Senin, 08 Oktober 2018

KISAH MPU SORA (LEMBU SORA)


KISAH MPU SORA (LEMBU SORA)

Orientasi
Mpu Sora (lahir: ? - wafat: Majapahit, 1300) adalah nama salah seorang pengikut Raden Wijaya yang berjasa besar dalam perjuangan mendirikan Kerajaan Majapahit. Ia sering dianggap sebagai abdi Raden Wijaya yang paling setia, namun akhirnya mati sebagai pemberontak di halaman istana Majapahit.  Dalam beberapa karya sastra, Mpu Sora juga disebut dengan nama Lembu Sora, Ken Sora, Andaka Sora, atau kadang disingkat Sora saja.

Peran dalam perjuangan
Pararaton mengisahkan Sora ikut mengawal Raden Wijaya sewaktu menghindari kejaran pasukan Jayakatwang pada tahun 1292. Kidung Panji Wijayakrama menyebutkan, Sora dengan setia menyediakan perutnya sebagai tempat duduk Raden Wijaya dan istrinya saat keduanya beristirahat. Ia juga menggendong istri Wijaya saat menyeberangi sungai dan rawa-rawa.  Pada tahun 1293 Raden Wijaya dibantu pasukan Mongol menyerang Jayakatwang di Kadiri. Dalam pertempuran tersebut, Sora bertugas menggempur benteng selatan dan berhasil membunuh patih Kadiri yang bernama Kebo Mundarang. Dalam siasat selanjutnya, Raden Wijaya mengusir pasukan Mongol yang sedang berpesta pora merayakan jatuhnya Kadiri. Dalam pertempuran tersebut, Sora dan keponakannya yang bernama Ranggalawe bertindak sebagai pembantai orang-orang Mongol tersebut.

Jabatan di Majapahit
Setelah Jayakatwang berhasil dikalahkan dan pasukan Mongol yang dipimpin Ike Mese diusir dari Pulau Jawa, Raden Wijaya pun mendirikan mendirikan Kerajaan Majapahit pada tahun 1293. Naskah Pararaton menyebutkan jabatan Sora dalam kerajaan baru tersebut adalah rakryan demung. Berita di atas kurang tepat karena dalam prasasti Sukamreta tahun 1296, tertulis nama rakryan demung Majapahit adalah Mpu Renteng, sedangkan Mpu Sora menjabat sebagai rakryan patih ri Daha, atau patih bawahan di Kadiri.

Keputusan Raden Wijaya tersebut konon memicu pemberontakan Ranggalawe pada tahun 1295. Ranggalawe berpendapat bahwa Sora lebih pantas diangkat sebagai rakryan patih Majapahit daripada Nambi. Namun meskipun Ranggalawe adalah keponakan Sora, namun Sora justru mendukung Raden Wijaya supaya tetap mempertahankan Nambi sebagai patih Majapahit.

Kematian akibat fitnah
Kematian Sora menurut Pararaton terjadi pada tahun 1300 yang diuraikan panjang lebar dalam Kidung Sorandaka. Menurut Pararaton kematiannya terjadi pada pemerintahan Jayanagara, sedangkan menurut Kidung Sorandaka terjadi pada pemerintahan Raden Wijaya. Dalam hal ini pengarang Pararaton kurang teliti karena menurut Nagarakretagama Jayanagara naik takhta menggantikan Raden Wijaya baru pada tahun 1309.

Dikisahkan bahwa, Sora ikut serta dalam pasukan Majapahit yang bergerak menumpas pemberontakan Ranggalawe di Tuban tahun 1295. Dalam pertempuran di Sungai Tambak Beras, Ranggalawe mati di tangan Kebo Anabrang. Diam-diam Sora merasa sakit hati melihat keponakannya dibunuh secara kejam. Ia pun berbalik ganti membunuh Kebo Anabrang dari belakang. Peristiwa pembunuhan terhadap rekan satu pasukan tersebut seolah-olah didiamkan begitu saja. hal itu dikarenakan keluarga Kebo Anabrang segan menuntut hukuman pengadilan karena Sora dianggap sebagai abdi kesayangan Raden Wijaya.

Suasana kusut itu akhirnya dimanfaatkan oleh Mahapati, seorang tokoh licik yang mengincar jabatan rakryan patih. Ia menghasut putra Kebo Anabrang yang bernama Mahisa Taruna supaya berani menuntut pengadilan untuk Sora. Ia juga melapor kepada Raden Wijaya bahwa para menteri merasa resah karena raja seolah-olah melindungi kesalahan Sora. Raden Wijaya tersinggung karena dituduh berlaku tidak adil. Ia pun memberhentikan Sora dari jabatannya untuk menunggu keputusan lebih lanjut. Mahapati segera mengusulkan supaya Sora jangan dihukum mati mengingat jasa-jasanya yang sangat besar. Atas pertimbangan tersebut, Raden Wijaya pun memutuskan bahwa Sora akan dihukum buang ke Tulembang. Mahapati menemui Sora di rumahnya untuk menyampaikan surat keputusan raja. Sora sedih atas keputusan itu. Ia berniat ke ibu kota meminta hukuman mati daripada harus diusir meninggalkan tanah airnya.
Mahapati lebih dulu menghasut Nambi dengan mengatakan bahwa Sora akan datang untuk membuat kekacauan karena tidak puas atas keputusan raja. Setelah mendesak Raden Wijaya, Nambi pun diizinkan menghadang Sora yang datang bersama dua orang sahabatnya, yaitu Gajah Biru dan Juru Demung. Maka terjadilah peristiwa di mana Sora dan kedua temannya itu mati dikeroyok tentara Majapahit di halaman istana.

Kisah dalam Kidung Sorandaka di atas sedikit berbeda dengan Pararaton yang menyebut kematian Juru Demung terjadi pada tahun 1313, sedangkan Gajah Biru pada tahun 1314. Kematian kedua sahabat Sora tersebut terjadi pada masa pemerintahan Jayanagara putra Raden Wijaya.

Kepustakaan
Ø Slamet Muljana. 1979. Nagarakretagama dan Tafsir Sejarahnya. Jakarta: Bhratara
Ø Slamet Muljana. 2005. Menuju Puncak Kemegahan (terbitan ulang 1965). Yogyakarta: LKIS

Pemberontakan Lembu Sora
Dalam suatu kerajaan, pemberontakan merupakan hal yang memang lumrah terjadi. Kebanyakan disebabkan ketidakpuasan rakyat kepada rajanya. Majapahit merupakan kerajaan yang bisa dibilang banyak terdapat pemberontakan di dalam kerajaan ini. Salah satu pemberontakan adalah pemberontakan Lembu Sora. Pemberontakan Lembu Sora adalah pemberontakan yang terjadi di dalam kerajaan Majapahit dan pada pemerintahan Raja Kertarajasa atau yang biasa dikenal Raden Wijaya. Pemberontakan ini dilakukan oleh Lembu Sora yang menurut kitab Pararaton dilakukan pada tahun 1200 Saka atau sekitar tahun 1300 Masehi.

Lembu sora adalah seorang pengikut Raden Wijaya dan sangat berperan besar dalam perjuangan pendirian kerajaan Majapahit. Lembu sora selalu membantu Raden Wijaya dalam kesulitan dan selalu memberikan nasihat pada Raden Wijaya misalnya saat penyerbuan terhadap Jayakatwang, ia bertugas menggempur benteng selatan dan berhasil membunuh Patih Kadiri yang bernama Kebo mundarang, Pengungsian Raden Wijaya ke Jawa Timur dan meminta bantuan kepada Bupati Wiraraja juga merupakan nasihat dari Lembu Sora. Lembu Sora selalu memperlihatkan kebijaksanaannya dan kesetiaannya kepada Raden Wijaya. Lembu sora diberikan jabatan sebagai Patih bawahan di Kadiri menurut Prasasti Sukaremta.

Pemberontakan Lembu Sora merupakan pemberontakan yang terjadi setelah pemberontakan Ranggalawe. 5 tahun setelah terjadinya pemberontakan Ranggalawe, pemberontakan Lembu Sora terjadi. Pemberontaka Ranggalawe dilakukan oleh Ranggalawe yang merupakan keponakan dari Lembu Sora. Dalam pemberontakan ini, Lembu Sora menjadi penasihat raja agar tidak mengikuti kehendak ataupun kemauan dari Lawe. Pemberontakan Rangga Lawe berhasil ditumpas dan Rangga Lawe dibunuh oleh Kebo Anabrang yang sebelumnya sempat bertarung di dalam air yang kemudian dimenangkan oleh Kebo Anabrang. Namun pembunuhan dan penganiayaan terhadap Lawe itu dilihat langsung oleh Sora. Sora tidak terima jika keponakannya dianiaya oleh Kebo Anabrang. Sora pun langsung menikam dan menusuk Kebo Anabrang dengan belikatnya dari belakang. Belikat Sora menembus dada dari Kebo Anabrang dan seketika membunuhnya.

Pemberontakan Lembu Sora berawal dari kedengkian Mahapati terhadap Sora. Mahapati sangat menginginkan posisi sebagai patih amangku bumi. Ia berusaha untuk menjatuhkan patih amangku bumi yang sedang menjabat yaitu Nambi. Namun terlalu sulit untuk menjatuhkan posisi jabatan itu dikarenakan Mahapati tidak menemukan keselahan yang dapat digunakan untuk menjatuhkan Nambi. Lalu ia memikirkan untuk menjatuhkan Lembu Sora. Lembu sora adalah orang yang sangat berpengaruh dan lebih akrab dengan Patih. Mahapati menggunakan kesalahan yang dilakukan oleh Sora. Kesalahan Sora adalah membunuh Kebo Anabrang dan Mahapati berpendapat bahwa tindakan itu merupakan sebuah kejahatan dan harus dibawa ke pengadilan. Ia pun mencari kesempatan untuk menjatuhkan Lembu Sora.

Situasi kerajaan saat itu yang sedang kisruh dimanfaatkan Mahapati untuk menjalankan rencananya. Saat sore ia menghadap pada raja dan menceritakan bahwa para menteri tidak puas karena Prabu terlalu akrab dengan Sora. Prabu sepertinya mengganggap bahwa tindakan pembunuhan Kebo Anabrang benar dan seolah-olah didiamkan begitu saja. Keluarga Kebo Anabrang juga takut untuk menuntut Sora kepengadilan karena akrabnya Sora dengan Prabu.  Sang Prabu pun terpengaruh akan kata-kata dari Mahapati. Ia pun membebaskan dan menghentikan Sora dari segala tugas. Mahapati pun berpura-pura mencegah hal itu dan mengatakan pada raja agar mencari waktu yang tepat untuk menjatuhkan Sora. Setelah berhasil mempengaruhi raja. Sang Mahapati pun mendekati Nambi dan mengatakan bahwa Sora akan dibebastugaskan dan digantikan oleh Kebo Taruna. Mendengar itu Nambi pun langsung menghadap Raja dan mengatakan bahwa perbuatan yang dilakukan oleh Sora merupakan perbuatan yang licik dan kejam karena sudah membunuh Kebo Anabrang.

Sora pun sudah mendengar tentang desas-desus kalau ia akan dihukum. Sementara itu raja mempertimbangkan hukuman yang akan diberikan kepada Sora. Pada awalnya ia akan menghukum Sora dengan hukuman mati namun mengingat jasa-jasanya yang sangat besar terhadap kerajaan Majapahit. Sehingga raja memutuskan hukumannya dengan membuangnya. Hukuman itupun disampaikan oleh perwakilan kerajaan kepada Sora. Tetapi Sora tidak mau dirinya dibuang, ia lebih baik mati daripada ia dibuang dari negaranya. Karena ia lahir dari Majapahit dan juga besar serta terkenal di Majapahit. Mahapati lalu menyarankan pada raja agar Sora diberi surat peringatan yang berisi hukumannya untuk dibuang ke Tulembang. Raja pun menyetujuinya dan surat itu langsung disampaikan oleh Mahapati.

Setelah membaca surat itu Lembu Sora pun menyerah tanpa syarat dan akan segera menghadap Raja. Meskipun ia masih sangat ingin berbakti dan mengabdi pada Raja. Jawaban yang diberikan oleh Sora tidak sesuai dengan apa yang direncanakan oleh Mahapati. Mahapati pun menyampaikan pada Nambi bahwa Sora akan berkhianat pada kerajaan. Saat Lembu sora menuju kerajaan untuk menghadap Raja, ia dan Juru Demung serta Gadjah biru diserang oleh tentara Majapahit di bawah pimpinan Nambi. Akibat penyerangan itu Sora dan pengikut-pengikutnya gugur di halaman istana Majapahit termasuk Juru Demung dan Gadjah Biru. 

Daftar Pustaka
Ø Muljana, Slamet. Menuju Puncak Kemegahan: Sejarah Kerajaan Majapahit, Jakarta: Lkis, 2005.
Ø Pane, Sanusi. Indonesia Sepandjang Masa. Jakarta: Balai Pustaka, 1952.

Gugurnya Pahlawan Majapahit
Lembu Sora menjadi tumbal perebutan kursi di Kerajaan Majapahit.
LEMBU Sora tengah menjadi buah bibir di istana Majapahit. Kelakuannya menimbulkan pro-kontra, terutama di antara para menteri. Dia telah menikam Kebo Anabrang hingga tewas yang tengah melawan biang keladi pemberontakan, Ranggalawe. Sebab, dia tak tahan melihat keponakannya itu kelejotan tak beradaya dipiting Kebo Anabrang.

Sudah lima tahun berlalu sejak peristiwa itu. Namun, Sang Prabu Wijaya seakan tak pernah ambil pusing dengan tindakan Lembu Sora. Padahal, kalau menurut undang-undang Kutaramanawadharmasastra, yang dijadikan pegangan dalam pemerintahan Majapahit, Lembu Sora mestinya dihukum mati berdasarkan pasal astadusta. Kasak-kusuk itu lama kelamaan sampai ke telinga raja. Wijaya mendengar, semua orang tengah bergunjing soal dirinya yang membiarkan tindakan Lembu Sora membunuh Kebo Anabrang. Dia dituding berlaku tak adil. Lembu Sora bisa saja dianggap pemberontak karena perbuatannya. Sang Kertarajasa pun diam-diam gundah karenanya.

Di sisi lain para menteri menyadari kegudahan padukanya. Patih Nambi mendengar, sang raja sebenarnya punya niatan mencopot Lembu Sora dari kedudukannya sebagai Rakryan Patih Daha. Jabatan itu bakal diberikan kepada Kebo Taruna, putra mendiang Kebo Anabrang. Sementara itu, Kebo Taruna yakin kalau sang raja gundah bukan karena gunjingan para menteri terhadapnya. Sepemahamannya, baginda sebenarnya masih begitu sedih dengan kematian Kebo Anabrang. Lembu Sora sendiri akhirnya berprasangka kalau Kebo Taruna berniat membalas kematian ayahnya. Sudah pasti jika itu terjadi, dia akan meminta bantuan Nambi. Lembu Sora yang sedih mendengar dasas-desus itu, bersama dengan kawannya, Juru Demang dan Gajah Biru, memilih mati.

Apa yang oleh sejarah dicatat sebagai pemberontakan Lembu Sora sebenarnya terjadi di tengah luapan prasangka buruk para pejabat Majapahit. Huru-hara itu hanya berselang lima tahun usai pemberontakan Ranggalawe berhasil ditumpas. Serat Pararaton mencatatnya terjadi pada 1300 M.
Sama seperti sebelumnya, kekisruhan ini tak disebut dalam Nagarakrtagama. Namun, dipaparkan rinci dalam Kidung Sorandaka. Usai prasangka buruk itu merebak, hubungan Lembu Sora dan Wijaya tak pernah lebih buruk lagi. Teks Panji Wijayakrama menunjukkan betapa hubungan kedua orang itu tak terpisahkan. Terutama, itu sejak pertempuran mereka melawan serbuan penguasa Glang Glang, Jayakatwang, ke Singhasari.

Dalam berbagai kesempatan, Lembu Sora selalu memberikan nasihat bijak kepada Wijaya. Serangan balik malam hari terhadap tentara Glang Glang yang menduduki Singhasari juga atas saran Lembu Sora. Dalam serangan itu, Wijaya menewaskan banyak musuh dan menemukan kembali putri Kertanagara, Tribuwana. Lembu Sora juga yang menahan Wijaya ketika berkeras ingin membebaskan Gayatri, putri Kertanagara lainnya yang masih tertinggal dalam pura. Dia menasihati agar Wijaya dan Tribuwana menyelamatkan diri. Tentara Kadiri jauh lebih besar jumlahnya daripada sisa tentara Singhasari. Pun ketika mereka akhirnya memutuskan mengungsi ke Madura Timur untuk minta bantuan Bupati Wiraraja. Semua itu atas nasihat Lembu Sora. “Sora menasihati, melanjutkan peperangan berarti bunuh diri. Seperti laron memasuki api,” tulis Slamet Muljana dalam Menuju Puncak Kemegahan.

Lembu Sora selalu menunjukkan keperwiraan dan kebijaksanaannya baik dalam persiapan mendirikan Majapahit maupun dalam perlawanan terhadap Jayakatwang dan pasukan Mongol.
“Berdasarkan hal-hal itu, sudah selayaknya Sora menjadi kekasih Raja Kertarajasa dan menduduki tempat terhormat dalam pemerintahan,” lanjut Slamet. Karenanya, pastilah bukan tanpa sebab jika kemudian Lembu Sora dikucilkan. Prasangka itu sengaja diembuskan. Lembu Sora menjadi korban iri hati.

Kalau di kisah Mahabarata ada tokoh Sengkuni, maka dalam kisah ini tukang adu domba adalah Mahapati, menteri di pemerintahan Wilwatikta. Namanya disebut dalam Kidung Sorandaka dan Serat Pararaton. Dia punya nafsu besar menjadi patih amangku bumi, jabatan yang diduduki Nambi. Namun, dia belum menemukan kesalahan Nambi. Mahapati kemudian menarget Lembu Sora. Pasalnya, jika Nambi jatuh, Lembu Sora paling mungkin menggantikannya. Dia sadar hubungan Lembu Sora dan Prabu begitu rekat. Karena itu, kata Slamet, sebelum menjalankan siasatnya, Mahapatih berusaha bersahabat dengan para menteri. Dia juga menjadikan dirinya kepercayaan sang prabu. “Dia mencari kesempatan baik untuk menyingkirkan Lembu Sora, dengan alasan dia telah membunuh Mahisa Anabrang,” tulis Slamet.

Tak ayal, raja, para mentri, termasuk Nambi dan Kebo Taruna terkena hasutannya. Tanpa tahu niat jahat Mahapati, raja mempercayakan kepadanya sebuah surat untuk Lembu Sora. Lewat surat itu raja berkata kalau berdasarkan undang-undang Kutaramanawa, Lembu Sora harus dihukum mati. Namun, dia dibebaskan dari hukuman mati mengingat jasanya. Sebagai gantinya dia akan asingkan ke Tulembang.

Setelah membaca surat itu, Lembu Sora menyampaikan jawabannya secara tertulis pula. Isi suratnya menyatakan masih menaruh cinta bakti kepada raja. Dia bersedia menyerahkan jiwa raga di hadapan sang prabu. Dia takkan membantah. Surat itu, dia titipkan pula pada Mahapati. Namun, Mahapati melaporkan kepada sang prabu bahwa Lembu Sora dan kawan-kawannya akan berkhianat. Kedatangan Lembu Sora dan pengikutnya ke istana ditolak. Mereka malah diserang tentara Majapahit yang disiapkan Nambi. Akhirnya, Wijaya lagi-lagi harus kehilangan pahlawannya. Dalam pertempuran itu, Lembu Sora gugur bersama pengikutnya.
Mahapati pun tersenyum. Ambisinya sebentar lagi terpenuhi.

Sumber : Google Wikipedia
 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

KABUPATEN ASAHAN PROVINSI SUMATERA UTARA

    KABUPATEN ASAHAN PROVINSI SUMATERA UTARA Orientasi Asahan ( Jawi : اسهن ) adalah sebuah kabupaten yang terletak di provinsi S...