KOTA GORONTALO
PROVINSI GORONTALO
Orientasi
Lambang Kota Gorontalo
Motto: Adat Bersendikan Syarak, Syarak Bersendikan Kitabullah
Kota Gorontalo adalah ibu kota Provinsi Gorontalo, Indonesia. Kota ini memiliki luas wilayah 64,79 km² (0,53% dari luas Provinsi Gorontalo) dan berpenduduk sebanyak 179.991 jiwa (berdasarkan data SP 2010) dengan tingkat kepadatan penduduk 2.778 jiwa/km². Kota ini memiliki motto “Adat Bersendikan Syarak, Syarak Bersendikan Kitabullah” sebagai pandangan hidup masyarakat yang memadukan adat dan agama.
Geografi Kota
Secara geografis, Kota Gorontalo terletak antara 00° 28’ 17” – 00° 35’ 56” LU dan 122° 59’ 44” – 123° 05’ 59” BT. Batas-batas wilayahnyanya adalah sebagai berikut:
1. Utara Kabupaten Bone Bolango
2. Selatan Teluk Tomini
3. Barat Kabupaten Gorontalo
4. Timur Kabupaten Bone Bolango
Kota ini merupakan dataran rendah dengan ketinggian 0–500 m di atas permukaan laut dengan curah hujan rata–rata 129 mm per bulan dan suhu rata-rata 26,5 °C.
Kota Gorontalo menempati satu lembang yang sangat luas yang membentang hingga di wilayah Kabupaten Bone Bolango dan Kabupaten Gorontalo. Wilayah pinggiran pantainya berupa perbukitan yang tersusun dari batuan Karst termasuk yang berbatasan dengan pantai yang berada di Teluk Tomini. Daerah ini sangat rawan banjir, nyaris pintu air keluar adalah muara Sungai Bone.
Muara ini adalah pertemuan air dari sungai Bone dan sungai Bolango sebelum menyatu dengan air laut. Di muara ini juga terdapat pulau (delta) yang mulai membesar dan ditumbuhi aneka tanaman termasuk kelapa. Setiap hari dari kedua sungai ini mengalir air bersih yang belum dimanfaatkan secara optimal. Sebagian dataran dimanfaatkan untuk bertanam padi karena air mengalir sepanjang tahun. Di beberapa daerah terdapat kantong-kantong air yang ditumbuhi tanaman Tumbango.
Kesehatan
Rumah Sakit yang besar di Kota Gorontalo adalah Rumah Sakit Aloei Saboe yang hingga kini masih rumah sakit terbesar di kawasan Teluk Tomini. Masalah kesehatan yang pernah muncul adalah Busung Lapar dan Kaki Gajah. Khusus Kaki Gajah, daerah ini memang banyak terdapat tempat-tempat yang berair seperti rawa-rawa sehingga nyamuk banyak bersarang di sini. Kasus terakhir yang ditangani adalah penderita Kaki Gajah yang berada di kelurahan Liluwo yang rumah penderitanya di depan rumah Medi Botutihe, Walikota Gorontalo.
Kecamatan
Sebelum tahun 2011 kota Gorontalo terdiri dari enam kecamatan, yaitu:
1. Kecamatan Kota Selatan,
2. Kecamatan Kota Utara,
3. Kecamatan Kota Barat,
4. Kecamatan Kota Timur,
5. Kecamatan Kota Tengah, dan
6. Kecamatan Dungingi.
Lalu terjadi pemekaran wilayah pada Maret 2011, menjadi 9 kecamatan, yaitu:
1. Kecamatan Kota Selatan,
2. Kecamatan Kota Utara,
3. Kecamatan Kota Barat,
4. Kecamatan Kota Timur,
5. Kecamatan Kota Tengah,
6. Kecamatan Dungingi,
7. Kecamatan Dumbo Raya,
8. Kecamatan Hulonthalangi, dan
9. Kecamatan Sipatana.
Kelurahan
Kesembilan kecamatan tersebut terdiri atas 50kelurahan, 459 RW dan 1.302 RT. Penduduk kota pada tahun 2010 adalah 179.991 jiwa dengan tingkat kepadatan penduduk 2.778 jiwa/km².
Kantor Walikota Gorontalo (Foto: JulianurCom)
Adapun data lengkap 9 kecamatan dan 50 kelurahan tersebut adalah sebagai berikut :
1) Dumbo Raya, terdiri atas 5 kelurahan, yaitu: (1) Botu; (2) Bugis; (3) Leato Selatan; (4) Leato Utara; dan (5) Talumolo.
2) Dungingi, terdiri atas 5 kelurahan, yaitu: (1) Huangobotu; (2) Libuo; (3) Tomulabutao; (4) Tomulabutao Selatan; dan (5) Tuladenggi.
3) Hulonthalangi, terdiri atas 5 kelurahan, yaitu: (1) Donggala; (2) Pohe; (3) Siendeng; (4) Tanjung Kramat; dan (5) Tenda.
4) Kota Barat, terdiri atas 7 kelurahan, yaitu: (1) Buladu; (2) Buliide; (3) Dembe I; (4) Lekobalo; (5) Molosipat W; (6) Pilolodaa; dan (7) Tenilo.
5) Kota Selatan, terdiri atas 5 kelurahan, yaitu: (1) Biawao; (2) Biawu; (3) Limba B; (4) Limba U I ; dan (5) Limba U II.
6) Kota Tengah, terdiri atas 6 kelurahan, yaitu: (1) Dulalowo; (2) Dulalowo Timur; (3) Liluwo; (4) Paguyaman; (5) Pulubala; dan (6) Wumialo.
7) Kota Timur, terdiri atas 6 kelurahan, yaitu: (1) Heledulaa; (2) Heledulaa Selatan; (3) Ipilo; (4) Moodu; (5) Padebuolo; dan (6) Tamalate.
8) Kota Utara, terdiri atas 6 kelurahan, yaitu: (1) Dembe II; (2) Dembe Jaya; (3) Dulomo; (4) Dulomo Selatan; (5) Wongkaditi; dan (6) Wongkaditi Barat.
9) Sipatana, terdiri atas 5 kelurahan, yaitu: (1) Bulotadaa; (2) Bulotadaa Timur; (3) Molosipat U; (4) Tanggikiki; dan (5) Tapa.
Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi tahun 2002 mencapai 6,59%, sementara PDRB harga konstan tahun 2002 sebesar 246.604,30 juta rupiah dan pendapatan per kapita sebesar Rp. 3.795.931,44,- Aktivitas perekonomian penduduk lebih banyak bergerak di bidang jasa sehingga sektor ini menyumbangkan kontribusi terbesar untuk pembentukan PDRB yang disusul sektor-sektor lainnya.
Tokoh
Kota ini adalah tempat kelahiran Hans Bague Jassin, sastrawan Indonesia yang cukup terkenal. Selain sastrawan Hans Bague Jassin, pahlawan/tentara perintis Nani Wartabone juga lahir di daerah agropolitan ini.
Referensi
^ "Perpres No. 6 Tahun 2011". 17 Februari 2011. Diakses pada 23 Mei 2011.
Pranala luar (Indonesia) Situs resmi.
Sejarah Berdirinya Kota Gorontalo [Kota Serambi Madinah]
Kota Gorontalo menjadi pusat pendidikan juga perdagangan karena letaknya yang cukup strategis, dengan menghadap Teluk Tomini di (bagian selatan dan Laut Sulawesi di bagian utara. Kedudukan kota Kerajaan Gorontalo mulanya berada di Kelurahan Hulawa, Kecamatan Telaga, tepatnya di pinggiran Sungai Bolango. Menurut penelitian, pada tahun 1024 H, kota kerajaan ini dipindahkan dari Kelurahan Hulawa ke Dungingi, Kelurahan Tuladenggi, Kecamatan Kota Barat saat ini.
Kemudian, pada masa pemerintahan Sultan Botutihe, kota kerajaan dipindahkan dari Dungingi di pinggiran Sungai Bolango ke satu lokasi yang terletak antara dua kelurahan, yaitu Kelurahan Biawao dan Kelurahan Limba B. Dari pemindahan tersebut masih memiliki kisah sejarah panjang, untuk itu ketahuilah penjelasan di bawah ini:
Sejarah dan Perkembangan Kota Gorontalo
Belum ada yang dapat memastikan mengenai asal usul nama Gorontalo. Banyak versi mengenai hal tersebut, ada yang berasal dari Hulontalangio, nama salah satu kerajaan yang dipersingkat menjadi hulontalo. Ada juga yang menyebut berasal dari Hua Lolontalango yang artinya orang – orang Gowa yang berjalan berlalu lalang. Dan banyak versi lainnya namun, terlihat jelas, kata “hulondalo” sampai sekarang masih hidup dalam ucapan orang Gorontalo. Orang Belanda karena kesulitan dalam mengucapkannya diucapkan dengan kata “horontalo” dan bila ditulis menjadi “gorontalo”.
Menurut sejarah, kota Gorontalo terbentuk kurang lebih 400 tahun lalu dan merupakan salah satu kota tua di Sulawesi selain Kota Makassar, Pare-pare dan juga Manado. Gorontalo pada saat itu menjadi salah satu pusat penyebaran agama Islam di Indonesia Timur yaitu dari Ternate, Gorontalo, Bone. Seiring dengan penyebaran agama tersebut Gorontalo menjadi pusat pendidikan juga perdagangan masyarakat di wilayah sekitar seperti Bolaang Mongondow (Sulut), Buol Toli-Toli, Luwuk Banggai, Donggala (Sulteng) bahkan sampai ke Sulawesi Tenggara. Kota ini menjadi pusat pendidikan dan perdagangan karena letaknya yang strategis yaitu menghadap Teluk Tomini di bagian selatan dan Laut Sulawesi di bagian utara.
Kemudian di masa Pemerintahan Sultan Botutihe kota Kerajaan ini dipindahkan dari Dungingi di pinggiran sungai Bolango, ke satu lokasi yang terletak antara dua kelurahan yaitu kelurahan Biawao dan juga kelurahan Limba B.
Dengan letaknya yang strategis yang menjadi pusat pendidikan juga perdagangan serta penyebaran agama islam maka pengaruh Gorontalo sangat besar pada wilayah sekitar, bahkan menjadi pusat pemerintahan yang disebut dengan Kepala Daerah Sulawesi Utara Afdeling Gorontalo yang meliputi Gorontalo dan wilayah sekitarnya seperti Buol ToliToli dan, Donggala dan Bolaang Mongondow.
Sebelum masa penjajahan keadaaan daerah Gorontalo berbentuk kerajaan yang diatur menurut hukum adat ketatanegaraan Gorontalo. Kerajaan itu tergabung dalam satu ikatan kekeluargaan yang disebut “Pohala’a”.
Pada tahun 1824 daerah Limo Lo Pohalaa telah berada di bawah kekusaan seorang asisten Residen di samping Pemerintahan yang tradisonal. Pada tahun 1889 sistem pemerintahan kerajaan dialihkan menjadi pemerintahan langsung yang dikenal dengan istilah “Rechtatreeks Bestur”. Pada tahun 1911 terjadi lagi perubahan dalam struktur pemerintahan Daerah Limo lo pohalaa dibagi atas tiga Onder Afdeling yaitu :
Sebelum kemerdekaan Republik Indonesia, rakyat Gorontalo dipelopori oleh Bpk. H. Nani Wartabone berjuang dan merdeka pada tanggal 23 Januari 1942. Selama kurang lebih dua tahun yaitu sampai tahun 1944 wilayah Gorontalo berdaulat dengan pemerintahan sendiri. Perjuangan patriotik yang menjadi tonggak kemerdekaan bangsa Indonesia dan memberi imbas dan inspirasi bagi wilayah sekitar bahkan secara nasional. Oleh karena itu Bpk H. Nani Wartabone dikukuhkan oleh Pemerintah RI sebagai pahlawan perintis kemerdekaan kota Gorontalo.
Pada dasarnya masyarakat Gorontalo memiliki jiwa nasionalisme yang tinggi. Indikatornya dapat dibuktikan yaitu pada saat “Hari Kemerdekaan Gorontalo” yaitu 23 Januari 1942 dikibarkan bendera merah putih dan dinyanyikan lagu Indonesia Raya. Padahal saat itu Negara Indonesia sendiri masih merupakan mimpi kaum nasionalis tetapi rakyat Gorontalo sudah menyatakan kemerdekaan dan menjadi bagian dari Indonesia secara utuh.
Kota ini merupakan dataran rendah dengan ketinggian mulai dari 0–500 m di atas permukaan laut dengan curah hujan mencapai 129 dengan suhu 26,5 °C Kota Gorontalo menempati satu lembang yang sangat luas dan membentang sampai wilayah Kabupaten Bone Bolango dan Kabupaten Gorontalo. Wilayah pinggiran pantainya berbentuk perbukitan yang tersusun dari batuan Karst termasuk yang berbatasan dengan pantai yang berada di Teluk Tomini. Secara geografis, Kota Gorontalo terletak antara 00° 28’ 17” – 00° 35’ 56” LU dan 122° 59’ 44” – 123° 05’ 59” BT.
Peninggalan Sejarah Kota Gorontalo
Sejarah Kota Gorontalo Berawal Dari Kerajaan
Sejarah Kota Gorontalo kembali dihistorikan pada momentum perayaan hari jadi ke - 294. Walikota Gorontalo, Marten taha mengatakan ditetapkannya hari jadi kota gorontalo pada tanggal 19 Maret 1728, sebagimana tertuang pada peraturan daerah tahun 1996.
"Sebelum 1728, Kota Gorontalo ini sudah ada dengan berbagai kerajaan, yang ditandai dengan Linula-linula atau kelompok masyarakat yang membentuk kerajaan. Pada saat itu ada tujuh kerajaan," ungkap Walikota Gorontalo Marten Taha pada perayaan malam resepsi HUT Kota Gorontalo 294, di BLY, 19/3/22.
Di antaranya kata Marten dari Suwawa hingga Boalemo, yang kemudian berubah menjadi tiga afdeling menjelang Kemerdekaan Republik Indonesia (RI).
"Yakni Afdeling Kwandang, Gorontalo, dan Boalemo, perjalanan inilah yang membentuk Gorontalo menjadi Kota Gorontalo sampai sekarang," jelasnya.
Marten menambahkan sebelumnya kota Gorontalo secara wilayah administratif, merupakan kota praja diera tahun 60an.
"Wali kota praja yang pertama, yaitu Bapak Rachmat Atje Slamet tahun 1961 -1963, kemudian Bapak Taki Niode (1963-1971), lalu Bapak Yusuf Bilondatu (tahun 1971-1978 atau sekitar dua periode)," ucap Marten.
Selanjutnya diganti oleh Hasan Abbas Nusi (1978-1983), Achmad Nadjamuddin (1983-1988), Yusuf Dali (1988-1993), juga Ahmad Arbie (1993-1997). Jabatan ini tidak sampai satu periode, karena Ahmad Arbie meninggal dunia dalam masa jabatannya.
"Kemudian tahun 1998 terpilihlah Bapak Medi Botutihe (2 periode, 1998-2008), dilanjutkan pak Adhan Dambea 5 tahun. Di tahun 2008-2013 sempat terjadi kekosongan, lalu diisi oleh Plt. Penjabat Walikota Weni Liputo, selama kurang lebih satu tahun," ujar Marten.
Setelah Weni Liputo selesai, lalu pada tahun 2014-2019 Kota Gorontalo dipimpin oleh Marten Taha dan Budi Doku. setelah itu sampai dengan sekarang berlanjut dibawah pimpinan Marten Taha dan Ryan Kono.
Terakhir marten mengajak seluruh warga kota Gorontalo, untuk turut terlibat aktif menyukseskan pembangunan dikota gorontalo.
"Seiring diusia kota yang makin matang, marilah kita benahi kota sebagai rumah kita bersama" ucap Marten.
-oooooooooo oOo oooooooooo-
Sumber : Google Wikipedia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar