KISAH
KERATON YOGYAKARTA
Orientasi
Istana atau Keraton Kasultanan Ngayogyakarta
Hadiningrat dirancang sendiri oleh Sultan Hamengkubuwana I saat mendirikan
Kasultanan. Keahliannya dalam bidang arsitektur antara lain dihargai oleh Dr.
Pigeund dan Dr. Adam, yaitu para peneliti berkebangsaan Belanda. Bagian-bagian
keraton adalah
(1) Kompleks Alun-alun Lor yang terdiri dari sub kompleks: Gladhak-Pangurakan, Alun-alun Lor, Masjid
Ageng, dan Pagelaran;
(2) Kompleks Siti Hinggil Lor;
(3) Kompleks Kamandhungan Lor;
(4) Kompleks Sri Manganti;
(5) Kompleks Kedhaton yang terdiri dari sub kompleks: Pelataran Kedhaton, Kasatriyan, Kaputren, dan Karaton Kilen;
(6) Kompleks Kamagangan;
(7) Kompleks Kamandhungan Kidul;
(8) Kompleks Siti Hinggil Kidul; dan
(9) Kompleks Alun-alun Kidul dan Plengkung
Nirbaya.
Keraton Yogyakarta Ngayogyakarta Hadiningrat selain
merupakan kediaman resmi Sultan, saat ini juga berfungsi sebagai salah satu
cagar budaya masyarakat Jawa. Sebagai pusat budaya, keraton sering melaksanakan
kegiatan-kegiatan budaya dan merupakan salah satu tujuan pariwisata Daerah
Istimewa Yogyakarta, yang sering didatangi para wisatawan dalam dan luar
negeri.
Keluarga
Inti
Ø
RA Artie Ayya Fatimasari
Ø
RM Drasthya Wironegoro
Ø
RM Gustilantika Marrel Suryokusumo
Ø
RA Nisaka Irdina Yudhonegoro
Keluarga
Besar
Ø
GKR Anom (alm) lahir
BRAjG Sri Murhanjati
KPH Hadibrata (alm) lahir Kolonel Budi Permana
KPH Hadibrata (alm) lahir Kolonel Budi Permana
Ø
GBRAy Murdokusumo lahir BRAj Sri Murdiyatun
KRT Murdokusumo (alm)
KRT Murdokusumo (alm)
Ø
GBRAy Riyokusumo lahir BRAj Sri Kuswarjanti
Ø
GBRAy Darmokusumo lahir BRAj Sri Muryati
KRT Darmokusumo (alm)
KRT Darmokusumo (alm)
Ø
GBRAy Padmokusumo lahir BRAj Sri Kusuladewi
KRT Padmokusumo
KRT Padmokusumo
Ø
KGPH Hadikusumo lahir
BRM Murtyanta (alm)
BRAy Hadikusumo lahir Dr. Sri Hardani
BRAy Hadikusumo lahir Dr. Sri Hardani
Ø
GBPH Hadisuryo lahir
BRM Kaswara
BRAy Hadisuryo lahir Andinidevi
BRAy Hadisuryo lahir Andinidevi
Ø
GBPH Prabukusumo lahir BRM Harumanto
BRAy Prabukusumo lahir Kuswarini
BRAy Prabukusumo lahir Kuswarini
Ø
GBPH Pakuningrat lahir BRM Anindita
Ø
GBPH Yudhaningrat lahir BRM Sulaksmana
BRAy Yudhaningrat lahir Rr Endang Hermaningrum
BRAy Yudhaningrat lahir Rr Endang Hermaningrum
Ø
GBPH Candraningrat lahir BRM Habirama
BRAy Candraningrat lahir Hery Iswanti
BRAy Candraningrat lahir Hery Iswanti
Ø
GBPH Cakraningrat lahir BRM Prasasta
BRAy Cakraningrat lahir Laksmi Indra Suharjana
BRAy Cakraningrat lahir Laksmi Indra Suharjana
Ø
GBPH Suryodiningrat lahir BRM Arianta
BRAy Suryodiningrat lahir Farida Indah
BRAy Suryodiningrat lahir Farida Indah
Ø
GBPH Suryomataram lahir BRM Sarsana
BRAy Suryomataram lahir Safarina Malik
BRAy Suryomataram lahir Safarina Malik
Ø
GBPH Hadinegoro lahir
BRM Harkamaya
BRAy Hadinegoro lahir Iceu Cahyani
BRAy Hadinegoro lahir Iceu Cahyani
Ø
GBPH Suryonegoro lahir BRM Swatindra
BRAy Suryonegoro (alm)
BRAy Suryonegoro (alm)
Masalah suksesi Kraton
Sultan
Hamengkubuwana X menghadapi persoalan terkait penerusnya karena tidak memiliki
putra. Masalah ini mengemuka ketika terjadi pembahasan Raperda Istimewa tentang
Pengisian Jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur sampai Sultan HB X secara
mendadak mengeluarkan Sabdatama
pertama pada 6 Maret
2015. Dalam UU No. 13
Tahun 2012 tentang Keistimewaan Yogyakarta Pasal 18 ayat (1) huruf m
disebutkan bahwa salah satu syarat menjadi gubernur DIY adalah "menyerahkan daftar riwayat hidup yang
memuat, antara lain riwayat pendidikan, pekerjaan, saudara kandung, istri, dan
anak;" yang dianggap hanya memberikan kesempatan kepada laki-laki
untuk menjadi kandidat Sultan selanjutnya.
Sabda
Raja
Pada tanggal 30 April 2015, Sri Sultan
Hamengkubuwana X mengeluarkan sabdaraja
pertama kalinya yang berisikan lima poin sebagai berikut :
1) Perubahan
gelar. Buwono (Buwana) diubah menjadi Bawono (Bawana).
2) Gelar Khalifatullah dihapuskan, serta
penambahan frasa Suryaning Mataram.
3) Kaping sadasa diubah menjadi Kasepuluh.
6) Gelar baru
Sultan setelah Sabdaraja yakni Ngarsa
Dalem Sampeyan Dalem Ingkang Sinuwun Kanjeng Sultan Hamengku Buwono
Senopati-ing-Ngalaga Abdurrahman Sayidin Panatagama Khalifatullah Ingkang
Jumeneng Kaping Sadasa ing Ngayogyakarta Hadiningrat menjadi Ngarsa Dalem Sampeyan Dalem Ingkang Sinuwun
Sri Sultan Hamengku Bawono ingkang Jumeneng Kasepuluh Suryaning Mataram
Senopati-ing-Ngalaga Langgeng ing Bawana, Langgeng, Langgeng ing Tata
Panatagama.
7)
Dhawuhraja
8) Pada
tanggal 5 Mei
2015, Sultan
mengeluarkan dhawuhraja kedua
kalinya yang berisikan salah satu putri pertamanya, GKR Pembayun diangkat
menjadi GKR Mangkubumi Hamemayu Hayaning Bawono Langgeng ing Mataram
9) Kejadian
ini menuai kontroversi dari keluarga Kraton. Anak dan adik-adik Sultan
berziarah makam di Pemakaman Imogiri dengan tujuan meminta maaf
kepada leluhur keluarga raja-raja Mataram terkait Sabdaraja tersebut.
Ngudar sabda
Pada
tanggal 31 Desember
2015, Sri
Sultan Hamengkubuwana X mengeluarkan ngudar sabda sebagai berikut:
1)
Ngudar
sabda adalah berdasarkan perintah dari Allah subhanahu wa ta'ala.
2)
Pewaris
tahta tidak bisa diturunkan kecuali putra/inya.
3)
Siapa
pun yang tidak menuruti perintah raja akan dicabut gelar dan kedudukannya.
4) Siapa
pun yang tidak sependapat dengan pernyataannya dipersilakan pergi dari Bumi Mataram.
Peristiwa
Penting
Abad ke-18
1) 1749, 12 Desember,
Pangeran Mangkubumi diangkat sebagai raja Mataram oleh pengikutnya dan para
bangsawan senior dari Surakarta dengan gelar Susuhunan Paku Buwono Senopati
Ingalaga Ngabdurahman Sayidin Panatagama.
2) 1750, RM Said (MN I) yang
telah menjadi perdana menteri P Mangkubumi menggempur Surakarta.
3) 1752, Mangkubumi berhasil
menggerakkan pemberontakan di provinsi-provinsi Pasisiran (daerah pantura Jawa)
mulai dari Banten sampai Madura. Perpecahan Mangkubumi-RM Said.
4) 1754, Nicolas Hartingh
menyerukan gencatan senjata dan perdamaian. 23 September,
Nota Kesepahaman Mangkubumi-Hartingh. 4 November,
PB III meratifikasi nota kesepahaman. Batavia walau keberatan tidak punya
pilihan lain selain meratifikasi nota yang sama.
5)
1755, 13 Februari,
Perjanjian Palihan Nagari di desa Giyanti. P Mangkubumi mengambil gelar baru:
Sampeyan Ingkang Ndalem Sinuwun Sultan Hamengku Buwono Senopati Ing-Ngalaga
Ngabdurahman Sayidin Panatagama Khalifatullah. Yudonegoro, Gubernur Banyumas,
menjadi Pepatih Dalem Danurejo I.
7)
1773, Angger Aru-biru yang
menjadi acuan dalam peradilan yang pertama disahkan.
8)
1774, Putra mahkota (kelak
HB II) menulis buku Serat Raja Surya yang kemudian menjadi pusaka.
9)
1785, Perbentengan besar
bergaya di sekeliling istana dibangun secara mendadak dan diselesikan dalam 2
tahun.
10)
1792, HB I wafat. Sultan
HB II berusaha mengabaikan control VOC.
11)
1799, Danurejo I wafat dan
diganti cucunya dengan gelar Danurejo II.
Abad ke-19
1)
1808, 28 Juli,
Daendels mengeluarkan peraturan baru tentang penggantian residen dengan
minister dan perubahan kedudukannya yang sejajar dengan Sultan dan Sunan.
2)
1810, Awal prahara politik
Yogyakarta yang akan berlangsung sampai 1830. HB II menolak
mentah-mentah kebijakan Daendels mengenai perubahan kedudukan minister.
Danurejo II dipecat dan digantikan oleh Notodiningrat (PA II). Atas tekanan
Daendels Danurejo II mendapatkan kembali kedudukannya. 31 Desember
Daendels memberhentikan HB II dengan kekuatan militer dan mengangkat putra
mahkota menjadi HB III serta merampas kekayaan istana.
3)
1811, Daendels menghapus
uang sewa pesisir yang menjadi pemasukan keuangan negara. September/Oktober,
HB II merebut kembali takhtanya. HB III dikembalikan dalam posisi putra
mahkota. Oktober Danurejo II dibunuh di istana. Sindunegoro (Danurejo III)
menjadi Pepatih Dalem.
4)
1812, 18 Juli-20 Juli,
Kolonel Gillespie memimpin pasukan Inggris menyerang Yogyakarta. HB II
dimakzulkan dan dibuang ke Penang (wilayah Malaysia sekarang). 1 Agustus,
HB III menandatangani perubahan pemerintahan dan demiliterisasi birokrasi
kerajaan.
5)
1813, 13 Maret,
Notokusumo diangkat menjadi Kangjeng Gusti Pangeran Adipati Paku Alam yang
mengepalai sebuah principality yang terlepas dari Yogyakarta. Sindunegoro
diganti oleh Bupati Jipan yang bergelar Danurejo IV.
6)
1814, Sultan HB III wafat,
putra mahkota yang masih berusia 9/10 tahun diangkat menjadi HB IV. PA I yang
tidak disukai oleh istana ditunjuk Inggris menjadi wali sampai 1821.
7)
1816, Inggris menyerahkan
kembali daerah jajahan kepada Hindia Belanda.
8)
1817, 6 Oktober
Kitab Angger-angger sebagai Kitab Undang-undang Hukum (KUH) ditetapkan bersama
Yogyakarta dan Surakarta.
9)
1823, HB IV dibunuh oleh
seorang agen Belanda. Putra mahkota yang masih berusia 3(4) diangkat menjadi HB
V. Sebuah dewan perwalian yang terdiri atas Ibu Suri, Nenek Suri, P.
Mangkubumi, P Diponegoro dan Danurejo IV dibentuk.
10)
1825, Belanda menyerang
kediaman P Diponegoro mengawali perang Jawa 1825-1830. Banyak bangsawan
Yogyakarta mendukung P Diponegoro.
11)
1826, HB II dipulangkan
dari Ambon untuk meredakan perang namun tidak membawa hasil.
12)
1828, HB II wafat, HB V
kembali diangkat di bawah dewan perwalian baru.
Abad ke-20
1904, Hindia Belanda
mengambil alih penguasaan dan pengelolaan atas hutan di wilayah Kesultanan.
1)
1908, 20 Mei,
Budi Utomo
didirikan oleh Mas Ngabehi Wahidin Sudirohusodo, seorang pegawai
kesehatan.
2)
1912, 18 November,
Muhammadiyah
didirikan oleh Mas Ketib Amin Haji Ahmad Dahlan,
seorang Imam Kerajaan.
3)
1915, APBN Kesultanan
Yogyakarta mulai dipisah menjadi dua APBN.
4)
1916, Pengadilan Bale
Mangu dihapus oleh Hindia Belanda.
5)
1917, Pengadilan Pradoto
dihapus oleh Hindia Belanda.
6)
1918, Perubahan hak atas
tanah di wilayah Kesultanan.
7)
1921, Sultan HB VIII
bertakhta. Kesultanan Yogyakarta memiliki dua APBN.
8)
1922, Taman Siswa
didirikan oleh Ki Hajar Dewantara, seorang kerabat Paku Alaman.
9)
1933, 30 November,
Danurejo VIII
dilantik menggantikan Danurejo VII.
12)
1943, Sultan membentuk
Paniradya untuk mengurangi kekuasaan Pepatih Dalem.
13) 1945, 15 Juli, Danurejo VIII diberhetikan karena pensiun. 1 Agustus, Restorasi HB IX. 5 September, Kesultanan
Yogyakarta berintegrasi dengan Indonesia. 30 Oktober, HB IX dan PA VIII menyerahkan kekuasaan legeslatif
kepada BP KNID Yogyakarta.
5 September: Amanat Sultan HB X bahwa Negeri Ngajogyokarto Hadinigrat adalah daerah
istimewa dari Negara Republik Indonesia.
1946, 4 Januari, kedudukan Pemerintah Indonesia dipindah ke
Yogyakarta atas jaminan kesultanan. 18 Mei, Pembentukan Daerah Istimewa Yogyakarta oleh
Kesultanan dan Paku Alaman.
2) 1950, 4 Maret, Daerah Kesultanan Yogyakarta dan Daerah Paku Alaman
ditetapkan menjadi Daerah Istimewa Yogyakarta, sebuah daerah berotonomi khusus
setingkat provinsi, dan mulai berlaku pada 15 Agustus.
Glosarium
Ø
ISKS: Ingkang
Sinuwun Kangjeng Sultan.
Ø
Karaton: Istana,
tempat kedudukan Parentah Lebet dan tempat tinggal raja dan keluarganya.
Ø
Koo: Penguasa atas
daerah dengan status Kooti
Ø
Kooti: Daerah yang
memiliki pemerintahan sendiri yang tunduk kepada Kekaisaran Jepang.
Ø
Kutagara: lihat Nagari
Ø
Kuta nagara: lihat Nagari
Ø
Manca nagara:
Teritori/negara asing yang ditaklukkan oleh raja dan menjadi wilayah kerajaan
paling luar yang diperintah oleh para bupati (Gubernur) yang ditunjuk oleh raja
atau mantan penguasa daerah yang telah tunduk.
Ø
Nagara Agung: Teritori yang
mengelilingi teritori Nagari, tempat tanah lungguh pejabat kerajaan.
Ø
Nagari: Teritori
ibukota, tempat kedudukan Parentah Jawi dan tempat kediaman para pangeran dan
pejabat tinggi kerajaan.
Ø
Parentah Ageng Karaton: Pemerintahan
Istana (Imperial House) yang
bertugas mengkoordianasikan semua bagian pemerintahan dalam istana.
Ø
Parentah Jawi: Pemerintahan
yang berpusat di nagari (teritori ibukota) dan dikepalai oleh Pepatih Dalem.
Ø
Parentah Lebet: Pemerintahan
yang berpusat di karaton (istana) dan dikepalai oleh saudara atau putra Sultan.
Lihat Parentah Ageng Karaton.
Ø
Parentah Nagari: lihat
Parentah Jawi.
Ø
Pepatih Dalem: Perdana
menteri, orang kedua setelah Sultan dan Residen/Gubernur Hindia Belanda,
bertugas mengurus pemerintahan khususnya Parentah Jawi/Nagari.
Ø
Pepatih Jawi: Pembantu
Sultan untuk mengurus rakyat, mengurus Parentah Nagari, mengurus teritori Manca
nagara, dan menjalin hubungan dengan pemerintah Hindia Belanda. Dalam
perkembangannya disebut dengan Pepatih Dalem.
Ø
Pepatih Lebet: Pembantu
Sultan untuk mengurus keluarga kerajaan dan Parentah Lebet. Dalam perkembangannya
jabatan ini dihapus; sebagian kewenangannya diambil oleh Pepatih Dalem dan
sebagian lain diserahkan pada saudara atau putra Sultan.
Ø
Tanah Lungguh: Tanah Jabatan
(Appenage Land), tanah yang
hasilnya digunakan oleh pejabat sebagai ganti dari gaji bulanan.
Referensi
1) Chamamah Soeratno et. al. (ed) (2004). Kraton Yogyakarta:the history
and cultural heritage (2nd print). Yogyakarta and Jakarta: Karaton
Ngayogyakarta Hadiningrat and Indonesia Marketing Associations. 979-96906-0-9.
2) P.J. Suwarno (1994). Hamengku Buwono IX dan Sistem Birokrasi
Pemerintahan Yogyakarta 1942-1974: sebuah tinjauan historis. Yogyakarta:
Kanisius. ISBN 979-497-123-5.
3)
S. Margana (2004). Kraton Surakarta
dan Yogyakarta 1769-1874. Yogyakarta: Pustaka Pelajar dan The Toyota
Foundation.
Sumber : Google Wikipedia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar