KOTA SAMARINDA
PROVINSI KALIMANTAN TIMUR
Orientasi
Samarinda merupakan ibukota dari provinsi KalimantanTimur, Indonesia serta kota dengan penduduk terbesar di seluruh Pulau Kalimantan dengan jumlah penduduk 766.015 jiwa (2022). Samarinda memiliki wilayah seluas 783 km² dengan kondisi geografi daerah berbukit dengan ketinggian bervariasi dari 10 sampai 200 meter dari permukaan laut.
Kota Samarinda dibelah oleh Sungai Mahakam dan menjadi gerbang menuju pedalaman Kalimantan Timur melalui jalur sungai, darat maupun udara. Samarinda terkenal dengan perkembangannya yang ekspansif seperti Pelabuhan Samarinda dan Pelabuhan Palaran yang keduanya merupakan pelabuhan tersibuk se Kalimantan Timur, serta jumlah penduduk terbesar di Kalimantan Timur.
Dengan luas wilayah yang hanya sebesar 0,56 persen dari luas Provinsi Kalimantan Timur, Kota Samarinda merupakan wilayah terkecil ketiga setelah Kota Bontang dan Kota Balikpapan. Ditinjau berdasarkan batas wilayahnya, Kota Samarinda seluruhnya merupakan enklave dari Kabupaten Kutai Kartanegara.
Sejarah
Samarinda yang dikenal sebagai kota seperti saat ini dulunya adalah salah satu wilayah Kesultanan Kutai Kartanegara ing Martadipura. Pada abad ke-13 Masehi (tahun 1201–1300), sebelum dikenalnya nama Samarinda, sudah ada perkampungan penduduk di enam lokasi yaitu Pulau Atas, Karangasan (Karang Asam), Karamumus (Karang Mumus), Luah Bakung (Loa Bakung), Sembuyutan (Sambutan) dan Mangkupelas (Mangkupalas). Penyebutan enam kampung di atas tercantum dalam manuskrip surat Salasilah Raja Kutai Kartanegara yang ditulis oleh Khatib Muhammad Tahir pada 30 Rabiul Awal 1265 H (24 Februari 1849 M).
Pada tahun 1565, terjadi migrasi suku Banjar dari Batang Banyu ke daratan Kalimantan bagian timur. Ketika itu rombongan Banjar dari Amuntai di bawah pimpinan Aria Manau dari Kerajaan Kuripan (Hindu) merintis berdirinya Kerajaan Sadurangas (Pasir Balengkong) di daerah Paser. Selanjutnya suku Banjar juga menyebar di wilayah Kerajaan Kutai Kartanegara, yang di dalamnya meliputi kawasan di daerah yang sekarang disebut Samarinda.
Sejarah bermukimnya suku Banjar di Kalimantan bagian timur pada masa otoritas Kerajaan Banjar juga dinyatakan oleh tim peneliti dari Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI (1976): “Bermukimnya suku Banjar di daerah ini untuk pertama kali ialah pada waktu kerajaan Kutai Kertanegara tunduk di bawah kekuasaan Kerajaan Banjar. Inilah yang melatarbelakangi terbentuknya bahasa Banjar sebagai bahasa dominan mayoritas masyarakat Samarinda di kemudian hari, walaupun telah ada beragam suku yang datang, seperti Bugis dan Jawa.
Pada tahun 1730, rombongan Bugis Wajo yang dipimpin La Mohang Daeng Mangkona merantau ke Samarinda. Semula mereka diizinkan Raja Kutai bermukim di muara Karang Mumus, tetapi dengan pertimbangan subjektif bahwa kondisi alamnya kurang baik, mereka memilih lokasi di Samarinda Seberang. Dalam kaitan ini, lokasi di bagian Samarinda Kota sebelum kedatangan Bugis Wajo, sudah terbentuk permukiman penduduk dengan sebagian areal perladangan dan persawahan yang pada umumnya dipusatkan di sepanjang tepi Sungai Karang Mumus dan Karang Asam.
Mengenai nama La Mohang Daeng Mangkona yang diklaim sebagai pendiri Samarinda Seberang, hal ini kontroversi. Namanya tidak ditemukan dalam sumber arsip dan literatur kolonial. Namanya juga tidak tercatat dalam surat perjanjian antara Bugis dan Raja Kutai. Yang tercatat dalam perjanjian beraksara Arab-Melayu dan penelitian S.W. Tromp (1881) sebagai pemimpin Bugis adalah Anakhoda Latuji.
Mengenai asal-usul nama Samarinda, tradisi lisan penduduk Samarinda menyebutkan, asal-usul nama Samarendah dilatarbelakangi oleh posisi sama rendahnya permukaan Sungai Mahakam dengan pesisir daratan kota yang membentenginya. Tempo dulu, setiap kali air sungai pasang, kawasan tepian kota selalu tenggelam. Selanjutnya, tepian Mahakam mengalami pengurukan/penimbunan berkali-kali hingga kini bertambah 2 meter dari ketinggian semula.
Oemar Dachlan mengungkapkan, asal kata “sama randah” dari bahasa Banjar karena permukaan tanah yang tetap rendah, tidak bergerak, bukan permukaan sungai yang airnya naik-turun. Ini disebabkan jika patokannya sungai, maka istilahnya adalah “sama tinggi”, bukan “sama rendah”. Sebutan “sama-randah” inilah yang mula-mula disematkan sebagai nama lokasi yang terletak di pinggir sungai Mahakam. Lama-kelamaan nama tersebut berkembang menjadi sebuah lafal yang melodius: “Samarinda”.
Sejarah Kota Samarinda
Sejarah Kota Samarinda dari perkampungan kuno hingga menjadi sebuah kota secara administratif dipengaruhi oleh sistem politik pemerintahan Kerajaan Kutai Kartanegara (1300–1844), Kerajaan Banjar (1546–1700), Pemerintah Hindia Belanda (1844–1942 dan 1945–1949), Pemerintah Militer Jepang (1942–1945), dan Pemerintah Republik Indonesia (1950–sekarang).
Penduduk Awal Samarinda
Tonggak Sejarah Kutai dan Samarinda
Sebelum dikenalnya nama Samarinda, kawasan ini termasuk dalam Kerajaan Kutai Kartanegara yang berdiri pada tahun 1300 M di Kutai Lama, sebuah kawasan di hilir Sungai Mahakam dari arah tenggara Samarinda.
Kerajaan Kutai Kartanegara merupakan daerah taklukan (vasal) dari Kerajaan Banjar yang semula bernama Kerajaan Negara Dipa, ketika dipimpin oleh Maharaja Suryanata, sezaman dengan era Kerajaan Majapahit (abad ke-14—15 M).
Pusat Kerajaan Kutai Kartanegara di Kutai Lama semula di Jahitan Layar, kemudian berpindah ke Tepian Batu pada tahun 1635, setelah itu pindah lagi ke Pemarangan (Jembayan) pada tahun 1732, terakhir di Tenggarong sejak tahun 1781 hingga 1960. Penduduk awal yang mendiami Kalimantan bagian timur adalah Suku Kutai Kuno yang disebut Melanti termasuk ras Melayu Muda (Deutro Melayu) sebagai hasil percampuran ras Mongoloid, Melayu, dan Wedoid yang migrasi dari Semenanjung Kra pada abad ke-2 Sebelum Masehi (SM).
Enam kampung awal di Samarinda dan penghuninya
Pada abad ke-13 Masehi (tahun 1201–1300), sebelum dikenalnya nama Samarinda, sudah ada perkampungan penduduk di enam lokasi yaitu:
1. Pulau Atas;
2. Karangasan (Karang Asam);
3. Karamumus (Karang Mumus);
4. Luah Bakung (Loa Bakung);
5. Sembuyutan (Sambutan); dan
6. Mangkupelas (Mangkupalas).
Penyebutan enam kampung di atas tercantum dalam manuskrip (naskah) surat Salasilah Raja Kutai Kartanegara yang ditulis oleh Khatib Muhammad Tahir pada 30 Rabiul Awal 1265 H (24 Februari 1849 M), yang kemudian dikutip oleh ahli sejarah berkebangsaan Belanda, C.A. Mees.
Masuknya Orang Banjar ke Samarinda
Urang Banjar adalah suku bangsa yang menempati wilayah Kalimantan Selatan, serta sebagian Kalimantan Tengah dan sebagian Kalimantan Timur. Keberadaan suku Banjar di Samarinda dan daerah lainnya di Kalimantan Timur tidak dikategorikan sebagai kaum pendatang karena sebelum pembentukan provinsi-provinsi pada tahun 1957, Pulau Kalimantan kecuali daratan Malaysia dan Brunei merupakan satu provinsi dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia, yakni Kalimantan dengan ibu kota Banjarmasin.
Urang Banjar adalah masyarakat asli di Pulau Kalimantan. Sementara itu, Samarinda bagian dari Kalimantan Timur; dan Kalimantan Timur bagian dari Kalimantan. Maka, suku Banjar di Samarinda dalam konteks geografis bisa disebut suku asli.
Pada tahun 1565, terjadi migrasi (perpindahan penduduk) urang Banjar dari Batang Banyu ke daratan Kalimantan bagian timur. Ketika itu rombongan Banjar dari Amuntai di bawah pimpinan Aria Manau dari Kerajaan Kuripan (Hindu) merintis berdirinya Kerajaan Sadurangas (Pasir Balengkong) di daerah Paser. Selanjutnya urang Banjar juga menyebar di wilayah Kerajaan Kutai Kartanegara, yang di dalamnya meliputi kawasan di daerah yang sekarang disebut Samarinda. Inilah yang melatarbelakangi terbentuknya bahasa Banjar sebagai bahasa dominan mayoritas masyarakat Samarinda di kemudian hari, walaupun telah ada beragam suku yang datang, seperti Bugis dan Jawa.
Awal pemukiman urang Banjar di daerah Kalimantan bagian Timur dimulai sejak Kerajaan Kutai Kartanegara berada dalam otoritas (kekuasaan) Kerajaan Banjar setelah runtuhnya Kesultanan Demak pada tahun 1546 Masehi. Hal ini dinyatakan oleh tim peneliti dari Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI pada tahun 1976.
Sampai pertengahan abad ke-17 (dekade 1650-an), wilayah Samarinda merupakan lahan persawahan dan perladangan beberapa penduduk yang pada umumnya dipusatkan di sepanjang tepi Sungai Karang Mumus dan Karang Asam.
Kedatangan Orang Bugis Wajo ke Samarinda
Riwayat kedatangan rombongan Bugis Wajo pertama kali ke Samarinda terdiri atas bermacam-macam versi.
Versi ke-1 dari tim penyusun sejarah Samarinda yang mengadakan seminar pada 21 Agustus 1987 memutuskan, telah terjadi peristiwa kedatangan rombongan Bugis Wajo yang dipimpin La Mohang Daeng Mangkona di wilayah Kerajaan Kutai Kartanegara pada 21 Januari 1668. Tanggal tersebut lalu ditetapkan sebagai hari jadi Samarinda. Latar belakang perantauan orang-orang dari tanah Kesultanan Gowa (Sulawesi Selatan) itu karena menolak Perjanjian Bongaya setelah Kesultanan Gowa kalah dalam perang melawan pasukan Belanda.
Penetapan tanggal 21 Januari 1668 ini berdasarkan estimasi/asumsi pelayaran selama 64 hari ditambahkan sejak tanggal 18 November 1667, sehingga diperoleh tanggal 21 Januari 1668.
Penetapan tanggal 21 Januari 1668 ini kemudian mendapat legitimasi politis pada saat kepemimpinan Wali kota Samarinda Drs. H. Abdul Waris Husain dengan Peraturan Daerah Kotamadya Daerah Tingkat II Samarinda Nomor 1 tahun 1988 pasal 1 yang berbunyi: "Hari Jadi Kota Samarinda ditetapkan pada tanggal 21 Januari 1668 M, bertepatan dengan tanggal 5 Sya'ban 1078 Hijriyah".
Raja Kutai saat itu, Aji Pangeran Dipati Maja Kusuma ing Martapura mengabulkan permintaan tersebut kemudian memberikan lokasi kampung dataran rendah yang baik untuk usaha pertanian, perikanan, dan perdagangan kepada mereka. Kesepakatannya, orang-orang Bugis Wajo harus membantu segala kepentingan Raja Kutai, terutama dalam menghadapi musuh.
Semula rombongan tersebut memilih daerah sekitar muara Karang Mumus (sekarang daerah pesisir Selili). Tetapi daerah ini terdapat kesulitan dalam pelayaran karena daerah yang arusnya berputar (berulak) dan banyak kotoran sungai. Selain itu terlindung oleh ketinggian Gunung Selili. Dengan kondisi seperti itu, Raja Kutai memerintahkan La Mohang Daeng Mangkona bersama pengikutnya membuka perkampungan di tanah rendah bagian seberang Samarinda. La Mohang Daeng Mangkona mulai membangun daerah baru itu dengan bantuan seluruh pengikutnya.
Versi ke-2 menurut catatan Kesultanan Kutai Kartanegara, waktu kedatangan rombongan Bugis Wajo di Samarinda pertama kali terjadi pada tahun 1708, pada masa Raja Adji Pangeran Anum Panji Mendapa.
Versi ke-3 menurut berita lisan atau cerita rakyat, rombongan Bugis Wajo merantau ke Samarinda pada masa pemerintahan Raja Kutai Aji Pangeran Dipati Anom Panji Mendapa ing Martadipura (1730–1732). Latar belakang hijrahnya La Mohang Daeng Mangkona ke Samarinda Seberang disebabkan kepadatan pemukiman para pendatang Bugis Wajo di Muara Sungai Kendilo, daerah Paser. Sebelumnya, mereka migrasi dari Wajo di bawah pimpinan La Maddukkelleng karena negeri kelahirannya dikuasai oleh Kerajaan Bone akibat serangan Bone setelah kasus penikaman seorang bangsawan Bone oleh La Maddukkelleng pada sebuah acara pesta sabung ayam.
Versi ke-4 menurut kutipan C.A. Mees, permintaan izin orang Bugis dengan Raja Kutai berlangsung di Jembayan, yang berarti pertemuan ini terjadi minimal pada tahun 1732, sesuai dengan catatan sejarah bahwa pusat kerajaan dari Kutai Lama dipindahkan ke Jembayan pada tahun 1732–1782. Kemudian, pemimpin orang Bugis yang disetujui sebagai Pua Ado adalah Anakoda Tujing, bukan La Mohang Daeng Mangkona.
Mengenai nama La Mohang Daeng Mangkona yang diklaim sebagai pendiri Samarinda Seberang, hal ini kontroversi. Namanya tidak ditemukan dalam sumber arsip dan literatur kolonial. Namanya juga tidak tercatat dalam surat perjanjian antara Bugis dan Raja Kutai. Yang tercatat dalam perjanjian beraksara Arab-Melayu dan penelitian S.W. Tromp (1881) sebagai pemimpin Bugis adalah Anakhoda Latuji. Adapun makam yang berpapan nama sebagai makam tokoh pendiri Samarinda, yakni La Mohang Daeng Mangkona, baru ditemukan oleh M. Thaha pada dekade 1990-an. Sebelumnya, tidak ada pemeliharaan dan pengenalan atas makam tersebut. Hal ini diinformasikan oleh Pemerintah Kota Samarinda, ketika menerbitkan buku profil 46 tokoh masyarakat penerima penghargaan dalam rangka HUT Pemkot Samarinda ke-47 tahun 2007.
Asal-Usul Nama Samarinda
Ada beraneka versi mengenai latar belakang terciptanya nama Samarinda.
Versi pertama berdasarkan persamaan ukuran tinggi rumah-rumah rakit/terapung penduduk Bugis Wajo di Samarinda Seberang yang tidak ada yang lebih tinggi antara satu dengan yang lain, sehingga disebut “sama-rendah”, yang juga bermakna tatanan kemasyarakatan yang egaliter.
Versi kedua berdasarkan persamaan ukuran tinggi Sungai Mahakam dengan daratan di tepiannya yang sama-sama rendah. Sampai awal dasawarsa tahun 1950-an setiap air Sungai Mahakam pasang naik, sebagian besar jalan-jalan di Samarinda selalu terendam air. Terlebih lagi jika sedang pasang besar, ada beberapa jalur jalan yang sama sekali tidak dapat dilintasi kendaraan karena ketinggian air yang merendamnya. Guna menanggulangi masalah tersebut, sejak awal 1950-an dilakukan penurapan lalu jalan ditinggikan hingga berkali-kali. Pada tahun 1978 ketinggian total bertambah 2 meter dari permukaan awal sehingga jalan tidak lagi terendam kecuali Mahakam pasang luar biasa.
Versi ketiga berdasarkan asal kata dari bahasa Sansekerta, yaitu “Samarendo” yang berarti selamat sejahtera.
Versi keempat berdasarkan cerita rakyat bahwa nama Samarinda berasal dari bahasa Melayu dari kata “samar” dan “indah”.
Sampai menjelang akhir abad ke-20 atau sekitar dekade 1980-an warga masih menyebut Samarinda dengan lafal “Samarenda” (pengucapan huruf “e” seperti pada kata “beta”) walaupun dalam bahasa penulisannya sudah berubah menjadi “Samarinda”.
Era Kolonial Belanda
Pada tanggal 11 Oktober 1844, Kesultanan Kutai Kartanegara melalui Sultan Muhammad Salehuddin menyatakan takluk kepada pemerintahan Belanda setelah kalah dalam pertempuran di Tenggarong. Gubernemen Belanda menempatkan Assistant Resident di Palarang untuk mengawasi wilayah Kerajaan Kutai di bagian timur. Palarang yang dimaksud adalah kawasan yang sekarang dikenal dengan Kecamatan Palaran, Kelurahan Rawa Makmur dengan jarak 8 mil (sekitar 13 kilometer) di hilir samarinda. Pejabat Assistant Resident pertama adalah H. Van de Wall sebagai wakil dari Resident der Zuider-en ooster-Afdeeling van Borneo. Belanda menetapkan wilayah Palarang sebagai pusat pemerintahan di Afdeeling Oost-Borneo karena merintis eksploitasi arang batu yang cukup potensial di sana.
Kedudukan Assistant Resident di Palarang yang melakukan pengawasan penuh terhadap Kesultanan Kutai berlangsung sampai tahun 1870. Selanjutnya, kedudukannya dipindahkan ke daerah seberang dari Palarang, yakni Samarinda kota sekarang. Tahun 1888 sempat dimulai penambangan batu bara di Palarang.
Pada pertengahan abad ke-19, situasi Samarinda terutama bagian pesisir Sungai Mahakam berada dalam suasana mencekam karena kondisi keamanan yang tidak stabil. Perampokan,
pembajakan, penculikan, hingga perbudakan merupakan perilaku barbar yang marak terjadi.
Berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Jenderal Hindia Belanda Nomor 75 tanggal 16 Agustus 1896 yang ditandatangani oleh Sekretaris Umum A.D.H. Heringa, Samarinda ditetapkan sebagai wilayah Rechtstreeks Gouvernemen Bestuur Gebied alias tempat kedudukan pemerintah Belanda dan merupakan daerah yang diperintah langsung oleh Belanda. Wilayah Samarinda yang juga diistilahkan dengan Vierkante-Paal itu meliputi areal seluas ± 2 kilometer persegi, yang terbentang antara sungai Karang Asem Besar (Teluk Lerong) di hulu sampai sungai Karang Mumus di hilir, dengan jarak 500 meter ke dalam dari tepi Sungai Mahakam. Status Vierkante-Paal Samarinda sebenarnya adalah pinjaman dari Kesultanan Kutai, tetapi kemudian diklaim rezim kolonial Belanda.
Tujuh tahun kemudian, tepatnya 28 April 1903, luas wilayah Vierkante-Paal ditambah lagi di bagian hilir dengan memasukkan Sungai Kerbau (sekarang termasuk Kelurahan Selili) dengan jarak 800 meter ke dalam dari tepi Sungai Mahakam. Ketentuan ini ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Jenderal Hindia Belanda Nomor 25 tanggal 28 April 1903 yang ditandatangani oleh Sekretaris Umum C.B. Nederburg.
Sekitar tahun 1870 La Jawa gelar Kapitan Jaya memimpin beberapa orang Bugis untuk membuka Kampung Bugis (di kawasan kantor Korem sekarang). Tahun 1880 La Makkaroe Daeng Masikki, seorang Bugis Bone, dihikayatkan membuka pemukiman di Kampung Jawa. Sementara itu, orang-orang Banjar tidak membentuk kampung khusus Banjar karena penyebaran mereka merata di wilayah Samarinda dan Kesultanan Kutai.
Seterusnya kedatangan etnis Tionghoa tahun 1885 ditempatkan di sekitar Pelabuhan (sekarang meliputi kawasan Jl. Yos Sudarso dan Jl. Mulawarman). Setelah itu berdatangan pula etnis lainnya seperti Arab, India, Jawa, Sumatra, dan lain-lain. Kemudian Belanda membangun perkantoran dί sekitar kawasan kantor Gubernur sekarang sebagai pusat pemerintahan.
Samarinda sebagai pusat pemerintahan berkembang pesat dengan fasilitas kantor, jalan umum, dan lainnya. Semuanya merupakan daya tarik bagi pemukim baru untuk menetap dί kota ini. Kawasan Samarinda yang dί seberang (Palarang) tidak berkembang lagi. Dengan peranan Palarang yang sudah tergantikan oleh kawasan di seberangnya maka tercetuslah istilah Samarinda Seberang untuk wilayah Palarang dan Samarinda untuk wilayah pusat kota dan pemerintahan.
Pada tanggal 3 Februari 1942, Belanda menyerahkan kekuasaan pemerintahan di Samarinda kepada balatentara Jepang. Tak seperti daerah lainnya, Pemerintah Hindia Belanda di Samarinda menyerah kepada Jepang tanpa perlawanan.
Setelah Jepang menyerah kepada sekutu pada 15 Agustus 1945 dan Republik Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945, Belanda kembali ke Samarinda dengan membonceng pasukan sekutu yang bertugas melucuti tentara Jepang. Pada tanggal 1 Januari 1946, Wakil Gubernur Jenderal Hindia Belanda membentuk Keresidenan Kalimantan Timur dengan ibukota Samarinda. Residen atau kepala pemerintahan Kaltim pertama adalah F.P. Heckman.
Dalam rentang waktu 1945 hingga 1949 rakyat Samarinda melakukan
perlawanan terhadap Belanda. Ada dua strategi perlawanan yang dipakai, yaitu
jalur diplomasi dan jalur gerakan bersenjata. Aktivitas politik diplomasi
dilakukan oleh partai lokal Ikatan Nasional Indonesia (INI) dan Front Nasional,
dengan tokoh utamanya Abdoel Moeis Hassan. Sementara itu, jalur gerakan bersenjata
ditempuh oleh para pemuda dengan mendirikan Barisan Pemberontakan Rakyat
Indonesia (BPRI) setelah berkoordinasi dengan rombongan BPRI
dari Banjarmasin.
Otoritas pemerintahan Belanda di Samarinda benar-benar berakhir pada 27 Desember 1949 sesuai hasil keputusan Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag yang mengharuskan Belanda menyerahkan kekuasaan kepada Republik Indonesia pada tanggal tersebut.
Samarinda sejak dekade 1960-an dijuluki sebagai “pusat emas hijau”. Predikat ini dilatarbelakangi oleh keadaan alam Samarinda dan sekitarnya yang memiliki hutan belantara sangat luas dengan jenis pepohonan berukuran besar yang cocok untuk bahan bangunan dan industri.
Perkembangan administratif
1. Tahun 1950: Samarinda ditetapkan sebagai ibukota keresidenan Kalimantan Timur, bagian dari Provinsi Kalimantan.
2. Tahun 1953: Samarinda ditetapkan sebagai ibukota Daerah Istimewa Kutai berdasarkan UU Darurat No. 3 Tahun 1953.
3. Tahun 1957: Samarinda ditetapkan sebagai ibukota Provinsi Kalimantan Timur berdasarkan UU No. 25 Tahun 1956.
4. Tahun 1959: Samarinda ditetapkan sebagai kotapraja berdasarkan UU No. 27 Tahun 1959.
5. Tahun 1965: Samarinda ditetapkan sebagai kotamadya berdasarkan UU No. 18 Tahun 1965.
6. Tahun 1999: Samarinda ditetapkan sebagai kota berdasarkan UU No. 22 tahun 1999.
Geografi
Batas Wilayah
Dengan luas wilayah 718 km², Samarinda terletak di wilayah khatulistiwa dengan koordinat di antara 00°19'02"–00°42'34" LS dan 117°03'00"–117°18'14" BT. Kota Samarinda memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut:
Utara |
Kecamatan Muara Badak, Kutai Kartanegara |
Timur |
Kecamatan Muara Badak, Anggana, dan Sanga-Sanga di Kabupaten Kutai Kartanegara. |
Selatan |
Kecamatan Loa Janan, Kutai Kartanegara |
Barat |
Kecamatan Tenggarong Seberang dan Muara Badak di Kabupaten Kutai Kartanegara. |
Iklim
Kota Samarinda beriklim tropis basah, hujan sepanjang tahun. Temperatur udara antara 20 °C – 34 °C dengan curah hujan rata-rata per tahun 1980 mm, sedangkan kelembaban udara rata-rata 85%. Bulan terdingin terjadi pada bulan Januari dan Februari, sedangkan bulan terpanas terjadi pada bulan April dan Oktober. Berikut ini adalah tabel kondisi cuaca rata-rata di wilayah kota Samarinda dan sekitarnya.
Sungai-sungai
Kota Samarinda memiliki banyak sungai. Ada 27 sungai alam yang mengalir di dalam Kota Samarinda dan tersebar di beberapa Kecamatan dan Kelurahan. 27 sungai alam yang ada di Samarinda itu kemudian dibuatkan Surat Keputusan Walikota Samarinda tentang Penetapan Sungai Sungai alam dalam wilayah Kota Samarinda tahun 2004, yang ditanda tangani Walikota Samarinda H. Achmad Amins. Berikut ini adalah daftar sungai alam yang mengalir di Kota Samarinda, Kalimantan Timur:
No |
Nama Sungai |
Panjang (meter) |
Lokasi |
1 |
920.000 |
Loa Buah, Loa Janan Ilir, Loa Bakung,Karang Asam Ulu, Teluk Lerong Ulu, Teluk Lerong Ilir, Pasar Pagi, Karang Mumus, Selili, Kelurahan Mesjid, Pulau Atas, Sungai Kapih, Rawa Makmur, Bukuan |
|
2 |
34.700 |
Karang Mumus, Sungai Dama, Sidodamai, Sidomulyo, Sungai Pinang Luar, Pelita, Sidodadi, Temindung Permai, Sempaja |
|
3 |
18.800 |
Teluk Lerong Ilir,Teluk Lerong Ulu, Karang Asam Ulu, Karang Asam Ilir, Loa Buah, Air Putih, Karang Anyar |
|
4 |
15.000 |
||
5 |
13.500 |
||
6 |
6.800 |
||
7 |
6.800 |
||
8 |
6.200 |
||
9 |
6.200 |
||
10 |
6.000 |
||
11 |
5.600 |
||
12 |
5.000 |
||
13 |
5.000 |
||
14 |
5.000 |
||
15 |
4.800 |
||
16 |
4.800 |
||
17 |
4.400 |
||
18 |
4.400 |
||
19 |
4.400 |
||
20 |
3.600 |
||
21 |
3.200 |
||
22 |
3.200 |
||
23 |
3.000 |
||
24 |
2.400 |
||
25 |
2.400 |
||
26 |
2.000 |
||
27 |
1200 |
Demografi
Suku bangsa
Kota Samarinda dihuni berbagai macam suku bangsa. Suku bangsa terbesar yaitu suku Jawa (36,70%), disusul Banjar (24,14%), Bugis (14,43%), Kutai (6,26%) dan Buton (2,13%). Kemudian ada juga suku bangsa lainnya, yaitu Dayak, Toraja, Minahasa, Batak, Tionghoa, Sunda, Madura, Mandar, Makassar, Minangkabau dan lain-lain. Ada juga penduduk Samarinda sejumlah orang Eropa, Amerika, Asia (termasuk ASEAN), Oceania dan Africa baik itu dengan ITAP maupun ITAS.
Agama
<div style="border:solid transparent;position:absolute;width:100px;line-height:0;<div style="border:solid transparent;position:absolute;width:100px;line-height:0;<div style="border:solid transparent;position:absolute;width:100px;line-height:0;
Agama di kota Samarinda (2010)
Islam (90.93%)
Protestan (5.25%)
Katolik (2.12%)
Buddha (0.86%)
Hindu (0.12%)
Konghucu (0.08%)
Lainnya (0.01%)
Tidak tahu (0.64%)
Masyarakat kota Samarinda memeluk berbagai macam agama, di antaranya Islam 91,36%, kemudian Kekristenan 7,53% di mana Protestan 5,06% dan Katolik 2,47%. Pemeluk agama Buddha sebanyak 0,97%, kemudian Hindu 0,10%, Konghucu 0,03% dan Kaharingan 0,01%.
Pemerintahan
Secara yuridis Kota
Samarinda terbentuk berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 27 Tahun
1959. Dasar untuk menetapkan hari jadi kota Samarinda adalah kesimpulan tim
penyusun sejarah yang dibentuk Pemerintah Daerah Kotamadya Samarinda
berdasarkan asumsi dan prediksi atau estimasi 64 hari masa pelayaran dari Wajo
menuju Samarinda, sejak penandatangan Perjanjian Bongaya 18 November 1667.
Akhirnya, diperoleh hasil tanggal 21 Januari 1668, yang bertepatan pula dengan
hari jadi Pemerintah Daerah Samarinda, 21 Januari 1960.
Telah ditetapkan pada peraturan Daerah Kotamadya Daerah Tingkat II Samarinda Nomor: 1 tahun 1988 tanggal 21 Januari 1988, pasal 1 berbunyi, "Hari Jadi Kota Samarinda ditetapkan pada tanggal 21 Januari 1668 M, bertepatan dengan tanggal 5 Sya'ban 1078 Hijriyah". Penetapan ini dilaksanakan bertepatan dengan peringatan hari jadi kota Samarinda ke-320 pada tanggal 21 Januari 1988.
Tanggal 21 Januari 1668 adalah hari yang diperkirakan dari satu versi sebagai awal kedatangan orang-orang suku Bugis Wajo yang kemudian mendirikan pemukiman di Samarinda Seberang. Meskipun demikian, sebelum rombongan Bugis Wajo datang ke Samarinda, sudah ada peradaban komunitas Kutai Kuno dan Banjar di wilayah Samarinda.
Kecamatan
Kota Samarinda memiliki 10 kecamatan dan 59 kelurahan dengan kode pos 75111 hingga 75253. Pada tahun 2017, jumlah penduduknya mencapai 766.015 jiwa dengan luas wilayah 783,00 km² dan sebaran penduduk 978 jiwa/km². Kecamatan Samarinda Utara merupakan kecamatan dengan luas wilayah terbesar dengan luas wilayah lebih dari 31 persen luas Kota Samarinda, sedangkan Kecamatan Samarinda Kota merupakan kecamatan dengan luas wilayah terkecil.
Daftar kecamatan dan kelurahan di Kota Samarinda, adalah sebagai berikut:
Kode |
Kecamatan |
Luas |
Jumlah |
Daftar Kelurahan |
64.72.10 |
26,13 |
5 |
||
64.72.01 |
221,29 |
5 |
||
64.72.04 |
17,18 |
5 |
||
64.72.09 |
11,12 |
5 |
||
64.72.02 |
12,49 |
6 |
||
64.72.03 |
22,12 |
8 |
||
64.72.05 |
229,52 |
8 |
||
64.72.07 |
100,95 |
5 |
||
64.72.06 |
43,04 |
7 |
||
64.72.08 |
34,16 |
5 |
||
TOTAL |
59 |
Pemilihan Umum Kepala Daerah
Pilkada Samarinda
Sejak reformasi 1998 dan pemberlakuan otonomi daerah, Kota Samarinda pertama kali menggelar pemilihan umum kepala daerah dan wakil kepala daerah pada tahun 2005 dan terpilih pasangan Achmad Amins sebagai wali kota dan Syaharie Jaang sebagai wakil wali kota Samarinda. Sebelumnya, pasangan ini juga menjabat sebagai wali kota dan wakil wali kota pada tahun 2000 atas sidang DPRD Samarinda.
Pada tahun 2010, pemilu kada Kota Samarinda kembali digelar dan pencoblosan dilaksanakan pada tanggal 12 Oktober 2010 dengan 1.445 TPS di 53 kelurahan di Samarinda yang diperuntukkan bagi 509.069 pemilih yang terdaftar dalam DPT
Adapun pasangan yang mengikuti Pilkada Samarinda 2010 adalah sebagai berikut:
No. |
Nama pasangan |
Usungan |
Perolehan suara |
1 |
Ridwan Asmaran–Nasir Waladi (Risna) |
Independen dengan 30.927 surat dukungan |
3.545 suara (1,17%) |
2 |
Syaharie Jaang–Nusyirwan Ismail (Jaa'nur) |
Partai Demokrat, PKS, PPP, Pelopor dan PBR |
145.611 suara (47,86%) |
3 |
Iriansyah Busra–Ahmad Faidilham Djafar (Irfa-Busra) |
Independen dengan 31.819 surat dukungan |
4.486 suara (1,47%) |
4 |
Ipong Muchlissoni–Edy Kurniawan |
73.355 suara (24,11%) |
|
5 |
Andi Harun–Damanhuri (Adham) |
Partai Golkar, Partai Patriot, PDK serta Gerindra |
57.979 suara (19,06%) |
6 |
Sutrisno–Yulianus Kenock Sumual |
Independen dengan 30.982 surat dukungan |
11.992 suara (3,94%) |
7 |
Dani Firnanda–Ridwan Effendi |
Independen dengan 32.630 surat dukungan |
7.229 suara (2,40%) |
Berdasarkan hasil Rapat Pleno Terbuka Rekapitulasi Penghitungan Suara KPUD Samarinda pada tanggal 16 Oktober 2010, maka pasangan Syaharie Jaang–Nusyirwan Ismail ditetapkan sebagai pemenang pemilu kada Kota Samarinda tahun 2010.
Syaharie Jaang–Nusyirwan Ismail dilantik sebagai wali kota dan wakil wali kota Samarinda pada tanggal 23 November 2010 di Gedung Serbaguna Stadion Madya Sempaja oleh Gubernur Kalimantan Timur Awang Faroek Ishak.
Lambang Daerah
Pesut Mahakam adalah maskot kota Samarinda. Namun saat ini Pesut Mahakam tidak terlihat lagi di sepanjang sungai Mahakam. Pesut Mahakam terdesak oleh kemajuan kota dan pindah ke hulu sungai. Populasi Pesut Mahakam semakin menurun dari tahun ke tahun. Bahkan menurut sebuah penelitian, Pesut Mahakam sekarang tinggal 50 ekor. Jika tidak dilakukan antisipasi dan pelestarian, maka dalam waktu beberapa tahun saja Pesut Mahakam akan punah, menyusul pesut dari Sungai Irrawaddy dan Sungai Mekong yang sudah terlebih dahulu punah. Pesut Mahakam adalah pesut air tawar terakhir yang hidup di bumi.
Militer
Korem 091/Aji Surya Natakesuma
Batalyon Infanteri 611/Awang Long
Pendidikan
Daftar sekolah di Kota Samarinda
Menurut Data Pokok Pendidikan (Dapodik) pada tahun ajaran 2010/2011 terdapat 125.924 siswa di Samarinda dan 685 sekolahan. Selain itu terdapat 3 perguruan tinggi negeri dan 24 perguruan tinggi swasta lainnya.
SMK negeri dan swasta |
|||||
Jumlah satuan |
252 |
129 |
54 |
53 |
27 |
Data sekolah di kota Samarinda |
Kesehatan
Berikut ini adalah daftar rumah sakit di Kota Samarinda, Kalimantan Timur yang sudah terdaftar di Kementerian Kesehatan Republik Indonesia:
№ |
Kode |
Nama Rumah Sakit |
Jenis |
Tipe |
Alamat |
1. |
6472015 |
RSUD |
A |
Jalan Palang Merah №1, Sidodadi, Kec. Samarinda Ulu, Kota Samarinda, Kalimantan Timur 75123 |
|
2. |
6472118 |
RSUD |
C |
Jalan H.A.M. Rifaddin №1, Harapan Baru, Kec. Loa Janan Ilir, Kota Samarinda, Kalimantan Timur 75251 |
|
3. |
6472128 |
RSUD |
D |
Jalan Kesuma Bangsa №1, Sungai Pinang Luar, Kec. Samarinda Kota, Kota Samarinda, Kalimantan Timur 75242 |
|
4. |
6472063 |
RS Jiwa |
A |
Jalan Kakap №23, Sungai Dama, Kec. Samarinda Ilir, Kota Samarinda, Kalimantan Timur 75115 |
|
5. |
6472096 |
RS |
D |
Jalan Basuki Rahmat №50, Bugis, Kec. Samarinda Kota, Kota Samarinda, Kalimantan Timur 75121 |
|
6. |
6472030 |
RS |
C |
Jalan Gunung Merbabu №62, Jawa, Kec. Samarinda Ulu, Kota Samarinda, Kalimantan Timur 75243 |
|
7. |
6472107 |
RS |
C |
Jalan Dahlia №4, Bugis, Kec. Samarinda Kota, Kota Samarinda, Kalimantan Timur 75242 |
|
8. |
6472130 |
RS |
C |
Jalan Teuku Umar №34, Karang Asam Ilir, Kec. Sungai Kunjang, Kota Samarinda, Kalimantan Timur 75126 |
|
9. |
6472041 |
RS |
D |
Jalan Jend. Sudirman №20, Bugis, Kec. Samarinda Kota, Kota Samarinda, Kalimantan Timur 75242 |
|
10. |
6472124 |
RS |
C |
Jalan Ramania №3, Sidodadi, Kec. Samarinda Ulu, Kota Samarinda, Kalimantan Timur 75124 |
|
11. |
6472123 |
RS |
C |
Jalan Kadrie Oening №86, Air Putih, Kec. Samarinda Ulu, Kota Samarinda, Kalimantan Timur 75124 |
|
12. |
6472052 |
RSIA |
C |
Jalan Pangeran Hidayatullah №64, Pelabuhan, Kec. Samarinda Kota, Kota Samarinda, Kalimantan Timur 75112 |
|
13. |
6472122 |
RSIA |
B |
Jalan Pangeran Hidayatullah №11, Pelabuhan, Kec. Samarinda Kota, Kota Samarinda, Kalimantan Timur 75242 |
|
14. |
6472129 |
RSIA |
C |
Jalan Untung Suropati №2, Karang Asam Ulu, Kec. Sungai Kunjang, Kota Samarinda, Kalimantan Timur 75243 |
|
15. |
6472121 |
RSIA |
B |
Jalan D.I Panjaitan №77, Mugirejo, Kec. Sungai Pinang, Kota Samarinda, Kalimantan Timur 75117 |
Kota Samarinda telah memiliki beberapa pusat fasilitas kesehatan yang cukup lengkap di provinsi Kalimantan Timur. Selain memiliki beberapa rumah sakit yang juga telah didukung oleh beberapa perguruan tinggi yang berkaitan dengan kesehatan, salah satunya adalah Rumah Sakit Umum Daerah Abdul Wahab Sjahranie yang berafiliasi dengan Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman dan Politeknik Kesehatan Kemenkes Kalimantan Timur.
Guna mendukung pelayanan kesehatan kepada masyarakat tersedia sarana kesehatan yang disediakan oleh Pemkot Samarinda seperti RSKD Atma Husada dan RSUD I.A Moeis maupun oleh Swasta seperti RS Islam, RS Dirgahayu, RS H.Darjad, RS Pupuk Kaltim Siaga Ramania, RS Samarinda Medica Citra, dan lain-lain. Selain itu saat ini juga sedang dalam proses pembangunan seperti RS Universal Medical Center, dan RS Dharmawan.
Pelayanan umum
Air bersih
Untuk melayani kebutuhan air bersih, pemerintah kota melalui PDAM Samarinda berbenah demi peningkatan pelayanan air bersih kepada pelanggannya,di antaranya dengan peningkatan kapasitas produksi di berbagai IPA (Instalasi Pengolahan Air) bersih.
1. Instalasi Pengolahan Air (IPA) Cendana dengan debit 300 lt/dt, sumber air sungai Mahakam.
2. Instalasi Pengolahan Air (IPA) Tirta Kencana dengan debit 160 lt/dt, sumber air sungai Mahakam.
3. Instalasi Pengolahan Air (IPA) Samarinda Seberang dengan debit 100 lt/dt, sumber air sungai Mahakam.
4. Instalasi Pengolahan Air (IPA) IKK desa Lempake dengan debit 2,5 lt/dt, sumber air baku waduk Lempake.
5. Instalasi Pengolahan Air (IPA) IKK Kecamatan Palaran dengan debit 17,5 lt/dt, sumber air baku sungai Mahakam.
Untuk mengantisipasi kebutuhan energi listrik, di kota ini telah dibangun beberapa pembangkit listrik, antara PLTD Keledang dan PLTD Karang Asam yang berafiliasi dengan jaringan listrik Sektor Mahakam. Namun, pemadaman listrik masih terjadi.
Untuk jaringan telekomunikasi, hampir disetiap kawasan dalam kota ini telah terjangkau terutama untuk jaringan telepon genggam, dan pada kawasan tertentu telah tersedia layanan gratis internet tanpa kabel (Wi-Fi) atau dikenal juga dengan hotspot yang terdapat pada beberapa perguruan tinggi, pusat perbelanjaan, dan hotel.
Dalam menangani masalah sampah, pemerintah kota memfungsikan lahan di kecamatan Samarinda Ulu di TPA Bukit Pinang seluas 10 hektare, yang berjarak 15 km dari pusat kota. Tidak kurang dari 1.008 m³ sampah masyarakat dari seluruh penjuru Samarinda dibuang ke TPA Bukit Pinang.
Pariwisata
Wisata alam
Objek wisata alam yang ada di Samarinda antara lain Air terjun Tanah Merah, Air terjun Berambai, Air terjun Pinang Seribu, Gunung Steling Selili, dan Kebun Raya Unmul Samarinda yang terdapat atraksi danau alam, kebun binatang dan panggung hiburan.
Wisata budaya
Untuk menikmati wisata budaya, wisatawan bisa mengunjungi Desa Budaya Pampang yang berjarak sekitar 20 km dari pusat kota. Pampang akan menampilkan atraksi budayanya dari suku Dayak Kenyah pada hari minggu.
Produk budaya dari Samarinda berupa ukir-ukiran dan pernak-pernik lainnya yang bisa didapatkan di Citra Niaga. Samarinda juga mempunyai produk tekstil yang bernama Sarung Samarinda dan Batik Ampiek, batik yang bermotif ukiran Dayak.
Wisata religi
Beberapa tempat ibadah juga menjadi wisata religi di Samarinda seperti Masjid Shiratal Mustaqiem, masjid tertua di Samarinda. Tedapat pula Masjid Islamic Center Samarinda yang merupakan Masjid terbesar kedua di Asia Tenggara setelah Masjid Istiqlal di Jakarta. Objek wisata ziarah di kota ini adalah Makam La Mohang Daeng Mangkona, pendiri Kota Samarinda. Sekitar 10 km ke arah barat kota Samarinda, terdapat gua Maria di Rumah Retret Bukit Rahmat, Loa Janan.
Pusat Perbelanjaan
Plaza dan Mal
Pusat perbelanjaan modern yang ada di kota ini antara lain:
1. Mall Mesra Indah, mall ini terletak di jalan KH. Khalid tidak terlalu jauh dari pusat pasar tradisional pasar pagi, tenant yang terdapat di mall ini adalah Texas Chicken, Optik Melawai, Giant Express, Hawaii Departement Store.
2. Mall Lembuswana, mall ini terletak di pusat kota Samarinda. Mall ini merupakan mall terluas di Samarinda yang ditandai dengan adanya parkir yang cukup memadai, tenant yang mengisi adalah Matahari Departement Store, Foodmart, KFC, Timezone, Optik Tunggal, X8, Roti O, Foodpoint, Levi's, Sport Station, Samsung, Jaco, Rei, Watsons
3. Samarinda Central Plaza, merupakan mall ketiga yang dibangun di kota Samarinda sekitar tahun 1998. Mall ini terletak di Jalan Pulau Irian. Beberapa tenant yang terdapat di mall ini diantaranya McDonald's, Farmers Market, Ramayana Dept. Store,Amazone, ACE Hardware, dan Studio XXI
4. Plaza Mulia, merupakan mall keempat yang dibangun dan dibuka pada pertengahan September 2009. Mall ini berlokasi di Jalan Bhayangkara.
5. Samarinda Square (SS), mall kelima di Samarinda dan telah dibuka pada 12 Agustus 2010. Mal ini berlokasi di Jalan Muhammad Yamin, Gunung Kelua
6. Big Mall, mall keenam di Samarinda ini hadir dengan konsep mixed use dan terbesar di Kalimantan Timur dibuka pada pertengahan September 2014. Mall yang menggandeng SOGO Department Store sebagai Anchor Tenant ini berlokasi di Jalan Untung Suropati, Sungai Kunjang, di dekat Jembatan Mahakam.
7. City Centrum Mall, mall ketujuh di Samarinda yang terletak di Jalan Mulawarman ini dekat dengan SCP. City Centrum merupakan Social Mall yang memiliki lokasi sangat strategis di pusat keramaian kota dan kawasan bisnis Kota Samarinda. City Centrum juga terintegrasi dengan Hotel Mercure dan Hotel Ibis, jaringan hotel brand internasional yang sudah beroperasional sejak 22 Februari 2020.
Pertokoan
Pusat pertokoan yang ada di kota ini antara lain:
Citra Niaga yang merupakan taman hiburan rakyat pertama yang berdiri di kota Samarinda. Citra Niaga memenangkan Penghargaan Aga Khan Award yang merupakan penghargaan bergengsi berskala internasional dalam bidang arsitektur karena rancangannya yang menyatukan antara fungsi untuk menampung pedagang kaki-lima (makanan, kerajinan, dll) dengan konsep terbuka serta pedagang menengah dengan konsep ruko yang saling mendukung. Bersama-sama dengan pemerintah daerah dan konsultan penggabungan ini berhasil dalam mendatangkan pengunjung dan konsep pemeliharaan lingkungan yang mandiri.
Pasar
Berbagai pasar tradisional juga masih ada yang bertahan di kota Samarinda hingga saat ini, di antaranya adalah:
1. Pasar Pagi, merupakan pasar tertua di Kota Samarinda. Pasar ini awalnya dibangun di pinggir sungai Mahakam. Namun seiring dengan perkembangan kota, maka pasar dipindahkan agak menjauh dari tepi sungai karena tepi sungai dibuat jalan.
2. Pasar Segiri, merupakan pasar terbesar/pasar induk di kota Samarinda. Pasar Segiri mengalami kebakaran pada tahun 2009 dan sedang dibangun kembali dengan konsep pasar tradisional yang modern.
3. Pasar Rahmat, terletak di Jalan Lambung Mangkurat, Pelita.
4. Pasar Kedondong, terletak di Jalan Ulin, Karang Asam Ilir.
5. Pasar Kemuning, terletak di Loa Bakung.
6. Pasar Sei Dama, terletak di Jalan Otto Iskandardinata.
7. Pasar Impres Baqa, terletak di Jalan Sultan Hasanudin.
8. Pasar Laut (sore), terletak di ujung jalan HOS Cokroaminoto.
9. Pasar Harapan Baru, terletak di Jalan Kurnia Makmur, Harapan Baru. Pasar ini pernah terbakar hebat pada tahun 2003 sehingga seluruh pasar dan sebagian rumah warga hangus. Pasar ini kembali dibangun beberapa bulan kemudian dan Jalan Kurnia Makmur dibuat menjadi dua jalur untuk mencegah kebakaran lagi yang meluas karena sebelumnya Jalan Kurnia Makmur terbilang sempit sehingga api yang berada di pasar sebelah kiri pasar dapat menyambar ke bagian pasar sebelah kanan.
10. Palaran Trade Centre (PTC), pasar dengan konsep modern pertama di Samarinda. Pasar ini diresmikan pada tanggal 15 Mei 2010.
Transportasi
Infrastruktur transportasi vital di Samarinda berbeda dengan kota lainnya di Kalimantan, dimana keterlibatan swasta dan pemerintah daerah yang lebih dominan dibandingkan pemerintah pusat. Diantaranya Bandara Internasional Samarinda (Pemprov Kaltim), proyek SkyTrain rapid transit (KPBU) dan Pelabuhan Palaran (swasta). Pemerintah Indonesia juga memilih Bandara Internasional Samarinda beserta 3 bandara lainnya di Indonesia untuk dilibatkan kepemilikan (partial stake) dan pengoperasiannya kepada perusahaan mancanegara dan Astra Infra.
Air
Sebagai kota yang dibelah Sungai Mahakam, dalam sejarahnya sebagai kota sungai Samarinda memiliki transportasi air tradisional sejak dahulu, yakni Tambangan dan Ketinting. Tambangan biasa digunakan sebagai alat transportasi menyeberang sungai dari daerah Samarinda Seberang ke kawasan Pasar Pagi. Ketinting menjadi moda transportasi sungai utama untuk menyeberangi sungai maupun menuju wilayah tertentu yang hanya bisa dinaiki oleh manusia dan barang.
Sedangkan untuk mengangkut kendaraan, kapal feri sempat beroperasi menyeberangi sungai dari pelabuhan Harapan Baru, Samarinda Seberang ke pelabuhan Samarinda Kota. Namun, sejak pembangunan dan beroperasinya Jembatan Mahakam pada tahun 1987, tambangan dan ketinting mulai berkurang penumpangnya meski tak signifikan. Tetapi, yang paling merasakan kerugian adalah kapal feri hingga akhirnya pelayaran ditutup.
Selain Jembatan
Mahakam, terdapat pula jembatan lain yang menjadi penghubung antara Samarinda
Kota dengan Samarinda Seberang, yakni Jembatan Mahakam Ulu yang
diresmikan pada tahun 2009 dan Jembatan Mahkota II yang diresmikan pada
tahun 2018. Selain itu, bersebelahan dengan Jembatan Mahakam juga telah
dibangun jembatan baru yang lebih tinggi yang diberi nama Jembatan Mahakam IV,
yang telah diresmikan pada tahun 2020
Terdapat pelabuhan peti kemas yang berada di Jalan Yos Sudarso dan sekarang sedang dibangun pelabuhan baru yang terletak di kecamatan Palaran untuk menggantikan pelabuhan yang sekarang sudah tidak sesuai dengan kondisi kota. Pada tanggal 26 Mei 2010, pelabuhan baru tersebut selesai dibangun dan diresmikan dengan nama TPK Palaran dan saat ini dalam tahap uji coba.
Darat
Terdapat jalan darat yang menghubungkan kota Samarinda dengan Balikpapan ke selatan, kemudian Kota Bontang dan Sangatta (Kutai Timur) ke utara, jalan baru ke Tenggarong (Kutai Kartanegara) di arah barat laut serta ke Sanga-Sanga, Kutai Kartanegara melalui jalan tenggara yang tembus sampai ke Muara Jawa, Samboja dan Balikpapan.
Bus
Terdapat 3 terminal perhubungan darat yang menghubungkan kota Samarinda dengan daerah-daerah lain di Kalimantan, antara lain Terminal Sungai Kunjang yang melayani rute ke Kota Balikpapan, Kutai Kartanegara dan Kutai Barat, Terminal Lempake yang melayani rute Kota Bontang dan Kutai Timur, dan Terminal Samarinda Seberang yang melayani rute ke Paser hingga Kalimantan Selatan.
Jalan tol
Saat ini telah terbangun jalan bebas hambatan yang menghubungkan Samarinda dengan Balikpapan, dengan panjang 97 km. Jalan Tol Samarinda–Balikpapan ini merupakan jalan tol pertama di Pulau Kalimantan, dan telah diresmikan oleh Presiden Joko Widodo pada akhir 2019. Jalan tol ini membentang mulai dari Simpang Jembatan Mahkota 2 di Kota Samarinda hingga KM 13 Balikpapan, dan berlanjut hingga Kecamatan Balikpapan Timur di Kota Balikpapan. Ke depannya, direncanakan akan dibangun tol lanjutan ke arah utara menuju Kota Bontang.
Udara
Samarinda dapat diakses melalui Bandara Internasional APT Pranoto (NSA/Bandara Samarinda Baru) yang terletak di Sungai Siring sekitar 30 km sebelah utara Samarinda. Terletak di kawasan BIMP-EAGA, bandara ini merupakan salah satu pintu gerbang utama turis mancanegara menuju berbagai destinasi wisata Kalimantan seperti Kepulauan Derawan, Taman Nasional Kutai, Karst Sangkulirang-Mangkalihat dan sebagainya. Pada tahun 2019 (sebelum pandemi COVID19), bandara ini melayani 1,1 juta penumpang dan 206 ton kargo.
Bandara ini menggantikan Bandara Temindung pada tahun 2018, dan dalam setahun langsung menduduki peringkat ke-3 bandara Kemenhub terbaik se Indonesia di majalah Bandara, juga masuk dalam 11 bandara terbaik se Indonesia versi Wonderful Indonesia. Bandara ini merupakan pusat operasi untuk Susi Air.
Media Massa & Komunikasi
Surat Kabar
Ada beberapa surat kabar harian (SKH) yang terbit di Kaltim, yang tidak bisa dilupakan dalam perkembangan kota Samarinda dari masa ke masa. Surat Kabar yang pertama kali terbit di Samarinda adalah Persatoen dan Perasaan Kita. Kedua surat kabar ini bukan surat kabar harian. Terbit pada akhir 1922. Surat Kabar Harian baru terbit pertama kali di Samarinda pada tahun 1935. Surat Kabar Harian Pertama di Kaltim itu adalah Surat Kabar Pewarta Borneo dan Pantjaran Berita.
Di masa orde baru hingga era reformasi ada dua surat kabar harian yang terbit, yaitu SKH Suara Kaltim, yang kemudian berganti nama menjadi SKH Swara Kaltim dan SKH ManuntunG yang kemudian berubah nama menjadi Kaltim Post. Selanjutnya terbit SKH Kutai Baru, yang kemudian berganti nama menjadi SKH Poskota Kaltim. Kemudian terbit SKH Matahari (grup Poskota Kaltim), lalu berubah menjadi SKH Matahari Kaltim Times,lalu nama Matahari dihilangkan menjadi Harian Umum Kaltim Times.
SKH Suara Kaltim atau Swara Kaltim dan Poskota Kaltim grup adalah koran lokal yang diterbitkan orang-orang daerah dan berkantor cabang utama di Samarinda (SKH Suara Kaltim/Swara Kaltim dan SKH Poskota Kaltim, SKH Matahari Kaltim/Kaltim Times Tenggarong. SKH Suara Kaltim, SKH Poskota Kaltim, SKH Matahari Kaltim/SKH Kaltim Times selain beredar di Samarinda dan Tenggarong, juga beredar ke seluruh kota dan kabupaten di Kaltim, bahkan hingga Nunukan, Tarakan, Malinau, Bulungan sebelum dimekarkan dan bergabung dalam Provinsi Kalimantan Utara. Surat kabar harian lokal lainnya adalah KoranKaltim, Kalpost dan Express.
Sementara surat kabar grup Kaltim Post di Samarinda yaitu SKH Samarinda Pos, di Balikpapan terbit Balikpapan Pos (sebelumnya namanya Post Metro Balikpapan), Berau Post terbit di Tanjung Redeb, Bontang Post terbit di Bontang. Selain koran-koran harian di Kaltim juga ada SKH Tribun Kaltim. Tribun Kaltim satu grup dengan SKH kompas.
Olahraga
Kota Samarinda mempunyai fasilitas pendukung untuk kegiatan olahraga, antara lain lapangan basket, panah, sepak bola, dan panjat tebing di Tepian Mahakam serta kompleks stadion di Sempaja, Segiri dan Palaran. Lapangan-lapangan umum di berbagai penjuru kota juga sering dijadikan tempat aktivitas berolahraga, di antaranya yang terbesar adalah lapangan Pemuda dan lapangan Kinabalu.
Klub olahraga sepak bola yang bermarkas di Samarinda adalah Borneo FC dengan pendukungnya yang dijuluki Pusamania. Saat ini Borneo FC mengikuti Liga 1 Indonesia, dan menggunakan Stadion Segiri sebagai kandangnya.
Samarinda pernah dipercaya sebagai tuan rumah kegiatan olahraga, baik dari skala nasional maupun internasional, antara lain:
1. Indonesia Open 1990, kejuaraan bulu tangkis yang diadakan dari tanggal 18 dengan tanggal 22 Juli 1990 di GOR Segiri
2. Pekan Olahraga Nasional XVII yang dibuka oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 5 Juli 2008 dan ditutup oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla di Stadion Utama Palaran
3. Samarinda International Nine Ball Billiard Championship 2010 pada 29 Januari hingga 4 Februari 2010 di GOR Segiri
4. Bankaltim Indonesia Open Grand Prix Gold Badminton Championship, yang diselenggarakan di komplek Stadion Utama Palaran pada tanggal 12 sampai 17 Oktober 2010
Tokoh terkenal asal Samarinda
Abdoel Moeis Hassan, Achmad Rizky, Adi Nugroho (pemain sepak bola), Venilia Agik, Arkanata Akram, Andi Harun, Andre Sarwono, Aspar Aswin, Azrul Ananda, Budi Hardian, De Yong Adrian, Eza Gionino, Lerby Eliandry, Ardit Erwandha, Fadly, Farid Wadjdy, Selvanus Geh, Rony Gunawan, Gusti Abdul Muis, Aji Mirza Hakim, Harlinda Kuspradini, Awang Ferdian Hidayat, Inche Abdoel Moeis, Rikha Indriaswari, Intjik Abdul Muis, James Arthur Kojongian, Abdul Kahar (pemain tenis), Denny Kantono, Kemal Palevi, Nurbeta Kwanrico, Korrie Layun Rampan, Lim Gunawan Hariyanto, Muhammad Syarkawie Hassan, Hadi Mulyadi, Omar Barack, Nia Paramitha, Ferry Rachman, Iqbal Rais, Rusmadi Wongso, Mirabeth Sonia, Sultan Samma, Joko Sidik, Chelsie Monica Ignesias Sihite, Johan Silas, Syafruddin Pernyata, Tatang Harlyansyah, Irfan Abdul Ghafur dan Yono Bakrie.
---ooooo Ooo ooooo---
Sumber : Google Wikipedia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar