Minggu, 07 Agustus 2022

KISAH SYEKH MAULANA MALIK IBRAHIM

KISAH WALISONGO 

SYEKH MAULANA MALIK IBRAHIM

 SYEKH MAULANA MALIK IBRAHIM

(Wali Penyebar Islam Pertama di Tanah Jawa)

Orientasi

Syekh Maulana Malik Ibrahim adalah salah satu “Wali Songo” penyebar agama Islam di nusantara, khususnya di Pulau Jawa. beliau merupakan seorang Imam termasyhur berasal dari Arabia, keturunan Zaenal Abidin dan sepupu Raja Chermen yang menetap bersama Mahomedans (orang-orang Islam) di Desa Leran Jenggala. Sementara itu berdasarkan prasasti makam Syekh Maulana Malik Ibrahim disebutkan bahwa beliau berasal dari Kashan (bi Kashan), sebuah tempat di Persia (Iran) (Sunyoto, 2016). Syekh Maulana Malik Ibrahim juga merupakan salah seorang tokoh penyebar agama Islam pertama di tanah Jawa dan merupakan wali tertua di antara “Wali Songo” lainnya (Drewes, 1968).

Syekh Maulana Malik Ibrahim merupakan seorang ahli tata negara berpengalaman. Beliau datang ke pulau Jawa pada tahun 1404 M. Jauh sebelum beliau datang, Islam sudah ada di nusantara walaupun sedikit, hal ini dibuktikan dengan adanya makam Fatimah binti Maimun yang nisannya bertuliskan tahun 1082 (Saputra, 2019).

Metode dakwah yang dilakukan Syekh Maulana Malik Ibrahim dalam proses Islamisasi Gresik pada abad ke-14 M yang tercatat dalam Babad Gresik I meliputi dua metode yaitu :

(1) Metode dakwah melalui jalur perdagangan dan

(2) Metode dakwah melalui pendidikan pesantren, sebagaimana ulasan sebagai berikut ini:

Metode Dakwah Perdagangan

Syekh Maulana Malik Ibrahim sejak kecil sudah memperoleh pendidikan agama Islam. Setelah dewasa beliau mendapatkan amanat untuk menyiarkan agama Islam sambil berdagang. Di sekitar wilayah Gresik, Syaikh Maulana Malik Ibrahim mulai menyiarkan agama Islam dengan mendirikan masjid pertama di Desa Pasucinan, Leran, Manyar. Aktifitas yang mula-mula dilakukan Syaikh Maulana Malik Ibrahim ialah berdagang di tempat terbuka dekat pelabuhan yang disebut Desa Rumo-saat ini disebut dengan Desa Roomo, yang menurut cerita setempat berkaitan dengan kata Rum (Persia), yaitu tempat kediaman orang Rum di sekitar pesisir Gresik (Sunyoto, 2016).

Kedatangan Syaikh Maulana Malik Ibrahim untuk berdagang dan mendakwahkan agama Islam disampaikan dalam Babad Gresik I, yang mengungkapkan bahwa “Syekh Maulana Malik Ibrahim menyebarkan agama Islam sambil berdagang agar tidak terlalu menyolok dan mampu diterima oleh masyarakat Gresik, kemudian rombongan ini menghadap Raja Majapahit Prabu Brawijaya tetapi beliau belum berkenan masuk agama Islam.” (Soekarman, 1990)

Berdasarkan ungkapan di atas, maka dapat diketahui bahwa awal dakwah Syekh Maulana Malik Ibrahim dimulai dengan media perdagangan. Hal tersebut menandakan kearifan yang dimiliki oleh beliau dalam hal bersosialisasi dengan masyarakat sekitar. Mengingat sebelumnya masyarakat Gresik masih menganut kepercayaan agama Hindu dan Buddha di bawah Kerajaan Majapahit pada kepemimpinan Raja Brawijaya terakhir.

Ketika berdagang tersebut, Syekh Maulana Malik Ibrahim justru menunjukkan kemahiran dan kebijaksanaan beliau dalam dunia perdagangan. Hal tersebut pada akhirnya mengundang simpati dari masyarakat sekitar dan Raja Majapahit hingga beliau diangkat menjadi kepala pelabuhan yang dikenal dengan sebutan “Syahbandar”. Melalui kekuasaan yang diberikan oleh Raja Majapahit tersebut, maka Syekh Maulana Malik Ibrahim diizinkan menyebarkan agama Islam di wilayah kerajaan Majapahit (Firdausy et al., 2019).

Metode Dakwah melalui  Pendidikan Pesantren

Syekh Maulana Malik Ibrahim merupakan ulama pertama yang membangun pesantren sebagai model pendidikan Islam, dengan mengadaptasi bentuk pendidikan biara dan asrama yang dipakai oleh pendeta dan biksu terkait proses belajar mengajar dalam agama Buddha. Syekh Maulana Malik Ibrahim membuka pendidikan pesantren di Desa Gapura untuk mendidik kader-kader pemimpin umat dan penyebar Islam kepada masyarakat di wilayah Majapahit yang sedang mengalami kemerosotan akibat perang saudara (Sunyoto, 2016). Oleh karena itu, Syekh Maulana Malik Ibrahim dijuluki sebagai ulama pionir yang menyebarkan Islam di tanah Jawa dengan menggunakan metode pendidikan pesantren (Firdausy et al., 2019).

Sumber:

1. Drewes, G. W. J. (1968) ‘New light on the coming of Islam to Indonesia?’, Bijdragen tot de Taal-, Land- en Volkenkunde, 124. doi: 10.1163/22134379-90002862.

2.  Firdausy, S. W. el et al. (2019) ‘Kiprah Syaikh Maulana Malik Ibrahim pada Islamisasi Gresik Abad ke-14 M dalam Babad Gresik I’, SULUK: Jurnal Bahasa, Sastra, dan Budaya, 1(1), pp. 1–10. doi: 10.15642/suluk.2019.1.1.1-10.

3.  Saputra, F. F. N. (2019) ‘Metode Dakwah Wali Songo dalam Penyebaran Islam di Jawa dalam Buku Atlas Wali Songo Karya Agus Sunyoto dan Relevansinya dengan Materi SKI Kelas IX’, p. 88.

4. Sunyoto, A. (2016) Atlas Wali Songo: buku pertama yang mengungkap Wali Songo sebagai fakta sejarah. Tanggerang: Pustaka IIMaN.

Departemen Syiar UKM ASC

Kisah Dakwah Sunan Maulana Malik Ibrahim,

Wali Pertama Penyebar Islam di Tanah Jawa

Syekh Maulana Maghribi atau  Maulana Malik Ibrahim atau Makhdum Ibrahim Al- Samarqandi. Itulah deretan nama lain dari Maulana Malik Ibrahim, meski banyak nama Ia lebih terkenal dengan nama Sunan Gresik, bahkan orang Jawa menyebutnya Asmorokondi.Ia merupakan salah satu anggota Wali Songo yang dianggap orang pertama menyebarkan Islam di tanah Jawa. 

Asal-Usul Sunan Gresik

Sunan Gresik atau Maulana Malik Ibrahim merupakan ulama  keturunan Arab, yang lahir di Samarkand, Uzbekistan, Asia Tengah abad ke-14. Tidak diketahui secara pasti asal-usulnya, tetapi beberapa catatan sejarah menyebut Ia keturunan pembesar dari Champa.

Kemudian ada yang mengatakan Malik Ibrahim berasal dari Arab. Namun catatan sejarah yang terbaru mengatakan Ia lahir di Champa selanjutnya berpindah ke Arab dan terakhir ke Gujarat, India

Berniaga dan Berdakwah

Kisah perjalanan dakwah Sunan Gresik di nusantara berawal dari kedatangannya bersama saudaranya bernama Maulana Mahpur dan Sayid Yusuf Mahpur beserta 40. pengiring di pelabuhan Gresika atau Gerwarasi tahun 1293 H/ 1371 M  di tanah Jawa.

Dalam perjalanan dakwahnya Syekh Maulana Ibrahim melakukan pendekatan sosial budaya melalui pergaulan dan perdagangan. Untuk mencapai visi, misi dakwahnya Ia terjun langsung ke masyarakat kemudian tinggal berbaur masyarakat setempat.

Ia memilih menetap di Desa Sembalo, atau sekarang dikenal Leran, Kecamatan Manyar, Kabupaten Gresik, Jawa Timur, yang bertujuan  saat itu berdagang dan menyebarkan ajaran Islam. Ia tidak segan bercengkrama dan bergaul  dengan penduduk setempat.

Saat itu, masyarakat tempat Ia tinggal di Desa Sembalo masih menganut kepercayaan Hindu-Budha dengan segala adat istiadatnya. Melihat kepercayaan masyarakat Sembalo, Syekh Malik Maulana membiarkannya dan Ia tidak menentangnya. Dari sinilah akhirnya penduduknya tertarik masuk Islam 

Setelah berhasil memikat masyarakat setempat langkah selanjutnya, Ia berdagang di pelabuhan terbuka yang sekarang dinamakan Desa Roomo, Manyar. Dari media berdagang ini pula Ia banyak dikenal masyarakat luas.

Perjalanan dakwah  berikutnya Syekh Malik Ibrahim melakukan kunjungan ke Trowulan Ibukota Kerajaan Majapahit. Di kota ini Ia tinggal di Desa Sawo, Kota Gresik bertujuan mengajak Raja Majapahit Wikrama Wardhana (1386-1429) masuk Islam, namun sang raja tidak berkenan masuk Islam.

Meski Raja Wikrama Wardhana  tidak berkenan masuk Islam, Syekh Malik Ibrahim diberi hadiah sebidang tanah di pinggir kota Gresik yang bernama Desa Gapura. Hal ini sebagaimana dalam catatan sejarah prasasti Patapan yang dikeluarkan Raja Wikrama Wardhana. Di kota Gresik menurut Azyumardi Azra dalam bukunya berjudul “Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII dan XVIII” menyebutkan Syekh Malik Ibrahim membangun sebuah pusat pengembangan Islam yang dinamakan Gresik.

Ketika Syekh Malik Ibrahim datang ke Gresik  keadaannya memprihatinkan. Saat itu, perang Majapahit bergejolak masyarakat sekitarnya merasakan dampaknya yang luar biasa,  Kemorosotan moral tidak terkendali, hingga kemiskinan melanda kawasan itu. Masyarakat masih memeluk ajaran Hindu-Budha yang masih mengenal kasta Waisa dan Sudra. 

Kemudian, ajaran animisme dan dinamisme begitu mengakar kuat dalam kehidupan masyarakat setempat. Keadaan seperti itu Ia tidak ikut campur, tetapi membiarkannya adat istiadat yang sedang berlangsung. Ia terdorong mengenalkan dan  menyebarkan ajaran Islam dengan metode dakwah yang berbeda.

Dari sinilah Ia  akhirnya mendirikan sebuah pesantren untuk mendidik kader pemimpin dan menyebarkan Islam. Selain itu, Ia mendirikan masjid di Desa Pesucian tahun 1398 M. Ia kemudian menetap dan berdagang sembari memperhatikan kehidupan masyarakat sekitar.

Ia membuka warung menyediakan bahan kebutuhan pokok dengan harga murah. Harga murah  yang ditawarkan Syekh Maulana sebagai cara meringankan beban ekonomi rakyat. Saat berjualan inilah Ia menyisipkan serta menyebarkan ajaran Islam di sela-sela berdagang. 

Selain itu, Syekh Maulana juga mengajarkan masyarakat yang waktu itu masih menganut ajaran Budha Hindu sistem  bercocok tanam. Ia memang ahli pertanian yang memberii saran kepada masyarakat, misalnya masalah perairan sembari mempengaruhi  mereka  dengan metode dakwah mereka  tertarik masuk Islam.

Ajaran Islam tidak mengenal kasta yang membuat masyarakat di daerah  tersebut tertarik masuk Islam. Terlebih lagi sikap Syekh Malik Ibrahim memiliki kepribadian ramah dan supel mendorong perkembangan Islam maju pesat. 

Setelah sekian lama berdakwah di daerah Gresik. Selanjutnya Ia pergi ke kota Trowulan untuk mengajak Raja Majapahit Brawijaya masuk Islam, namun mengalami kegagalan. Walaupun gagal Brawijaya mengizinkan Syekh Malik Ibrahim menyebarkan Islam.

Diceritakan, Prabu Brawijaya memberikan sebidang tanah di Desa Gapura kepada Syekh Malik, sebagai maksud supaya rakyat tidak memberontak terhadap raja. Karena rajanya beragama Hindu. Ada yang menyebut Prabu Brawijaya mau masuk Islam bila Dewi Sari putri raja Cermain menikah dengannya. 

Namun, takdir berkata lain Dewi Sari menolaknya dan tidak lama kemudian rombongan dari Cermain istirahat di Leran. Di tempat tersebut terjadi peristiwa yang mengenaskan banyak rombongan terkena penyakit dan akhirnya wafat, termasuk Dewi Sari.

Kisah Syekh Maulana Malik Ibrahim 

Tidak hanya berdagang, Ia juga berprofesi sebagai tabib  mengobati masyarakat secara gratis. Dikisahkan, Ia pernah mengobati isteri raja Majapahit yang berasal dari Champa. Saat  pengobatan berlangsung itulah Sunan Gresik berhasil mengislamkan isteri raja tersebut.

Kisah Syekh  Malik Ibrahim lain  yang menginspirasi, yaitu: shalat Istisqa’. Dikisahkan, masyarakat saat itu sedang kelaparan, bahkan mereka sampai mengorbankan nyawa seorang gadis agar turun hujan.

Peristiwa itu, diketahui oleh Syekh Malik Ibrahim yang sedang mengembara bersama muridnya. Melihat kejadian tersebut, lalu Ia mengatakan ritual upacara seperti itu sudah tidak diperlukan lagi. Allah SWT tidak menginginkan lagi, tetapi apa yang terjadi pernyataan Malik Ibrahim ditantang oleh pembesar masyarakat untuk menurunkan hujan.

Semenjak itu, Ia mengajak muridnya untuk melaksanakan shalat istisqo. Namun, apa yang terjadi beberapa saat kemudian hujan pun turun. Hal ini membuat simpati masyarakat yang akhirnya tertarik dengan ajaran Islam. Tidak hanya masyarakat  yang tertarik ajaran Islam, tetapi murid-muridnya pun ikut diperkenalkan dengan ajaran Islam.

Gelar Sunan Gresik dan Julukan Kakek Bantal

Syekh Maulana Malik Ibrahim sering dikenal Sunan Gresik. Kemudian penamaan gelar Sunan Gresik dinisbatkan kiprahnya dalam menyebarkan Islam yang berpusat di Gresik.

Ia meninggal dunia 12 Robiul Awal tahun 822 H/ 1419 M dimakamkan di Gresik. Nisan pada makam begitu menarik terdapat tulisan Malik Ibrahim, yang terkenal sebutan Kakek Bantal. Penamaan kakek Bantal, karena Ia dapat membaur dengan masyarakat. 

Dan ada yang menyebut Ia dinamakan demikian pasalnya Ia selalu meletakakan kitabnya pada  bantal. Pendapat lain menyebut penamaan kakek bantal, karena Malik Ibrahim berilmu tinggi. Itulah  Kisah  Dakwah Sunan Maulana Malik Ibrahim, Wali Pertama Penyebar Islam di Tanah Jawa yang menginspirasi.

Kisah Syekh Maulana Malik Ibrahim,

Memiliki Karomah Turunkan Hujan dan Disegani Raja Majapahit

Kisah tentang Wali Songo telah tersohor di seluruh Nusantara. Para penyebar Agama Islam ini, selalu dekat dengan rakyat. Salah satunya adalah Syekh Maulana Malik Ibrahim, atau juga sering disebut sebagai Sunan Gresik.

Syekh Maulana Malik Ibrahim, merupakan salah seorang yang pertama menyebarkan Agama Islam di tanah Jawa. Dari sembilan anggota Wali Songo, Syekh Maulana Malik Ibrahim merupakan yang paling senior.

Dalam sejumlah catatan sejarah, disebutkan kedatangan Syekh Maulana Malik Ibrahim ke tanah Jawa, disertai oleh sejumlah pengikutnya dan menempati Desa Sembalo yang kini dikenal dengan wilayah Leran, Kecamatan Manyar, Kabupaten Gresik.

Dia juga mendirikan masjid pertama di Desa Pasucian, Kecamatan Manyar, Kabupaten Gresik. Syekh Maulana Malik Ibrahim, sering kali disebut-sebut memiliki karomah dalam menurunkan hujan saat musim kemarau yang berkepanjangan. Kisah karomah Syekh Maulana Malik Ibrahim tersebut, diawali saat dia mengembara dan bertemu dengan sekelompok orang yang tengah mengadakan upacara pengorbanan seorang gadis di atas bukit untuk meminta hujan. Dalam upacara itu, sang dukun telah siap menghujamkan sebilah pisau ke dada gadis cantik yang dijadikan persembahan bagi Dewa Hujan. Wanita itu adalah gadis ketiga yang dipersembahkan ke Dewa Hujan, setelah dua korban sebelumnya dipersembahkan namun tidak juga membuat hujan turun dari langit.

Melihat hal itu, dari kejauhan Syekh Maulana Malik Ibrahim berteriak lantang mencegah praktik persembahan manusia itu. Tetapi ujung pisau telah sampai ke dada si gadis malang. Namun keajaiban terjadi, pisau itu tak mampu menembus dadanya. Dukun itu merasa ada kekuatan gaib yang menghadang tenaganya menekan pisau ke dada gadis cantik itu. Sampai kemudian dukun itu terlempar jauh. Kemudian Syekh Maulana Malik Ibrahim mendekat. Dengan rasa marah, dukun itu menanyakan kenapa Syekh Maulana Malik Ibrahim menghalangi pelaksanaan upacara persembahan manusia itu.

"Sudah berapa gadis yang dikorbankan,?" tanya Syekh Maulana Malik . "Dua," jawab dukun itu. "Apakah setelah dua nyawa itu melayang, hujan turun?" tanya Syekh Maulana Malik Ibrahim lagi. Dukun itu terdiam. Memang setelah dua persembahan lalu, Dewa Hujan belum juga bermurah hati menurunkan airnya. Tetapi dia meyakini setelah yang ketiga ini, Dewa Hujan akan mengabulkan permohonannya, yang juga merupakan permohonan semua penduduk di daerah itu. Sesaat setelah menyadari kondisi yang dialami penduduk, Syekh Maulana Malik Ibrahim berujar, "Bila hujan dapat turun, masihkah kalian akan mengorbankan gadis ini,?". "Yang kami inginkan adalah hujan, tuan. Jika hujan turun, kami akan bebaskan gadis itu," ujar seorang penduduk. Syekh Maulana Malik Ibrahim lalu menjalankan salat Istisqa untuk minta hujan. Karena karomahnya membuat hujan turun dengan deras, mengakhiri kekeringan di daerah tersebut. Orang-orang yang menyaksikan itu menjadi takjub dan tak kepalang gembiranya. Mereka serentak bersujud seperti menyadari bahwa Syekh Maulana Malik Ibrahim adalah seorang dewa. Tetapi Syekh Maulana Malik segera mencegah dan menyuruh mereka bangkit. Dengan lembut dia menjelaskan semua adalah berkat keagungan Allah SWT, Tuhan yang sebenarnya. Dengan takjub dan mendapat pencerahan dari sebuah tanda kebesaran Allah yang baru lewat tadi, orang-orang itu menyatakan ketertarikannya pada Islam. Mereka ingin memeluk Islam dan belajar mengenai ajarannya. Lalu orang-orang tersebut diajarkannya mengucap dua kalimat sahadat dan masuk agama Islam. 

Selain mampu menurunkan hujan, Syekh Maulana Malik Ibrahim juga memiliki karomah lainnya yaitu dapat mengubah beras menjadi pasir. Konon dalam perjalanan dakwah ke sebuah dusun yang diberkahi dengan tanah subur, Syekh Maulana Malik Ibrahim bersama seorang muridnya singgah di sebuah rumah. Rumah itu milik saudagar kaya. Menurut desas-desus pemilik rumah itu amat kikir. Padahal sudah memiliki rumah yang berisi berton-ton beras. Halaman rumahnya pun sangat luas. Di sana tersusun berkarung-karung beras hasil pertanian. Rupanya Syekh Maulana Malik Ibrahim ingin menemui si empunya rumah dan menasihatinya agar meninggalkan sifat fakir dan kikir itu. Saudagar kaya tersebut menerima dengan ramah kunjungan Syekh Maulana Malik Ibrahim. Dihidangkanlah jamuan yang baik bagi Syekh Maulana Malik Ibrahim. Namun sesaat berselang, datanglah seorang pengemis, perempuan tua, ke hadapan orang kaya itu. "Tuan, saya lapar sekali, bolehkah saya minta sedikit beras," ujar perempuan tua itu sambil melirik ke karung beras yang berada di halaman. "Mana beras,? Saya tidak punya beras, karung-karung itu bukan beras, tapi pasir," ujar orang saudagar kaya itu. Pengemis tua itu tertunduk sedih. Dia pun beranjak pergi dengan langkah kecewa. Kejadian itu disaksikan langsung Syekh Maulana Malik Ibrahim. Ternyata apa yang digunjingkan orang tentang muridnya ini benar adanya. Syekh Maulana Malik Ibrahim bergumam dalam hati, dan dia pun berdo'a.

Pembicaraan yang sempat tertunda dilanjutkan kembali. Tiba-tiba ramah-tamah antara murid dan guru itu terhenti dengan teriakan salah seorang pembantu orang kaya itu. "Celaka tuan, celaka! Saya tadi melihat beras kita sudah berubah jadi pasir. Saya periksa karung lain, isinya pasir juga. Ternyata tuan, semua beras yang ada di sini telah menjadi pasir!," kata pembantu itu dengan suara bergetar melaporkan. Orang kaya itu terkejut, segera dia beranjak dari duduknya, dihampirinya beras-beras yang merupakan harta kekayaannya itu. Ternyata benar, beras itu telah berubah menjadi pasir. Seketika tubuh orang kaya itu lemas. Dia pun bersimpuh menangis. Syekh Maulana Malik Ibrahim lalu menghampirinya. "Bukankah engkau sendiri yang mengatakan bahwa beras yang kau miliki itu pasir, kenapa kau kini menangis?" Syekh Maulana Malik Ibrahim menyindir muridnya yang kikir itu. "Maafkan saya Sunan. Saya mengaku salah,!" murid itu meratap bersimpuh di kaki Syekh Maulana Malik Ibrahim. Syekh Maulana Malik Ibrahim tersenyum, "Alamatkan maafmu kepada Allah dan pengemis tadi. Kepada merekalah permintaan maafmu seharusnya kau lakukan," ujar Syekh Maulana Malik Ibrahim.

Penyesalan yang dalam langsung menyergap orang kaya itu. Dalam hati ia mengutuk dirinya-sendiri yang telah berbuat kezaliman. Kepada Syekh Maulana Malik Ibrahim dia berjanji akan mengubah semua perbuatannya. Dia mohon juga agar berasnya bisa kembali lagi seperti semula.

Kekikirannya ingin dia buang jauh-jauh dan menggantinya dengan kedermawanan. Syekh Maulana Malik Ibrahim kembali berdoa, dan dengan izin Allah, beras yang telah berubah menjadi pasir itu menjadi beras kembali. Karena kekuatan yang berasal dari Allah memungkinkan kejadian itu. Orang kaya tersebut tidak membohongi lisannya. Dia berubah menjadi dermawan, tak pernah lagi dia menolak pengemis yang datang. Bahkan dia mendirikan musala dan majelis pengajian serta tempat ibadah lainnya. Menurut beberapa literatur yang ada, Syekh Maulana Malik Ibrahim sangat ahli dalam pertanian, pengobatan dan tata negara. Syekh Maulana Malik Ibrahim juga sempat melakukan perjalanan ke ibu kota Majapahit di Trowulan. Meskipun tidak masuk Islam, Raja Majapahit tetap menerima Syekh Maulana Malik Ibrahim dengan baik, bahkan memberikannya sebidang tanah di pinggiran Gresik. Wilayah itulah yang sekarang dikenal dengan nama Desa Gapura. Cerita rakyat tersebut diduga mengandung unsur-unsur kebenaran, mengingat menurut Groeneveldt pada saat Maulana Malik Ibrahim hidup, di ibu kota Majapahit telah banyak orang asing termasuk dari Asia Barat.

Sumber : -jamaluddinab.blogspot. -peutrang.blogspot. -wikipedia dan diolah berbagai sumber.

 

  


  

 

 

 

 

 

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

KABUPATEN ASAHAN PROVINSI SUMATERA UTARA

    KABUPATEN ASAHAN PROVINSI SUMATERA UTARA Orientasi Asahan ( Jawi : اسهن ) adalah sebuah kabupaten yang terletak di provinsi S...