KABUPATEN LAMONGAN
PROVINSI JAWA TIMUR
Orientasi
Lamongan (bahasa Jawa: Hanacaraka: ꦭꦩꦺꦴꦁꦔꦤ꧀ Pegon: لامَوڠان) adalah sebuah kabupaten di Provinsi Jawa Timur, Indonesia. Pusat pemerintahan Kabupaten Lamongan berada di Kecamatan Lamongan yang terletak 49 km barat Kota Surabaya.
Kabupaten Lamongan dilintasi Jalan Nasional Jakarta-Surabaya, dan merupakan salah satu wilayah yang masuk dalam kawasan metropolitan Surabaya, yaitu Gerbangkertosusila.
Geografi
Secara geografis
Kabupaten Lamongan terletak pada 6°51’54” - 7°23’06” Lintang Selatan dan
112°33’45” - 112°33’45” Bujur Timur. Kabupaten Lamongan memiliki luas wilayah
kurang lebih 1.812,8 km² atau ±3.78% dari luas wilayah Provinsi Jawa Timur. Dengan panjang garis
pantai sepanjang 47 km, maka wilayah perairan laut Kabupaten Lamongan adalah
seluas 902,4 km², apabila dihitung 12 mil dari permukaan laut.
Secara administratif, Kabupaten Lamongan terbagi menjadi 27 kecamatan dan 476 desa. Daratan Kabupaten Lamongan dibelah oleh Sungai Bengawan Solo, dan secara garis besar daratannya dibedakan menjadi 3 karakteristik yaitu:
1. Bagian Tengah Selatan merupakan daratan rendah yang
relatif agak subur yang membentang dariKecamatan Kedungpring, Babat, Sukodadi, Pucuk, Lamongan, Deket, Tikung, Sugio, Maduran, Sarirejo dan Kembangbahu.
2. Bagian Selatan dan Utara merupakan pegunungan kapur
berbatu-batu dengan kesuburan sedang. Kawasan ini terdiri dari Kecamatan Mantup, Sambeng, Ngimbang, Bluluk, Sukorame, Modo, Brondong , Paciran, dan Solokuro.
3. Bagian Tengah Utara merupakan daerah Bonorowo yang merupakan daerah rawan banjir. Kawasan ini meliputi kecamatan Sekaran, Laren, Karanggeneng, Kalitengah, Turi, Karangbinagun, dan Glagah.
Topografi
Kondisi topografi Kabupaten Lamongan dapat ditinjau dari ketinggian wilayah di atas permukaan laut dan kelerengan lahan. Kabupaten Lamongan terdiri dari dataran rendah dan bonorowo dengan tingkat ketinggian 0-25 meter seluas 50,17%, sedangkan ketinggian 25-100 meter seluas 45,68%, selebihnya 4,15% berketinggian di atas 100 meter di atas permukaan air laut.
Jika dilihat dari tingkat kemiringan tanahnya, wilayah Kabupaten Lamongan merupakan wilayah yang relatif datar, karena hampir 72,5% lahannya adalah datar atau dengan tingkat kemiringan 0-2% yang tersebar di kecamatan Lamongan, Deket, Turi, Sekaran, Tikung, Pucuk, Sukodadi, Babat, Kalitengah, Karanggeneng, Glagah, Karangbinagun, Mantup, Sugio, Kedungpring, Sebagian Bluluk, Modo, dan Sambeng. Sedangkan hanya sebagian kecil dari wilayahnya adalah sangat curam, atau kurang dari 1% (0,16%) yang mempunyai tingkat kemiringan lahan 40% lebih.
Batas Wilayah
Adapun batas-batas wilayah Kabupaten Lamongan adalah sebagai berikut:
Sejarah
Masa Kerajaan Hindu-Buddha
Lamongan di masa lampau merupakan pintu gerbang ke Kerajaan Kahuripan, Kerajaan Panjalu, Kerajaan Jenggala, Kerajaan Singosari dan Kerajaan Majapahit, berada di Ujung Galuh, Canggu dan Kambang Putih (Tuban). Setelah itu tumbuh pelabuhan Sedayu Lawas dan Gujaratan (Gresik), yang merupakan daerah yang amat ramai sebagai penyambung hubungan dengan Kerajaan luar Jawa bahkan luar Negeri.
Pada waktu Kerajaan Majapahit dipimpin Raja Hayam Wuruk (1350 -1389) kawasan kanan kiri Bengawan Solo menjadi daerah Pardikan, atau daerah penyangga ekonomi Majapahit dan jalan menuju pelabuhan Kambang Putih. Wilayah ini disebut Daerah Swatantra Pamotan di bawah kendali Bhre Pamotan atau Sri Baduga Bhrameswara atau paman Raja Hayam Wuruk. Petilasan desa Pamotan, kecamatan Sambeng) sebelumnya di bawah kendali Bhre Wengker (Ponorogo). Daerah swatantra Pamotan meliputi 3 kawasan pemerintahan Akuwu, meliputi Daerah Biluluk (Bluluk) Daerah Tenggulunan (Tenggulun, Solokuro), dan daerah Pepadhangan (Padangan, Bojonegoro).
Menurut buku Negara Kertagama, telah berdiri pusat pengkaderan para cantrik yang mondok di Wonosrama Budha Syiwa bertempat di Balwa (desa Blawi, Karangbinangun), di Paciran (Sendang Duwur), di Klupang (Lopang, Kembangbahu) dan di Luwansa (desa Lawak, Ngimbang).
Desa Babat, kecamatan Babat ditengarahi terjadi perang Bubat, sebab saat itu Babat menjadi salah satu tempat penyeberangan diantara 42 tempat di sepanjang aliran bengawan Solo. Berita ini terdapat dalam Prasasti Biluluk yang tersimpan di Museum Gajah Jakarta, yang berupa lempengan tembaga serta 39 gurit di Lamongan yang tersebar di Pegunungan Kendeng bagian Timur dan beberapa tempat lainnya.
Menjelang keruntuhan Majapahit tahun 1478 M, Lamongan saat itu di bawah kekuasaaan Kerajaan Sengguruh (Singasari) bergantian dengan Kerajaan Kertosono (Nganjuk) dikenal dengan kawasan Gunung Kendeng Wetan yang diperintah oleh Demung, bertempat disekitar Candi Budha Syiwa di Mantup. Setelah itu diperintah Rakrian Rangga sampai tahun 1542 M (petilasan di Mushalla KH. M. Maser Asnawi kranggan Lamongan).
Masa Kerajaan Islam
Kekuasaan Majapahit di bawah kendali Ario Jimbun (Ariajaya) anak Prabu Brawijaya V di Galgahwangi yang berganti Demak Bintoro bergelar Sultan Alam Akbar Al Fatah (Raden Patah) 1500 sampai 1518 M, lalu diganti anaknya, Adipati Unus 1518 sampai 1521 M, dan Sultan Trenggono 1521 sampai 1546 M.
Dalam mengembangkan ambisinya, Sultan Trenggono mengutus Sunan Gunung Jati ke wilayah barat untuk menaklukkan Banten, Jayakarta, dan Cirebon. Dan ke timur yang dipimpin Sultan sendiri untuk menyerbu Lasem, Tuban dan Surabaya sebelum menyerang Kerajaan Blambangan (Panarukan). Pada saat menaklukkan Surabaya dan sekitarnya, pemerintahan Rakryan Rangga Kali Segunting (Lamong) berhasil ditaklukan oleh Sultan Trenggono pada 1541. Namun tahun 1542 terjadi pertempuran hebat yang terjadi di daerah Bandung, Kalibumbung, Tambakboyo dan sekitarnya antara pasukan Rakryan Kali Segunting dibantu Kerajaan Sengguruh (Singasari) dan Kerajaan Kertosono dari Nganjuk dibawah pimpinan Ki Ageng Angsa dan Ki Ageng Panuluh. Pertempuran itu mampu ditaklukkan pasukan Kesultanan Demak yang dipimpin Raden Abu Amin, Panji Laras dan Panji Liris.
Masa Kepemerintahan Awal
Tahun 1543 M, dimulailah Pemerintahan Islam yang direstui Sunan Giri III (Sunan Sedo Ing Margi). Oleh Sultan Trenggono ditunjuklah R. Abu Amin untuk memimpin Karanggan Kali Segunting, yang wilayahnya diapit kali Lamong dan kali Solo. Wilayah utara kali Solo menjadi wilayah Tuban, perdikan Drajat, Sidayu, dan wilayah selatan kali Lamong masih menjadi wilayah Japanan dan Jombang.
Tahun 1556, R. Abu Amin wafat, digantikan oleh R. Hadi yang masih paman Sunan Giri III sebagai Rangga Hadi 1556 -1569 M. Tepat hari Kamis pahing 10 Dzulhijjah 976 H atau bertepatan 26 mei 1569 M, Rangga Hadi dilantik menjadi Tumenggung Lamongan bergelar Tumenggung Surajaya (Soerodjojo) hingga tahun 1607 dan dimakamkan di kelurahan Tumenggungan, kecamatan Lamongan yang dikenal dengan Makam Mbah Lamong. Tanggal tersebut dipakai sebagai Hari Jadi Lamongan.
Masa Kolonial
Hingga pada masa Kolonial Belanda atau penjajahan sebelum Indonesia merdeka, Kecamatan Babat, Kabupaten Lamongan dahulunya dijadikan pusat pemerintahan Kolonial Belanda yang menjajah negeri ini hampir 3,5 abad. Sampai saat ini terlihat sederet gedung atau bangunan tua yang masih berdiri kokoh di sepanjang jalan raya Surabaya-Bojonegoro oleh Perusahaan Hindia Timur yang akrab dikenal VOC (Vereenigde Oostindische Compagnie) sebagai pusat pemerintahan "Dahulunya Babat ini sebagai kantor kawedanan atau keresidenan yang membawahi beberapa pemerintahan. Bahkan dahulunya Babat ini merupakan ibu dari Lamongan," papar Nafis Abdurouf, Guru Sejarah dan Pemerhati Sejarah dan Kebudayaan, Lamongan.
VOC menjadikan Babat sebagai pusat pemerintahan lantaran wilayah tersebut merupakan daerah strategis yang bisa menghubungkan antara beberapa kabupaten seperti, Bojonegoro, Tuban dan Jombang. Belanda, saat menjajah Lamongan juga berhasil menguasai beberapa wilayah, di antaranya, Paciran, Sukodadi, Kota Lamongan dan daerah lainnya. Namun dari beberapa kecamatan yang berhasil ditaklukkan, Belanda tidak menjadikan wilayah itu sebagai pusat pemerintahan. Wilayah-wilayah itu hanya dijadikan sebagai daerah pembantu pemerintah, atau istilah saat ini pemerintah kecamatan.
Masa Pasca Kemerdekaan Dan Agresi Militer
Merdeka pada 17 Agustus 1945, daerah Lamongan menjadi garis depan melawan tentara kependudukan Belanda. Pada tanggal 20 Desember 1948 pukul 15.00, terjadi serbuan atas kota Babat oleh Pasukan Marbrig (Mariniers Brigade atau Koninklijk Nederlandse Marine Korps) yang datang dari Tuban. Kota Babat termasuk jembatan Cincim jatuh ke tangan Belanda tanpa ada perlawanan sama sekali. Peristiwa ini dikenal dengan sebutan “dosa komandan Batalyon Halik”.
Mendengar berita penyerbuan tersebut, Komando Batalyon Sunaryadi segera menempatkan kompi Dullasim di desa Belo, Plosowahyu dan desa Made untuk menghadapi Belanda dari Babat. Brigade Marinir Belanda ternyata tidak langsung menyerang kota Lamongan dari kota Babat, melainkan bergerak ke arah selatan dengan tujuan utama kota Kertosono.
Di selatan Lamongan, yakni di daerah antara Gunung Pegat sampai ke Ngimbang mereka menghadapi perlawanan sengit tentara Republik. Di jalur ini tentara Belanda harus berhadapan dengan Kompi Dihar dari Batalyon Basuki Rachmat, Batalyon Jarot Subiyantoro dan Kompi Jansen Rambe.
Tanggal 2 Januari 1949, Kedungpring mendapat giliran serangan. Selanjutnya, pasukan bergerak ke Modo, Bluluk, Ngimbang, Sambeng dan Mantup. Di desa Mantup dan desa Nogojatisari (Kecamatan Sambeng), markas Batalyon Jarot dan dapur umum untuk melayani pasukan dibombardir oleh Belanda, sehingga pasukan Republik mundur ke arah barat. Setelah daerah-daerah tersebut sepenuhnya dikuasai, tentara Belanda dipecah menjadi dua, yakni sebagian lewat Kembangbahu kemudian bertemu dengan pasukan induk dari Mantup untuk menyerang Tikung lebih dahulu.
Kompi Sunaryo mengeluarkan satu seksi yang dipimpin oleh Letda Untung untuk mengadakan penghadangan di desa Modo. Pertempuran tidak bisa dielakkan antara tentara Belanda dan pasukan Untung. Karena tentara Belanda memiliki kekuatan yang lebih besar, akhirnya seksi mundur dengan membawa korban dua orang. Sementara Kompi Dullasim ketika mengadakan penghadangan di jalan Sugio menuju Kedungpring tidak berhasil menjumpai pasukan Belanda, mereka kembali ke pos di desa Kentong Kecamatan Sugio, Lamongan.
Menjelang subuh pagi harinya, mereka disergap oleh pasukan Belanda dari berbagai arah, mereka lari tanpa sempat memberi perlawanan. Belanda memuntahkan peluru ke segala arah secara membabi buta, dan membakar rumah-rumah penduduk. Penyergapanan itu menimbulkan korban sebanyak 6 orang meninggal, dan korban yang luka-luka juga cukup banyak.
Pada tanggal 18 Januari 1949, pukul 13.00 WIB, Kota Lamongan berhasil diduduki dan dikuasai oleh serdadu-serdadu Belanda, setelah melawan TNI, rakyat dan para pejuang RI lainnya. Sehingga membuat pemerintahan di Kabupaten Lamongan harus mengungsi ke luar Kota Lamongan, sedangkan pelaksanaan tugas-tugas pemerintahan dilakukan di desa- desa yang dijadikan sebagai tempat pemerintahan darurat.
Selama enam bulan pertempuran melawan pasukan Belanda, korban dari pihak tentara- tentara Belanda relatif lebih besar dibandingkan dengan korban di pihak pasukan Lamongan. Tercatat pihak Belanda mengalami korban tewas 139 pasukan, luka-luka 29 orang dan tertawan 11 orang. Korban dari pihak RI dalam rentang waktu enam bulan (18 Januari 1949 s/d 19 Juni 1949) tercatat sebanyak 40 tentara gugur, 11 tertawan dan 12 orang terluka. Adapun korban dari warga sipil 335 orang tewas dan 93 mengalami luka-luka. Dalam serangan agresi Belanda II itu, tercatat 178 ternak warga mati, 1.070 rumah dibakar lengkap dengan 840 kwintal lumbung pangan masyarakat.
Transportasi
Angkutan Jalan Raya
Kabupaten Lamongan dilintasi jalur utama pantura yang menghubungkan Jakarta-Surabaya, yakni sepanjang pesisir utara Jawa. Jalan ini sendiri melewati Kecamatan Paciran yang memiliki banyak tempat pariwisata. Kota Lamongan sendiri juga dilintasi jalur Surabaya-Cepu-Semarang. Babat merupakan persimpangan antara jalur Surabaya-Semarang dengan jalur Jombang-Tuban.
Angkutan Kereta Api
Lamongan juga dilintasi jalur kereta api lintas utara Pulau Jawa. Stasiun kereta api terbesarnya adalah di Lamongan dan Babat.
Kereta yang dilayani dari stasiun Lamongan dan stasiun Babat Adalah:
1. Kereta api Airlangga kelas Ekonomi PSO jurusan Surabaya Pasar Turi–Pasar Senen
2. Kereta api Sembrani kelas Eksekutif jurusan Surabaya Pasar Turi–Gambir
3. Kereta api Dharmawangsa kelas Eksekutif–Ekonomi jurusan Surabaya Pasar Turi–Pasar Senen
4. Kereta api Gumarang kelas Eksekutif–Bisnis jurusan Surabaya Pasar Turi–Pasar Senen
5. Kereta api Harina kelas Eksekutif–Ekonomi Premium jurusan Surabaya Pasar Turi–Bandung
6. Kereta api Jayabaya kelas Ekonomi Non PSO jurusan Malang–Surabaya Pasar Turi–Pasar Senen
7. Kereta api Kertajaya kelas Ekonomi Premium jurusan Surabaya Pasar Turi–Pasar Senen
8. Kereta api Ambarawa Ekspres Kelas Ekonomi jurusan Surabaya Pasar Turi–Semarang Poncol
9. Kereta api Lokal Cepu jurusan Surabaya Pasar Turi–Cepu
10. Kereta Api Komuter Sulam jurusan Surabaya Pasar Turi–Lamongan
Angkutan kereta api nonaktif
Kabupaten Lamongan terdapat rel kereta api yg nonaktif Dari Stasiun Babat (Aktif) Ke Stasiun Tuban , Stasiun Jombang Kota , Stasiun Jatirogo Dan Stasiun Merakurak
Pariwisata
Wisata Alam
Tempat wisata alam di Kabupaten Lamongan, yaitu:
2. Akar Langit Trinil Brondong
3. Wisata Edukasi Gondang Outbond (WEGO)
6. Wisata Bahari Lamongan (WBL)
7. Gua Maharani
11. Pantai Ya'ang Labuhan
13. Maunen
14. Goa Viva
16. Wisata Sejarah
Tempat wisata sejarah di Kabupaten Lamongan, yaitu:
3. Situs Pataan
4. Situs Sendang Gede Ngimbang
5. Candi Slumpang Laren
6. Omah Dhuwur Ngimbang
Wisata Religi
Tempat wisata religi di Kabupaten Lamongan, yaitu:
1. Makam Sunan Drajat
2. Makam Sunan Sendang Duwur
3. Makam Syekh Maulana Ishaq (Ayah Sunan Giri)
4. Makam Sunan Lamongan/Syekh Hisyamudin (Putra Sunan Ampel)
5. Makam Dewi Sekardadu (Ibu Sunan Giri)
6. Makam Nyai Andongsari (Ibu Patih Gajah Mada)
Kuliner Khas
Makanan
Kabupaten Lamongan mempunyai bermacam-macam masakan khas, diantaranya:
2. Sego Boranan
3. Lodeh Kuthuk
4. Tahu Thek
6. Penyetan
7. Tahu Campur
9. Wingko Babat
10. Pecel Lele
11. Keripik Sunduk
12. Bandeng Colo
13. Asem Bandeng
Kerajinan
Kabupaten Lamongan mempunyai bermacam-macam kerajinan antara lain;
1. Jumreg
3. Batik Sendang Dhuwur
4. Tenun Ikat Desa Parengan
Pendidikan
Perguruan Tinggi
1. Universitas Islam Lamongan (UNISLA)
2. Universitas Muhammadiyah Lamongan
3. Universitas Islam Darul Ulum Lamongan (UNISDA)
4. Institut Pesantren Sunan Drajat Lamongan (INSUD)
5. Universitas Billfath
6. Institut Teknologi dan Bisnis Ahmad Dahlan Lamongan
7. STAI Muhammadiyah Paciran
8. STIE Muhammadiyah Paciran
-oooooooooo oOo oooooooooo-
Sumber : Google Wikipedia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar