KABUPATEN KAPUAS HULU
PROVINSI KALIMANTAN BARAT
Orientasi
Kabupaten Kapuas Hulu adalah salah
satu Daerah
Tingkat II di provinsi Kalimantan Barat. Ibu kota
kabupaten ini terletak di kota
Putussibau yang dapat ditempuh lewat transportasi sungai Kapuas
sejauh 846 km, lewat jalan darat sejauh 814 km dan lewat udara
ditempuh dengan pesawat berbadan kecil dari Pontianak melalui Bandar
Udara Pangsuma. Memiliki luas wilayah 29.842,03 km² (20%
luas Kalimantan
Barat) dan berpenduduk 253.740 menurut data Badan
Pusat Statistik Kabupaten Kapuas Hulu tahun 2022.
Sejarah
Masa penjajahan Belanda
Sekitar tahun 1823, Belanda memasuki wilayah Kapuas Hulu dengan izin dari Kerajaan Selimbau. Belanda segera melakukan perjanjian dengan Kerajaan Selimbau. Perjanjian tersebut menegaskan kedaulatan dari Kerajaan Selimbau. Adapun isi dari perjanjian tersebut, antara lain sebagai berikut:
Tiada raja-raja yang lalu di air Hulu Kapuas dari Hulu Negeri Silat, yang lain dari Raja Selimbau dan Negeri Selimbau itulah yang ada bernama negeri dan raja yang berkuasa dari dahulu kala (berdaulat dan diakui).
Tiada raja-raja dan negeri yang lain di air Hulu Kapuas ada yang menerima kontrak lebih dahulu atau bersamaan dari Sri Paduka Gouvernement, melainkan Raja Selimbau yaitu pada zaman Pangeran Suma memegang tahta Kerajaan Negeri Selimbau, sebabnya yang lain tiada memiliki kekuasaan negara yang tiada raja dan kerajaan kedaulatan.
Pada masa Raja Selimbau menerima kontrak yang pertamanya dari Sri Paduka Gouvernement maka semuanya yang ada di Air Kapuas takluk di bawahnya di Negeri Selimbau, dan perintah Raja Negeri Selimbau, dan kontrak yang terberi di Selimbau (tercatat) pada tanggal 15 November 1823 atau 11 Rabiul Awal 1279 Hijriah.
Sebelum adanya kontrak dengan pemerintah Hindia-Belanda yang berkedudukan di Kota Sintang, wilayah Hulu Negeri Silat sebagian berada di bawah kekuasaan pemerintah Hindia-Belanda. Melalui kontrak yang tertuang dalam surat persaksian perang Raja Negeri Selimbau, maka tidak diragukan bahwa semua wilayah Kapuas Hulu takluk di bawah kekuasaan Raja Negeri Selimbau.
Pada masa pemerintahan Sri Paduka Panembahan Haji Gusti Muhammad Abbas Surya Negara, Kerajaan Selimbau kedatangan seorang utusan Belanda yang adalah seorang Asisten Residen Sintang yang bernama Cettersia. Utusan Belanda tersebut datang dengan maksud meminta izin kepada Raja Selimbau untuk menebang kayu yang akan digunakan untuk membangun benteng di daerah Sintang. Keseluruhan hasil kayu tersebut sebanyak 10 persen akan dibagikan kepada Raja Negeri Selimbau. Permohonan izin tersebutpun disetujui.
Dengan mengetahui banyaknya sumber daya alam yang ada di wilayah Kapuas Hulu, maka pemerintah Hindia-Belanda terus berupaya menempatkan dan menambah kekuatan militernya di daerah-daerah potensial dan yang transportasinya lancar. Pemerintah Hindia-Belanda mulai mengintervensi sistem pemerintahan kerajaan di wilayah Kapuas Hulu melalui politik “adu domba”. Dengan menjalankan politik “adu domba” dan kekuatan militer, pemerintah Hindia-Belanda di Kapuas Hulu semakin leluasa menindas rakyat dan menguras kekayaan alamnya.
Raja Selimbau tidak mampu mengendalikan pemerintahannya secara utuh sebab Belanda selalu mencampuri setiap keputusan yang dibuat oleh raja. Pada tahun 1925, setelah Panembahan Haji Gusti Usman mangkat yang juga menandai berakhirnya kedaulatan Kerajaan Selimbau, pemerintah Hindia-Belanda dapat menguasai wilayah Kapuas Hulu secara utuh.
Masa penjajahan Jepang
Jepang masuk ke wilayah Kapuas Hulu pada tahun 1942 dengan membuka pertambangan batu bara di bagian hulu sungai Tebaung dan sungai Mentebah. Pada masa itu, wilayah Kalimantan Barat dipimpin oleh Abang Oesman, K.Kastuki dan Honggo. Pada masa awal kedatangannya, Jepang disambut dengan baik dengan harapan akan membebaskan rakyat dari penjajahan Belanda. Tetapi pada kenyataannya, Jepang bahkan tidak lebih baik dari Belanda. Jepang melakukan eksploitasi besar-besaran terhadap sumber daya alam dan manusia demi kepentingan sepihak. Melihat ketimpangan ini, banyak rakyat yang melakukan perlawanan terhadap Jepang.
Pada masa Jepang seluruh wilayah Kalimantan berada di bawah kekuasaan angkatan laut Jepang Borneo Menseibu Coka yang berpusat di Banjarmasin, sedangkan untuk Kalimantan Barat berstatus "Minseibu Syuu".
Masa Kemerdekaan
Berdasarkan Keputusan Gabungan Kerajaan-Kerajaan Borneo Barat pada tanggal 22 Oktober 1946 Nomor 20L, wilayah Kalimantan Barat terbagi kedalam 12 Swapraja dan 3 Neo Swapraja. Wilayah Kapuas Hulu termasuk salah satu wilayah Neo Swapraja. Dengan dukungan Besluit Luitenant Gouveneur General Nomor 8 tanggal 2 Maret 1948 yang berisi pengakuan Belanda terhadap status Kalimantan Barat sebagai daerah istimewa dengan pemerintahan sendiri beserta sebuah dewan Kalimantan Barat, maka pada tahun 1948, melalui Surat Keputusan Nomor 161 tanggal 10 Mei 1948 Presiden Kalimantan Barat membentuk suatu ikatan federasi dengan nama Daerah Istimewa Kalimantan Barat (DIKB).
Dengan adanya tuntutan rakyat, DKIB yang dipandang sebagai peninggalan pemerintah Belanda, kemudian dihapuskan. Pada masa Republik Indonesia Serikat (RIS), daerah Kalimantan Barat berstatus sebagai daerah bagian yang terdiri dari Dayak Besar, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, dan Banjar. Setelah bergabung menjadi bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), dengan dikeluarkannya Undang-Undang Darurat No.3 Tahun 1953 dibentuklah Pemerintahan Administrasi Kabupaten Kapuas Hulu dengan ibu kota Putussibau. Bupati pertama yang menjabat adalah J. C. Oevang Oeray (1951-1955).
Geografis
Kabupaten Kapuas Hulu secara astronomi terletak antara 0,50° Lintang Utara sampai 1,40° Lintang Selatan dan antara 111,40° Bujur Timur sampai 114,10° Bujur Timur. Secara umum Kabupaten Kapuas Hulu memanjang dari arah Barat ke Timur, dengan jarak tempuh terpanjang ±240 km dan melebar dari Utara ke Selatan ±126,70 km. Kabupaten Kapuas Hulu pun merupakan kabupaten paling timur di Provinsi Kalimantan Barat. Jarak tempuh dari ibu kota provinsi Pontianak adalah ±657 Km melalui jalan darat, ±842 Km melalui jalur aliran sungai kapuas dan ± 1,10 jam penerbangan udara. Kabupaten Kapuas Hulu memiliki luas wilayah sebesar 29.842 km².
Batas Wilayah
Batas-batas wilayah Kabupaten Kapuas Hulu adalah sebagai berikut:
Utara |
|
Timur |
Kabupaten Mahakam Ulu, Kalimantan Timur dan Kabupaten Murung Raya, Kalimantan Tengah |
Selatan |
Kabupaten Sintang dan Kabupaten Murung Raya, Kalimantan Tengah |
Barat |
Iklim
Oleh karena wilayahnya yang dilalui garis khatulistiwa, wilayah Kabupaten Kapuas Hulu beriklim hutan hujan tropis (Af) dengan pengaruh ekuatorial yang kuat yang ditandai dengan curah hujan yang tinggi sepanjang tahun. Suhu udara di wilayah ini cenderung konstan antara 23°–34° C di wilayah dataran rendah dan kurang dari 25°c di wilayah dataran tinggi. Wilayah ini memiliki tingkat kelembapan relatif yang juga tinggi antara 70%–90%.
Pemerintahan
Kepala daerah
Bupati merupakan pemimpin tertinggi di lingkungan pemerintah Kabupaten Kapuas Hulu. Bupati Kapuas Hulu bertanggungjawab kepada gubernur provinsi Kalimantan Barat atas wilayah Kapuas Hulu. Saat ini, bupati atau kepala daerah yang menjabat di Kabupaten Kapuas Hulu ialah Fransiskus Diaan, dengan wakil bupati Wahyudi Hidayat. Mereka menang pada Pemilihan umum Bupati Kapuas Hulu 2020, untuk periode tahun 2021-2024. Fransiskus dan Wahyu dilantik oleh gubernur Kalimantan Barat, Sutarmidji, pada 26 Februari 2021 di Kantor gubernur Kalimantan Barat.
Kecamatan
Kabupaten Kapuas Hulu terdiri dari 23 kecamatan, 4 kelurahan, dan 278 desa. Pada tahun 2017, jumlah penduduknya mencapai 237.599 jiwa dengan luas wilayah 29.842,00 km² dan sebaran penduduk 8 jiwa/km².
Demografi
Suku Bangsa
Sebagian besar penduduk kabupaten Kapuas Hulu berasal dari suku bangsa Dayak dan Melayu. Suku Dayak sendiri terdiri dari beberapa sub suku, yakni Dayak Iban, Dayak Kayan Mendalam, Dayak Embaloh, Dayak Taman, dan Dayak Kantuk. Selain itu, suku pendatang lain seperti Jawa, Bugis, Sunda, Batak, Tionghoa dan beberapa suku lain juga ada di Kapuas Hulu. Pengaruh budaya Dayak dan Melayu sangat kuat di Kapuas Hulu, sehingga tradisi-tradisi suku tersebut memengaruhi adat istiadat Kapuas Hulu.
Kebudayaan Melayu yang terdapat di Kapuas Hulu seperti tarian Jepin, Syair, Pantun, Qasidah dan juga Hadrah, yang sering diadakan pada upacara adat dan pesta perkawinan. Sementara untuk suku Dayak, budaya yang ada di Kapuas Hulu yakni budaya Ngajat dan Sandauari dan Gawai Kenalang dari Dayak Iban, kemudian budaya Baranangis dan Nyonjoan dari Dayak Embaloh. Ada juga budaya Bejande, Betimang dan Bedudu dari Dayak Kantuk, kemudian budaya Mandung dari Dayak Taman, dan Dange’ dari Dayak Kayan Mendalam.
Agama
Penduduk kabupaten Kapuas Hulu memiliki beragam agama dan kepercayaan, dengan mayoritas menganut agama Islam. Dalam Sensus Penduduk Indonesia 2010, penduduk Kapuas Hulu yang menganut agama Islam sebanyak 59,50%. Kemudian penduduk yang menganut agama Kekristenan dengan jumlah signifikan yakni 40,22% dengan mayoritas Katolik sebanyak 32,04%, dan selebihnya Protestan sebanyak 8,18%. Sebagian lagi menganut agama Buddha sebanyak 0,12%, kemudian Konghucu sebanyak 0,10%, dan Hindu serta kepercayaan sebanyak 0,05%. Untuk sarana rumah ibadah masing-masing agama, terdapat 245 masjid, 311 musala, 294 gereja Katolik, dan 210 gereja Protestan.
Ekonomi
Hasil hutan di wilayah Kesatuan Pemangku Hutan Putussibau dan Semitau jadi andalan utama roda perekonomian Kapuas Hulu. Hasilnya berupa kayu bulat yang terbagi dalam tiga kelompok, meranti, rimba campuran dan kayu indah.
Di sektor perikanan, Kapuas Hulu tergolong habitat puluhan jenis ikan hias, seperti arwana dan ulanguli. Habitat ikan ini hanya ada di dalam Danau Sentarum. Di kawasan lain seperti kawasan hulu sungai Kapuas, Embaloh, Mendalam dan Sibau dengan hasil seperti ikan jelawat, semah, toman, tengadak, belida, lais, entokan dan baung.
Transportasi
Transportasi utama menuju dan dari Kabupaten Kapuas Hulu yakni melalui darat dan udara. Transportasi udara, kabupaten Kapuas Hulu memiliki sebuah lapangan terbang atau bandara yang terletak di kelurahan Kedamin Hulu, kecamatan Putussibau Selatan, yakni Bandara Pangsuma. Bandara ini menjadi pintu masuk utama ke Kapuas Hulu. Bandara Pangsuma memiliki Panjang Landasan/Arah/PCN: 1.004 x 23 m / 10-28 / 5 FCZU, dan termasuk bandara Kelas IV dengan kemampuan daya tampung untuk pesawat jenis DHC-6. Luas terminal Domestik bandar ini sekitar 240 m2.
Olahraga
Kabupaten Kapuas Hulu memiliki klub sepak bola, yaitu Persatuan Sepakbola Kapuas Hulu (PSKH). Persatuan Sepak bola Kapuas Hulu saat ini berada di Divisi 1 Liga Amatir Indonesia.
Pariwisata
Secara geografis, sebagian besar wilayah Kabupaten Kapuas Hulu masih terdiri dari hutan, yang di dalamnya terdapat beragama jenis pohon dan tumbuh-tumbuhan. Sektor pariwisata di Kapuas Hulu bergerak di bidang budaya dan peninggalan sejarah, serta beberapa wisata alam. Wisata yang ada di Kapuas Hulu diantaranya:
1. Danau Sentarum di Batang Lupar, berbatasan dengan Malaysia
2. Bukit Ampan di desa permata dusun nanga pedian kecamatan pengkadan
3. Gereja Tua Bersejarah St Fedelis di Sejiram
4. Batu Kapal di Riam Mengelai
5. Masjid Tua Baiturrahim di Nanga Bunut
6. Masjid Jami Selimbau di Selimbau
7. Batu Puja di Semitau
8. Situs Purbakala di Nanga Balang
9. Rumah Betang Sawe/suai di Suai
10. Rumah Betang Melapi 1-5 di desa Malapi
11. Rumah Betang Inko’ Tambe di Inko’ Tambe
12. Rumah Betang Lunsa Hilir di Lunsa Hilir
13. Rumah Betang Lunsa Hulu di Lunsa Hulu
14. Rumah Betang Semangkok 1-2 di desa Semangkok
15. Rumah Betang Sibau Hilir di desa Sibau Hilir
16. Rumah Betang Sibau Hulu di desa Sibau Hulu
17. Rumah Betang Sei Uluk Palin di esa Palin
18. Rumah Betang Benua Tengah di desa Benua Tengah
19. Rumah Betang Panjang Nanga Nyabau di desa Nanga Nyabau
-oooooooooo oOo oooooooooo-
Sumber : Google Wikipedia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar