KISAH
SULTAN HASANUDIN MAKASAR
Orientasi
Biografi
Sultan Hasanuddin – Ayam Jantan Dari Timur
Biografi
Sultan Hasanuddin. Nama Sultan Hasanuddin dikenal sebagai nama pahlawan
Indonesia yang berasal dari Makassar, Sulawesi Selatan. Beliau dikenal sebagai
penguasa kerajaan islam Gowa yang ketika itu menguasai jalur perdagangan
perdagangan wilayah timur Indonesia. Sultan
Hasanuddin bahkan membawa kerajaan Islam Gowa mencapai puncak kejayaannya
pada abad ke 16 sebagai salah satu kerajaan terbesar di bagian timur ketika
itu.
Nama : Sultan Hasanuddin
Nama Lain : I Mallombasi Muhammad Bakir Daeng Mattawang Karaeng Bonto Mangepe
Julukan : Ayam Jantan Dari Timur
Lahir : Makassar, 12 Januari 1631
Wafat : Makassar, 12 Juni 1670
Orang Tua : Sultan Malikussaid (ayah), I Sabbe To’mo Lakuntu (ibu)
Saudara : Patimang Daeng Nisaking Karaeng Bonto Je’ne, Karaeng Bonto Majanang, Karaeng Tololo
Istri : I Bate Daeng Tommi, I Mami Daeng Sangnging, I Daeng Talele dan I Hatijah I Lo’mo Tobo
Anak : Karaeng Galesong, Sultan Amir Hamzah, Sultan Muhammad Ali.
Nama Lain : I Mallombasi Muhammad Bakir Daeng Mattawang Karaeng Bonto Mangepe
Julukan : Ayam Jantan Dari Timur
Lahir : Makassar, 12 Januari 1631
Wafat : Makassar, 12 Juni 1670
Orang Tua : Sultan Malikussaid (ayah), I Sabbe To’mo Lakuntu (ibu)
Saudara : Patimang Daeng Nisaking Karaeng Bonto Je’ne, Karaeng Bonto Majanang, Karaeng Tololo
Istri : I Bate Daeng Tommi, I Mami Daeng Sangnging, I Daeng Talele dan I Hatijah I Lo’mo Tobo
Anak : Karaeng Galesong, Sultan Amir Hamzah, Sultan Muhammad Ali.
Biografi Sultan Hasanuddin
Beliau
lahir di Makassar, Sulawesi Selatan, 12 Januari 1631 dan meninggal di Makassar,
Sulawesi Selatan, 12 Juni 1670 pada umur 39 tahun, adalah Raja Gowa ke-16 dan
pahlawan nasional Indonesia yang terlahir dengan nama I Mallombasi Muhammad
Bakir Daeng Mattawang Karaeng Bonto Mangepe.
Setelah
memeluk agama Islam, ia mendapat tambahan gelar Sultan Hasanuddin Tumenanga Ri
Balla Pangkana, hanya saja lebih dikenal dengan Sultan Hasanuddin saja. Oleh
Belanda ia di juluki sebagai Ayam
Jantan Dari Timur atau dalam bahasa Belanda disebut de Haav
van de Oesten karena keberaniannya melawan penjajah Belanda. Beliau
diangkat menjadi Sultan ke 6 Kerajaan Gowa dalam usia 24 tahun (tahun 1655).
Menggantikan ayahnya Sultan Malikussaid yang wafat.
Selain
bimbingan dari ayahnya, Sultan Hasanuddin mendapat bimbingan mengenai
pemerintahan melalui Karaeng Pattingaloang, seorang Mangkubumi kerajaan
Gowa. Beliau juga merupakan guru dari Arung Palakka, yang merupakan raja Bone.
Perjuangan Sultan Hasanuddin
Dibawah
kepemimpinan Sultan Hasanuddin, kerajaan Gowa mencapai puncak kejayaannya.
Beliau merupakan putera kedua dari Sultan Malikussaid, Raja Gowa ke-15. Sultan
Hasanuddin memerintah Kerajaan Gowa, ketika Belanda yang diwakili VOC sedang
berusaha menguasai perdagangan rempah-rempah.
Dalam
Biografi Sultan Hasanuddin, VOC Belanda sedang berusahan melakukan monopoli
perdagangan rempah-rempah melihat Sultan Hasanuddin dan kerajaan Gowa sebagai
penghalang mereka. Orang Makassar dapat dengan leluasa ke Maluku untuk membeli
rempah-rempah. Hal inilah yang menyebabkan Belanda tidak suka.
Sejak
pemerintahan Sultan Alauddin hingga Sultan Hasanuddin, Kerajaaan Gowa tetap
berpendirian sama, menolak keras monopoli perdagangan yang dilakukan oleh VOC
Belanda. Saat itu Gowa merupakan kerajaan besar di wilayah timur Indonesia yang
menguasai jalur perdagangan.
Pada
tahun 1666, di bawah pimpinan Laksamana Cornelis Speelman, Kompeni berusaha
menundukkan kerajaan-kerajaan kecil, tetapi belum berhasil menundukkan Gowa
yang dikenal memiliki armada laut yang tangguh. dan juga pertahanan yang kuat
melalui benteng Somba Opu.
Tak
ada cara lain yang dapat ditempuh oleh Belanda selain menghancurkan kerajaan
Gowa yang dianggap mengganggu mereka. Di lain pihak, setelah Sultan Hasanuddin
naik takhta, ia berusaha menggabungkan kekuatan kerajaan-kerajaan kecil di
Indonesia bagian timur untuk melawan Kompeni Belanda. Peperangan antara VOC dan
Kerajaan Gowa (Sultan Hasanuddin) dimulai pada tahun 1660.
Sejarah Sultan Hasanuddin
dan Arung Palakka
Saat
itu Belanda dibantu oleh Kerajaan Bone dibawah pimpinan Arung Palakka yang
merupakan kerajaan taklukan dari Kerajaan Gowa. Namun armada kerajaan Gowa yang
masih sangat kuat membuat Kerajaan Gowa tidak dapat ditaklukkan. Pada
peperangan tersebut, Panglima Bone, Tobala akhirnya tewas tetapi Arung Palakka
berhasil meloloskan diri bahkan kerajaan Gowa mencarinya hingga ke Buton.
Perang tersebut berakhir dengan perdamaian. Berbagai peperangan kemudian
perdamaian dilakukan. Akan tetapi, perjanjian damai tersebut tidak berlangsung
lama karena Sultan Hasanuddin yang merasa dirugikan kemudian menyerang dan
merompak dua kapal Belanda , yaitu de Walvis dan Leeuwin. Belanda pun marah
besar. Arung Palakka yang dari tahun 1663 berlayar dan menetap di Batavia
menghindari kejaran kerajaan Gowa kemudian membantu VOC dalam mengalahkan kerajaaan
Gowa yang ketika itu dipimpin oleh Sang Ayam Jantan dari Timur, Sultan
Hasanuddin.
VOC
Belanda mengirimkan armada perangnya yang besar yang dipimpin oleh Cornelis
Speelman. Ia dibantu oleh Kapiten Jonker dan pasukan bersenjatanya dari
Maluku serta Arung Palakka, penguasa Kerajaan Bone yang ketika itu mengirimkan
400 orang sehingga total pasukan berjumlah 1000 orang yang diangkut 21 kapal
perang bertolak dari Batavia menuju kerajaan Gowa pada bulan November 1966.
Pecahnya Perang Makassar
Dalam
Biografi Sultan Hasanuddin, Perang besar kemudian terjadi antara Kerajaan Gowa
melawan Belanda yang dibantu oleh Arung Palakka dari Bone yang kemudian dikenal
dengan Perang Makassar. Sultan Hasanuddin akhirnya terdesak dan akhirnya
sepakat untuk menandatangani perjanjian paling terkenal yaitu Perjanjian
Bongaya pada tanggal 18 November 1667. Pada tanggal 12 April 1668, Sultan
Hasanuddin kembali melakukan serangan terhadap Belanda. Namun karena Belanda
sudah kuat maka Benteng Sombaopu yang merupakan pertahanan terakhir Kerajaan
Gowa berhasil dikuasai Belanda. Yang akhirnya membuat Sultan Hasanuddin
mengakui kekuasaan Belanda.
Sultan Hasanuddin Wafat
Walaupun
begitu, Hingga akhir hidupnya, Sultan Hasanuddin tetap tidak mau bekerjasama
dengan Belanda. Sultan Hasanuddin kemudian mengundurkan diri dari takhta
kerajaan Gowa dan wafat pada tanggal 12 Juni 1670. Dan dimakamkan di kompleks
pemakaman raja-raja Gowa di Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan.
I
Bate Daeng Tommi, I Mami Daeng Sangnging, I Daeng Talele dan I Hatijah I Lo’mo
Tobo merupakan nama-nama dari Istri Sultan Hasanuddin. Ketika beliau wafat,
beliau digantikan oleh I Mappasomba Daeng Nguraga atau dikenal dengan
Sultan Amir Hamzah yang merupakan anak dari Sultan Hasanuddin, selain anak
bernama Sultan Muhammad Ali dan karaeng Galesong. Perjuangan melawan Belanda
selanjutnya dilaukan oleh Karaeng Galesong yang berlayar hingga ke Jawa
membantu perlawanan dari Trunojoyo dan Sultan Ageng Tirtayasa di Banten melawan Belanda.
Untuk
Menghormati jasa-jasanya, Pemerintah Indonesia kemudian menganugerahkan gelar
Pahlawan Nasional kepada Sultan Hasanuddin dengan SK Presiden Ri No
087/TK/1973. Nama Sultan Hasanuddin juga diabadikan sebagai nama Bandar Udara
di Makassar yakni Bandar Udara Internasional Sultan Hasanuddin, selain itu
namanya juga dipakai sebagai nama Universitas Negeri di Makassar yakni
Universitas Hasanuddin dan menjadi nama jalan di berbagai
Sultan Hasanuddin (lahir di Gowa, Sulawesi Selatan, 12 Januari
1631 – meninggal
di Gowa,
Sulawesi Selatan, 12 Juni
1670 pada umur
39 tahun) adalah Raja Gowa ke-16 dan pahlawan nasional Indonesia
yang terlahir dengan nama I Mallombasi
Muhammad Bakir Daeng Mattawang Karaeng Bonto Mangape sebagai nama
pemberian dari Qadi Islam Kesultanan Gowa yakni Syeikh Sayyid Jalaludin bin
Ahmad Bafaqih Al-Aidid, seorang mursyid tarekat Baharunnur Baalwy Sulawesi
Selatan sekaligus guru tarekat dari Syeikh Yusuf dan Sultan Hasanuddin. Setelah
menaiki Tahta sebagai Sultan, ia mendapat tambahan gelar Sultan Hasanuddin Tumenanga Ri Balla
Pangkana, hanya saja lebih dikenal dengan Sultan Hasanuddin saja. Karena
keberaniannya, ia dijuluki De Haantjes
van Het Osten oleh Belanda yang artinya Ayam
Jantan/Jago dari Timur. Ia dimakamkan di Katangka, Kabupaten
Gowa. Ia diangkat sebagai Pahlawan Nasional dengan Surat Keputusan
Presiden No. 087/TK/1973, tanggal 6 November
1973. Nominal
seratus repes .
Sultan
Hasanuddin lahir di Gowa, merupakan putera I Manuntungi Daeng
Mattola Karaeng Lakiyung Sultan Malikulsaid, Raja Gowa
ke-15. Sultan Hasanuddin memerintah Kerajaan Gowa,
ketika Belanda yang diwakili Kompeni sedang berusaha menguasai perdagangan rempah-rempah.
Kerajaan Gowa|GOWA merupakan kerajaan besar di wilayah timur Indonesia yang
menguasai jalur perdagangan.
Pada
tahun 1666, di bawah pimpinan Cornelis Speelman|Laksamana Cornelis Speelman,
Kompeni berusaha menundukkan kerajaan-kerajaan kecil, tetapi belum berhasil
menundukkan Kerajaan Gowa|Gowa. Di lain pihak, setelah Sultan Hasanuddin naik
takhta, ia berusaha menggabungkan kekuatan kerajaan-kerajaan kecil di Indonesia
bagian timur untuk melawan Kompeni.
Pertempuran
terus berlangsung, Kompeni menambah kekuatan pasukannya hingga pada akhirnya
Kerajaan Gowa|Gowa terdesak dan semakin lemah sehingga pada tanggal 18
November1667 bersedia mengadakan Perdamaian Bungaya di Bungaya.
Gowa
merasa dirugikan, karena itu Sultan Hasanuddin mengadakan perlawanan lagi.
Akhirnya pihak Kompeni minta bantuan tentara ke. Batavia.
Pertempuran kembali pecah di berbagai tempat. Sultan Hasanuddin memberikan
perlawanan sengit. Bantuan tentara dari luar menambah kekuatan pasukan Kompeni,
hingga akhirnya Kompeni berhasil menerobos benteng
terkuat Gowa yaitu Benteng Sombaopu pada tanggal
12 Juni
1669. Sultan
Hasanuddin kemudian mengundurkan diri dari takhta kerajaan dan wafat pada
tanggal 12 Juni
1670.
Reorientasi
Sultan Hasanuddin, (lahir di
Makassar, Sulawesi Selatan,12 Januari 1631 - meninggal di Makassar, Sulawesi Selatan, 12 Juni 1670 pada umur 39 tahun).
Sultan Hasanuddin terlahir dengan nama I Mallombasi Muhammad Bakir Daeng Mattawang Karaeng Bonto Mangepe.
Setelah naik tahta sebagai sultan, beliau mendapat gelar Sultan Hasanuddin, Tumenanga Ri Balla Pangkana (yang meninggal
di istananya yang indah). atau lebih
dikenal dengan Sultan Hasanuddin. Ia dijuluki e Haantjes van Het Oosten oleh Belanda yang artinya Ayam Jantan/Jago dari Benua Timur, karena
keberaniannya melawan penjajah Belanda. Sultan Hasanuddin merupakan anak kedua
dari Raja Gowa ke-15, I Manuntungi Daeng Mattola, Karaeng Lakiung yang bergelar
Sultan Malikussaid dan ibunya bernama I Sabbe To'mo Lakuntu yang merupakan
Putri bangsawan Laikang.
Sultan Hasanuddin juga mempunyai seorang saudara perempuan yang bernama I Patimang Daeng Nisaking Karaeng Bonto Je'ne yang kemudian menjadi permaisuri Sultan Bima, Ambela Abul Chair Sirajuddin. Sejak kecil Sultan Hasanuddin sudah memperlihatkan jiwa kepemimpinan sebagai seorang pemimpin masa depan. Kecerdasan dan kerajinan beliau dalam belajar sangat menonjol dibandingkan dengan saudara-saudaranya yang lain. Pendidikannya di Pusat Pendidikan dan Pengajaran Islam di Mesjid Bontoala membentuk Hasanuddin menjadi pemuda yang beragama, rendah hati, jujur dan memiliki semangat perjuangan.
Sultan Hasanuddin juga mempunyai seorang saudara perempuan yang bernama I Patimang Daeng Nisaking Karaeng Bonto Je'ne yang kemudian menjadi permaisuri Sultan Bima, Ambela Abul Chair Sirajuddin. Sejak kecil Sultan Hasanuddin sudah memperlihatkan jiwa kepemimpinan sebagai seorang pemimpin masa depan. Kecerdasan dan kerajinan beliau dalam belajar sangat menonjol dibandingkan dengan saudara-saudaranya yang lain. Pendidikannya di Pusat Pendidikan dan Pengajaran Islam di Mesjid Bontoala membentuk Hasanuddin menjadi pemuda yang beragama, rendah hati, jujur dan memiliki semangat perjuangan.
Selain itu, Hasanuddin pandai bergaul. Tidak hanya dalam lingkungan bangsawan istana dan rakyatnya, tetapi meluas kepada orang asing seperti orang melayu, portugis dan inggris yang pada saat itu banyak berkunjung ke Makassar untuk berdagang. Wafatnya Sultan Alauddin dan Pengangkatan Sultan Malikussaid sebagai Raja Gowa ke-15. Pada umur 8 tahun, Sultan Alauddin Mangkat setelah memerintah selama 46 tahun. Hasanuddin merasa sangat sedih sekali. Kemudian ayahnya Sultan Malikussaid mengantikan kakek beliau menjadi Raja Gowa ke-15. Beliau dilantik pada tanggal 15 Juni 1639.
Selama kepemimpinannya Sultan Malikussaid kerap kali mengajak Hasanuddin yang masih berusia remaja untuk menghadiri perundingan-perundingan penting. Hal ini tiada lain dilakukan untuk mengajarkan Sultan Hasanuddin tentang ilmu pemerintahan, diplomasi dan strategi peperangan. Sejak itulah kecakapan dalam bidang ini sudah menonjol. Selain mendapat bimbingan dari ayahnya, Hasanuddin juga banyak dibimbing oleh mangkubumi kerajaan Gowa Karaeng Pattingaloang tokoh yang paling berpengaruh dan cerdas yang sekaligus guru dari Arung Palakka yang merupakan Raja Bone. Sultan Hasanuddin beberapa kali menjadi utusan, sekaligus membawa amanah mewakili ayahnya mengunjungi kerajaan nusantara dengan membawa titah persatuan nusantara. Terutama pada daerah-daerah dalam gabungan pengawalan kerajaan Gowa. Menjelang umurnya 21 tahun, Sultan Hasanuddin dipercaya untuk menjabat urusan Pertahanan Kerajaan Gowa dan banyak membantu ayahnya mengatur pertahanan guna menangkis serangan Belanda yang saat itu mulai dilancarkan..
Pengangkatan Sultan
Hasanuddin sebagai Raja Gowa ke-16
I Mallombasi Daeng Mattawang dinobatkan menjadi Raja
Gowa ke-16 dengan gelar Sultan Hasanuddin pada bulan Nopember 1653 menggantikan
ayahnya pada saat beliau berusia 22 tahun. Sultan Hasanuddin bukanlah putra
mahkota yang mutlak menjadi pewaris kerajaan, dikarenakan derajat kebangsawanan
ibunya lebih rendah dari ayahnya. Sultan Hasanuddin diangkat menjadi raja
karena pesan dari ayahnya sebelum wafat. Wasiat dari Raja kepada Sultan
Hasanuddin disetujui oleh Mangkubumi Kerajaan Karaeng Pattingaloang. karena melihat sifat-sifat Hasanuddin yang
tegas, berani dan juga memiliki kemampuan serta pengetahuan yang luas.
Kerajaan Gowa Menentang
Usaha Monopoli VOC
Sultan Hasanuddin melanjutkan perjuangan ayahandanya
melawan VOC yang menjalankan monopoli perdagangannya di Indonesia bagian timur.
VOC menganggap orang - orang Makasar dan Kerajaan Gowa sebagai penghalang dan
saingan berat. Bahkan VOC menganggap sebagai musuh yang sangat berbahaya. Sultan
Hasanuddin memerintah Kerajaan Gowa ketika Belanda sedang berusaha menguasai
hasil rempah-rempah dan memonopoli hasil perdagangan wilayah timur Indonesia.
Salah satu caranya adalah melarang orang Makasar berdagang dengan musuh-musuh
Belanda seperti Portugis dsb.
Tentu saja keinginan Belanda ditolak mentah-mentah Raja Gowa. Kerajaan Gowa menentang dengan keras hak monopoli yang hendak dijalankan VOC. Sultan Alaudin, Sultan Muhammad Said, dan Sultan Hasanuddin berpendirian sama. Bahwa Tuhan menciptakan bumi dan lautan untuk dimiliki dan dipakai bersama. Itu sebabnya Kerajaan Gowa menentang usaha monopoli VOC dan ini yang membuat VOC berusaha untu menghancurkan dan menyingkirkan Kerajaan Gowa. Kerajaan Gowa pada saat itu merupakan kerajaan terbesar yang menguasai jalur perdagangan.
Peperangan Melawan Belanda
dan Perjanjian Bongaya
Dalam perjalanannya, terjadi pertempuran yang
berlangsung di medan perang Sulawesi Selatan antara orang-orang Makassar yang
dipimpin oleh Sultan Hasanuddin dengan VOC dipimpin oleh Laksamana
Speelman. Tahun 1666, di bawah pimpinan Laksamana Cornelis Speelman,
Belanda berusaha menundukkan kerajaan-kerajaan kecil, tetapi mereka belum
berhasil menundukkan Kerajaan Gowa. Karena Sultan Hasanuddin berusaha
menggabungkan kekuatan kerajaan-kerajaan kecil di Indonesia bagian timur untuk
melawan Belanda. Pertempuran-pertempuran terus berlangsung begitu pula selalu
diadakannya berbagai perjanjian perdamaian dan gencatan senjata, namun selalu
dilanggar oleh VOC dan merugikan Kerajaan Gowa.
Pada saat peperangan Belanda terus menambah kekuatan pasukannya hingga pada akhirnya Gowa terdesak dan semakin lemah. Dengan berbagai pertimbangan akhirnya Sultan Hasanuddin bersedia menandatangani Perjanjian Bungaya, pada 18 November 1667. Setelah merasa Perjanjian Bungaya itu sangat merugikan bagi rakyat dan Kerajaan Gowa, akhirnya pada 12 April 1668 perang kembali pecah. Sultan Hasanuddin memberikan perlawanan sengit. Bantuan tentara dari luar, menambah kekuatan pasukan Belanda, hingga akhirnya berhasil menerobos benteng terkuat Kerajaan Gowa yaitu Benteng Sombaopu pada tanggal 24 Juni 1669.
Sultan Hasanuddin Turun
Tahta
Setelah kekalahan yang diderita Kerajaan Gowa dan
mundurnya Sultan Hasanuddin dari benteng Somba Opu ke benteng Kale Gowa, maka
usaha Speelman memecah belah persatuan kerajaan Gowa terus dilancarkan. Usaha ini
berhasil, setelah diadakan "pengampunan umum". Siapa yang mau
menyerah diampuni Belanda. Beberapa pembesar kerajaan menyatakan menyerah.
Karaeng Tallo dan Karaeng Lengkese menyatakan tunduk pada Perjanjian Bungaya. Sultan
Hasanuddin sudah bersumpah tidak akan sudi bekerja sama dengan penjajah
Belanda. Pada tanggal 29 Juni 1669 Sultan Hasanuddin meletakkan jabatan sebagai
Raja Gowa ke-16 setelah selama 16 tahun berperang melawan penjajah dan berusaha
mempersatukan kerajaan Nusantara. Sebagai penggantinya ditunjuk putranya I Mappasomba Daeng Nguraga Bergelar Sultan
Amir Hamzah. Sesudah turun tahta, Sultan Hasanuddin banyak mencurahkan
waktunya sebagai pengajar Agama Islam dan berusaha menanamkan rasa kebangsaan
dan persatuan.
Wafatnya Sultan Hasanuddin
Pada hari Kamis tanggal 12 Juni 1670 bertepatan dengan
tanggal 23 Muharram 1081 Hijriah. Sultan Hasanuddin wafat dalam usia 39 tahun.
Beliau dimakamkan disuatu bukit di pemakaman Raja-raja Gowa di dalam benteng Kale
Gowa di Kampung Tamalate. I Mallombasi Daeng Mattawang Karaeng Bontomangape
Sultan Hasanuddin Tumenanga Ri Balla'Pangkana telah tiada. Tetapi semangatnya
tetap berkobar di dada setiap insan bangsa yang mendambakan perdamaian dan
kebebasan di Bumi Pancasila ini.
Nama Sultan Hasanuddin abadi dalam dada. Menghormati jasanya dengan mengabadikan namanya menjadi nama jalan pada hampir disetiap Kota di Nusantara. Universitas Hasanuddin sebagai salah satu universitas terkemuka di Indonesia bagian Timur, mempergunakan namanya dan memakai lambangnya "Ayam Jantan Dari Timur". Komando Daerah Militer (KODAM) XIV Hasanuddin mengabadikan namanya dan menjadikan semboyannya "Abbatireng Ri Pollipukku" (setia pada Negeriku). Dan dengan keputusan Presiden RI No. 087/TK?tahun 1973 Tanggal 6 November 1973, Sultan Hasanuddin dianugerahi gelar Pahlawan Nasional, untuk menghargai jasa-jasa kepahlawanannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar