KOTA LHOKSEUMAWE
PROVINSI ACEH
Orientasi
Lhokseumawe (bahasa Aceh: لهوک سيوماوي, translit. Lhôk Seumaw‘èë) adalah sebuah kota yang berada di provinsi Aceh, Indonesia.[1][6] Kota ini berada persis di tengah-tengah jalur timur Sumatra. Berada di antara Banda Aceh dan Medan, sehingga kota ini merupakan jalur vital distribusi dan perdagangan di Aceh. Pada tahun 2021, jumlah penduduk kota Lhokseumawe sebanyak 190.903 jiwa dengan kepadatan 1.054 jiwa/km².
Kota Lhokseumawe, Aceh, dengan ketinggian 2-24 meter di atas permukaan laut memiliki luas wilayah 181,06 km² yang dibagi dalam 4 kecamatan yaitu Kecamatan Blang Mangat dengan luas wilayah 56,12 km², Kecamatan Muara Dua luas wilayah 57,80 km², Kecamatan Muara Satu luas wilayah 55,90 km² dan Kecamatan Banda Sakti luas wilayah 11,24 km². Keempat kecamatan ini terdiri dari 9 kemukiman dan 68 desa/gampong.
Sejarah
Secara etimologi Lhokseumawe berasal dari kata Lhok dan Seumawe. Dalam Bahasa Aceh, Lhok dapat berarti dalam, teluk, palung laut, dan Seumawe bermaksud air yang berputar-putar atau pusat mata air pada laut sepanjang lepas pantai Banda Sakti dan sekitarnya. Keberadaan kawasan ini tidak lepas dari kemunculan Kerajaan Samudera Pasai sekitar abad ke-13, kemudian kawasan ini menjadi bagian dari kedaulatan Kesultanan Aceh sejak tahun 1524.
Zaman Kolonial
Sebagian warga masih menyebut Lhokseumawe sebagai Kota Petro Dolar, seiring masa kejayaan Mobil Oil, PT Arun, dan sejumlah proyek vital lainnya di Lhokseumawe. Kawasan ini sudah memainkan perannya sejak kemunculan Kerajaan Samudera Pasai sekitar abad ke-13. Lhokseumawe terus memainkan peran penting saat menjadi bagian dari kedaulatan Kesultanan Aceh sejak tahun 1524, masa kolonial dan perang kemerdekaan.
Peran penting Kota Lhokseumawe dalam sejarah Aceh bisa terlihat dari banyaknya situs bersejarah (dari abad 11 M-20 M) di seantero kota yang membawahi lima kecamatan ini. Di antaranya, tiang gantung atau tempat Teuku Chik Di Tunong dieksekusi, Benteng Tentara Jepang, Makam Teungku Lhokseumawe, Makan Tgk Chik Ditunong.
Meriam Belanda, Tugu Perlawanan Tentara Indonesia melawan Tentara Belanda, Makam Putro Neng, Makam Tgk Syiah Hudam. Gua Ibrahim Tapa, Cot Bukulah, Gua Jepang, Makam Tgk Chik Di Paloh, Makam Tgk Jrat Meuindram, Makam Tgk Chik Buket Bruek Krueng, Rumah Adat Ule Balang, Tugu TKR melawan tentara Jepang, Tugu Syahid Tgk Abdul Jalil Cot Plieng dan makam prajuritnya, Mon Tujoh, Makam Mualim Taufiq Shaleh, Makam Tgk Batee Meutarah, dan kawasan sumur Tgk di Mon Lhok.
Sayangnya, belum banyak upaya untuk melestarikan situs-situs bersejarah ini. Padahal, jika dikelola secara profesional dan dikemas secara menarik, semua situs bersejarah ini dapat menjadi daya tarik bagi wisatawan untuk berkunjung ke Kota Lhokseumawe. Sejumlah rujukan juga mengarahkan bahwa sektor wisata (sejarah) akan memberikan pendapatan dalam jangka panjang, dibandingkan dengan ekploitasi hasil alam. Hanya perlu kemauan dan inovasi bagi kita untuk mengelola warisan orang terdahulu.
Sebelum abad ke-20, negeri ini telah diperintah oleh Uleebalang Kutablang. Tahun 1903, setelah perlawanan pejuang Aceh terhadap penjajah Belanda melemah, Aceh mulai dikuasai dan dijajah Belanda. Lhokseumawe menjadi daerah taklukan dan mulai saat itu status Lhokseumawe menjadi Bestuur Van Lhokseumawe dengan Zelf Bestuurder adalah Teuku Abdul Lhokseumawe yang tunduk di bawah Aspiran Controeleur. Di Lhokseumawe, berkedudukan juga Wedana serta Asisten Residen atau Bupati.
Pada dasawarsa kedua abad ke-20 itu, di antara seluruh daratan Aceh, Kota Lhokseumawe sebagai salah satu pulau kecil dengan luas sekitar 11 km² yang dipisahkan dengan Sungai Krueng Cunda diisi bangunan-bangunan Pemerintah Umum, Militer, dan Perhubungan Kereta Api oleh Pemerintah Belanda. Pulau kecil dengan desa-desa (Gampong) Kampung Keude Aceh, Kampung Jawa, Kampung Kutablang, Kampung Mon Geudong, Kampung Teumpok Teungoh, Kampung Hagu, Kampung Uteuen Bayi, dan Kampung Ujong Blang yang keseluruhannya baru berpenduduk 5.500 jiwa secara jamak di sebut Lhokseumawe. Bangunan demi bangunan mengisi daratan ini sampai terwujud embrio kota yang memiliki pelabuhan, pasar, stasiun kereta api dan kantor-kantor lembaga pemerintahan.
Masa Kemerdekaan
Sejak Proklamasi Kemerdekaan, Pemerintahan Negara Republik Indonesia belum terbentuk sistemik sampai kecamatan ini. Pada mulanya Lhokseumawe digabung dengan Bestuurder Van Cunda. Penduduk didaratan ini makin ramai berdatangan dari daerah sekitarnya seperti Buloh Blang Ara, Matangkuli, Blang Jruen, Lhoksukon, Nisam, cunda serta Pidie.
Pada tahun 1956, dengan Undang-Undang Darurat Nomor 7 Tahun 1956, terbentuk daerah-daerah otonom kabupaten-kabupaten dalam lingkup daerah Provinsi Sumatra Utara, di mana salah satu kabupaten diantaranya adalah Aceh Utara dengan ibu kotanya Lhokseumawe.
Pada tahun 1964, dengan Keputusan Gubernur Daerah Istimewa Aceh Nomor 34/G.A/1964 tanggal 30 November 1964, ditetapkan bahwa kemukiman Banda Sakti dalam Kecamatan Muara Dua, dijadikan Kecamatan tersendiri dengan nama Kecamatan Banda Sakti.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah, status Lhokseumawe berpeluang ditingkatkan menjadi Kota Administratif. Pada tanggal 14 Agustus 1986, dengan Peraturan Daerah Nomor 32 Tahun 1986 Pembentukan Kota Administratif Lhokseumawe ditandatangani oleh Presiden Soeharto, dan diresmikan oleh Menteri Dalam Negeri Soeparjo Roestam pada tanggal 31 Agustus 1987. Dengan adanya hal tersebut maka secara de jure dan de facto Lhokseumawe telah menjadi Kota Administratif dengan luas wilayah 253,87 km² yang meliputi 101 desa dan 6 kelurahan yang tersebar di lima kecamatan yaitu: Kecamatan Banda Sakti, Kecamatan Muara Dua, Kecamatan Dewantara, Kecamatan Muara Batu, dan Kecamatan Blang Mangat.
Sejak Tahun 1988 gagasan peningkatan status Kotif Lhokseumawe menjadi Kotamadya mulai diupayakan sehingga kemudian lahir UU Nomor 2 Tahun 2001 tentang Pembentukan Kota Lhokseumawe tanggal 21 Juni 2001 yang ditandatangani Presiden RI Abdurrahman Wahid, yang wilayahnya mencakup tiga kecamatan, yaitu: Kecamatan Banda Sakti, Kecamatan Muara Dua, dan Kecamatan Blang Mangat.
Pada tahun 2006, kecamatan Mura Dua mengalami pemekaran menjadi Kecamatan Muara Dua dan Muara Satu sehingga jumlah kecamatan di Kota Lhokseumawe menjadi empat kecamatan.
Geografi
Penggunaan lahan terbesar di Kota Lhokseumawe adalah untuk permukiman seluas 10 877 ha atau sekitar 60% dari luas yang ada. Kebutuhan lahan yang menonjol adalah untuk usaha kebun campuran 4.590 ha atau sekitar 25,35%, di samping untuk kebutuhan persawahan seluas 3 747 ha atau sekitar 21%. Untuk kebutuhan perkebunan rakyat telah dimanfaatkan seluas 749 ha atau sekitar 4% dan untuk lain–lainnya.
Batas Wilayah
berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2001, tanggal 21 Juni 2001 Lhokseumawe ditetapkan statusnya menjadi kota dengan batas-batas wilayah:
Iklim
Wilayah kota Lhokseumawe memiliki iklim muson tropis (Am) dengan dua musim yang jelas, yaitu musim kemarau dan musim penghujan. Suhu udara di wilayah ini cenderung konstan antara 23°–34 °C. Tingkat kelembapan di kota ini pun cenderung tinggi antara 60% hingga 90%.
Kesehatan
Rumah sakit
Daftar Rumah Sakit di Kota Lhokseumawe
No. |
Kode |
Nama Rumah Sakit |
Jenis |
|
Tipe |
Alamat |
1. |
1174016 |
RSUD |
|
B |
Jl. Lintas Sumatra No.6, Bulat Rata, Kec. Blang Mangat, Kota Lhokseumawe, Aceh 24355 |
|
2. |
1110053 |
RS |
|
C |
Jl. Plaju No.1, Batu Phat Timur, Kec. Muara Dua, Kota Lhokseumawe, Aceh 24353 |
|
3. |
1110086 |
RS |
|
C |
Jl. Darussalam No.16, Lancang Garam, Kec. Banda Sakti, Kota Lhokseumawe, Aceh 24351 |
|
4. |
1174019 |
RS |
|
D |
Jl. Samudera Baru No.3, Keude Aceh, Kec. Banda Sakti, Kota Lhokseumawe, Aceh 24351 |
|
5. |
1174020 |
RS |
|
C |
Jl. Merdeka Barat No.25, Keude Cunda, Kec. Muara Dua, Kota Lhokseumawe, Aceh 24355 |
|
6. |
1174022 |
RS |
|
C |
Jl. Merdeka Barat No.70, Keude Cunda, Kec. Muara Dua, Kota Lhokseumawe, Aceh 24355 |
|
7. |
1111018 |
RS |
|
C |
Jl. Samudera I No.57, Kampung Jawa Lama, Kec. Banda Sakti, Kota Lhokseumawe, Aceh 24315 |
|
8. |
1174021 |
RS |
|
D |
Jl. Antara No.30, Kampung Jawa Baru, Kec. Banda Sakti, Kota Lhokseumawe, Aceh 23122 |
|
9. |
1174100 |
RS |
|
C |
Jl. Samudra No.53, Kampung Jawa Lama, Kec. Banda Sakti, Kota Lhokseumawe, Aceh 24315 |
|
10. |
1174064 |
RS |
|
C |
Jl. Merdeka Timur No.17, Kuta Blang, Kec. Banda Sakti, Kota Lhokseumawe, Aceh |
|
11. |
1174023 |
RSIA |
|
C |
Jl. Teungku Chik Ditiro No.34, Lancang Garam, Kec. Banda Sakti, Kota Lhokseumawe, Aceh 24351 |
Fasilitas
Sarana kesehatan yang tersedia di Kota Lhokseumawe terdiri dari:
Catatan: Tidak termasuk Perusahaan Swasta, Hanya Data sarana/prasarana Pemerintah dan pegawai pemerintah :
Sarana Kesehatan |
Jumlah |
Satuan |
Puskesmas |
6 |
Unit |
Puskesmas pembantu |
12 |
Unit |
Puskesmas keliling |
5 |
Unit |
Polindes |
32 |
Unit |
Praktik Dokter |
85 |
Unit |
Praktik Dokter Gigi |
9 |
Unit |
Toko obat |
77 |
Unit |
Jumlah tenaga kesehatan yang tersedia adalah:
Tenaga Kesehatan |
Jumlah |
Satuan |
Dokter |
60 |
Orang |
Dokter Gigi |
5 |
Orang |
Tenaga Medis |
399 |
Orang |
Perawat |
194 |
Orang |
Bidan |
151 |
Orang |
Tenaga Farmasi |
9 |
Orang |
Ahli Gizi |
4 |
Orang |
Ahli Sanitasi |
7 |
Orang |
Pendidikan
Jumlah sarana pendidikan umum yang ada di Kota Lhokseumawe sampai dengan tahun 2007, terdiri dari Taman Kanak – kanak 25 unit (swasta 24 unit), Sekolah Dasar sebanyak 59 unit, SLTP 15 unit serta SMU/SMK sebanyak 13 unit, Akademi/Perguruan Tinggi 10 unit.
Sarana pendidikan agama yang ada 8 unit Madrasah Ibtidaiyah (5 negeri dan 3 swasta), 6 unit Madrasah Aliyah (1 negeri dan 5 swasta). Di Kota Lhokseumawe memiliki 26 unit Pondok Pasantren dan 189 unit Balai Pengajian.
Tempat ibadah
Sedangkan sarana peribadatan yang dimiliki Kota Lhokseumawe adalah:
Fasilitas Ibadah |
Total |
Unit |
Masjid |
100 |
Unit |
Mushala |
70 |
Unit |
Gereja |
10 |
Unit |
Wihara |
1 |
Unit |
Perekonomian
Perekonomian Kota Lhokseumawe mengarah pada sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran. Sektor ini semakin meningkat dari tahun ke tahun. Tingkat permintaan penginapan di Kota Lhokseumawe juga terbilang tinggi, karena Kota Lhokseumawe merupakan Kota transit antara Medan dan Banda Aceh. Selain itu, karyawan negeri dan swasta yang bekerja di Kota Lhokseumawe sering mencari penginapan ketika dalam masa penugasan, mengingat karyawan-karyawan tersebut berasal dari luar Kota Lhokseumawe.
Berdasarkan hasil penelitian Geologi Departemen Pertambangan dalam wilayah kawasan Kota Lhokseumawe terdapat bahan galian Golongan C berupa batu kapur, tanah timbun dan pasir/kerikil. Di samping itu terdapat juga sumber daya alam berupa gas alam yang pengolahannya dilakukan oleh PT. Arun NGL Co. Sumber daya alam tersebut sudah dieksplorasi sejak tahun 1975 oleh Mobil Oil Indonesia Inc (sekarang ExxonMobil) di Kabupaten Aceh Utara yang selanjutnya dilakukan pengolahan untuk diekspor ke luar negeri, hasil pengolahan gas berupa condensat juga dimanfaatkan oleh Pabrik Aromatix yang dibangun tahun 1998 dan perusahan–perusahaan besar lainnya seperti pabrik pupuk.
PT. Kertas Kraft Aceh(PT.KKA), PT. Pupuk Iskandar Muda, PT. Asean Aceh Fertilizer dan EXXON Mobil–Arun berada di sekitar kota ini. Dengan pertumbuhan ekonomi yang pesat dari pabrik-pabrik besar yang dimiliki kota Lhokseumawe, namun tak juga mampu mengangkat derajat kehidupan sebagian besar penduduk asli Lhokseumawe dari bawah garis kemiskinan.
Pariwisata
Beberapa objek wisata yang dinilai sangat menunjang kemampuan Sektor Pariwisata ke depan antara lain:
3. Pulau Seumadu
4. Pantai Meuraksa
5. Pantai KP3
7. Waduk Pusong
8. Taman Riyadhah
9. Kampung P. Ramlee (seniman besar Malaysia, asal Aceh).
10. Taman Ngieng Jioh (Blang Panyang)
11. Bukit Gua Jepang (Blang Panyang)
12. Waduk Jeuleukat
Kesemua objek ini dapat menjadi aset bagi dunia Pariwisata Kota Lhokseumawe jika ditata dan dikembangkan dengan lebih menarik.
Media
Radio
Kota Lhokseumawe memiliki beberapa stasiun radio yaitu:
Nama |
Frekuensi |
Signal |
89,3 MHz |
||
CITIS FM |
94.4 MHz |
|
95,2 MHz |
||
Radio SaPa FM |
96.0 MHz |
|
101.9 MHz |
||
Bujang Salim FM |
101,5 MHz |
|
Vina Vira FM |
101,1 MHz |
|
Istiqomah Arun FM |
102,7 MHz |
|
Adyemaja FM |
103,5 MHz |
|
Radio Rimba Pase FM |
106.6 MHz |
|
Radio Gisa FM |
107,7 MHz |
Transportasi
Objek perhubungan yang menunjang sektor perekonomian antara lain:
Darat:
1. Terminal Mobil Bongkar Muat Kandang
2. Terminal Mobil Penumpang Keude Aceh
3. Terminal Terpadu Lhokseumawe
4. Stasiun Kereta Api Paloh Lhokseumawe (direncanakan 2023)
5. Stasiun Kereta Api Lhokseumawe (direncanakan 2025)
6. Stasiun Kereta Api Blang Mangat Lhokseumawe (direncanakan 2027)
Udara:
Laut:
Pelabuhan Laut Kruengeukeuh
Sumber : Google Wikipedia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar