Jumat, 03 Agustus 2018

KISAH PERANG PAREGREG

KISAH PERANG PAREGREG


Orientasi
Perang Paregreg adalah perang antara Majapahit istana barat yang dipimpin Wikramawardhana, melawan istana timur yang dipimpin Bhre Wirabhumi. Perang ini terjadi tahun 1404-1406 dan menjadi penyebab utama kemunduran Majapahit.

Berdirinya Kerajaan Majapahit Timur
Kerajaan Majapahit berdiri tahun 1293 berkat kerja sama Raden Wijaya dan Arya Wiraraja. Pada tahun 1295, Raden Wijaya membagi dua wilayah Majapahit untuk menepati janjinya semasa perjuangan. Sebelah timur diserahkan pada Arya Wiraraja dengan ibu kota di Lumajang. Pada tahun 1316 Jayanagara putra Raden Wijaya menumpas pemberontakan Nambi di Lumajang. Setelah peristiwa tersebut, wilayah timur kembali bersatu dengan wilayah barat.

Menurut Pararaton, pada tahun 1376 muncul sebuah gunung baru. Peristiwa ini dapat ditafsirkan sebagai munculnya kerajaan baru, karena menurut kronik Cina dari Dinasti Ming, pada tahun 1377 di Jawa ada dua kerajaan merdeka yang sama-sama mengirim duta ke Cina. Kerajaan Barat dipimpin Wu-lao-po-wu, dan Kerajaan Timur dipimpin Wu-lao-wang-chieh. Wu-lao-po-wu adalah ejaan Cina untuk Bhra Prabu, yaitu nama lain Hayam Wuruk (menurut Pararaton), sedangkan Wu-lao-wang-chieh adalah Bhre Wengker alias Wijayarajasa, suami Rajadewi.

Wijayarajasa rupanya berambisi menjadi raja. Sepeninggal Gajah Mada, Tribhuwana Tunggadewi, dan Rajadewi, ia membangun istana timur di Pamotan, sehingga dalam Pararaton, ia juga bergelar Bhatara Parameswara ring Pamotan.

Silsilah Bhre Wirabhumi
Perang Paregreg adalah perang yang identik dengan tokoh Bhre Wirabhumi.  Nama asli Bhre Wirabhumi tidak diketahui. Menurut Pararaton, ia adalah putra Hayam Wuruk dari selir, dan menjadi anak angkat Bhre Daha istri Wijayarajasa, yaitu Rajadewi. Bhre Wirabhumi kemudian menikah dengan Bhre Lasem sang Alemu, putri Bhre Pajang (adik Hayam Wuruk). Menurut Nagarakretagama, istri Bhre Wirabhumi adalah Nagarawardhani putri Bhre Lasem alias Indudewi. Indudewi adalah putri Rajadewi dan Wijayarajasa. Berita dalam Nagarakretagama lebih dapat dipercaya daripada Pararaton, karena ditulis pada saat Bhre Wirabhumi masih hidup.

Jadi kesimpulannya, Bhre Wirabhumi lahir dari selir Hayam Wuruk, menjadi anak angkat Rajadewi (bibi Hayam Wuruk), dan kemudian dinikahkan dengan Nagarawardhani cucu Rajadewi.

Perang Dingin Wikramawardhana dan Bhre Wirabhumi
Pada masa pemerintahan Hayam Wuruk dan Wijayarajasa, hubungan antara Majapahit istana barat dan timur masih diliputi perasaan segan, mengingat Wijayarajasa adalah mertua Hayam Wuruk.  Wijayarajasa meninggal tahun 1398. Ia digantikan anak angkat sekaligus suami cucunya, yaitu Bhre Wirabhumi sebagai raja istana timur. Sementara itu Hayam Wuruk meninggal tahun 1389. Ia digantikan keponakan sekaligus menantunya, yaitu Wikramawardhana.

Ketika Indudewi meninggal dunia, jabatan Bhre Lasem diserahkan pada putrinya, yaitu Nagarawardhani. Tapi Wikramawardhana juga mengangkat Kusumawardhani sebagai Bhre Lasem. Itulah sebabnya, dalam Pararaton terdapat dua orang Bhre Lasem, yaitu Bhre Lasem Sang Halemu istri Bhre Wirabhumi, dan Bhre Lasem Sang Ahayu istri Wikramawardhana.  Sengketa jabatan Bhre Lasem ini menciptakan perang dingin antara istana barat dan timur, sampai akhirnya Nagarawardhani dan Kusumawardhani sama-sama meninggal tahun 1400. Wikramawardhana segera mengangkat menantunya sebagai Bhre Lasem yang baru, yaitu istri Bhre Tumapel.

Terjadinya Perang Paregreg
Setelah pengangkatan Bhre Lasem baru, perang dingin antara istana barat dan timur berubah menjadi perselisihan. Menurut Pararaton, Bhre Wirabhumi dan Wikramawardhana bertengkar tahun 1401 dan kemudian tidak saling bertegur sapa.
Perselisihan antara kedua raja meletus menjadi Perang Paregreg tahun 1404. Paregreg artinya perang setahap demi setahap dalam tempo lambat. Pihak yang menang pun silih berganti. Kadang pertempuran dimenangkan pihak timur, kadang dimenangkan pihak barat.

Akhirnya, pada tahun 1406 pasukan barat dipimpin Bhre Tumapel putra Wikramawardhana menyerbu pusat kerajaan timur. Bhre Wirabhumi menderita kekalahan dan melarikan diri menggunakan perahu pada malam hari. Ia dikejar dan dibunuh oleh Raden Gajah alias Bhra Narapati yang menjabat sebagai Ratu Angabhaya istana barat. Raden Gajah membawa kepala Bhre Wirabhumi ke istana barat. Bhre Wirabhumi kemudian dicandikan di Lung bernama Girisa Pura.

Akibat Perang Paregreg
Setelah kekalahan Bhre Wirabhumi, kerajaan timur kembali bersatu dengan kerajaan barat. Akan tetapi, daerah-daerah bawahan di luar Jawa banyak yang lepas tanpa bisa dicegah. Misalnya, tahun 1405 daerah Kalimantan Barat direbut kerajaan Cina. Lalu disusul lepasnya Palembang, Melayu, dan Malaka yang tumbuh sebagai bandar-bandar perdagangan ramai, yang merdeka dari Majapahit. Kemudian lepas pula daerah Brunei yang terletak di Pulau Kalimantan sebelah utara.

Selain itu Wikramawardhana juga berhutang ganti rugi pada Dinasti Ming penguasa Cina. Sebagaimana disebutkan di atas, pihak Cina mengetahui kalau di Jawa ada dua buah kerajaan, barat dan timur. Laksamana Ceng Ho dikirim sebagai duta besar mengunjungi kedua istana. Pada saat kematian Bhre Wirabhumi, rombongan Ceng Ho sedang berada di istana timur. Sebanyak 170 orang Cina ikut menjadi korban.

Atas kecelakaan itu, Wikramawardhana didenda ganti rugi 60.000 tahil. Sampai tahun 1408 ia baru bisa mengangsur 10.000 tahil saja. Akhirnya, Kaisar Yung Lo membebaskan denda tersebut karena kasihan. Peristiwa ini dicatat Ma Huan (sekretaris Ceng Ho) dalam bukunya, Ying-ya-sheng-lan.

Setelah Perang Paregreg, Wikramawardhana memboyong Bhre Daha putri Bhre Wirabhumi sebagai selir. Dari perkawinan itu lahir Suhita yang naik takhta tahun 1427 menggantikan Wikramawardhana. Pada pemerintahan Suhita inilah, dilakukan balas dendam dengan cara menghukum mati Raden Gajah tahun 1433.

Perang Paregreg dalam Karya Sastra Jawa
Peristiwa Paregreg tercatat dalam ingatan masyarakat Jawa dan dikisahkan turun temurun. Pada zaman berkembangnya kerajaan-kerajaan Islam di Jawa, kisah Paregreg dimunculkan kembali dalam Serat Kanda, Serat Damarwulan, dan Serat Blambangan.

Dikisahkan dalam Serat Kanda, terjadi perang antara Ratu Kencanawungu penguasa Majapahit di barat melawan Menak Jingga penguasa Blambangan di timur. Menak Jingga akhirnya mati di tangan Damarwulan utusan yang dikirim Ratu Kencanawungu. Setelah itu, Damarwulan menikah dengan Kencanawungu dan menjadi raja Majapahit bergelar Prabu Mertawijaya. Dari perkawinan tersebut kemudian lahir Brawijaya yang menjadi raja terakhir Majapahit.

Sumber : Google Wikipedia

Inilah yang Terjadi Seandainya Perang Paregreg Tidak Pernah Terjadi
Perang ini bukti betapa buruknya dampak dari perseteruan antar saudara. Salah satu kejatuhan Majapahit selain tidak adanya seorang maha patih yang cakap seperti Gajah Mada, juga karena perang saudara yang terjadi. Akibatnya, daerah yang pernah disatukan, jadi terpecah belah kembali. Ditambah lagi banyaknya korban yang jatuh, membuat peristiwa itu menjadi bukti awal perpecahan di nusantara. Sungguh miris melihat keadaan waktu itu.

Perang Paregereg, ya peristiwa perpecahan itu memang menyisakan pilu tentang bagaimana kerusakan yang terjadi ketika ada pertempuran antar saudara. Tak hanya itu, perang ini juga membuat kekuatan Majapahit pelan-pelan susut. Perang ini mungkin bisa dianggap sebagai awal kehancuran sang dinasti besar. Seandainya perang tersebut tidak terjadi, tentu sang penguasa Nusantara mungkin masih berjaya. Tak hanya itu, akan banyak kemungkinan-kemungkinan lain juga mungkin juga bakal terjadi. Simak ulasannya berikut.

Nusantara bakal masih bersatu, Indonesia makin luas
Kekacauan yang diakibatkan perang Paregreg sangat besar. Karena perang saudara inilah salah satu penyebab utamanya Majapahit runtuh. Daerah jajahan Majapahit mulai dari Brunei, Melayu dan Malaka akhirnya memisahkan diri dari Majapahit. Namun apa yang terjadi jika ternyata perang ini tidak terjadi? Pastinya Nusantara masih didominasi oleh kerajaan Majapahit. Daerah seperti Brunei dan Malaysia masih akan menjadi cakupan wilayah Indonesia.

Belum lagi Invasi besar-besaran yang akan dilakukan untuk meneruskan cita-cita luhur dari pati Gajah Mada. Dan hal yang paling penting, bentuk pemerintahan di yang ada di nusantara ini bakal berbentuk kerajaan untuk waktu yang lama. Hingga nantinya bakal berganti menjadi republik Indonesia.

Keuangan yang melimpah
Seandainya Paregreg tidak pernah terjadi sehingga menyebabkan perpecahan, maka Majapahit bakal punya sangat banyak sumber daya yang bisa diolah. Mengingat cakupannya waktu itu hingga ke wilayah strategis seperti Brunei dan Singapura. Baik dari minyak dan perdagangan bakal dikuasai oleh nusantara. Namun sayang, daerah seperti Papua, bakal terlepas dari bagian Nusantara. Itu dipengaruhi karena kekuasaan dari Majapahit sendiri yang hanya sampai di sekitar Maluku.

Tak hanya bisa memanfaatkan sumber daya yang tak karuan banyaknya, Majapahit juga bakal kebanjiran upeti-upeti dari kerajaan tetangga. Seumpama hal-hal baik ini tetap terjaga sampai lahirnya Indonesia, maka hari ini kita akan sangat jauh lebih makmur.

Penjajah Gentar untuk Datang
Penjajah bakal gentar jika memang perang Paregreg tidak terjadi. Karena persatuan antar bangsanya bakal lebih kuat, sehingga politik adu domba yang dilancarkan oleh Belanda dan Sekutu, tidak akan mempan lagi untuk Indonesia. Mungkin jika Indonesia tercipta, kemerdekaan bakal dirasakan lebih cepat dari sekarang, atau bahkan tidak akan merasakan penjajahan sama sekali.

Belanda pun akan pulang dengan rasa malu, sedangkan Jepang akan kapok karena pernah menginjakkan kakinya di tanah Indonesia. Nasib Indonesia mungkin bisa sama seperti yang ada di Thailand, menjadi tanah yang tidak pernah merasakan penjajahan dari bangsa manapun.

Indonesia Lebih Menghargai Perbedaan Agama
Pada masa perang Paregreg, agama Islam jadi sulit berkembang pada waktu itu karena peperangan yang berkecamuk dimana-mana. Justru setelah perang Paregreg lah Agama Islam berkembang dengan pesat bahkan hingga raja majapahit waktu itu, Prabu Brawijaya V menjadi seorang mualaf. Namun apa yang terjadi jika ternyata perang Paregreg tidak pernah terjadi? Pastinya agama Islam bakal berkembang lebih mudah dan lebih cepat.

Hal itu juga berlaku pada agama baru setelah Islam yang masuk ke Indonesia. Pastinya dengan perekembangan yang lebih awal, maka pemahaman akan agamanya akan lebih bertambah. Karena agama-agama sudah berkembang lebih awal, mungkin pemahaman agama para penganutnya bakal lebih dalam. Dan itu pastinya juga bakal mempengaruhi toleransi karena masyarakat Indonesia telah mengenal berbagai agama sejak zaman dahulu. Mungkin isu-isu seperti SARA tidak akan terjadi karena masing-masing sudah muncul rasa toleransi di dalamnya.

Perang Paregreg ini adalah awal mula kehancuran Majapahit. Sehingga eksistensinya memang sangat berpengaruh terhadap si penguasa Nusantara. Andaikan peristiwa ini tak pernah terjadi, maka mungkin saja deretan hal-hal bagus di atas bisa jadi kenyataan. Ya, pada akhirnya perang memang akan selalu membawa hal-hal buruk.

Sejarah Perang Paregreg (1404-1406)
Majapahit dianggap sebagai pemersatu Nusantara yang memiliki kekuasaan setara Republik Indonesia pada saat ini, bahkan pengaruhnya juga sampai di luar Indonesia. Kerajaan Majapahit merupakan kelanjutan dari Kerajaan Singasari yang berdiri tidak lebih dari satu abad. Abad 16 Majapahit runtuh dan lenyap sama sekali yang ditandai dengan sengkalan Sirno Ilang Kertaning Bumi.

Keruntuhan Majapahit dikarenakan adanya konflik internal Majapahit yang saling memperebutkan kekuasaan atas hasrat individual yaitu memperebutkan tahta raja Majapahit. Puncaknya ialah ketika terjadi perang saudara antara Wikramawardhana dan Bhre Wirabhumi. Kerajaan - kerajaan Nusantara yang dahulu ditundukkan oleh para pembesar Majapahit seperti Tribuwana Tunggadewi, Hayam Wuruk dan Gajah Mada akhirnya satu persatu melepaskan diri.

Sepeninggal Hayam Wuruk, di Kerajaan Majapahit terjadi perebutan kekuasaan oleh internal kerajaan. Hingga akhirnya pada tahun 1404 sampai 1406 muncul pemberontakan yang dilakukan oleh Bhre Wirabhumi atau Urubima, Adipati Blambangan yang juga merupakan keturunan Hayam Wuruk dari selirnya dan menjadi anak angkat Bhre Daha istri Wijayarajasa yang bernama Rajadewi. Bhre Wirabumi kemudian menikahi Nagarawardhani yang bergelar Bhre Lasem sang Alemu, putri Bhre Lasem (Duhitendu Dewi) atau adik dari Hayam Wuruk.
 
Penyebab Terjadinya Perang Paregreg
Pada masa pemerintahan Hayam Wuruk, Majapahit memiliki 2 istana yaitu istana barat di Trowulan sebagai pusat pemerintahan dan istana timur di Daha sebagai pusat kemiliteran. Kedua istana ini saling bersinergi satu sama lain. Istana barat diduduki Hayam Wuruk sebagai pemegang pemerintahan Kerajaan Majapahit dan di istana timur ada Wijayarajasa yang tak lain adalah mertua Hayam Wuruk. Hayam Wuruk meninggal pada tahun 1389 yang kemudian digantikan oleh keponakan sekaligus menantunya yang bernama Wikramawardhana. Sedangkan pada tahun 1398 Wijayarajasa meninggal yang kemudian digantikan oleh anak angkat sekaligus cucunya yang bernama Bhre Wirabhumi yang juga anak dari selir Hayam Wuruk sebagai raja di istana timur Majapahit.

Ketika Bhre Lasem Duhitendu Dewi sebagai penguasa Kerajaan Lasem sekaligus adik dari Hayam Wuruk meninggal,  jabatan Bhre Lasem diserahkan kepada Nagarawardhani istri dari Bhre Wirabhumi. Namun disisi lain Wikramawardhana juga mengangkat Kusumawardhani istrinya sendiri. Wikramawardhan seolah menyulut api kepada pihak Bhre Wirabhumi. Sengketa jabatan Bhre Lasem kemudian menjadi perang dingin antara Istana Barat dan Timur hingga akhirnya Nagawardhani dan Kusumawardhani meninggal pada tahun yang sama yaitu pada tahun 1400. Wikramawardhana kemudian mengangkat menantunya sebagai Bhre Lasem yaitu istri dari Bhre Tumapel.

Terjadinya Perang Paregreg
Pengangkatan Bhre Lasem oleh Wikramawardhana menjadi penyulut perang dingin antara istana barat dan istana timur. Menurut Pararton, Bhre Wirabhumi dan Wikramawardhana pernah bertengkar pada tahun 1401 dan hingga akhirnya keduanya tidak bertegur sapa. Pada 1404 terjadi perang Paregreg yang berarti perang setahap demi setahap dalam tempo lambat. Pertempuran dimenangkan bergantian terkadang yang menang pihak istana timur terkadang pihak istana barat.

Hingga akhirnya pada 1406, pihak istana barat menyerang istana timur yang dipimpin oleh Bhre Tumapel putra dari Wikramawardhana. Pada saat itu ada utusan dari Cina yang berada di istana timur. Pihak istana timur mengalami kekalahan dan 170 utusan Cina menjadi korban atas perang saudara ini. Bhre Wirabhumi melarikan diri menggunakan perahu pada malam hari dan berhasil dikejar oleh Raden Gajah atau dikenal juga dengan nama Bhra Narapati yang menjabat sebagai Ratu Angabhaya di istana barat. Kepala Bhre Wirabhumi dipenggal oleh Raden Gajah dan kepalanya diberikan kepada Wikramawardhana. Bhre Wirabhumi kemudian dicandikan di Lung bernama Girisa Pura.


Perang Paregreg ini kemudian diwayangkan dengan judul legenda Damarwulan. Ketika terjadi perang Paregreg keuangan Majapahit tersedot banyak hingga pada akhirnya daerah tundukan Majapahit dengan mudah melepaskan diri.

Bersamaan dengan mulai merosotnya pamor Kerajaan Majapahit, disisi lain ulama- ulama agama Islam dari Champa mulai giat menyebarkan paham agama Islam di Jawa. Para ulama tersebut kemudian dikenal dengan nama Wali Songo yang dipimpin oleh Sunan Giri. Hingga pada akhirnya Demak Bintoro melepaskan diri dari Kerajaan Majapahit. Munculnya Kesultanan Demak ini kemudian seolah melepaskan rakyat dari perang dan perebutan kekuasaan Kerajaan Majapahit yang menyengsarakan rakyat Majapahit selama berpuluh - puluh tahun.

Akibat Perang Paregreg
Setelah pihak istana timur yang dipimpin oleh Bhre Wirabhumi mengalami kekalahan, kerajaan timur dan barat bersatu. Imbas dari perang saudara ini adalah lepasnya kerajaan kerajaan Majapahit, pada tahun 1405 tercatat daerah Kalimantan Barat dikuasai kerajaan Cina, Palembang, Melayu dan Malaka melepaskan diri dan memilih berdiri sendiri dan mengembangkan bandar-bandar perdagangan, kemudian dilanjutkan lepasnya Kerajaan Brunei.

Selain itu pihak Wikramawardhana harus membayar ganti rugi atas meninggalnya 170 orang Cina yang diutus oleh Dinasti Ming untuk mengunjungi dua istana majapahit di Jawa. Cina telah mendengar adanya perpecahan dan konflik internal di kerajaan Jawa. Laksamana Cheng Ho adalah utusan duta besar dari Cina untuk mengunjungi kedua istana ini. Atas kematian kecelakaan orang Cina yang ada di istana timur tersebut, pihak istana barat kemudian dikenakan denda sebesar 60 tahil kepada Cina. Sampai tahun 1408, Majapahit hanya bisa membayar denda sebesar 10.000 tahil dan pada akhirnya Kaisar Yung Lo membebaskan denda dengan alasan kasihan. Peristiwa ini kemudian dicatat oleh Ma Huan sekrataris Cheng Ho dalam bukunya yang berjudul Ying-Ya-Sheng-Lan.

Setelah berakhirnya perang Paregreg, Wikramawardhana menikahi putri Bhre Wirabumi untuk dijadikan selir. Dari perkawinan ini kemudian lahir Suhita yang kemudian naik tahta pada 1427 sebagai pengganti Wikramawardhana. Pada pemerintahan Suhita inilah, pembalasan dendam kematian kakeknya Bhre Wirabhumi dilakukan dengan menghukum mati Raden Gajah pada tahun 1433.

Sumber : Google Wikipedia

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

KABUPATEN ASAHAN PROVINSI SUMATERA UTARA

    KABUPATEN ASAHAN PROVINSI SUMATERA UTARA Orientasi Asahan ( Jawi : اسهن ) adalah sebuah kabupaten yang terletak di provinsi S...