainya yang sekarang masih ada.
Pemerintahan Kerajaan Talaga Manggung
Pemerintahan Batara Gunung Picung
Kerajaan Hindu di Talaga berdiri pada abad XIII
Masehi, Raja tersebut masih keturunan Ratu Galuh bertahta di Ciamis,
dia adalah putera V, juga ada hubungan darah dengan raja-raja di Pajajaran
atau dikenal dengan Raja Siliwangi. Daerah kekuasaannya meliputi Talaga, Cikijing, Bantarujeg, Lemahsugih, Maja
dan sebagian Selatan Majalengka. Pemerintahan Batara Gunung Picung sangat baik,
agama yang dipeluk rakyat kerajaan ini adalah agama Hindu. Pada masa
pemerintahaannya pembangunan prasarana jalan perekonomian telah dibuat
sepanjang lebih 25 Km tepatnya Talaga - Salawangi di daerah Cakrabuana. Bidang
Pembangunan lainnya, perbaikan pengairan di Cigowong yang meliputi
saluran-saluran pengairan semuanya di daerah Cikijing. Tampuk pemerintahan
Batara Gunung Picung berlangsung dua windu. Raja berputera enam orang
yaitu :
1. Sunan
Cungkilak,
2. Sunan Benda,
3. Sunan Gombang,
4. Ratu
Panggongsong Ramahiyang,
5. Prabu Darma
Suci, (Pengganti Batara Gunung Picung)
6. Ratu Mayang
Karuna.
Kemudian pemerintahannya dilanjutkan oleh Prabu Darma
Suci.
1.
Pemerintahan Prabu Darma Suci
Disebut
juga Pandita Perabu Darma Suci. Dalam pemerintahan raja ini Agama Hindu
berkembang dengan pesat abad ke-XIII. Nama dia dikenal di Kerajaan Pajajaran,
Mataram, Jayakarta sampai daerah Sumatera. Dalam seni pantun banyak diceritakan
tentang kunjungan tamu-tamu tersebut dari kerajaan tetangga ke Talaga, apakah
kunjungan tamu-tamu merupakan hubungan keluarga saja tidak banyak diketahui.
Peninggalan yang masih ada dari kerajaan ini antara lain Benda Perunggu, Gong,
Harnas atau Baju Besi. Pada abad XIIX Masehi dia wafat dengan meninggalkan dua
orang putera yakni Bagawan Garasiang dan Sunan Talaga Manggung
2.
Pemerintahan Begawan Garasiang
Tahta
untuk sementara dipangku oleh Begawan Garasiang namun dia sangat mementingkan
kehidupan spiritual sehingga akhirnya tak lama kemudian tahta diserahkan kepada
adiknya Sunan Talaga Manggung.Tak banyak yang diketahui pada masa pemerintahan
raja ini selain kepindahan dia dari Talaga ke daerah Cihaur Maja.
3.
Pemerintahan Sunan Talaga Manggung
Sunan
Talaga Manggung merupakan raja yang terkenal sampai sekarang karena sikap dia
yang adil dan bijaksana serta perhatian dia terhadap agama Hindu, pertanian,
pengairan, kerajinan serta kesenian rakyat. Hubungan baik terjalin dengan
kerajaan tetangga maupun kerajaan yang jauh, seperti misalnya dengan Kerajaan
Majapahit, Kerajaan Pajajaran, Kerajaan Cirebon maupun Kerajaan Sriwijaya. Dia
berputera dua, yaitu Raden Pangrurah dan Ratu Simbarkencana. Raja wafat akibat
penikaman yang dilakukan oleh suruhan Patih Palembang Gunung bernama Centang
Barang. Kemudian Palembang Gunung menggantikan Sunan Talaga Manggung dengan
beristrikan Ratu Simbar Kencana. Tidak beberapa lama kemudian Ratu Simbar
Kencana membunuh Palembang Gunung atas petunjuk hulubalang Citrasinga dengan
tusuk konde sewaktu tidur. Dengan meninggalnya Palembang Gunung, kemudian Ratu
Simbarkencana menikah dengan turunan Panjalu bernama Raden Kusumalaya Ajar
Kutamanggu dan dianugrahi delapan orang putera di antaranya yang terkenal
sekali putera pertama Sunan Parung.
4.
Pemerintahan Ratu Simbarkencana
Sekitar
awal abad XIV Masehi, dalam tampuk pemerintahannya Agama Islam menyebar ke
daerah-daerah kekuasaannya dibawa oleh para Santri dari Cirebon.juga diketahui
bahwa tahta pemerintahan waktu itu dipindahkan ke suatu daerah disebelah Utara
Talaga bernama Walangsuji dekat kampung Buniasih.Ratu Simbarkencana setelah
wafat digantikan oleh puteranya Sunan Parung.
5.
Pemerintahan Sunan Parung
Pemerintahan
Sunan Parung tidak lama, hanya beberapa tahun saja. Hal yang penting pada masa
pemerintahannya adalah sudah adanya Perwakilan Pemerintahan yang disebut Dalem,
antara lain ditempatkan di daerah Kulur, Sindangkasih, Jerokaso Maja. Sunan
Parung mempunyai puteri tunggal bernama Ratu Sunyalarang atau Ratu Parung.
Putri Sunan Parung, yang bernama Ratu Pucuk Umun menikah dengan Pangeran
Santri yang menjadi penerus Kerajaan Sumedang Larang
6.
Pemerintahan
Ratu Sunyalarang
Sebagai
puteri tunggal dia naik tahta menggantikan ayahandanya Sunan Parung dan menikah
dengan turunan putera Prabu Siliwangi bernama Raden Rangga Mantri atau lebih
dikenal dengan Prabu Pucuk Umum. Pada masa pemerintahannya Agama Islam sudah
berkembang dengan pesat. Banyak rakyatnya yang memeluk agama tersebut hingga
akhirnya baik Ratu Sunyalarang maupun Prabu Pucuk Umum memeluk Agama Islam.
Agama Islam berpengaruh besar ke daerah-daerah kekuasaannya antara lain Maja,
Rajagaluh dan Majalengka. Prabu Pucuk Umum adalah Raja Talaga kedua yang
memeluk Agama Islam. Hubungan pemerintahan Talaga dengan Cirebon maupun
Kerajaan Pajajaran baik sekali. Sebagaimana diketahui Prabu Pucuk Umum adalah
keturunan dari prabu Siliwangi karena dalam hal ini ayah dia yang bernama Raden
Munding Sari Ageung merupakan putera dari Prabu Siliwangi. Jadi pernikahan
Prabu Pucuk Umum dengan Ratu Sunyalarang merupakan perkawinan keluarga dalam
derajat ke-IV.Hal terpenting pada masa pemerintahan Ratu Sunyalarang adalah
Talaga menjadi pusat perdagangan di sebelah Selatan. Ratu Sunyalarang saudara
dengan Ratu Pucuk Umun suami Pangeran
Santri.
7.
Pemerintahan Rangga Mantri atau Prabu Pucuk Umum
Dari
pernikahan Raden Rangga Mantri dengan Ratu Parung (Ratu Sunyalarang putri Sunan
Parung, saudara sebapak Ratu Pucuk Umun suami Pangeran
Santri) melahirkan enam orang putera yaitu Prabu Haurkuning, Sunan Wanaperih,
Dalem Lumaju Agung, Dalem Panuntun, Dalem Panaekan. Akhir abad XV Masehi,
penduduk Majalengka telah beragama Islam. Dia sebelum wafat telah menunjuk
putera-puteranya untuk memerintah di daerah-daerah kekuasaannya, seperti
halnya : Sunan Wanaperih memegang tampuk pemerintahan di
Walagsuji; Dalem Lumaju Agung di kawasan Maja; Dalem Panuntun di Majalengka
sedangkan putera pertamanya, Prabu Haurkuning, di Talaga yang selang kemudian
di Ciamis. Kelak keturunan dia banyak yang menjabat sebagai Bupati.Sedangkan
dalem Dalem Panaekan dulunya dari Walangsuji kemudian berpindah-pindah menuju
Riung Gunung, Sukamenak, Nunuk Cibodas dan Kulur. Prabu Pucuk Umum dimakamkan
di dekat Situ Sangiang Kecamatan Talaga.
8.
Pemerintahan
Sunan Wanaperih
Terkenal
Sunan
Wanaperih, di Talaga sebagai seorang Raja yang memeluk Agama Islam
pun juga seluruh rakyat di negeri ini semua telah memeluk Agama Islam. Dia
berputera enam orang, yaitu :
Ø Dalem Cageur,
Ø Dalem Kulanata,
Ø Apun Surawijaya atau Sunan Kidul,
Ø Ratu Radeya,
Ø Ratu Putri,
Diceritakan
bahwa Ratu Radeya menikah dengan Arya Saringsingan sedangkan Ratu Putri menikah
dengan putra Syekh Abdul Muhyi dari Pamijahan bernama Sayid
Faqih Ibrahim lebih dikenal Sunan Cipager.
Dalem Wangsa Goparana pindah ke Sagalaherang, kelak keturunan dia ada yang
menjabat sebagai bupati seperti Bupati Wiratanudatar I di Cikundul. Sunan
Wanaperih memerintah di Walangsuji, tetapi dia digantikan oleh puteranya Apun
Surawijaya, maka pusat pemerintahan kembali ke Talaga.
Putera
Apun Surawijaya bernama Pangeran Ciburuy atau disebut juga Sunan Ciburuy atau
dikenal juga dengan sebutan Pangeran Surawijaya menikah dengan putri Cirebon
bernma Ratu Raja Kertadiningrat saudara dari Panembahan Sultan Sepuh III
Cirebon.Pangeran Surawijaya dianungrahi 6 orang anak yaitu Dipati Suwarga,
Mangunjaya, Jaya Wirya, Dipati Kusumayuda, Mangun Nagara, Ratu Tilarnagara.
Ratu Tilarnagara menikah dengan Bupati Panjalu (Kerajaan Panjalu Ciamis) yang bernama Pangeran Arya Sacanata
yang masih keturunan Prabu Haur Kuning. Pengganti Pangeran Surawijaya ialah Dipati
Suwarga menikah dengan Putri Nunuk dan berputera dua orang, yaitu
Pangeran Dipati Wiranata, Pangeran Secadilaga atau pangeran Raji. Pangeran
Surawijaya wafat dan digantikan oleh Pangeran Dipati Wiranata dan setelah itu
diteruskan oleh puteranya Pangeran Secanata, Raga Sari yang menikah dengan Ratu
Cirebon mengantikan Pangeran Secanata. Arya Secanata memerintah ± tahun 1762;
pengaruh V.O.C. sudah terasa sekali. Hingga pada tahun-tahun tersebut
pemerintahan di Talaga diharuskan pindah oleh V.O.C. ke Majalengka. Karena hal
inilah terjadi penolakan sehingga terjadi perlawanan dari rakyat
Talaga.Peninggalan masa tersebut masih terdapat di museum Talaga berupa pistol
dan meriam.
Situs Dan Budaya Nunuk Baru, sejarah
berdirinya Kerajaan Talaga Manggung
Desa
Nunuk Baru berada di wilayah Kecamatan
Maja di sebelah Selatan Kota Kabupaten Majalengka, sekaligus bisa
menjadi jalur Alternatif dari Kota Majalengka Menuju Kecamatan Talaga dan
Kecamatan Bantarujeg.Di Desa Nunuk Baru sendiri banyak makom keramat yang erat
hubunganya dengan sejarah Kerajaan Talaga Manggung (sekarang Talaga) dan
untuk kekinian adalah berdirinya Kota Majalengka, adapun Makam Keramat Tersebut
di antaranya :
1.
Makam Pajaten atau Pajatian ( Makam Ibu Arya Saringsingan
)
Makam pajaten terletak disebelah
barat Blok Nunuk dipinggir kali cisuluheun dilokasi sawah pajaten, Ibu Arya
adalah asli putri lahiran Nunuk yang menjadi Istri Kedua (Selir) Raja Talaga
yaitu Prabu Pucuk Umun. Adapun Hasil Pernikahan Prabu Pucuk Umun dengan Ibu
Arya telah melahirkan Seorang Putra yang Bernama Raden Arya Saringsingan yang
makamnya sekarang berlokasi di Desa Banjaran Girang. Raden Arya Saringsingan
diangkat Oleh raja Talaga sebagai Senopati/Panglima tertinggi Kerajaan Talaga,
yang mempunyai kesaktian Luar biasa dengan memegang senjata Tombak Naga Kaki
Lima Centang Barang.
2.
Makam Cileuweung ( Makam Hariyang Banga )
Makam cileuweung terletak di sebelah
Barat Daya Blok Nunuk Desa Nunuk Baru. Hariyang Banga adalah Putra dari ibu
Dewi Pangrenyep istri Raja Pajajaran, dicileuweung sendiri ada tiga makam
keramat di antaranya makam Mbah Hariyang Banga, Makam Ibu Langensari, Makam
Mbah Haji Kasakten. Dicileuweung sendiri dulunya ada sebuah sendang/kolam
mata air yang sampai sekarang air tersebut sering dikeramatkan oleh sebagian
masyarakat untuk maksud-maksud tertentu, di antaranya yang mempunyai Niat
berkecimpung di dunia Pemerintahan.
3.
Makam Kosambi (Makam Mbah Prabustika)
Makam kosambi terletak dilokasi
sawah kosambi sebelah timur Blok Nunuk, Nama asli Mbah Prabustika adalah Mbah
Jupri. Mbah Jupri adalah seorang kepala pemerintahan kerajaan yang ada
dilokasi Nunuk, dia adalah seorang ulama yang dihormati dan mempunyai kesaktian
sangat Tinggi. Singkat cerita Mbah Jupri ditangkap oleh musuh kemudian
dikampa/jepit oleh jepitan minyak sampai dianggap telah meninggal tetapi
ternyata waktu dibuka dia malah tertawa terbahak-bahak. Kemudian Mbah
Jupri dihanyutkan kesungai yang sedang Banjir tetapi bukanya hanyut kehilir
malah hanyut kearah Hulu, dan akhirnya semua musuh pada ketakutan, maka Mbah
Jupri Mendapat gelar Prabustika yang dianggap dalam tubuhnya terdapat Mustika
kesaktian.
Acara GUAR BUMI
4.
Makam Panguyangan Gede (Makam Mbah Dipati Ukur)
Makam ini terletak disebelah selatan
Blok Nunuk yang posisinya agak diatas/bukit dari Blok Nunuk. Nama asli
yang dimakamkan di Panguyangan Gede adalah Mbah Sugenda dengan gelar kehormatan
Mbah Dipati Ukur yang berpangkat Adipati, dan tugas dari Mbah Sugenda adalah
sebagai Pengukuran tanah seluruh Jawa lintas Negara, yang mempunyai keajaiban
luar biasa, di antaranya pada saat melakukan pengukuran tanah dia tidak pernah
turun dari kuda dan melakukan pengukuran dengan berjalan Mundur. Di
antarakelebihan dia adalah mempunyai kekayaan berlimpah dengan banyaknya gudang-gudang
padi, yang sering dipakai untuk menolong orang banyak yang dalam kesusahan,
pakir miskin, yatim piatu, dan orang-orang jompo lainya. Maka makam tersebut
diberi nama Panguyangan Gede. Sampai sekarang masyarakat Nunuk selalu
melakukan Ritual dimakam ini apabila musim bercocok tanam dimulai dengan
istilah Guar Bumi.
5.
Makam Gunung Taneuh (Mbah Prabu
Jaya)
Makam ini terletak di sebelah timur
Blok Nunuk dan sebelah selatan Blok Babakan Desa Nunuk Baru lokasinya berada
diatas Bukit yang dikelilingi sawah. Nama asli yang dimakamkan adalah Mbah Sang
Prabu Jaya dengan gelar Kehormatan Mbah Luhung, dia adalah seorang Kiyai/Ulama
yang disegani oleh semua orang, dimana dia ini salah satu penyebar agama islam
di wilayah Nunuk dan sekitarnya. Mbah Sang Prabu Jaya banyak mempunyai
kesaktian dengan ilmu yang sangat tinggi, sehingga dia mendapat gelar
kehormatan Mbah Luhung. Sampai sekarang makam ini selalu ramai dikunjungi
peziarah dari mana-mana terutama orang-orang yang mempunyai anak yang akan
menempuh pendidikan dari tingkat dasar sampai tingkat selanjutnya.
Sumber
: Google Wikipedia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar