KISAH
RADEN WIJAYA PENDIRI KERAJAAN MAJAPAHIT
Orientasi
Kertarajasa Jayawardhana atau disebut juga Raden Wijaya (lahir: ? - wafat: Majapahit,
1309)
adalah pendiri Kerajaan Majapahit sekaligus raja pertama Majapahit
yang memerintah pada tahun 1293-1309,
bergelar Prabu Kertarajasa Jayawardana,
atau lengkapnya Nararya Sanggramawijaya
Sri Maharaja Kertarajasa Jayawardhana.
Nama Asli
Raden
Wijaya merupakan nama yang lazim dipakai para sejarawan untuk menyebut pendiri Kerajaan Majapahit. Nama ini terdapat dalam Pararaton yang ditulis sekitar akhir abad
ke-15. Kadang Pararaton juga
menulisnya secara lengkap, yaitu Raden
Harsawijaya. Padahal menurut bukti-bukti prasasti, pada masa kehidupan
Wijaya (abad ke-13 atau 14) pemakaian gelar raden belum populer.
Nagarakretagama yang ditulis pada
pertengahan abad ke-14 menyebut pendiri Majapahit bernama Dyah Wijaya. Gelar "dyah" merupakan gelar
kebangsawanan yang populer saat itu dan menjadi cikal bakal gelar "Raden". Istilah Raden sendiri diperkirakan berasal
dari kata Ra Dyah atau Ra Dyan atau Ra Hadyan.
Nama
asli pendiri Majapahit yang paling tepat adalah Nararya Sanggramawijaya, karena nama ini terdapat dalam prasasti Kudadu yang dikeluarkan oleh Wijaya sendiri pada
tahun 1294. Gelar Nararya juga merupakan gelar
kebangsawanan, meskipun gelar Dyah
lebih sering digunakan.
Asal Usul
Menurut
Pararaton, Raden Wijaya adalah putra Mahisa Campaka, seorang pangeran dari Kerajaan Singhasari. Ia dibesarkan di lingkungan
Kerajaan Singhasari. Menurut Pustaka Rajya Rajya
i Bhumi Nusantara
,disusun oleh Kesultanan Cirebon termasuk kedalam Naskah Wangsakerta. Raden Wijaya adalah putra pasangan
Rakyan Jayadarma
dan Dyah Lembu Tal. Ayahnya adalah putra Prabu Guru Darmasiksa,
raja Kerajaan Sunda Galuh, sedangkan ibunya adalah putri Mahisa Campaka dari Kerajaan Singhasari. Dengan demikian, Raden Wijaya
merupakan perpaduan darah Sunda
dan Jawa.
Setelah Rakyan Jayadarma tewas diracun musuhnya, Lembu Tal pulang ke Singhasari
membawa serta Wijaya. Dengan demikian, Raden Wijaya seharusnya menjadi raja
ke-27 Kerajaan Sunda Galuh. Sebaliknya, ia mendirikan Majapahit
setelah tewasnya raja Kertanegara, raja Singhasari
terakhir, yang merupakan sepupu ibunya.
Kisah
di atas mirip dengan Babad
Tanah Jawi
yang menyebut pendiri Kerajaan Majapahit bernama Jaka Sesuruh putra Prabu Sri Pamekas raja Kerajaan Pajajaran, yang juga
terletak di kawasan Sunda. Jaka Sesuruh
melarikan diri ke timur karena dikalahkan saudara tirinya yang bernama Siyung Wanara. Ia kemudian
membangun Kerajaan Majapahit dan berbalik
menumpas Siyung Wanara. Berita di atas berlawanan dengan Nagarakretagama yang menyebut Dyah
Lembu Tal adalah seorang laki-laki, putra Narasinghamurti. Naskah ini memuji
Lembu Tal sebagai seorang perwira yuda yang gagah berani dan merupakan ayah
dari Dyah Wijaya.
Silsilah Keluarga
Raden
Wijaya dalam prasasti Balawi tahun 1305
menyatakan dirinya sebagai anggota Wangsa Rajasa. Menurut Nagarakretagama, Wijaya adalah putra Dyah Lembu Tal, putra Narasinghamurti. Menurut Pararaton, Narasinghamurti alias Mahisa
Campaka adalah putra Mahisa Wonga Teleng putra Ken Arok
pendiri Wangsa Rajasa.
Menurut
prasasti Balawi dan Nagarakretagama,
Raden Wijaya menikah dengan empat orang putri Kertanagara, raja terakhir Kerajaan Singhasari, yaitu Tribhuwaneswari, Narendraduhita, Jayendradewi, dan Gayatri. Sedangkan menurut
Pararaton, ia hanya menikahi
dua orang putri Kertanagara saja, serta seorang putri dari Kerajaan Malayu bernama Dara Petak, yaitu salah satu
dari dua putri yang dibawa kembali dari Melayu oleh pasukan yang dulunya
dikirim oleh Kertanagara yang dikenal dengan nama Ekspedisi Pamalayu pada masa kerajaan
Singhasari. Dara Petak
merupakan salah seorang putri Srimat Tribhuwanaraja Mauliwarmadewa Raja Melayu dari Kerajaan Dharmasraya.
Menurut
prasasti Sukamerta dan prasasti Balawi, Raden Wijaya memiliki seorang putra
dari Tribhuwaneswari bernama Jayanagara. Sedangkan
Jayanagara menurut Pararaton
adalah putra Dara Petak, dan menurut Nagarakretagama
adalah putra Indreswari. Sementara itu, dari Gayatri lahir dua orang putri bernama
Dyah Gitarja dan Dyah Wiyat. Namun ada juga
pendapat lain, dimana Raden Wijaya juga mengambil Dara Jingga yang juga salah
seorang putri Kerajaan Melayu sebagai istrinya selain dari Dara Petak, karena
Dara Jingga juga dikenal memiliki sebutan sira alaki dewa — dia yang dinikahi orang yang bergelar dewa.
Mendirikan Desa
Majapahit
Menurut
Prasasti Kudadu, pada tahun 1292 terjadi
pemberontakan Jayakatwang bupati Gelang-Gelang terhadap
kekuasaan Kerajaan Singhasari. Raden Wijaya ditunjuk Kertanegara
untuk menumpas pasukan Gelang-Gelang yang menyerang dari arah utara Singhasari.
Wijaya berhasil memukul mundur musuhnya. Namun pasukan pemberontak yang lebih
besar datang dari arah selatan dan berhasil menewaskan Kertanagara.
Menyadari
hal itu, Raden Wijaya melarikan diri hendak berlindung ke Terung di sebelah
utara Singhasari. Namun karena terus dikejar-kejar musuh ia memilih pergi ke
arah timur. Dengan bantuan kepala desa Kudadu, ia berhasil menyeberangi Selat
Madura untuk bertemu Arya Wiraraja penguasa Songeneb (nama lama Sumenep).
Bersama
Arya Wiraraja, Raden Wijaya merencanakan siasat untuk merebut kembali takhta
dari tangan Jayakatwang. Wijaya berjanji, jika ia berhasil mengalahkan
Jayakatwang, maka daerah kekuasaannya akan dibagi dua untuk dirinya dan
Wiraraja. Siasat pertama pun dijalankan. Mula-mula, Wiraraja menyampaikan
berita kepada Jayakatwang bahwa Wijaya menyatakan menyerah kalah. Jayakatwang
yang telah membangun kembali negeri leluhurnya, yaitu Kerajaan Kadiri menerimanya dengan
senang hati. Ia pun mengirim utusan untuk menjemput Wijaya di pelabuhan
Jungbiru.
Siasat
berikutnya, Wijaya meminta Hutan Tarik di sebelah timur Kadiri untuk dibangun
sebagai kawasan wisata perburuan. Wijaya mengaku ingin bermukim di sana.
Jayakatwang yang gemar berburu segera mengabulkannya tanpa curiga. Wiraraja pun
mengirim orang-orang Songeneb untuk membantu Wijaya membuka hutan tersebut. Menurut
Kidung Panji Wijayakrama, salah
seorang Madura menemukan buah maja yang rasanya pahit. Oleh karena itu, desa
pemukiman yang didirikan Wijaya tersebut pun diberi nama Majapahit.
Menjadi Raja Majapahit
Catatan
Dinasti Yuan
mengisahkan pada tahun 1293 pasukan Mongol
sebanyak 20.000 orang dipimpin Ike Mese
mendarat di Jawa
untuk menghukum Kertanagara, karena pada tahun 1289
Kertanagara telah melukai utusan yang dikirim Kubilai Khan
raja Mongol. Raden Wijaya memanfaatkan kedatangan pasukan
Mongol ini untuk
menghancurkan Jayakatwang. Ia pun mengajak Ike Mese untuk
bekerjasama. Wijaya meminta bantuan untuk merebut kembali kekuasaan Pulau Jawa
dari tangan Jayakatwang, dan setelah itu baru ia bersedia menyatakan tunduk
kepada bangsa Mongol.
Jayakatwang
yang mendengar persekutuan Wijaya dan Ike Mese segera mengirim pasukan Kadiri
untuk menghancurkan mereka. Namun pasukan itu justru berhasil dikalahkan oleh
pihak Mongol. Selanjutnya, gabungan pasukan Mongol dan Majapahit serta Madura
bergerak menyerang Daha, ibu kota Kerajaan
Kadiri. Jayakatwang akhirnya menyerah dan ditawan dalam kapal Mongol.
Setelah
Jayakatwang dikalahkan, Wijaya meminta izin untuk kembali ke Majapahit
mempersiapkan penyerahan dirinya. Ike Mese mengizinkannya tanpa curiga.
Sesampainya di Majapahit, Wijaya membunuh para prajurit Mongol yang
mengawalnya. Ia kemudian memimpin serangan balik ke arah Daha di mana pasukan
Mongol sedang berpesta kemenangan. Serangan mendadak itu membuat Ike Mese
kehilangan banyak prajurit dan terpaksa menarik mundur pasukannya meninggalkan
Jawa. Wijaya kemudian menobatkan dirinya menjadi raja Majapahit. Menurut Kidung Harsa Wijaya, penobatan
tersebut terjadi pada tanggal 15 bulan Kartika tahun 1215 Saka, atau bertepatan dengan 12 November 1293.
Masa Pemerintahan
Dalam
memerintah Majapahit, Wijaya mengangkat para pengikutnya yang dulu setia dalam
perjuangan. Nambi
diangkat sebagai patih Majapahit,
Lembu Sora
sebagai patih
Daha,
Arya Wiraraja dan Ranggalawe
sebagai pasangguhan. Pada tahun 1294 Wijaya
juga memberikan anugerah kepada pemimpin desa Kudadu yang dulu melindunginya
saat pelarian menuju Pulau Madura.
Pada
tahun 1295 seorang tokoh
licik bernama Mahapati menghasut
Ranggalawe untuk memberontak. Pemberontakan ini dipicu oleh pengangkatan Nambi
sebagai patih, dan menjadi perang saudara pertama yang melanda Majapahit.
Setelah Ranggalawe tewas, Wiraraja mengundurkan diri dari jabatannya sebagai
pasangguhan. Ia menagih janji Wijaya tentang pembagian wilayah kerajaan. Wijaya
mengabulkannya. Maka, sejak saat itu, wilayah kerajaan pun hanya tinggal
setengah, di mana yang sebelah timur dipimpin oleh Wiraraja dengan ibu kota di
Lamajang (nama lama Lumajang).
Pada
tahun 1300 terjadi peristiwa
pembunuhan Lembu Sora, paman Ranggalawe. Dalam pemberontakan Ranggalawe, Sora
memihak Majapahit. Namun, ketika Ranggalawe dibunuh dengan kejam oleh Kebo Anabrang, Sora merasa tidak
tahan dan berbalik membunuh Anabrang. Peristiwa ini diungkit-ungkit oleh
Mahapati sehingga terjadi suasana perpecahan. Pada puncaknya, Sora dan kedua
kawannya, yaitu Gajah Biru dan Jurudemung tewas dibantai kelompok Nambi di
halaman istana.
Akhir Hayat
Menurut
Nagarakretagama,
Raden Wijaya meninggal dunia pada tahun 1309. Ia
dimakamkan di Antahpura dan dicandikan di Simping sebagai Harihara, atau
perpaduan Wisnu
dan Siwa.
Raden Wijaya digantikan Jayanagara
sebagai raja penerusnya.
Kepustakaan
Ø
Babad Tanah Jawi, Mulai
dari Nabi Adam Sampai Tahun 1647. (terj.). 2007. Yogyakarta: Narasi
Ø
Marwati Poesponegoro & Nugroho Notosusanto. 1990. Sejarah Nasional Indonesia Jilid II.
Jakarta: Balai Pustaka
Ø
R.M. Mangkudimedja. 1979. Serat Pararaton Jilid 2. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,
Proyek Penerbitan Buku Sastra Indonesia dan Daerah
Ø
Slamet Muljana. 1979. Nagarakretagama dan Tafsir Sejarahnya. Jakarta: Bhratara
Kisah Asmara Raden
Wijaya
Dalam
kitab Nagarakretagama disebutkan Raden Wijaya, pendiri Majapahit,
menikah dengan empat putri Kertanagara, yaitu Sri Parameswari Dyah Dewi
Tribhuwaneswari, Sri Mahadewi Dyah Dewi Narendraduhita, Sri Jayendradewi Dyah
Dewi Prajnaparamita, dan Sri Rajendradewi Dyah Dewi Gayatri. Sementara itu,
menurut teks sejarah bahasa Jawa, Pararaton, Wijaya hanya menikahi dua puteri
Kertanagara.
Tribhuwaneswari sangat ulung dalam permainan kata (mahalalita), Sri Mahadewi Narendraduhita menjadi landasan percintaan Baginda; Sri Jayendradewi, biasa disebut Prajnaparamit, begitu setia dan berperilaku luhur; dan Dewi Gayatri, biasa dipanggil Rajapatni, paling bungsu, sangat cantik dan paling disayangi oleh Baginda. “Hubungan Sri Kertarajasa dengan Gayatri dilukiskan bagai sepasang Dewa Siwa dengan Dewi Uma. Nama Rajapatni sendiri tercantum pada Piagam Kertarajasa tahun 1305," ujar Dimas Cokro Pamungkas, budayawan Trowulan, Rabu 10 Juni 2015.
Slamet Muljana dalam bukunya Tafsir Sejarah Nagarakretagama menuliskan nenek moyang istri-istri Wijaya dengan Wijaya masih satu. Dari Prasasti Mula-Malurung diketahui Sri Kertanagara adalah putra pasangan Jayawisnuwardhana dengan Nararya Waning Hyun; Nararya Waning Hyun adalah putri Bhatara Parameswara (Mahisa Wong Ateleng). Bhatara Parameswara pun memiliki putra bernama Narasingamurti. Dengan begitu, Raden Wijaya dan istri-istrinya sama-sama merupakan keturunan Parameswara.
Berdasarkan Prasasti Sukamerta dan Prasasti Balawi, dari Tribhuwanewari, ia memperoleh seorang anak lelaki bernama Jayanagara sebagai putra mahkota yang memerintah di Kadiri. Dari Gayatri, alias Rajapatni, diperoleh dua anak perempuan, Tribhuwana Tunggadewi Jayawisnuwardhani, yang berkedudukan di Jiwana (Kahuripan) dan Dyah Wiyah Rajadewi Maharajasa, yang berkedudukan di Daha. Raden Wijaya, menurut Nagarakretagama, menikahi pula seorang istri. Kali ini, berasal dari Jambi di Sumateram bernama Indreswari. Berita ini didukung oleh teks Pararaton, Kidung Panji Wijayakrama, dan Kidung Harsa Wijaya.
Kidung Panji Wijayakrama melaporkan bahwa 10 hari setelah pengusiran pasukan Tartar (Mongol), Mahisa Anabrang yang memimpin ekspedisi ke Melayu tahun 1275, pulang membawa dua orang putri bernama Dyah Dara Petak dan Dara Jingga. Dara Petak disebutnya sebagai sang Anwan Inapati, “yang muda diperistri (oleh Baginda)”. Kedatangan kedua perempuan dari Melayu ini adalah hasil diplomasi persahabatan yaang dilakukan oleh Kertanagara kepada raja Dharmasraya di Jambi, untuk bersama-sama membendung pengaruh Kublai Khan.
Atas dasar rasa persahabatan inilah Raja Dharmasraya, Srimat Tribhuwanarja Mauliwarmadewa, mengirimkan dua cucunya, Dara Petak dan Dara Jingga untuk dinikahkan dengan bangsawan Singasari (karena belum tahu Singasari telah runtuh). Slamet Muljana dalam bukunya menulsikan dari Dara Petak, Wijaya memiliki anak lelaki bernama Kala Gemet. Sementara itu, Nagarakretagama menyebut Dyah Indreswari beranak Jayanagara, yang kemudian menggantikan Kertarajasa pada 1309 (Muljana, 2006: 132). Dari dua sumber ini, dapat ditafsirkan bahwa Kala Gemet dan Jayanagara adalah orang yang sama dan Dyah Indeswari adalah “nama Jawa” dari Dara Petak, setelah berada di Majapahit.
Reorientasi
Biografi Raden Wijaya
Kerajaan Majapahit adalah salah satu sejarah yang
sangat membanggakan bagi bangsa Indonesia. Kerajaan Majapahit adalah kerajaan
besar dengan daerah kekuasaan dan pengaruh yang begitu luar biasa. Peninggalan
Kerajaan Majapahit pun tersebar di berbagai daerah dan masih bisa kita jumpai
sampai saat ini. Jika melihat begitu besarnya Kerajaan Majapahit ini, tentu
pendiri Kerajaan Majapahit bukan lah orang yang biasa saja. Ia tentu adalah
seorang yang memiliki kecerdasan dan kewibawaan sehingga bisa mendirikan
Kerajaan besar dan memiliki sejarah panjang sampai saat ini.
Tokoh yang berhasil memulai Kerajaan baru nan megah
tersebut adalah Raden Wijaya. Membicarakan biografi Raden Wijaya sebagai
seorang pendiri Kerajaan Majapahit memang selalu menarik. Kelihaian Raden
Wijaya dalam berstrategi yang kemudian membawanya menjadi raja pertama
Majapahit selalu menjadi perbincangan hangat. Bukan saja biografi Raden Wijaya,
asal usul dan silsilah Raden Wijaya pun juga tak luput dari bahasan menarik
ketika kita membahas sejarah berdirinya Kerajaan Majapahit. Karena tentu saja
seorang yang bisa membangun kerajaan baru yang masyhur pastilah bukan orang
biasa. Baik secara silsilah dan asal usul, maupun mindset dan pola pikir orang
itu tentu memiliki pemikiran panjang dalam kerangkan yang "maton".
Nah, di bawah ini akan kami sampaikan asal usul, silsilah dan biografi Raden
Wijaya sebagai pendiri Kerajaan Majapahit untuk Anda sekalian.
Asal Usul Raden Wijaya
Raden Wijaya adalah sebutan yang lazim disematkan
kepada pendiri Kerajaan Majapahit ini dari parasejarawan. Padahal pada masa
kehidupan Wijaya sekitar abad ke-13 sebenarnya belum begitu lazim sebutan nama
dengan disematkan Raden di depannya. Nama Wijaya ini terdapat dalam Paraton
yang ditulis pada sekitar akhir abad ke-15. Sedangkan dalam Negarakertagama,
pendiri Kerajaan Majapahit disebutkan adalah Dyah Wijaya. Dyah adalah sebuah
gelar yang populer sebagai gelar kebangsawanan yang juga merupakan cikal bakal
gelar "Raden". Awal gelar Raden sendiri diperkirakan bermula dari Ra
Dyah atau Ra Dyan atau Ra Hadyan. Kembali ke pendiri Majapahit, nama yang
dianggap paling tepat adalah Nararya Snggramawijaya karena nama ini terdapat
pada prasasti Kudadu yang dikeluarkan sendiri oleh Wijaya pada tahun 1294.
Sedangkan asal usul Raden Wijaya sendiri menurut
Pararaton adalah merupakan putra dari Mahisa Cempaka yang merupakan pangeran
dari Singasari. Raden Wijaya sendiri dibesarkan di lingkungan Istana Kerajaan
Singasari. Sumber informasi mengenai asal usul Raden Wijaya yang lain adalah
berasal dari Pustakan Rajya Rajya i Bhumi Nusantara yang disusun oleh
Kesultanan Cirebon dan termasuk Naskah Wangsakerta. Dalam pustaka ini
disebutkan bahwa asal usul Raden Wijaya adalah putra pasangan Rakyan Jayadrama
dan Dyah Lembu Tal. Ayahnya adalah putra Prabu Guru Darmasiksa, raja Kerajaan
Sunda Galuh, sedangkan ibunya adalah putri Mahisa Campaka dari Kerajaan
Singhasari.
Dari sini bisa dikatakan bahwa Raden Wijaya adalah
perpaduan darah dari Sunda dan Jawa. Jika melihat ini, maka Raden Wijaya
seharusnya menjadi raja Galuh setelah Rakyan Jayadarma tewas. Namun Raden
Wijaya mendirikan Kerajaan Majapahit setelah Raja Kertanegara tewas yang juga
merupakan sepupu dari ibunya. Namun informasi asal usul Raden Wijaya dari
Pustakan Rajya Rajya i Bhumi Nusantara ini dianggap kontroversial oleh para
ahli sejarah karena dianggap asli tapi palsu.
Selain ke dua sumber informasi di atas, ada lagi
sumber berita terkait asal usul Raden Wijaya dan silsilah Raden Wijaya yaitu
dari kisah di Babat Tanah Jawi. Dari Babat Tanah Jawi ini disebutkan bahwa
pendiri Kerajaan Majapahit memiliki nama Jaka Sesuruh yang merupakan putra
Prabu Sri Pamekas yang merupakan Raja Kerajaan Padjajaran yang berada di daerah
Sunda. Jaka Sesuruh ini melarikan diri ke kawasan Timur karena dikalahkan oleh
saudara tirinya yaitu Siyung Wanara. Dalam pelarian tersebut kemudian ia
mendirikan kerajaan baru dengan nama Kerajaan Majapahit yang kelak akan
berbalik menumpas Siyung Wanara.
Kisah di Pustaka Rajya Rajya i Bhumi Nusantara yang
menyebutkan bahwa Raden Wijaya adalah anak dari Rakyan Jayadrama dan Dyah Lembu
Tal ini berlawanan dengan Nagarakartagama. Di dalam Negarakertagama dikisahkan
bahwa Lembu Tal adalah seorang pria putra dari Narasinghamurti. Dan bahkan di
dalam naskah ini memuji Lembu Tal sebagai seorang perwira yuda yang gagah
berani yang merupakan ayah dari Dyah Wijaya. Sedangkan dalam catatan Pustaka
Rajya Rajya i Bhumi Nusantara Lembu Tal dikisahakan merupakan pasangan atau
istri dari Rakyan Jayadrama.
Silsilah Raden Wijaya
Dalam prasasti Balawi, Raden Wijaya menyatakan bahwa
dirinya adalah sebagai anggota dari Wangsa Rajasa. Sedangkan menurut
Negarakretagama, Raden Wijaya adalah putra dari Dyah Lembu Tal putra dari
Narasinghamurti. MenurutPararaton, Narasinghamurti adalah Mahisa Campaka dan
merupakan putra dari Mahisa Wonga Teleng yang merupakan putrad dari Ken Arok
pendiri Wangsa Rajasa. Dalam catatan prasasti Balawi, Raden Wijaya menikahi
empat anak dari Kertanegara raja terakhir Singasari yaitu Tribhuwaneswari,
Narendraduhita, Jayendradewi, dan Gayatri. Sedangkan menurut Pararaton, Raden
Wijaya hanya menikahi dua orang putri Kertanegara dan seorang putri dari
Kerajaan Melayu yaitu Dara Petak. Ada riwayat lain yang menyebutkan bahwa Raden
Wijaya juga menikahi Dara Jingga, salah seorang putri Kerajaan Melayu lainnya
selain Dara Petak.
Untuk putra, menurut prasasti Sukamerta dan prasasti
Balawi, Raden Wijaya memiliki putra dari Tribhuwaneswari yang bernama
Jayanegara. Sedangkan menurut Pararaton, Jayanegara adalah putra dari Dara
Petak san menurut Negarakertagama Jayanegara adalah putra dari Indreswari.
Sementara itu, dari istri lain yaitu Hayatri, Raden Wijaya memiliki putri
bernama Dyah Gitarja dan Dyah Wiyat. Ada riwayat lain yang menyebutkan bahwa
Raden Wijaya juga menikahi Dara Jingga, salah seorang putri Kerajaan Melayu
lainnya selain Dara Petak.
Nah teman-teman, itulah sedikit informasi yang bisa
kami sampaikan mengenai silsilah, asal usul dan biografi Raden Wijaya untuk
Anda. Selalu ada beberapa versi ketika membicarakan sejarah, apalahi kisah
sejarah sebuah kerajaan. Demikian halnya dengan biografi Raden Wijaya, akan ada
beberapa versi yang berbeda dan memang begitulah sejarah berlaku. Semoga
sedikit informasi mengenai asal usul, silsilah dan biografi Raden Wijaya di
atas bisa menambah pengetahuan Anda dan wawasan Anda mengenai Raden Wijaya.
Nama Raja-Raja Kerajaan Majapahit Mulai Dari Awal
Berdiri Sampai Runtuh
Kerajaan
Majapahit adalah kerajaan dengan sejarah panjang yang begitu masyhur. Dalam
perjalanannya, mulai dari masa
berdirinya Kerajaan Majapahit, masa jaya sampai dengan masa runtuhnya,
Kerajaan Majapahit dipimpin oleh beberapa raja yang berbeda-beda. Ada cukup
banyak raja yang memerintah Kerajaan Majapahit sampai pada masa yang
benar-benar runtuhnya. Kehidupan politik dari masing-masing raja ini
berbeda-beda, tantangan dan rintangan yang dihadapi pun juga berbeda. Sebagai
kerajaan besar dengan sejarah panjang, masing-masing raja memiliki cara
memimpin dan mengendalikan pemerintahan yang tidak sama. Masing-masing raja
biasanya juga meninggalkan peninggalan Kerajaan Majapahit yang bisa dijadikan
sumber berita sejarah Kerajaan Majapahit.Lalu siapa saja nama-nama raja
kerajaan Majapahit yang pernah memimpin tersebut, simak di sedikit ulasan di
bawah ini :
1. Raden Wijaya (1293-1309)
Raden Wijaya
adalah pendiri Kerajaan Majapahit sekaligus raja pertama Majapahit. Raden
Wijaya naik tahta Kerajaan Majapahit dengan gelar Kertarajasa Jayawardhana.
Pada masa kepemimpinan Raden Wijaya ini adalah masa awal Kerajaan Majapahit.
Raden Wijaya nampaknya lebih mengutamakan melakukan konsolidasi dan memperkuat
pemerintahan. Ini perlu dilakukan karena pada masa awal tersebut adalah masa
transisi dari kerajaan sebelumnya yaitu kerajaan Singhasari menuju kerajaan
baru yaitu Kerajaan Majapahit. Beberapa strategi dilakukan Raden Wijaya (baca : Silsilah dan Biografi Raden Wijaya) untuk memperkuat pemerintahan, seperti dengan menjadikan Majapahit sebagai
pusat pemerintahan. Kemudian memberikan posisi penting kepada para pengikut
setianya, dan menikahi keempat putri Kertanegara (raja Singhasari). Raden
Wijaya meninggal pada tahun 1309 dan dimakamkan di Candi Sumberjati atau Candi
Simping.
2. Jayanegara (1309-1328)
Raja ke dua
Kerajaan Majapahit adalah Jayanegara. Jayanegara adalah putra Raden Wijaya tapi
dari selir. Karena Raden Wijaya tidak memiliki putra dari permaisuri, maka
Jayanegara putra dari selir ini yang kemudian menjadi raja Majapahit.
Jayanegara memerintah kerajaan Majapahit dalam usia yang masih sangat muda.
Bahkan dikisahkan juga bahwa Jayanegara memiliki tabiat yang tidak bagus
sebagai raja. Pemerintahan Jayanegara ini tidak kuat sehingga banyak muncul
pemberontakan. Dan pemberontakan ini diinisiasi oleh orang-orang di lingkaran
Istana Majapahit yang dulunya merupakan orang kepercayaan Raden Wijaya ayahnya.
Diantara pemberontakan tersebut ada pemberontakan Ronggolawe, pemberontakan
Lembu Sora, Nambi, dan ada beberapa pemberontakan lagi yang lainnya.
3. Tribhuwana Tungga Dewi (1328-1350)
Raja berikutnya
adalah Tribhuwana Tunggadewi yang seorang wanita. Jayanegara wafat pada tahun
1328 dan tidak memiliki keturunan. Karena Jayanegara tidak memiliki keturunan,
maka tahta diserahkan kepada Gayatri atau Rajapatni yang merupakan permaisuri
Raden Wijaya. Namun karena Gayatri telah menjadi Bhiksuni, maka diwakilkan
kepada putrinya yang bernama Tribhuwana Tunggadewi. Masa pemerintahan
Tribhuwana Tunggadewi ini bisa dikatakan sebagai awal kejayaan Kerajaan
Majapahit. Meski masih ada beberapa pemberontakan, namun secara umum berhasil
ditumpas. Suami Tribhuwana Tunggadewi bernama Cakradhara dan menjabat Bhre
Tumapel dengan gelar Kertawardana. Pemerintahan Tribhuwana Tunggadewi (baca : Silsilah dan Biografi Tribhuwana Tunggadewi) lebih kuat dengan adanya Mahapatih Gajah Mada. Pada masa pemerintahan
Tribhuwana Tunggadewi, Majapahit mengadakan perluasan kekuasaan besar-besaran
di berbagai daerah di Nusantara.
4. Hayam Wuruk (1350-1389)
Raja Majapahit
selanjutnya adalah Prabhu Hayam Wuruk. Prabhu Hayam Wuruk ini adalah raja yang
berhasil membawa masa kejayaan Kerajaan Majapahit. Dengn dimulai dari
Trubhuwana Tunggadewi dalam ekspansi ke berbagai daerah, kemudian Hayam Wuruk (baca : Silsilah dan Biografi Hayam Wuruk) menyempurnakan dengan tata kelola yang bagus. Gelar Hayam Wuruk adalah
Rajasanegara. Salah satu faktor penunjang kesuksesan Hayam Wuruk dalam
memerintah Majapahit adalah keberadaan para pembantunya yang sangat mumpuni.
Sebut saja Mahapatih Gajah Mada, kemudian Adityawarman dan Mpu
Nala. Orang-orang tersebut memiliki kapasitas yang sangat mumpuni dalam
menjalankan sebuah negara untuk mencapai kemajuan. Mpu Nala sebagai pimpinan
armada laut juga sangat piawai dalam menjalankan setrategi. Dengan kebesaran
Kerajaan Majapahit, tak sulit bagi Majapahit untuk menjalin kerjasama dengan
kerajaan-kerajaan tetangga yang disebut dengan Mitrekasatat.
5. Kusumawardani-Wikramawardhana (1389-1399)
Raja
selanjutnya adalah Kusumawardhani atau lebih tepatnya ratu Majapahit.
Kusumawardhani dijadikan ratu di pusat Majapahit sedangkan putra laki-laki dari
selir Prabhu Hayam Wuruk yaitu Bhre Wirabumi (Minak Jingga) dijadikan sebagai
raja kecil di Blambangan. Bhre Wirabumi atau Minak Jingga ini menjadi raja di
Blambangan namun tetap berada di bawah kekuasaan Majapahit atau tunduk kepada
Majapahit.
6. Suhita (1399-1429)
Setelah masa
pemerintahan Kusumawardhani selesai, maka tahta kemudian jatuh kepada Suhita
yang merupakan putra dari Wikramawardhana dengan seorang selir. Dari sinilah
kemudian muncul konflik yang akan membawa kepada keruntuhan Kerajaan Majapahit.
Bhre Wirabhumi alias Minak Jinggo merasa lebih berhak atas tahta Kerajaan
Majapahit dari pada Suhita dan kemudian perang saudara yang disebut dengan
Perang Paregreg pada tahun 1401-1406. Wirabhumi atau Minak Jinggo akhirnya
berhasil dibunuh oleh Damar Wulan. Perang Paregreg ini kemudian membuat banyak
daerah yang berada di bawah kekuasaan Majapahit memisahkan diri dan semakin
membuat Majapahit terpuruk.
7. Bhre Tumapel
(Kertawijaya)- (1447-1451)
8. Rajasawardhana
(1451—1453)
9. Purwawisesa
(1456-1466)
10. Kartabumi
(1466-1478)
Itulah daftar nama raja-raja yang pernah memimpin
Kerajaan Majapahit mulai dari masa berdirinya Majapahit sampai dengan masa
berakhirnya Majapahit. Semoga ulasan mengenai nama-nama Raja Majapahit di atas
bisa menambah pengetahuan kita semua dan wawasan kita mengenai sejarah Kerajaan
Majapahit.
Sumber : Google Wikipedia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar