Kamis, 27 September 2018

KISAH RADEN WIJAYA PENDIRI KERAJAAN MAJAPAHIT


KISAH RADEN WIJAYA PENDIRI KERAJAAN MAJAPAHIT


Orientasi
Kertarajasa Jayawardhana atau disebut juga Raden Wijaya (lahir: ? - wafat: Majapahit, 1309) adalah pendiri Kerajaan Majapahit sekaligus raja pertama Majapahit yang memerintah pada tahun 1293-1309, bergelar Prabu Kertarajasa Jayawardana, atau lengkapnya Nararya Sanggramawijaya Sri Maharaja Kertarajasa Jayawardhana.

Nama Asli
Raden Wijaya merupakan nama yang lazim dipakai para sejarawan untuk menyebut pendiri Kerajaan Majapahit. Nama ini terdapat dalam Pararaton yang ditulis sekitar akhir abad ke-15. Kadang Pararaton juga menulisnya secara lengkap, yaitu Raden Harsawijaya. Padahal menurut bukti-bukti prasasti, pada masa kehidupan Wijaya (abad ke-13 atau 14) pemakaian gelar raden belum populer.
Nagarakretagama yang ditulis pada pertengahan abad ke-14 menyebut pendiri Majapahit bernama Dyah Wijaya. Gelar "dyah" merupakan gelar kebangsawanan yang populer saat itu dan menjadi cikal bakal gelar "Raden". Istilah Raden sendiri diperkirakan berasal dari kata Ra Dyah atau Ra Dyan atau Ra Hadyan.
Nama asli pendiri Majapahit yang paling tepat adalah Nararya Sanggramawijaya, karena nama ini terdapat dalam prasasti Kudadu yang dikeluarkan oleh Wijaya sendiri pada tahun 1294. Gelar Nararya juga merupakan gelar kebangsawanan, meskipun gelar Dyah lebih sering digunakan.

Asal Usul
Menurut Pararaton, Raden Wijaya adalah putra Mahisa Campaka, seorang pangeran dari Kerajaan Singhasari. Ia dibesarkan di lingkungan Kerajaan Singhasari. Menurut Pustaka Rajya Rajya i Bhumi Nusantara ,disusun oleh Kesultanan Cirebon termasuk kedalam Naskah Wangsakerta. Raden Wijaya adalah putra pasangan Rakyan Jayadarma dan Dyah Lembu Tal. Ayahnya adalah putra Prabu Guru Darmasiksa, raja Kerajaan Sunda Galuh, sedangkan ibunya adalah putri Mahisa Campaka dari Kerajaan Singhasari. Dengan demikian, Raden Wijaya merupakan perpaduan darah Sunda dan Jawa. Setelah Rakyan Jayadarma tewas diracun musuhnya, Lembu Tal pulang ke Singhasari membawa serta Wijaya. Dengan demikian, Raden Wijaya seharusnya menjadi raja ke-27 Kerajaan Sunda Galuh. Sebaliknya, ia mendirikan Majapahit setelah tewasnya raja Kertanegara, raja Singhasari terakhir, yang merupakan sepupu ibunya.
Kisah di atas mirip dengan Babad Tanah Jawi yang menyebut pendiri Kerajaan Majapahit bernama Jaka Sesuruh putra Prabu Sri Pamekas raja Kerajaan Pajajaran, yang juga terletak di kawasan Sunda. Jaka Sesuruh melarikan diri ke timur karena dikalahkan saudara tirinya yang bernama Siyung Wanara. Ia kemudian membangun Kerajaan Majapahit dan berbalik menumpas Siyung Wanara. Berita di atas berlawanan dengan Nagarakretagama yang menyebut Dyah Lembu Tal adalah seorang laki-laki, putra Narasinghamurti. Naskah ini memuji Lembu Tal sebagai seorang perwira yuda yang gagah berani dan merupakan ayah dari Dyah Wijaya.

Silsilah Keluarga
Raden Wijaya dalam prasasti Balawi tahun 1305 menyatakan dirinya sebagai anggota Wangsa Rajasa. Menurut Nagarakretagama, Wijaya adalah putra Dyah Lembu Tal, putra Narasinghamurti. Menurut Pararaton, Narasinghamurti alias Mahisa Campaka adalah putra Mahisa Wonga Teleng putra Ken Arok pendiri Wangsa Rajasa.
Menurut prasasti Balawi dan Nagarakretagama, Raden Wijaya menikah dengan empat orang putri Kertanagara, raja terakhir Kerajaan Singhasari, yaitu Tribhuwaneswari, Narendraduhita, Jayendradewi, dan Gayatri. Sedangkan menurut Pararaton, ia hanya menikahi dua orang putri Kertanagara saja, serta seorang putri dari Kerajaan Malayu bernama Dara Petak, yaitu salah satu dari dua putri yang dibawa kembali dari Melayu oleh pasukan yang dulunya dikirim oleh Kertanagara yang dikenal dengan nama Ekspedisi Pamalayu pada masa kerajaan Singhasari. Dara Petak merupakan salah seorang putri Srimat Tribhuwanaraja Mauliwarmadewa Raja Melayu dari Kerajaan Dharmasraya.
Menurut prasasti Sukamerta dan prasasti Balawi, Raden Wijaya memiliki seorang putra dari Tribhuwaneswari bernama Jayanagara. Sedangkan Jayanagara menurut Pararaton adalah putra Dara Petak, dan menurut Nagarakretagama adalah putra Indreswari. Sementara itu, dari Gayatri lahir dua orang putri bernama Dyah Gitarja dan Dyah Wiyat. Namun ada juga pendapat lain, dimana Raden Wijaya juga mengambil Dara Jingga yang juga salah seorang putri Kerajaan Melayu sebagai istrinya selain dari Dara Petak, karena Dara Jingga juga dikenal memiliki sebutan sira alaki dewa — dia yang dinikahi orang yang bergelar dewa.

Mendirikan Desa Majapahit
Menurut Prasasti Kudadu, pada tahun 1292 terjadi pemberontakan Jayakatwang bupati Gelang-Gelang terhadap kekuasaan Kerajaan Singhasari. Raden Wijaya ditunjuk Kertanegara untuk menumpas pasukan Gelang-Gelang yang menyerang dari arah utara Singhasari. Wijaya berhasil memukul mundur musuhnya. Namun pasukan pemberontak yang lebih besar datang dari arah selatan dan berhasil menewaskan Kertanagara.
Menyadari hal itu, Raden Wijaya melarikan diri hendak berlindung ke Terung di sebelah utara Singhasari. Namun karena terus dikejar-kejar musuh ia memilih pergi ke arah timur. Dengan bantuan kepala desa Kudadu, ia berhasil menyeberangi Selat Madura untuk bertemu Arya Wiraraja penguasa Songeneb (nama lama Sumenep).
Bersama Arya Wiraraja, Raden Wijaya merencanakan siasat untuk merebut kembali takhta dari tangan Jayakatwang. Wijaya berjanji, jika ia berhasil mengalahkan Jayakatwang, maka daerah kekuasaannya akan dibagi dua untuk dirinya dan Wiraraja. Siasat pertama pun dijalankan. Mula-mula, Wiraraja menyampaikan berita kepada Jayakatwang bahwa Wijaya menyatakan menyerah kalah. Jayakatwang yang telah membangun kembali negeri leluhurnya, yaitu Kerajaan Kadiri menerimanya dengan senang hati. Ia pun mengirim utusan untuk menjemput Wijaya di pelabuhan Jungbiru.
Siasat berikutnya, Wijaya meminta Hutan Tarik di sebelah timur Kadiri untuk dibangun sebagai kawasan wisata perburuan. Wijaya mengaku ingin bermukim di sana. Jayakatwang yang gemar berburu segera mengabulkannya tanpa curiga. Wiraraja pun mengirim orang-orang Songeneb untuk membantu Wijaya membuka hutan tersebut. Menurut Kidung Panji Wijayakrama, salah seorang Madura menemukan buah maja yang rasanya pahit. Oleh karena itu, desa pemukiman yang didirikan Wijaya tersebut pun diberi nama Majapahit.

Menjadi Raja Majapahit
Catatan Dinasti Yuan mengisahkan pada tahun 1293 pasukan Mongol sebanyak 20.000 orang dipimpin Ike Mese mendarat di Jawa untuk menghukum Kertanagara, karena pada tahun 1289 Kertanagara telah melukai utusan yang dikirim Kubilai Khan raja Mongol. Raden Wijaya memanfaatkan kedatangan pasukan Mongol ini untuk menghancurkan Jayakatwang. Ia pun mengajak Ike Mese untuk bekerjasama. Wijaya meminta bantuan untuk merebut kembali kekuasaan Pulau Jawa dari tangan Jayakatwang, dan setelah itu baru ia bersedia menyatakan tunduk kepada bangsa Mongol.
Jayakatwang yang mendengar persekutuan Wijaya dan Ike Mese segera mengirim pasukan Kadiri untuk menghancurkan mereka. Namun pasukan itu justru berhasil dikalahkan oleh pihak Mongol. Selanjutnya, gabungan pasukan Mongol dan Majapahit serta Madura bergerak menyerang Daha, ibu kota Kerajaan Kadiri. Jayakatwang akhirnya menyerah dan ditawan dalam kapal Mongol.
Setelah Jayakatwang dikalahkan, Wijaya meminta izin untuk kembali ke Majapahit mempersiapkan penyerahan dirinya. Ike Mese mengizinkannya tanpa curiga. Sesampainya di Majapahit, Wijaya membunuh para prajurit Mongol yang mengawalnya. Ia kemudian memimpin serangan balik ke arah Daha di mana pasukan Mongol sedang berpesta kemenangan. Serangan mendadak itu membuat Ike Mese kehilangan banyak prajurit dan terpaksa menarik mundur pasukannya meninggalkan Jawa. Wijaya kemudian menobatkan dirinya menjadi raja Majapahit. Menurut Kidung Harsa Wijaya, penobatan tersebut terjadi pada tanggal 15 bulan Kartika tahun 1215 Saka, atau bertepatan dengan 12 November 1293.

Masa Pemerintahan
Dalam memerintah Majapahit, Wijaya mengangkat para pengikutnya yang dulu setia dalam perjuangan. Nambi diangkat sebagai patih Majapahit, Lembu Sora sebagai patih Daha, Arya Wiraraja dan Ranggalawe sebagai pasangguhan. Pada tahun 1294 Wijaya juga memberikan anugerah kepada pemimpin desa Kudadu yang dulu melindunginya saat pelarian menuju Pulau Madura.
Pada tahun 1295 seorang tokoh licik bernama Mahapati menghasut Ranggalawe untuk memberontak. Pemberontakan ini dipicu oleh pengangkatan Nambi sebagai patih, dan menjadi perang saudara pertama yang melanda Majapahit. Setelah Ranggalawe tewas, Wiraraja mengundurkan diri dari jabatannya sebagai pasangguhan. Ia menagih janji Wijaya tentang pembagian wilayah kerajaan. Wijaya mengabulkannya. Maka, sejak saat itu, wilayah kerajaan pun hanya tinggal setengah, di mana yang sebelah timur dipimpin oleh Wiraraja dengan ibu kota di Lamajang (nama lama Lumajang).

Pada tahun 1300 terjadi peristiwa pembunuhan Lembu Sora, paman Ranggalawe. Dalam pemberontakan Ranggalawe, Sora memihak Majapahit. Namun, ketika Ranggalawe dibunuh dengan kejam oleh Kebo Anabrang, Sora merasa tidak tahan dan berbalik membunuh Anabrang. Peristiwa ini diungkit-ungkit oleh Mahapati sehingga terjadi suasana perpecahan. Pada puncaknya, Sora dan kedua kawannya, yaitu Gajah Biru dan Jurudemung tewas dibantai kelompok Nambi di halaman istana.

Akhir Hayat
Menurut Nagarakretagama, Raden Wijaya meninggal dunia pada tahun 1309. Ia dimakamkan di Antahpura dan dicandikan di Simping sebagai Harihara, atau perpaduan Wisnu dan Siwa. Raden Wijaya digantikan Jayanagara sebagai raja penerusnya.

Kepustakaan
Ø Babad Tanah Jawi, Mulai dari Nabi Adam Sampai Tahun 1647. (terj.). 2007. Yogyakarta: Narasi
Ø Marwati Poesponegoro & Nugroho Notosusanto. 1990. Sejarah Nasional Indonesia Jilid II. Jakarta: Balai Pustaka
Ø R.M. Mangkudimedja. 1979. Serat Pararaton Jilid 2. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Proyek Penerbitan Buku Sastra Indonesia dan Daerah
Ø Slamet Muljana. 2005. Menuju Puncak Kemegahan (terbitan ulang 1965). Yogyakarta: LKIS
Ø Slamet Muljana. 1979. Nagarakretagama dan Tafsir Sejarahnya. Jakarta: Bhratara

Kisah Asmara Raden Wijaya
Dalam kitab Nagarakretagama disebutkan Raden Wijaya, pendiri Majapahit, menikah dengan empat putri Kertanagara, yaitu Sri Parameswari Dyah Dewi Tribhuwaneswari, Sri Mahadewi Dyah Dewi Narendraduhita, Sri Jayendradewi Dyah Dewi Prajnaparamita, dan Sri Rajendradewi Dyah Dewi Gayatri. Sementara itu, menurut teks sejarah bahasa Jawa, Pararaton, Wijaya hanya menikahi dua puteri Kertanagara.

Tribhuwaneswari sangat ulung dalam permainan kata (mahalalita), Sri Mahadewi Narendraduhita menjadi landasan percintaan Baginda; Sri Jayendradewi, biasa disebut Prajnaparamit, begitu setia dan berperilaku luhur; dan Dewi Gayatri, biasa dipanggil Rajapatni, paling bungsu, sangat cantik dan paling disayangi oleh Baginda. “Hubungan Sri Kertarajasa dengan Gayatri dilukiskan bagai sepasang Dewa Siwa dengan Dewi Uma. Nama Rajapatni sendiri tercantum pada Piagam Kertarajasa tahun 1305," ujar Dimas Cokro Pamungkas, budayawan Trowulan, Rabu 10 Juni 2015.

Slamet Muljana dalam bukunya Tafsir Sejarah Nagarakretagama menuliskan  nenek moyang istri-istri Wijaya dengan Wijaya masih satu. Dari Prasasti Mula-Malurung diketahui Sri Kertanagara adalah putra pasangan Jayawisnuwardhana dengan Nararya Waning Hyun; Nararya Waning Hyun adalah putri Bhatara Parameswara (Mahisa Wong Ateleng). Bhatara Parameswara pun memiliki putra bernama Narasingamurti. Dengan begitu, Raden Wijaya dan istri-istrinya sama-sama merupakan keturunan Parameswara.

Berdasarkan Prasasti Sukamerta dan Prasasti Balawi, dari Tribhuwanewari, ia memperoleh seorang anak lelaki bernama Jayanagara sebagai putra mahkota yang memerintah di Kadiri. Dari Gayatri, alias Rajapatni, diperoleh dua anak perempuan, Tribhuwana Tunggadewi Jayawisnuwardhani, yang berkedudukan di Jiwana (Kahuripan) dan Dyah Wiyah Rajadewi Maharajasa, yang berkedudukan di Daha. Raden Wijaya, menurut Nagarakretagama, menikahi pula seorang istri. Kali ini, berasal dari Jambi di Sumateram bernama Indreswari. Berita ini didukung oleh teks Pararaton, Kidung Panji Wijayakrama, dan Kidung Harsa Wijaya.

Kidung Panji Wijayakrama melaporkan bahwa 10 hari setelah pengusiran pasukan Tartar (Mongol), Mahisa Anabrang yang memimpin ekspedisi ke Melayu tahun 1275, pulang membawa dua orang putri bernama Dyah Dara Petak dan Dara Jingga. Dara Petak disebutnya sebagai sang Anwan Inapati, “yang muda diperistri (oleh Baginda)”. Kedatangan kedua perempuan dari Melayu ini adalah hasil diplomasi persahabatan yaang dilakukan oleh Kertanagara kepada raja Dharmasraya di Jambi, untuk bersama-sama membendung pengaruh Kublai Khan.

Atas dasar rasa persahabatan inilah Raja Dharmasraya, Srimat Tribhuwanarja Mauliwarmadewa, mengirimkan dua cucunya, Dara Petak dan Dara Jingga untuk dinikahkan dengan bangsawan Singasari (karena belum tahu Singasari telah runtuh). Slamet Muljana dalam bukunya menulsikan dari Dara Petak, Wijaya memiliki anak lelaki bernama Kala Gemet. Sementara itu, Nagarakretagama menyebut Dyah Indreswari beranak Jayanagara, yang kemudian menggantikan Kertarajasa pada 1309 (Muljana, 2006: 132). Dari dua sumber ini, dapat ditafsirkan bahwa Kala Gemet dan Jayanagara adalah orang yang sama dan Dyah Indeswari adalah “nama Jawa” dari Dara Petak, setelah berada di Majapahit.

Reorientasi
Biografi Raden Wijaya
Kerajaan Majapahit adalah salah satu sejarah yang sangat membanggakan bagi bangsa Indonesia. Kerajaan Majapahit adalah kerajaan besar dengan daerah kekuasaan dan pengaruh yang begitu luar biasa. Peninggalan Kerajaan Majapahit pun tersebar di berbagai daerah dan masih bisa kita jumpai sampai saat ini. Jika melihat begitu besarnya Kerajaan Majapahit ini, tentu pendiri Kerajaan Majapahit bukan lah orang yang biasa saja. Ia tentu adalah seorang yang memiliki kecerdasan dan kewibawaan sehingga bisa mendirikan Kerajaan besar dan memiliki sejarah panjang sampai saat ini.

Tokoh yang berhasil memulai Kerajaan baru nan megah tersebut adalah Raden Wijaya. Membicarakan biografi Raden Wijaya sebagai seorang pendiri Kerajaan Majapahit memang selalu menarik. Kelihaian Raden Wijaya dalam berstrategi yang kemudian membawanya menjadi raja pertama Majapahit selalu menjadi perbincangan hangat. Bukan saja biografi Raden Wijaya, asal usul dan silsilah Raden Wijaya pun juga tak luput dari bahasan menarik ketika kita membahas sejarah berdirinya Kerajaan Majapahit. Karena tentu saja seorang yang bisa membangun kerajaan baru yang masyhur pastilah bukan orang biasa. Baik secara silsilah dan asal usul, maupun mindset dan pola pikir orang itu tentu memiliki pemikiran panjang dalam kerangkan yang "maton". Nah, di bawah ini akan kami sampaikan asal usul, silsilah dan biografi Raden Wijaya sebagai pendiri Kerajaan Majapahit untuk Anda sekalian.

Asal Usul Raden Wijaya
Raden Wijaya adalah sebutan yang lazim disematkan kepada pendiri Kerajaan Majapahit ini dari parasejarawan. Padahal pada masa kehidupan Wijaya sekitar abad ke-13 sebenarnya belum begitu lazim sebutan nama dengan disematkan Raden di depannya. Nama Wijaya ini terdapat dalam Paraton yang ditulis pada sekitar akhir abad ke-15. Sedangkan dalam Negarakertagama, pendiri Kerajaan Majapahit disebutkan adalah Dyah Wijaya. Dyah adalah sebuah gelar yang populer sebagai gelar kebangsawanan yang juga merupakan cikal bakal gelar "Raden". Awal gelar Raden sendiri diperkirakan bermula dari Ra Dyah atau Ra Dyan atau Ra Hadyan. Kembali ke pendiri Majapahit, nama yang dianggap paling tepat adalah Nararya Snggramawijaya karena nama ini terdapat pada prasasti Kudadu yang dikeluarkan sendiri oleh Wijaya pada tahun 1294.

Sedangkan asal usul Raden Wijaya sendiri menurut Pararaton adalah merupakan putra dari Mahisa Cempaka yang merupakan pangeran dari Singasari. Raden Wijaya sendiri dibesarkan di lingkungan Istana Kerajaan Singasari. Sumber informasi mengenai asal usul Raden Wijaya yang lain adalah berasal dari Pustakan Rajya Rajya i Bhumi Nusantara yang disusun oleh Kesultanan Cirebon dan termasuk Naskah Wangsakerta. Dalam pustaka ini disebutkan bahwa asal usul Raden Wijaya adalah putra pasangan Rakyan Jayadrama dan Dyah Lembu Tal. Ayahnya adalah putra Prabu Guru Darmasiksa, raja Kerajaan Sunda Galuh, sedangkan ibunya adalah putri Mahisa Campaka dari Kerajaan Singhasari.

Dari sini bisa dikatakan bahwa Raden Wijaya adalah perpaduan darah dari Sunda dan Jawa. Jika melihat ini, maka Raden Wijaya seharusnya menjadi raja Galuh setelah Rakyan Jayadarma tewas. Namun Raden Wijaya mendirikan Kerajaan Majapahit setelah Raja Kertanegara tewas yang juga merupakan sepupu dari ibunya. Namun informasi asal usul Raden Wijaya dari Pustakan Rajya Rajya i Bhumi Nusantara ini dianggap kontroversial oleh para ahli sejarah karena dianggap asli tapi palsu.

Selain ke dua sumber informasi di atas, ada lagi sumber berita terkait asal usul Raden Wijaya dan silsilah Raden Wijaya yaitu dari kisah di Babat Tanah Jawi. Dari Babat Tanah Jawi ini disebutkan bahwa pendiri Kerajaan Majapahit memiliki nama Jaka Sesuruh yang merupakan putra Prabu Sri Pamekas yang merupakan Raja Kerajaan Padjajaran yang berada di daerah Sunda. Jaka Sesuruh ini melarikan diri ke kawasan Timur karena dikalahkan oleh saudara tirinya yaitu Siyung Wanara. Dalam pelarian tersebut kemudian ia mendirikan kerajaan baru dengan nama Kerajaan Majapahit yang kelak akan berbalik menumpas Siyung Wanara.

Kisah di Pustaka Rajya Rajya i Bhumi Nusantara yang menyebutkan bahwa Raden Wijaya adalah anak dari Rakyan Jayadrama dan Dyah Lembu Tal ini berlawanan dengan Nagarakartagama. Di dalam Negarakertagama dikisahkan bahwa Lembu Tal adalah seorang pria putra dari Narasinghamurti. Dan bahkan di dalam naskah ini memuji Lembu Tal sebagai seorang perwira yuda yang gagah berani yang merupakan ayah dari Dyah Wijaya. Sedangkan dalam catatan Pustaka Rajya Rajya i Bhumi Nusantara Lembu Tal dikisahakan merupakan pasangan atau istri dari Rakyan Jayadrama.

Silsilah Raden Wijaya
Dalam prasasti Balawi, Raden Wijaya menyatakan bahwa dirinya adalah sebagai anggota dari Wangsa Rajasa. Sedangkan menurut Negarakretagama, Raden Wijaya adalah putra dari Dyah Lembu Tal putra dari Narasinghamurti. MenurutPararaton, Narasinghamurti adalah Mahisa Campaka dan merupakan putra dari Mahisa Wonga Teleng yang merupakan putrad dari Ken Arok pendiri Wangsa Rajasa. Dalam catatan prasasti Balawi, Raden Wijaya menikahi empat anak dari Kertanegara raja terakhir Singasari yaitu Tribhuwaneswari, Narendraduhita, Jayendradewi, dan Gayatri. Sedangkan menurut Pararaton, Raden Wijaya hanya menikahi dua orang putri Kertanegara dan seorang putri dari Kerajaan Melayu yaitu Dara Petak. Ada riwayat lain yang menyebutkan bahwa Raden Wijaya juga menikahi Dara Jingga, salah seorang putri Kerajaan Melayu lainnya selain Dara Petak.

Untuk putra, menurut prasasti Sukamerta dan prasasti Balawi, Raden Wijaya memiliki putra dari Tribhuwaneswari yang bernama Jayanegara. Sedangkan menurut Pararaton, Jayanegara adalah putra dari Dara Petak san menurut Negarakertagama Jayanegara adalah putra dari Indreswari. Sementara itu, dari istri lain yaitu Hayatri, Raden Wijaya memiliki putri bernama Dyah Gitarja dan Dyah Wiyat. Ada riwayat lain yang menyebutkan bahwa Raden Wijaya juga menikahi Dara Jingga, salah seorang putri Kerajaan Melayu lainnya selain Dara Petak.

Nah teman-teman, itulah sedikit informasi yang bisa kami sampaikan mengenai silsilah, asal usul dan biografi Raden Wijaya untuk Anda. Selalu ada beberapa versi ketika membicarakan sejarah, apalahi kisah sejarah sebuah kerajaan. Demikian halnya dengan biografi Raden Wijaya, akan ada beberapa versi yang berbeda dan memang begitulah sejarah berlaku. Semoga sedikit informasi mengenai asal usul, silsilah dan biografi Raden Wijaya di atas bisa menambah pengetahuan Anda dan wawasan Anda mengenai Raden Wijaya.

Nama Raja-Raja Kerajaan Majapahit Mulai Dari Awal Berdiri Sampai Runtuh 
Kerajaan Majapahit adalah kerajaan dengan sejarah panjang yang begitu masyhur. Dalam perjalanannya, mulai dari masa berdirinya Kerajaan Majapahit, masa jaya sampai dengan masa runtuhnya, Kerajaan Majapahit dipimpin oleh beberapa raja yang berbeda-beda. Ada cukup banyak raja yang memerintah Kerajaan Majapahit sampai pada masa yang benar-benar runtuhnya. Kehidupan politik dari masing-masing raja ini berbeda-beda, tantangan dan rintangan yang dihadapi pun juga berbeda. Sebagai kerajaan besar dengan sejarah panjang, masing-masing raja memiliki cara memimpin dan mengendalikan pemerintahan yang tidak sama. Masing-masing raja biasanya juga meninggalkan peninggalan Kerajaan Majapahit yang bisa dijadikan sumber berita sejarah Kerajaan Majapahit.Lalu siapa saja nama-nama raja kerajaan Majapahit yang pernah memimpin tersebut, simak di sedikit ulasan di bawah ini :

1.  Raden Wijaya (1293-1309)
Raden Wijaya adalah pendiri Kerajaan Majapahit sekaligus raja pertama Majapahit. Raden Wijaya naik tahta Kerajaan Majapahit dengan gelar Kertarajasa Jayawardhana. Pada masa kepemimpinan Raden Wijaya ini adalah masa awal Kerajaan Majapahit. Raden Wijaya nampaknya lebih mengutamakan melakukan konsolidasi dan memperkuat pemerintahan. Ini perlu dilakukan karena pada masa awal tersebut adalah masa transisi dari kerajaan sebelumnya yaitu kerajaan Singhasari menuju kerajaan baru yaitu Kerajaan Majapahit. Beberapa strategi dilakukan Raden Wijaya (baca : Silsilah dan Biografi Raden Wijaya) untuk memperkuat pemerintahan, seperti dengan menjadikan Majapahit sebagai pusat pemerintahan. Kemudian memberikan posisi penting kepada para pengikut setianya, dan menikahi keempat putri Kertanegara (raja Singhasari). Raden Wijaya meninggal pada tahun 1309 dan dimakamkan di Candi Sumberjati atau Candi Simping.

2.  Jayanegara (1309-1328)
Raja ke dua Kerajaan Majapahit adalah Jayanegara. Jayanegara adalah putra Raden Wijaya tapi dari selir. Karena Raden Wijaya tidak memiliki putra dari permaisuri, maka Jayanegara putra dari selir ini yang kemudian menjadi raja Majapahit. Jayanegara memerintah kerajaan Majapahit dalam usia yang masih sangat muda. Bahkan dikisahkan juga bahwa Jayanegara memiliki tabiat yang tidak bagus sebagai raja. Pemerintahan Jayanegara ini tidak kuat sehingga banyak muncul pemberontakan. Dan pemberontakan ini diinisiasi oleh orang-orang di lingkaran Istana Majapahit yang dulunya merupakan orang kepercayaan Raden Wijaya ayahnya. Diantara pemberontakan tersebut ada pemberontakan Ronggolawe, pemberontakan Lembu Sora, Nambi, dan ada beberapa pemberontakan lagi yang lainnya.

3.  Tribhuwana Tungga Dewi (1328-1350)
Raja berikutnya adalah Tribhuwana Tunggadewi yang seorang wanita. Jayanegara wafat pada tahun 1328 dan tidak memiliki keturunan. Karena Jayanegara tidak memiliki keturunan, maka tahta diserahkan kepada Gayatri atau Rajapatni yang merupakan permaisuri Raden Wijaya. Namun karena Gayatri telah menjadi Bhiksuni, maka diwakilkan kepada putrinya yang bernama Tribhuwana Tunggadewi. Masa pemerintahan Tribhuwana Tunggadewi ini bisa dikatakan sebagai awal kejayaan Kerajaan Majapahit. Meski masih ada beberapa pemberontakan, namun secara umum berhasil ditumpas. Suami Tribhuwana Tunggadewi bernama Cakradhara dan menjabat Bhre Tumapel dengan gelar Kertawardana. Pemerintahan Tribhuwana Tunggadewi (baca : Silsilah dan Biografi Tribhuwana Tunggadewi) lebih kuat dengan adanya Mahapatih Gajah Mada. Pada masa pemerintahan Tribhuwana Tunggadewi, Majapahit mengadakan perluasan kekuasaan besar-besaran di berbagai daerah di Nusantara.

4.  Hayam Wuruk (1350-1389)
Raja Majapahit selanjutnya adalah Prabhu Hayam Wuruk. Prabhu Hayam Wuruk ini adalah raja yang berhasil membawa masa kejayaan Kerajaan Majapahit. Dengn dimulai dari Trubhuwana Tunggadewi dalam ekspansi ke berbagai daerah, kemudian Hayam Wuruk (baca : Silsilah dan Biografi Hayam Wuruk) menyempurnakan dengan tata kelola yang bagus. Gelar Hayam Wuruk adalah Rajasanegara. Salah satu faktor penunjang kesuksesan Hayam Wuruk dalam memerintah Majapahit adalah keberadaan para pembantunya yang sangat mumpuni. Sebut saja Mahapatih Gajah Mada, kemudian Adityawarman dan Mpu Nala. Orang-orang tersebut memiliki kapasitas yang sangat mumpuni dalam menjalankan sebuah negara untuk mencapai kemajuan. Mpu Nala sebagai pimpinan armada laut juga sangat piawai dalam menjalankan setrategi. Dengan kebesaran Kerajaan Majapahit, tak sulit bagi Majapahit untuk menjalin kerjasama dengan kerajaan-kerajaan tetangga yang disebut dengan Mitrekasatat.

5.  Kusumawardani-Wikramawardhana (1389-1399)
Raja selanjutnya adalah Kusumawardhani atau lebih tepatnya ratu Majapahit. Kusumawardhani dijadikan ratu di pusat Majapahit sedangkan putra laki-laki dari selir Prabhu Hayam Wuruk yaitu Bhre Wirabumi (Minak Jingga) dijadikan sebagai raja kecil di Blambangan. Bhre Wirabumi atau Minak Jingga ini menjadi raja di Blambangan namun tetap berada di bawah kekuasaan Majapahit atau tunduk kepada Majapahit.

6. Suhita (1399-1429)
Setelah masa pemerintahan Kusumawardhani selesai, maka tahta kemudian jatuh kepada Suhita yang merupakan putra dari Wikramawardhana dengan seorang selir. Dari sinilah kemudian muncul konflik yang akan membawa kepada keruntuhan Kerajaan Majapahit. Bhre Wirabhumi alias Minak Jinggo merasa lebih berhak atas tahta Kerajaan Majapahit dari pada Suhita dan kemudian perang saudara yang disebut dengan Perang Paregreg pada tahun 1401-1406. Wirabhumi atau Minak Jinggo akhirnya berhasil dibunuh oleh Damar Wulan. Perang Paregreg ini kemudian membuat banyak daerah yang berada di bawah kekuasaan Majapahit memisahkan diri dan semakin membuat Majapahit terpuruk. 

7. Bhre Tumapel (Kertawijaya)- (1447-1451)
8. Rajasawardhana (1451—1453)
9. Purwawisesa (1456-1466) 
10. Kartabumi (1466-1478) 

Itulah daftar nama raja-raja yang pernah memimpin Kerajaan Majapahit mulai dari masa berdirinya Majapahit sampai dengan masa berakhirnya Majapahit. Semoga ulasan mengenai nama-nama Raja Majapahit di atas bisa menambah pengetahuan kita semua dan wawasan kita mengenai sejarah Kerajaan Majapahit.

Sumber : Google Wikipedia

 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

KABUPATEN ASAHAN PROVINSI SUMATERA UTARA

    KABUPATEN ASAHAN PROVINSI SUMATERA UTARA Orientasi Asahan ( Jawi : اسهن ) adalah sebuah kabupaten yang terletak di provinsi S...