KISAH PERANG KHAIBAR
Orientasi
Perang Khaibar adalah
pertempuran yang terjadi antara umat Islam
yang dipimpin Muhammad dengan umat Yahudi yang hidup di oasis
Khaibar, sekitar 150
km dari Madinah, Arab Saudi. William Montgomery Watt
menganggap penyebab pertempuran ini adalah Yahudi Bani Nadhir
yang menimbulkan permusuhan melawan umat Islam. Pertempuran ini berakhir dengan
kemenangan umat Islam, dan Muhammad berhasil memperoleh harta,
senjata, dan dukungan kabilah setempat.
Hanya beberapa hari Muhammad berada di Madinah usai peristiwa Hudaibiya itu.
Sekitar dua pekan kemudian, rasul bahkan memimpin sendiri ekspedisi militer
menuju Khaibar, daerah sejauh tiga hari perjalanan dari Madinah. Khaibar adalah
daerah subur yang menjadi benteng utama Yahudi di jazirah Arab. Terutama
setelah Yahudi di Madinah ditaklukkan oleh rasulullah.
Yahudi tak mempunyai cukup kekuatan untuk
menggempur kaum Muslimin. Namun mereka cerdik. Mereka mampu menyatukan
musuh-musuh Muhammad dari berbagai kabilah yang sangat kuat. Hal itu terbukti
pada Perang Khandaq. Bagi warga Muslim di Madinah, Yahudi lebih berbahaya
dibanding musuh-musuh lainnya. Maka Muhammad menyerbu ke jantung pertahanan
musuh. Suatu pekerjaan yang tak mudah dilakukan. Pasukan Romawi yang lebih kuat
pun tak mampu menaklukkan benteng Khaibar yang memiliki sistem pertahanan
berlapis-lapis yang sangat baik. Sallam anak Misykam mengorganisasikan prajurit
Yahudi. Perempuan, anak-anak dan harta benda mereka tempatkan di benteng Watih
dan Sulaim. Persediaan makanan dikumpulkan di benteng Na’im. Pasukan perang
dikonsentrasikan di benteng Natat. Sedangkan Sallam dan para prajurit pilihan
maju ke garis depan.
Sallam tewas dalam pertempuran itu. Tapi
pertahanan Khaibar belum dapat ditembus. Muhammad menugasi Abu Bakar untuk
menjadi komandan pasukan. Namun gagal. Demikian pula Umar. Akhirnya
kepemimpinan komando diserahkan pada Ali. Di Khaibar inilah nama Ali menjulang.
Keberhasilannya merenggut pintu benteng untuk menjadi perisai selalu dikisahkan
dari abad ke abad. Ali dan pasukannya juga berhasil menjebol pertahanan lawan.
Harith bin Abu Zainab -komandan Yahudi setelah Sallam-pun tewas. Benteng Na’im
jatuh ke tangan pasukan Islam.
Setelah itu benteng demi benteng dikuasai.
Seluruhnya melalui pertarungan sengit. Benteng Qamush kemudian jatuh. Demikian
juga benteng Zubair setelah dikepung cukup lama. Semula Yahudi bertahan di
benteng tersebut. Namun pasukan Islam memotong saluran air menuju benteng yang
memaksa pasukan Yahudi keluar dari tempat perlindungannya dan bertempur
langsung. Benteng Watih dan Sulaim pun tanpa kecuali jatuh ke tangan pasukan
Islam. Yahudi lalu menyerah. Seluruh
benteng diserahkan pada umat Islam. Muhammad memerintahkan pasukannya untuk
tetap melindungi warga Yahudi dan seluruh kekayaannya, kecuali Kinana bin Rabi’
yang terbukti berbohong saat dimintai keterangan rasulullah.
Perlindungan itu tampaknya sengaja diberikan
oleh rasulullah untuk menunjukkan beda perlakuan kalangan Islam dan Kristen
terhadap pihak yang dikalahkan. Biasanya, pasukan Kristen dari kekaisaran
Romawi akan menghancurludeskan kelompok Yahudi yang dikalahkannya. Sekarang
kaum Yahudi Khaibar diberi kemerdekaan untuk mengatur dirinya sendiri sepanjang
mengikuti garis kepemimpinan Muhammad dalam politik.
Muhammad sempat tinggal beberapa lama di
Khaibar. Ia bahkan nyaris meninggal lantaran diracun. Diriwayatkan bahwa Zainab
binti Harith menaruh dendam pada Muhammad. Sallam, suaminya, tewas dalam
pertempuran Khaibar. Zainab lalu mengirim sepotong daging domba untuk Muhammad.
Rasulullah sempat mengigit sedikit daging tersebut, namun segera memuntahkannya
setelah merasa ada hal yang ganjil. Tidak demikian halnya dengan sahabat rasul,
Bisyri bin Bara. Ia meninggal lantaran memakan daging tersebut.
Khaibar telah ditaklukkan. Rombongan pasukan
rasulullah kembali ke Madinah melalui Wadil Qura, wilayah yang dikuasi kelompok
Yahudi lainnya. Pasukan Yahudi setempat mencegat rombongan tersebut.
Sebagaimana di Khaibar, mereka kemudian ditaklukkan pula. Sedangkan Yahudi
Taima’ malah mengulurkan tawaran damai tanpa melalui peperangan.
Dengan penaklukan tersebut, Islam di Madinah
telah menjadi kekuatan utama di jazirah Arab. Ketenangan masyarakat semakin
terwujud. Dengan demikian, Muhammad dapat lebih berkonsentrasi dalam dakwah
membangun moralitas masyarakat.
Kaum Yahudi menyerah dengan syarat membayar pajak
dan memberikan tanahnya kepada umat Islam. Akibatnya, mereka banyak yang
menjadi hamba sahaya. Menurut Stillman,
orang-orang Yahudi dari Bani Nadhir tidak termasuk dalam perjanjian ini, dan
seluruh orang bani Nadhir akhirnya dibunuh, kecuali anak-anak dan wanita yang
dijadikan budak.[1] Setelah pertempuran ini orang-orang Yahudi masih
tinggal di Khaibar, hingga akhirnya diusir oleh khalifah Umar bin Khattab. Pembebanan pajak terhadap orang-orang Yahudi
menandai dimulainya penerapan jizyah terhadap para dzimmi di bawah pemerintahan Islam, dan penahanan tanah
mereka menjadi milik komunitas Islam.
Karena kemenangan umat Islam dalam
pertempuran ini, kata "Khaibar" sering disebutkan dalam slogan, lagu,
atau senjata-senjata buatan orang-orang Islam.
Reorientasi
Perang Khaibar
Khaibar
adalah daerah yang ditempati oleh kaum Yahudi setelah diusir Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dari
Madinah tatkala mereka melanggar perjanian damai. Di sana mereka menyusun makar
untuk melampiaskan dendamnya terhadap Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, Islam, dan kaum muslimin.
Dendam Yahudi memang telah menumpuk; mulai
terusirnya Bani Qainuqa, Bani Nadhir, terbunuhnya dua tokoh mereka, hingga
pembantaian terhadap Bani Quraizhah dan sejumlah tokoh mereka yang dibunuh oleh
kaum muslimin. Telah lewat pembahasan bahwa kaum Yahudi adalah penggerak
pasukan Ahzab pada Perang Khandaq. Ini berarti kali yang keempat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
memerangi umat Yahudi agar kita mengetahui bagaimana sejarah hitam umat Yahudi
dan dendam mereka yang sangat mendalam terhadap Islam.
Pasukan Berangkat
Pada bulan Muharram tahun ketujuh Hijriah
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersama 1400 sahabat yang ikut di Hudaibiyah berangkat menuju
Khaibar. Telah kita ketahui bahwa sepulang mereka dari Hudaibiyah Allah
menurunkan ayat sebagai janji kemenangan dari-Nya dan perintah untuk memerangi
Yahudi di Khaibar dalam firman-Nya:
“Allah
menjanjikan kepada kamu harta rampasan yang banyak yang dapat kamu ambil, maka
disegerakan-Nya harta rampasan ini untukmu dan Dia menahan tangan manusia dari
(membinasakan) mu (agar kamu mensyukuri-Nya) dan agar hal itu menjadi bukti
bagi orang-orang mukmin dan agar Dia menunjuki kamu kepada jalan yang lurus.”
(QS. Al-Fath: 20)
Ulama ahli tafsir mengatakan bahwa Allah
menjanjikan harta rampasan (ghanimah)
yang banyak kepada kaum muslimin, sebagai pendahuluannya adalah harta rampasan
yang mereka peroleh pada Perang Khaibar itu. Adapun orang-orang badui atau
munafik tatkala mereka mengetahui para sahabat akan menang dan mendapat
rampasan perang, maka mereka untuk ikut dalam peperangan tersebut supaya
mendapat bagian dari ghanimah
maka Allah berfirman,
“Orang-orang
Badui yang tinggal itu akan berkata apabila kamu berangkat untuk mengambil
barang rampasan, “Biarkan kami, niscaya kami mengikuti kamu.’ Mereka hendak
mengubah janji Allah. Katakanlah, ‘Kamu sekali-kali tidak (boleh) mengikuti
kami; demikian Allah telah menetapkan sebelumnya.’ Mereka mengatakan,
‘Sebenarnya kamu dengki kepada kami.’ Bahkan mereka tidak mengerti melainkan
sedikit sekali.” (QS. Al-Fath: 15)
Demikian itu karena Allah telah
mengkhususkan rampasan Perang Khaibar sebagai balasan jihad, kesabaran, dan
keikhlasan para sahabat yang ikut di Hudaibiyah saja. Para sahabat berangkat
dengan penuh keyakinan dan besar hati terhadap janji Allah, sekalipun mereka
mengetahui bahwa Khaibar merupakan perkampungan Yahudi yang paling kokoh dan
kuat dengan benteng berlapis dan persenjataan serta kesiapan perang yang mapan.
Mereka berjalan sambil bertakbir dan bertahlil dengan mengangkat suara tinggi
hingga Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam melarang mereka dan memerintahkan agar merendahkan suara sebab
Allah Maha Dekat, bersama kalian, tidak tuli, dan tidak jauh. (Bukhari: 4205)
Sebelum subuh mereka tiba di halaman
Khaibar, sedang Yahudi tidak mengetahuinya. Tiba-tiba ketika berangkat ke
tempat kerja, mereka (orang-orang Yahudi) dikejutkan dengan keberadaan tentara;
maka mereka berkata, “Ini Muhammad bersama pasukan perang.” Mereka kembali
masuk ke dalam benteng dalam keadaan takut. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Allahu Akbar, binasalah Khaibar. Sesungguhnya jika kami datang di
tempat musuh maka hancurlah kaum tersebut.” (Bukhari dan Muslim)
Kaum muslimin menyerang dan mengepung
benteng-benteng Yahudi, tetapi sebagian sahabat pembawa bendera perang tidak
berhasil menguasai dan mengalahkan mereka hinga Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda, “Besok akan kuserahkan
bendera perang kepada seseorang yang Allah dan Rasul-Nya mencintai dan dia pun
mencintai Allah dan Rasul-Nya. Allah akan memenangkan kaum muslimin lewat
tangannya.” Maka para sahabat bergembira dengan kabar ini dan semua
berharap agar bendera tersebut akan diserahkan kepadanya, hingga Umar radhiallahu ‘anhu berkata, “Aku tidak
pernah menginginkan kebesaran, kecuali pada Perang Khaibar.”
Pada pagi hari itu para sahabat bergegas
untuk berkumpul di hadapan Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam. Masing-masing berharap akan diserahi bendera komando.
Akan tetapi, Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam bertanya, “Dimanakah
Ali?” Meraka menjawab, “Dia sedang sakit mata, sekarang berada di
perkemahannya.” Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam mengatakan, “Panggillah
dia.” Maka mereka memanggilnya. Ali radhiallahu ‘anhu datang dalam keadaan sakit mata (trahom), lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
meludahi matanya dan sembuh seketika, seakan-akan tidak pernah merasakan sakit.
Beliau menyerahkan bendera perang dan berwasiat kepadanya, “Ajaklah mereka kepada Islam sebelum engkau
memerangi mereka. Sebab, demi Allah, seandainya Allah memberi hidayah seorang
di antara mereka lewat tanganmu maka sungguh itu lebih baik bagimu dari pada
onta merah (harta bangsa Arab yang paling mewah ketika itu).” (Muslim)
Perang Tanding
Tatkala berlangsung pengepungan
benteng-benteng Yahudi, tiba-tiba pahlawan andalan mereka bernama Marhab
menantang dan mengajak sahabat untuk perang tanding. Amir bin Akwa radhiallahu ‘anhu melawannya dan
beliau terbunuh mati syahid. Lalu Ali radhiallahu
‘anhu melawannya hingga membunuhnya dan menyebabkan runtuhnya mental
kaum Yahudi dan sebagai sebab kekalahan mereka.
Benteng Khaibar terdiri dari tiga lapis,
dan masing-masing terdiri atas tiga benteng. Kaum muslimin memerangi dan
menguasai benteng demi benteng. Setiap kali Yahudi kalah dari pertahanan pada
satu benteng, mereka berlindung dan berperang dalam benteng lainnya hingga
kemenagan mutlak berada di tangan kaum muslimin.
Korban Perang
Dalam peperangan ini terbunuh dari kaum
Yahudi puluhan orang, sedang wanita dan anak-anak ditawan. Termasuk dalam
tawanan adalah Shofiyah binti Huyai yang jatuh di tangan Dihyah al-Kalbi lalu
dibeli oleh Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam darinya. Beliau mengajaknya masuk Islam lalu
menikahinya dengan mahar memerdekakannya. Adapun yang mati syahid dari kaum
muslimin sebanyak belasan orang.
Di antara yang mati syahid adalah seorang
badui yang datang dan masuk Islam dan memohon kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk
hijrah dan tatkala Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam memperoleh rampasan Perang Khaibar maka beliau
memberinya bagian, tetapi dia berkata, “Wahai Rasulullah, aku mengikutimu bukan
untuk tujuan ini, melainkan agar aku terkena panah di sini (sambil memberi
isyarat pada lehernya) sehingga aku masuk surga.” Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
mengatakan, “Jika kamu jujur kepada
Allah maka pasti Allah buktikan.” Tidak lama kemudian jenazahnya dibawa
kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam dalam keadaan terluka pada tempat yang dia isyaratkan sebelumnya.
Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam mengatakan, “Orang ini
jujur kepada Allah. Oleh karenanya, Allah memenuhi niatnya yang baik.”
Lalu beliau mengafaninya dan memakamkannya. (Mushonnaf Abdurrozaq dengan sanad yang baik, 5:276)
Daging Beracun
Kaum Yahudi tidak pernah dan tidak akan
berhenti dari makar buruk terhadap Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam dan Islam karena tabiat mereka, sebagaimana
digambarkan oleh Allah dalam Alquran:
“Mereka
mengingkari ayat-ayat Allah dan membunuh para nabi tanpa hak.” (QS. Ali
Imron: 112)
Tatkala mereka kalah dari Perang Khaibar
dan beberapa kali upaya untuk membunuh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam gagal, maka mereka bermaksud untuk
membunuh beliau dengan siasat baru. Seorang wanita Yahudi berperan besar dalam
makar buruk ini, yaitu memberi hadiah berupa menyuguhkan hidangan daging kepada
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam dengan menyisipkan racun yang banyak padanya.
Tatkala Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memakan, daging tersebut mengabari
beliau bahwa ia beracun. Maka beliau memuntahkannya. Ini merupakan mukjizat
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam yang lebih mulia daripada mukjizat Nabi Sulaiman ‘alaihissalam yang memahami bahasa
semut sebab ia makhluk hidup yang bernyawa memiiki mulut untuk berbicara,
sedangkan sepotong daging tersebut sebagai makhluk yang mati bahkan telah
matang dipanggang dengan api. Adapun Bisri bin Baru radhiallahu ‘anhu, yang ikut makan bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
meninggal dunia karena racun tersebut. Sebab itu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
membunuh wanita ini sebagai qishosh.
Perdamaian
Setelah umat Yahudi kalah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
bermaksud untuk mengusir mereka dari Khaibar. Akan tetapi mereka memohon kepada
beliau agar membiarkan mereka mengurusi pertanian dengan perjanjian bagi hasil,
maka Rasulullah menerima permohonan itu dengan syarat kapan saja beliau
menghendaki maka beliau berhak untuk mengusir mereka. Hingga akhirnya mereka
diusir oleh Umar bin Khaththab di zaman kekhalifahannya setelah beberapa kali
mereka berbuat kejahatan terhadap kaum muslimin.
Pembagian Rampasan
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membagi rampasan perang kepada
sahabat yang ikut perang yang berjumlah 1400 orang. Namun, seusai perang ini
para rombongan Muhajirin berjumlah 53 orang dari Habasyah yang dipimpin oleh
Ja’far bin Abi Thalib radhiallahu
‘anhu datang dan bertemu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di Khaibar. Beliau sangat gembira
dengan kedatangan mereka. Beliau merangkul Ja’far radhiallahu ‘anhu serta menciumnya seraya bersabda, “Aku tidak mengetahui apakah aku bergembira
karena menang dari Khaibar ataukah karena kedatangan rombongan Ja’far.”
(Shahih Abu Dawud: 5220)
Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memberi
mereka bagian dari rampasan perang. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga memberi bagian kepada Abu
Hurairah radhiallahu ‘anhu dan
beberapa orang dari suku Daus yang baru datang dalam keadaan Islam. Semua ini
beliau lakukan dengan izin dan keikhlasan dari sahabat yang ikut Perang Khaibar
dan karena mereka ini terhalang oleh udzur, jika tidak maka pasti mereka akan
ikut berperang.
Bahaya Ghulul
Ghulul adalah mengambil rampasan perang
sebelum dibagi. Mid’am, seorang pelayan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, meninggal dunia akibat terkena
panah. Maka sahabat mengatakan, “Alangkah nikmat, baginya surga.” Namun,
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda, “Tidak, demi
Allah, sesungguhnya pakaian yang diambilnya dari rampasan Khaibar sebelum
dibagi menjadi bahan bakar api neraka.” Mendengar ini, ada seseorang
yang datang mengaku, “Ini satu atau dua tali sandal aku peroleh sendiri.”
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda, “Itu termasuk
neraka.” (Bukhari dan Muslim)
Yahudi Fadak
Tatkala Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengauasai dan mengalahkan Khaibar
maka Allah menanamkan rasa takut ke dalam hati orang-orang Yahudi di Fadak
–sebelah utara Khaibar-, mereka segera mengirim utusan kepada Rasulullah untuk
perjanjian damai dengan menyerahkan separuh bumi Fadak kepadanya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
menerima tawaran tersebut dan beliau khususkan untuk dirinya sebab ia termasuk
rampasan perang (fa’i) yang
diperoleh tanpa perang (pertempuran). Juga Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerangi Yahudi di Wadi Quro
hingga mereka menyerah dan kalah. Mengetahui hal ini, Yahudi Taima’ juga segera
berdamai dengan Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam dengan membayar jizyah (upeti, red.)
Pelajaran
Dalam
peperangan Khaibar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengharamkan makan
daging keledai piaraan. Tampak mukjizat kenabian seperti Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam meludahi mata Ali radhiallahu ‘anhu lalu sembuh, daging yang
mengabari beliau bahwa ia mengandung racun, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam meniup tiga kali pada bekas pukulan pedang yang mengenai lutut Salah bin
Akwa radhiallahu ‘anhu lalu dia tidak kesakitan setelah itu.
Boleh
berdamai dengan Yahudi dalam waktu yang ditentukan dan boleh memerangi orang
kafir pada bulan haram. Lihat Sirah Nabawiiyyah karya Dr. Mahdi Rizqulloh
Ahmad: 479-492.
Sebab-sebab dan Kisah
Terjadinya Peperangan Khaibar
Pada
mulanya kaum Yahudi dan kaum muslimin hidup berdampingan secara damai di Kota
Madinah. Tetapi karena kaum Yahudi banyak melakukan pelanggaran terhadap janji
yang sudah disepakati, maka Nabi Muhammad SAW mengusir mereka untuk keluar dari
Madinah.Setelah diusir oleh Nabi Muhammad SAW, kaum Yahudi menempati daerah
Khaibar yang jaraknya sekitar 150 Km dari Kota Madinah atau sekitar 3 hari
perjalanan darat.Kaum Yahudi yang memiliki dendam terhadap kaum muslimin terus
menyusun strategi untuk melakukan pembalasan. Secara kuantitas jumlah mereka
sedikit, tetapi kaum Yahudi sangat cerdik dalam menyusun strategi perang.
Mereka
membentuk benteng-benteng yang berlapis dan kokoh, bahkan sekelas pasukan
Romawi pun tidak sanggup menembus benteng-benteng Khaibar.Pada tahun ketujuh
hijriah, Nabi Muhammad SAW dan pasukan kaum muslimin yang berjumlah 1400
berangkat menuju Khaibar. Pasukan kaum muslimin sudah tiba sebelum waktu subuh
dan membuat orang-orang Yahudi terkejut. Awalnya Abu Bakar dan Umar bin
Khattab radhiallahu ‘anhum memegang komando pasukan dan memegang bendera perang. Tapi
mereka belum berhasil menembus benteng pertahanan Khaibar.Esoknya Rasulullah
SAW menyerahkan komando dan bendera perang kepada Ali bin Abi Thalib
radhiallahu ‘anhu. Di bawah komdando Ali bin
Abi Thalib, pasukan kaum muslimin berhasil menembus satu demi satu benteng
pertahanan kaum Yahudi.
Peperangan
Khaibar dimenangkan oleh umat islam di bawah komando Ali bin Abi Thalib. Jumlah
pasukan yang syahid dari kalangan umat islam sekitar belasan orang sedangkan
jumlah pasukan yang meninggal dari kalangan umat Yahudi mencapai puluhan orang.Ternyata
tidak sampai di sini saja perlakuan umat Yahudi terhadap kaum muslimin,
meskipun mereka sudah kalah di Perang Khaibar, tetapi umat Yahudi kembali
menyusun strategi untuk melumpuhkan umat islam.
Salah
seorang wanita Yahudi berniat membunuh Nabi Muhammad SAW dengan cara
menyuguhkan hadiah berupa daging yang sudah dicampuri racun kepada Nabi
Muhammad SAW dan para sahabat beliau.Tatkala Nabi Muhammad SAW memakannya,
daging tersebut berkata kepada Nabi SAW bahwa ia sudah dicampur dengan racun.
Seketika itu Nabi Muhammad langsung memuntahkannya kembali.
Sedangkan
sahabat Nabi yang bernama Bisri bin Baru radhiallahu ‘anhu meninggal dunia pada
waktu itu setelah memakan daging tersebut. Akhirnya Nabi Muhammad SAW
memerintahkan untuk mencari wanita itu untuk dibunuh sebagai qishosh.
Sumber: Google Wikipedia & Majalah Al-Furqon Edisi
1 Tahun Kesebelas 1432 H
Tidak ada komentar:
Posting Komentar