Senin, 25 September 2023

KABUPATEN ACEH BARAT PROVINSI ACEH

 

KABUPATEN ACEH BARAT

PROVINSI ACEH

Orientasi

Aceh Barat (bahasa AcehJawoë: اچيه بارت, translit. Acèh Barat) adalah salah satu kabupaten di Provinsi AcehIndonesia. Sebelum pemekaran, Aceh Barat mempunyai luas wilayah 10.097,04 km² atau 1.010.466 Ha dan merupakan bagian wilayah pantai Barat dan Selatan pulau Sumatra yang membentang dari barat ke Timur mulai dari kaki gunung Geurutee (perbatasan dengan Aceh Besar) sampai ke sisi Krueng Seumayam (perbatasan Aceh Selatan) dengan panjang garis pantai sejauh 250 km².

Setelah dimekarkan luas wilayah menjadi 2.927,95 km² dan pada akhir tahun 2020 memiliki penduduk sebanyak 198.736 jiwa.

Sejarah

Masa Kesultanan Aceh

Wilayah bagian barat Kerajaan Aceh Darussalam mulai dibuka dan dibangun pada abad ke-16 atas prakarsa Sultan Saidil Mukamil (Sultan Aceh yang hidup antara tahun 1588-1604), kemudian dilanjutkan oleh Sultan Iskandar Muda (Sultan Aceh yang hidup tahun 1607-1636) dengan mendatangkan orang-orang Aceh Rayeuk dan Pidie.

Daerah ramai pertama adalah di teluk Meulaboh (Pasi Karam) yang diperintah oleh seorang raja yang bergelar Teuku Keujruen Meulaboh, dan Negeri Daya (Kecamatan Jaya) yang pada akhir abad ke-15 telah berdiri sebuah kerajaan dengan rajanya adalah Sultan Salatin Alaidin Riayat Syah dengan gelar Poteu Meureuhom Daya.

Dari perkembangan selanjutnya, wilayah Aceh Barat diakhir abad ke-17 telah berkembang menjadi beberapa kerajaan kecil yang dipimpin oleh Uleebalang, yaitu: Kluang; Lamno; Kuala Lambeusoe; Kuala Daya; Kuala Unga; Babah Awe; Krueng No; Cara' Mon; Lhok Kruet; Babah Nipah; Lageun; Lhok Geulumpang; Rameue; Lhok Rigaih; Krueng Sabee; Teunom; Panga; Woyla; Bubon; Lhok Bubon; Meulaboh; Seunagan; Tripa; Seuneu'am; Tungkop; Beutong; Pameue; Teupah (Tapah); Simeulue; Salang; Leukon; Sigulai.

Silsilah Raja Meulaboh

Raja-raja yang pernah bertahta di kehulu-balangan Kaway XVI hanya dapat dilacak dari T. Tjik Pho Rahman, yang kemudian digantikan oleh anaknya yang bernama T. Tjik Masaid, yang kemudian diganti oleh anaknya lagi yang bernama T. Tjik Ali dan digantikan anaknya oleh T. Tjik Abah (sementara) dan kemudian diganti oleh T. Tjik Manso yang memiliki tiga orang anak yang tertua menjadi Raja Meulaboh bernama T. Tjik Raja Nagor yang pada tahun 1913 meninggal dunia karena diracun, dan kemudian digantikan oleh adiknya yang bernama Teuku Tjik Ali Akbar, sementara anak T. Tjik Raja Nagor yang bernama Teuku Raja Neh, masih kecil.

Saat Teuku Raja Neh (ayah dari H.T. Rosman. mantan Bupati Aceh Barat) anak dari Teuku Tjik Raja Nagor besar ia menuntut agar kerajaan dikembalikan kepadanya, namun T. Tjik Ali Akbar yang dekat dengan Belanda malah mengfitnah Teuku Raja Neh sakit gila, sehingga menyebabkan T. Raja Neh dibuang ke Sabang.

Pada tahun 1942 saat Jepang masuk ke Meulaboh, T. Tjik Ali Akbar dibunuh oleh Jepang bersama dengan Teuku Ben dan pada tahun 1978, mayatnya baru ditemukan di bekas Tangsi Belanda atau sekarang di Asrama tentara Desa Suak Indrapuri, kemudian Meulaboh diperintah para Wedana dan para Bupati dan kemudian pecah menjadi Aceh Selatan, Simeulue, Nagan Raya, Aceh Jaya. (teuku dadek).

Dimasa penjajahan Belanda, melalui suatu perjanjian (Korte Verklaring), diakui bahwa masing-masing Uleebalang dapat menjalankan pemerintahan sendiri (Zelfsbestuur) atau swaparaja (landschap). Oleh Belanda Kerajaan Aceh dibentuk menjadi Gouvernement Atjeh en Onderhorigheden (Gubernemen Aceh dan Daerah Taklukannya) dan selanjutnya dengan dibentuknya Gouvernement Sumatra, Aceh dijadikan Keresidenan yang dibagi atas beberapa wilayah yang disebut afdeeling (provinsi) dan afdeeling dibagi lagi atas beberapa onderafdeeling (kabupaten) dan onderafdeeling dibagi menjadi beberapa landschap (kecamatan).

Penjajahan Belanda

Aceh Barat sangat berkaitan dengan sejarah Meulaboh, Ibu kota Kabupaten Aceh Barat yang terdiri dari Kecamatan Johan Pahlawan, sebagian Kaway XVI dan sebagian Kecamatan Meureubo adalah salah satu Kota yang paling tua di belahan Aceh bagian Barat dan Selatan. Menurut HM.Zainuddin dalam Bukunya Tarih Atjeh dan Nusantara, Meulaboh dulu dikenal sebagai Negeri Pasir Karam. Nama tersebut kemungkinan ada kaitannya dengan sejarah terjadinya tsunami di Kota Meulaboh pada masa lalu, yang pada tanggal 26 Desember 2004 terjadi kembali.

Meulaboh sudah berumur 402 tahun terhitung dari saat naik tahtanya Sultan Saidil Mukamil (1588-1604), catatan sejarah menunjukan bahwa Meulaboh sudah ada sejak Sultan tersebut berkuasa.

Pada masa Kerajaan Aceh diperintah oleh Sultan Iskandar Muda (1607-1636), demikian HM.Zainuddin negeri itu ditambah pembangunannya. Di Meulaboh waktu itu dibuka perkebunan merica, tetapi negeri ini tidak begitu ramai karena belum dapat menandingi Negeri Singkil yang banyak disinggahi kapal dagang untuk mengambil muatan kemenyan dan kapur barus. Kemudian pada masa pemerintahan Sultan Djamalul Alam, Negeri Pasir Karam kembali ditambah pembangunannya dengan pembukaan kebun lada. Untuk mengolah kebun-kebun itu didatangkan orang-orang dari Pidie dan Aceh Besar.

Karesidenan Aceh

Seluruh wilayah Keresidenan Aceh dibagi menjadi 4 (empat) afdeeling yang salah satunya adalah Afdeeling Westkust van Atjeh atau Aceh Barat dengan ibu kotanya Meulaboh. Afdeeling Westkust van Atjeh (Aceh Barat) merupakan suatu daerah administratif yang meliputi wilayah sepanjang pantai barat Aceh, dari gunung Geurutee sampai daerah Singkil dan kepulauan Simeulue serta dibagi menjadi 6 (enam) onderafdeeling, yaitu:

1.  Meulaboh dengan ibu kota Meulaboh dengan Landschappennya Kaway XVI, Woyla, Bubon, Lhok Bubon, Seunagan, Seuneu'am, Beutong, Tungkop dan Pameue;

2.  Tjalang dengan ibu kota Tjalang (dan sebelum tahun 1910 ibu kotanya adalah Lhok Kruet) dengan Landschappennya Keluang, Kuala Daya, Lambeusoi, Kuala Unga, Lhok Kruet, Patek, Lageun, Rigaih, Krueng Sabee dan Teunom;

3.    Tapaktuan dengan ibu kota Tapak Tuan;

4.  Simeulue dengan ibu kota Sinabang dengan Landschappennya Teupah, Simalur, Salang, Leukon dan Sigulai;

5.    Zuid Atjeh dengan ibu kota Bakongan;

6.    Singkil dengan ibu kota Singkil.

Penjajahan Jepang

Di zaman penjajahan Jepang (1942–1945) struktur wilayah administrasi ini tidak banyak berubah kecuali penggantian nama dalam bahasa Jepang, seperti Afdeeling menjadi Bunsyu yang dikepalai oleh Bunsyucho, Onderafdeeling menjadi Gun yang dikepalai oleh Guncho dan Landschap menjadi Son yang dikepalai oleh Soncho.

Masa kemerdekaan

Setelah proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia, berdasarkan Undang-undang Nomor 7 (Drt) Tahun 1956 tentang pembentukan Daerah Otonom Kabupaten-kabupaten dalam lingkungan Provinsi Sumatra Utara, wilayah Aceh Barat dimekarkan menjadi 2 (dua) Kabupaten yaitu Kabupaten Aceh Barat dan Kabupaten Aceh Selatan. Kabupaten Aceh Barat dengan Ibu kota Meulaboh terdiri dari tiga wilayah yaitu Meulaboh, Calang dan Simeulue, dengan jumlah kecamatan sebanyak 19 (sembilan belas) kecamatan yaitu Kaway XVI; Johan Pahlwan; Seunagan; Kuala; Beutong; Darul Makmur; Samatiga; Woyla; Sungai Mas; Teunom; Krueng Sabee; Setia Bakti; Sampoi Niet; Jaya; Simeulue Timur; Simeulue Tengah; Simeulue Barat; Teupah Selatan dan Salang. Sedangkan Kabupaten Aceh Selatan, meliputi wilayah Tapak Tuan, Bakongan dan Singkil dengan ibu kotanya Tapak Tuan.

Pada tahun 1996 Kabupaten Aceh Barat dimekarkan lagi menjadi 2 (dua) Kabupaten, yaitu Kabupaten Aceh Barat meliputi kecamatan Kaway XVI; Johan Pahlwan; Seunagan; Kuala; Beutong; Darul Makmur; Samatiga; Woyla; Sungai Mas; Teunom; Krueng Sabee; Setia Bakti; Sampoi Niet; Jaya dengan ibu kotanya Meulaboh dan Kabupaten Adminstrtif Simeulue meliputi kecamatan Simeulue Timur; Simeulue Tengah; Simeulue Barat; Teupah Selatan dan Salang dengan ibu kotanya Sinabang.

Kemudian pada tahun 2000 berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 5, Kabupaten Aceh Barat dimekarkan dengan menambah 6 (enam) kecamatan baru yaitu Kecamatan Panga; Arongan Lambalek; Bubon; Pantee Ceureumen; Meureubo dan Seunagan Timur. Dengan pemekaran ini Kabupaten Aceh Barat memiliki 20 (dua puluh) Kecamatan, 7 (tujuh) Kelurahan dan 207 Desa.

Selanjutnya pada tahun 2002 Kabupaten Aceh Barat daratan yang luasnya 1.010.466 Ha, kini telah dimekarkan menjadi tiga Kabupaten yaitu Kabupaten Aceh Jaya, Kabupaten Nagan Raya dan Kabupaten Aceh Barat dengan dikeluarkannya Undang-undang No. 4 Tahun 2002.

Geografi

Sebelum pemekaran, Kabupaten Aceh Barat mempunyai luas wilayah 10.097.04 km² atau 1.010.466 hektare dan secara astronomi terletak pada 2°00'-5°16' Lintang Utara dan 95°10' Bujur Timur dan merupakan bagian wilayah pantai barat dan selatan kepulauan Sumatra yang membentang dari barat ke timur mulai dari kaki Gunung Geurutee (perbatasan dengan Kabupaten Aceh Besar) sampai kesisi Krueng Seumayam (perbatasan Aceh Selatan) dengan panjang garis pantai sejauh 250 Km.

Batas Wilayah

Setelah pemekaran letak geografis Kabupaten Aceh Barat secara astronomi terletak pada 04°61'-04°47' Lintang Utara dan 95°00'- 86°30' Bujur Timur dengan luas wilayah 2.927,95 km² dengan batas-batas sebagai berikut:

Utara

Kabupaten Aceh Jaya dan Kabupaten Pidie

Timur

Kabupaten Aceh Tengah dan Kabupaten Nagan Raya

Selatan

Samudra Indonesia dan Kabupaten Nagan Raya

Barat

Samudera Indonesia

Pemerintahan

Dewan Perwakilan

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Aceh Barat

DPRK Aceh Barat memiliki 25 orang anggota yang dipilih secara langsung dalam pemilihan umum legislatif lima tahun sekali. Anggota DPRK Aceh Barat yang saat ini menjabat adalah hasil Pemilu 2019 yang menjabat untuk periode 2019-2024 sejak 26 Agustus 2019. DPRK Aceh Barat dipimpin oleh satu ketua dan dua wakil ketua yang berasal dari partai politik pemilik kursi dan suara terbanyak. Pimpinan DPRK Aceh Barat periode 2019-2024 dijabat oleh Samsi Barmi dari Partai Aceh sebagai Ketua, Ramli dari Partai Amanat Nasional sebagai Wakil Ketua I, dan Kamaruddin dari Partai Golongan Karya sebagai Wakil Ketua II. Berikut ini adalah komposisi anggota DPRD Kabupaten Aceh Barat dalam dua periode terakhir.

Program strategis pembangunan daerah

Pembangunan Kabupaten Aceh Barat mencakup semua kegiatan pembangunan daerah dan sektoral yang dikelola oleh pemerintah bersama masyarakat. Titik berat pembangunan diletakan pada bidang ekonomi kerakyatan melalui peningkatan dan perluasan pertanian dalam arti luas sebagai penggerak utama pembangunan yang saling terkait secara terpadu dengan bidang-bidang pembangunan lainnya dalam suatu kebijakan pembangunan. Maka ditetapkan prioritas pembangunan sebagai berikut:

1.    Meningkatkan pelaksanaan Syariat Islam, peran ulama dan adat istiadat.

2.    Peningkatan Sumber Daya Manusia.

3.    Pemberdayaan ekonomi masyarakat.

4.    Meningkatakan aksesibilitas daerah.

5.    Meningkatkan pendapatan daerah.

Lambang daerah

Lambang daerah Kabupaten Aceh Barat ditetapkan berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Aceh Barat No. 12 Tahun 1976 Tanggal 26 November 1976 tentang Lambang Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Aceh Barat dan telah mendapat pengesahan dari Menteri Dalam Negeri berdasarkan Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor Pem./10/32/46-263 Tanggal 17 Mei 1976 serta telah diundangkan dalam Lembaran Daerah Tingkat II Aceh Barat Nomor 10 Tahun 1980 Tanggal 3 Januari 1980.

Lambang Kabupaten Aceh Barat mempunyai perisai berbentuk kubah masjid yang berisi lukisan lukisan dengan bentuk, warna dan perbandingan ukuran tertentu dan mempunyai maksud serta makna sebagai berikut:

1.     Perisai berbentuk kubah masjid, melambangkan ketahanan Nasional dan kerukunan yang dijiwai oleh semangat keagamaan;

2.     Bintang persegi lima, melambangkan falsafah negara, Pancasila;

3.     Kupiah Meukeutop, melambangkan kepemimpinan;

4.    Dua tangkai kiri kanan yang mengapit Kupiah Meukeutop terdiri dari kapas, padi, kelapa dan cengkih, melambangkan kesuburan dan kemakmuran daerah;

5.      Rencong, melambangkan jiwa patriotik/kepahlawanan rakyat;

6.      Kitab dan Kalam, melambangkan ilmu pengetahuan dan peradaban;

7.    Tulisan "Aceh Barat" mengandung arti bahwa semua unsur tersebut di atas terdapat di dalam Kabupaten Aceh Barat.

8.     Lambang Daerah ini digunakan sebagai merek bagi perkantoran pemerintah Kabupaten Aceh Barat dan ;

9.        Sebagai petanda batas wilayah Kabupaten Aceh Barat dengan Kabupaten lainnya.

10.    Sebagai cap atau stempel jabatan dinas.

11.    Sebagai lencana yang digunakan oleh pegawai pemerintah Kabupaten Aceh Barat yang sedang menjalankan tugasnya.

12.  Sebagai panji atau bendera digunakan oleh suatu rombongan yang mewakili atau atas nama pemerintah Kabupaten Aceh Barat dan dapat dipergunakan pada tempat-tempat upacara resmi, pintu gerbang dan lain sebagainya.

13.  Lambang daerah Kabupaten Aceh Barat ini dilarang digunakan apabila bertentangan dengan Peraturan Daerah Nomor 12 Tahun 1976 dan barang siapa yang melanggarnya dapat dikenakan hukuman selama-lamanya 1 bulan atau denda setinggi-tingginya Rp. 10.000.- (sepuluh ribu rupiah).

Pendidikan

Aceh Barat memiliki beberapa kampus negeri yaitu :

1.    Universitas Teuku Umar (UTU)

2.    STAIN Teungku Dirundeng Meulaboh

3.    Prodi D-III Kebidanan dan D-III Keperawatan Poltekkes Aceh

4.    Akademi Komunitas Negeri (AKN) Aceh Barat

 

 

Sumber : Google Wikipedia

 

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

KABUPATEN ASAHAN PROVINSI SUMATERA UTARA

    KABUPATEN ASAHAN PROVINSI SUMATERA UTARA Orientasi Asahan ( Jawi : اسهن ) adalah sebuah kabupaten yang terletak di provinsi S...