Minggu, 18 November 2018

KISAH KASUNANAN SURAKARTA


KISAH KASUNANAN SURAKARTA

Orientasi
Kasunanan Kartasura adalah sebuah kerajaan di Pulau Jawa yang berdiri pada tahun 1680 dan berakhir tahun 1742, sebagai kelanjutan dari Kesultanan Mataram. Riwayat kerajaan yang usianya relatif singkat ini cenderung diwarnai oleh perang saudara memperebutkan takhta.  Lokasi pusat Kasunanan Kartasura berada di Kartasura, Sukoharjo, sebelah selatan pasar sekarang. Kompleks keraton sebagian besar telah menjadi pemukiman penduduk, namun masih tersisa tembok bata yang mengitari kompleks inti keraton.

Latar Belakang
Amangkurat I adalah raja terakhir Kesultanan Mataram yang memerintah dengan sewenang-wenang sejak tahun 1645. Ia juga terlibat perselisihan dengan putranya sendiri yang menjabat sebagai Adipati Anom. Pada tahun 1670 Adipati Anom menggunakan Trunajaya dari Madura sebagai alat untuk melakukan kudeta terhadap ayahnya itu.  Pemberontakan Trunajaya yang semakin besar membuatnya sulit dikendalikan lagi. Puncaknya, pada tanggal 2 Juli 1677 istana Mataram yang terletak di Plered diserbu kaum pemberontak. Adipati Anom memilih kabur bersama Amangkurat I ke arah barat.  Amangkurat I meninggal dalam perjalanan. Ia sempat berwasiat agar Adipati Anom meminta bantuan VOC untuk menumpas Trunajaya dan merebut kembali takhta.

Berdirinya Kasunanan Katasura
Sesuai wasiat ayahnya, Adipati Anom pun bekerja sama dengan VOC untuk menumpas Trunajaya. Ia menandatangani Perjanjian Jepara 1677 dengan VOC, yang berisi VOC akan membantu Adipati Anom melawan Trunojoyo, dan sebagai gantinya, VOC berhak memonopoli perdagangan di Pantai Utara Jawa. Atas bantuan VOC, Adipati Anom diangkat sebagai raja tanpa takhta bergelar Amangkurat II. Trunajaya akhirnya berhasil ditangkap dan dihukum mati awal tahun 1680.

Istana lama Mataram, yang letaknya di Plered, saat itu telah dikuasai oleh Pangeran Puger, putra Amangkurat I lainnya, yang ditugasi sang ayah untuk merebutnya dari tangan Trunajaya. Amangkurat II terpaksa membangun istana baru di Hutan Wanakarta, yang diberi nama Kartasura. Ia mulai pindah ke istana tersebut pada bulan September 1680.  Kemudian terjadilah perang antara Kartasura melawan Mataram untuk memperebutkan kekuasaan atas tanah Jawa sebagai pewaris Amangkurat I yang sah. Pada tanggal 28 November 1681 akhirnya Pangeran Puger menyerah kalah kepada Amangkurat II yang dibantu VOC. Sejak saat itu, Mataram resmi menjadi bagian dari Kartasura.

Perkembangan Selanjutnya
Amangkurat II yang naik takhta atas bantuan VOC, kemudian hari merasa sangat dirugikan dengan Perjanjian Jepara 1677. Dengan berbagai cara ia berusaha untuk melepaskan diri dari perjanjian dengan VOC, antara lain membantu perjuangan seorang buronan bernama Untung Suropati. Amangkurat II menerima dan membantu pelarian Untung Surapati di Kartasura. Kapten Tack, pemimpin pasukan VOC yang mengejar Untung Surapati tewas terbunuh di Kartasura. Untung Surapati diangkat sebagai saudara oleh Amangkurat II dan diberikan hadiah sebagai Bupati Pasuruhan pertama dengan gelar Wiranegara. Atas peristiwa itu, hubungan VOC dengan Amangkurat II memanas.

Sepeninggal Amangkurat II terjadi perebutan takhta antara Amangkurat III melawan Pangeran Puger yang bergelar Pakubuwana I (Perang Suksesi Jawa Pertama). Pada tahun 1705 Pakubuwana I berhasil mengusir Amangkurat III dan merebut Kartasura. Perang antara Pakubuwana I yang didukung VOC melawan Amangkurat III yang didukung keluarga Untung Suropati di Jawa Timur baru berakhir tahun 1708. Penobatan Puger membuktikan perjanjian antara Ki Gede Pemanahan dan Ki Juru Martani mengenai pergantian tujuh keturunan Pemanahan ke keturunan Ki Juru Martani.

Sepeninggal Pakubuwana I terjadi lagi perebutan takhta Kartasura di antara putra, yaitu Amangkurat IV yang dibantu VOC melawan Pangeran Blitar, Pangeran Purbaya, dan Pangeran Dipanegara Madiun (Perang Suksesi Jawa Kedua). Perang saudara ini berakhir tahun 1723 yang dimenangkan oleh Amangkurat IV.

Jatuhnya Kartasura
Pada tahun 1740 terjadi pemberontakan orang-orang Tionghoa di Batavia yang menjalar sampai ke seluruh Jawa. Mula-mula Pakubuwana II (pengganti Amangkurat IV) mendukung mereka. Namun ketika melihat pihak VOC unggul, ia pun berbalik mendukung bangsa Belanda tersebut.  Perbuatan Pakubuwana II justru membuat kekuatan pemberontak meningkat karena banyak pejabat anti VOC yang meninggalkannya. Akhirnya pada tanggal 30 Juni 1742 para pemberontak menyerbu Kartasura besar-besaran. Pakubuwana II pun melarikan diri ke Ponorogo.  VOC bekerja sama dengan Cakraningrat IV dari Madura dan berhasil merebut kembali Kartasura. Pada akhir tahun 1743 Pakubuwana II kembali ke Kartasura namun kondisi kota tersebut sudah hancur. Ia pun memutuskan membangun istana baru di desa Sala bernama Surakarta, yang ditempatinya sejak tahun 1745.  Babad Tanah Jawi menyebut peristiwa ini sebagai Geger Pacinan. Rusaknya kraton di Kartasura, dianggap merupakan tanda hilangnya landasan kosmogonis kraton sebagai sentrum kekuasaan, sehingga perlu dibangun kraton baru.

Kasunanan Kartasura
Daftar Raja Kasunanan Kartasura :
1.     Amangkurat II (16801702), pendiri Kartasura.
2.     Amangkurat III (17021705), dibuang VOC ke Srilangka.
3.   Pakubuwana I (17051719), pernah memerangi dua raja sebelumya; juga dikenal dengan nama Pangeran Puger.
4.     Amangkurat IV (17191726), leluhur raja-raja Surakarta dan Yogyakarta.
5.  Pakubuwana II (17261742), menyingkir ke Ponorogo karena Kartasura diserbu pemberontak; sebelum akhirnya mendirikan Surakarta.
6.  Amangkurat V (Raden Mas Garendi), penguasa terakhir di Kasunanan Kartasura sebelum akhirnya direbut kembali oleh Pakubuwana II, namun tak lama kemudian Amangkurat V pun tersingkir. Pakubuwana II kemudian pindah ke keraton yang baru, yakni Surakarta.

Mitos Akhir Babad
Masyarakat Jawa, terutama kaum bangsawan, telah terjebak pada mitos tentang runtuhnya kerajaan pada akhir abad, dan berdirinya kerajaan baru tiga tahun kemudian.  Menurut catatan para pujangga Jawa, pada tahun Saka 1400 Kerajaan Majapahit runtuh dan tahun 1403 Kesultanan Demak berdiri. Pada tahun Saka 1500 Kesultanan Demak runtuh dan tahun 1503 Kesultanan Pajang berdiri yang kemudian dilanjutkan oleh Kesultanan Mataram. Kemudian pada tahun Jawa 1600 Kesultanan Mataram runtuh dan tahun 1603 Jawa Kasunanan Kartasura berdiri.

Maka pada tahun Jawa 1700 (bertepatan dengan 1774 Masehi) terjadi kegelisahan di antara raja-raja Kasunanan Surakarta dan Kesultanan Yogyakarta, dua kerajaan bersaudara yang saling berusaha menaklukkan pada masa itu. Untuk menangkal mitos tersebut, seorang menantu Hamengkubuwana I dari Yogyakarta mengarang sebuah naskah berjudul Babad Kraton pada tahun Jawa 1703 yang isinya menyebutkan bahwa Kartasura adalah kerajaan yang runtuh mewakili tahun 1700, sedangkan Yogyakarta adalah kerajaan yang berdiri tahun 1703. Padahal runtuhnya Kartasura dan berdirinya Yogyakarta yang sesungguhnya terpaut selisih sekitar 14 tahun.  Rupanya pihak Hamengkubuwana I berusaha untuk menegaskan bahwa Yogyakarta adalah penerus yang sah dari Kartasura, bukan Surakarta sebagaimana kenyataannya.

Kepustakaan
1.    Abdul Muis. 1999. Surapati. cet. 11. Jakarta: Balai Pustaka
2. Babad Tanah Jawi, Mulai dari Nabi Adam Sampai Tahun 1647. (terj.). 2007. Yogyakarta: Narasi
3. H.J.de Graaf. 1989. Terbunuhnya Kapten Tack, Kemelut di Kartasura Abad XVII (terj.). Jakarta: Temprint
4. M.C. Ricklefs. 1991. Sejarah Indonesia Modern (terj.). Yogyakarta: Gadjah Mada University Press
5. Moedjianto. 1987. Konsep Kekuasaan Jawa: Penerapannya oleh Raja-raja Mataram. Yogyakarta: Kanisius
6. Purwadi. 2007. Sejarah Raja-Raja Jawa. Yogyakarta: Media Ilmu



Keraton Kartasura, Riwayatmu Kini...
Penulis : Kontributor Surakarta, M Wismabrata
Benteng Srimanganti masih tampak kokoh berdiri mengelilingi lahan seluas 2,5 ha yang tak lain adalah bekas lokasi keraton Kartasura. Terletak di Desa Krapyak, Kecamatan Kartasura, Sukoharjo, Jawa Tengah, keraton ini menjadi bagian penting dari sejarah kejayaan dinasti Kerajaan Mataram Islam di Jawa. Benteng Srimanganti tersebut menjadi saksi bisu Keraton Kartasura yang berdiri pada tahun 1680-1742, oleh Amangkurat II. Berawal dari pemberontakan Trunajaya dari Madura, pada tahun 1677, yang menyerbu di Keraton Mataram lama yang terletak di Plered. Saat itu Adipati Anom yang selanjutnya bergelar Amangkurat II, melarikan diri ke hutan Wanakerta, dan mendirikan Keraton Kartasura. Setelah itu, pada tahun 1681, Amangkurat II yang dibantu VOC pun memenangkan perang dengan Kerajaan Mataram dimana Pangeran Puger yang bertahta di Kerajaan Mataram Plered.

Akhirnya, Mataram berhasil dikuasai Amangkurat II. Setelah itu, perang dan pemberontakan menghiasai kisah dari Kraton Kartasura, dan yang paling terkenal terjadi pemberontakan mas Garendi pada tahun 1742 yang dibantu etnis Tionghoa menyerbu dan menghancurkan Keraton Kartasura. Saat itu, Pakubuwono II yang bertahta, melarikan diri ke Ponorogo. Pada tahun 1743, Pakubuwono II kembali ke Kartasura karena pemberontak sudah dikalahkan, namun kondisi keraton yang porak poranda dan rusak, membuat dirinya memilih untuk memindahkan keraton Kartasura ke Sala yang saat ini dikenal dengan Surakarta. Pakubuwana II menempati Kraton Surakarta pada tahun 1745. Lobang besar berdiameter dua meter di bagian utara benteng, diyakini dilakukan oleh pemberontak mas Garendi yang menerobos ke dalam keraton dengan menjebol benteng bersama sama anak buahnya.

Meskipun lobang tersebut sudah ditutup oleh pengelola, namun warga sekitar menganggap awal kehancuran Keraton Kartasura dari lobang yang dibuat para pemberontak saat itu. Warga pun menganggap lokasi tersebut wingit atau angker. Tidak sulit menemukan keberadaan Keraton Kartasura. Berada di bagian barat kota Solo, dan hanya 15 menit perjalanan menggunakan kendaraan. Sekitar 300 meter ke selatan dari jalan utama Slamet Riyadi Kartasura, benteng yang dulu melindungi keluarga kerajaan dari serbuan pemberontak, sudah terlihat. Benteng setinggi 4 meter dengan tebal 2 meter, saat ini berada di tengah perkampungan warga. Menurut dari juru kunci petilasan Keraton Kartasura, Haris (69), di bagian dalam benteng digunakan sebagai makam keluarga dan keturunannya. "Dari 2,5 hektar, 2 hektar digunakan sebagai makam," katanya. Oleh karena itu, beberapa waktu lalu, banyak warga yang datang untuk berdoa dan berziarah di tempat ini. Namun atas permintaan Keraton Surakarta, aktivitas ziarah dihentikan. Salah satu bangunan yang sering didatangi adalah bangunan utama keraton berada sebelah timur bagian dalam keraton. Tampak sebuah dua batu diatas lantai berukuran kurang lebih 4x 4 meter dengan tinggi 50 centimeter, berada di bawah pohon beringin raksasa, setinggi 20-an meter.

Suasana mistis kental terasa apalagi kondisi rumput liar yang tumbuh subur dimana mana, menunjukkan keraton Kartasura yang terbengkalai, tidak terawat. Saat ini, Keraton Kartasura berubah wujud menjadi kompleks pemakaman. Selain makam keluarga raja, di beberapa lokasi juga dibuka untuk pemakaman umum. "Namun sejak tahun 2005, lokasi ini sudah tertutup untuk pemakaman umum," kata Haris. Keraton Kartasura memiliki dua benteng. Benteng bagian dalam yaitu benteng Srimanganti, dan benteng bagian luar adalah benteng Baluarti. Namun untuk Baluarti hanya tinggal 100 meter saja yang tersisa, karena sebagian besar digunakan sebagai pemukiman penduduk. Untuk benteng Srimanganti, masih tegak berdiri meski di beberapa bagian mengalami kerusakan. Untuk bagian bangunan lainnya seperti bangunan utama keraton, Gunung Kunci (taman kerajaan), Masjid Agung, Gedong Obat (penyimpanan mesiu), Tangsi Kompeni (barak militer), sudah dibawa ke Keraton Surakarta pada tahun 1745 atau saat pemindahan keraton.

Satu-satunya peninggalan yang tersisi adalah dua benteng, Srimanganti dan Baluarti. Benteng Keraton Kartasura pun menjadi benda cagar budaya yang ditetapkan oleh Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Jawa Tengah. Cerita sejarah kejayaan Keraton Kartasura yang penuh dengan peperangan dan intrik kekuasaan bertolak belakang dengan kondisi fisik keraton saat ini. Tidak banyak wisatawan yang berkunjung, karena keraton saat ini dikenal sudah menjadi komplek makam. "Sesekali turis asing datang berkunjung, namun hal tersebut bisa dihitung dengan jari," kata Haris. Sedikitnya perhatian dari pemerintah Kabupaten Sukoharjo dan keraton Surakarta sendiri, membuat Haris dan sanak familinya merawat petilasan keraton Kartasura seadanya.

Kisah
Kasunanan Kartasura, kerajaan / Jawa Tengah
Kasunanan Kartasura: 1680 – 1745. Terletak di provinsi Jawa tengah. Kelanjutan dari Kesultanan Mataram. Lokasi pusat Kasunanan Kartasura berada di Kartasura, Sukoharjo.

Sejarah / History Kasunanan Kartasura
1.    1588-1680: Kesultanan Nagari Mataram
2.    1680-1742: Kerajaan Kasunanan Kartasura
3.    1755: Nagari Kasunanan Surakarta Hadiningrat dibentuk 1755 (sampai sekarang)
4.    1755: Nagari Kasultanan Ngayogyakarta dibentuk 1755 (sampai sekarang)
5.    1757: Kadipaten Mangkunegara dibentuk 1757 (sampai sekarang)
6.    1813: Kadipaten Paku Alam berdiri sejak 1813 (sampai sekarang).

Kasunanan Kartasura adalah sebuah kerajaan di Pulau Jawa yang berdiri pada tahun 1680 dan berakhir tahun 1742, sebagai kelanjutan dari Kesultanan Mataram.
Sri Susuhunan Amangkurat II, 1677-1703 adalah pendiri sekaligus raja pertama Kasunanan Kartasura sebagai kelanjutan Kesultanan Mataram.

Sesuai wasiat ayahnya (Amangkurat I), Adipati Anom pun bekerja sama dengan VOC untuk menumpas Trunajaya. Ia menandatangani Perjanjian Jepara 1677 dengan VOC, yang berisi VOC akan membantu Adipati Anom melawan Trunojoyo, dan sebagai gantinya, VOC berhak memonopoli perdagangan di Pantai Utara Jawa. Atas bantuan VOC, Adipati Anom diangkat sebagai raja tanpa takhta bergelar Amangkurat II. Trunajaya akhirnya berhasil ditangkap dan dihukum mati awal tahun 1680.

Istana lama Mataram, yang letaknya di Plered, saat itu telah dikuasai oleh Pangeran Puger, putra Amangkurat I lainnya, yang ditugasi sang ayah untuk merebutnya dari tangan Trunajaya. Amangkurat II terpaksa membangun istana baru di Hutan Wanakarta, yang diberi nama Kartasura. Ia mulai pindah ke istana tersebut pada bulan September 1680.
Kemudian terjadilah perang antara Kartasura melawan Mataram untuk memperebutkan kekuasaan atas tanah Jawa sebagai pewaris Amangkurat I yang sah. Pada tanggal 28 November 1681 akhirnya Pangeran Puger menyerah kalah kepada Amangkurat II yang dibantu VOC. Sejak saat itu, Mataram resmi menjadi bagian dari Kartasura.

Jatuhnya Kasunanan Kartasura
Pada tahun 1740 terjadi pemberontakan orang-orang Tionghoa di Batavia yang menjalar sampai ke seluruh Jawa. Mula-mula Pakubuwana II (pengganti Amangkurat IV) mendukung mereka. Namun ketika melihat pihak VOC unggul, ia pun berbalik mendukung bangsa Belanda tersebut. Perbuatan Pakubuwana II justru membuat kekuatan pemberontak meningkat karena banyak pejabat anti VOC yang meninggalkannya. Akhirnya pada tanggal 30 Juni 1742 para pemberontak menyerbu Kartasura besar-besaran. Pakubuwana II pun melarikan diri ke Ponorogo.

VOC bekerja sama dengan Cakraningrat IV dari Madura dan berhasil merebut kembali Kartasura. Pada akhir tahun 1743 Pakubuwana II kembali ke Kartasura namun kondisi kota tersebut sudah hancur. Ia pun memutuskan membangun istana baru di desa Sala bernama Surakarta, yang ditempatinya sejak tahun 1745. Babad Tanah Jawi menyebut peristiwa ini sebagai Geger Pacinan. Rusaknya kraton di Kartasura, dianggap merupakan tanda hilangnya landasan kosmogonis kraton sebagai sentrum kekuasaan, sehingga perlu dibangun kraton baru.

Sejarah keraton-keraton bekas kerajaan Mataram
1.  Keraton lama di Karta dibangun Sultan Agung (ayah dari Amangkurat I) antara tahun 1614 dan 1622 dan terbuat dari kayu.
2. Keraton Plered adalah kraton yang dibangun raja Amangkurat I dari Mataram. Amangkurat pindah dari kraton lama di Karta, yang dibangun Sultan Agung (ayah dari Amangkurat I) antara tahun 1614 dan 1622 dan terbuat dari kayu. Plered dibangun dengan bata. Pekerjaan pembangunan di Plered dikatakan tidak berhenti sampai tahun 1666. Letaknya di Pleret, Bantul, di sebelah timur laut Karta. Kraton Plered ditinggalkan tahun 1680 oleh putera Amangkurat I, Amangkurat II, yang pindah ke Kartasura.
3.  Keraton Kartasura dibangun oleh Sunan Amangkurat II atau Sunan Amangkurat Amral (1677-1703) dengan suatu pertimbangan bahwa Keraton Mataram Pleret sudah pernah diduduki musuh (Trunajaya).

Enam puluh enam tahun sebelum peristiwa perpindahan tersebut, Keraton Kartasura secara resmi pertama kali didiami oleh Sunan Amangkurat II (1677-1702), walau pembangunannya masih belum sempurna. Tepatnya pada tanggal 11 September 1680. Raja Mataram yang semula bernama Pangeran Adipati Anom itu merupakan raja pertama yang menempati Kartasura, keraton dan ibukota baru Kerajaan Mataram pengganti Keraton yang lama di Plered, Yogyakarta.

Ø 1745, Keraton Kartasura resmi berpindah ke Keraton Surakarta, sekitar 10 kilo meter arah timur dari keraton lama.
Ø Keraton Surakarta, Keraton ini didirikan oleh Susuhunan Pakubuwana II pada tahun 1744 sebagai pengganti Istana/Keraton Kartasura yang porak-poranda akibat Geger Pecinan tahun 1743.
Ø Perjanjian Giyanti, 1755: Wilayah Mataram dibagi dua: wilayah di sebelah timur Kali Opak dikuasai oleh pewaris tahta Mataram (yaitu Sunan Pakubuwana III) dan tetap berkedudukan di Surakarta, sementara wilayah di sebelah diserahkan kepada Pangeran Mangkubumi sekaligus ia diangkat menjadi Sultan Hamengkubuwana I yang berkedudukan di Yogyakarta.
Ø Keraton Yogyakarta. Keraton Yogyakarta mulai didirikan oleh Sultan Hamengku Buwono I beberapa bulan pasca Perjanjian Giyanti pada tahun 1755.

Raja-raja Kerajaan Kartasura
Ø 1680-1702: Amangkurat II,  pendiri Kartasura (engl.: link)
Ø 1702-1705: Amangkurat III (1702 – 1705), dibuang VOC ke Srilangka.
Ø 1705-1719: Pakubuwana I (Pangeran Puger), pernah memerangi dua raja sebelumya.
Ø 1719-1726: Amangkurat IV, leluhur raja-raja Surakarta dan Yogyakarta.
Ø 1726-1742: Pakubuwana II, menyingkir ke Ponorogo karena Kartasura diserbu pemberontakl; mendirikan Surakarta.
Ø Sri Susuhunan Pakubuwana II (lahir: Kartasura, 1711 – wafat: Surakarta, 1749) adalah raja terakhir Kasunanan Kartasura yang memerintah tahun 1726 – 1742 dan menjadi raja pertama Kasunanan Surakarta yang memerintah tahun 1745 – 1749.
Ø Sri Pakubuwono II (born 1711 in Kartasura, died 1749 in Surakarta) was the last king of Kasunanan Kartasura (ruled 1726-1742) became the first king of Kasunanan Surakarta (ruled 1745-1749).

Sumber : Google Wikipedia

 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

KABUPATEN ASAHAN PROVINSI SUMATERA UTARA

    KABUPATEN ASAHAN PROVINSI SUMATERA UTARA Orientasi Asahan ( Jawi : اسهن ) adalah sebuah kabupaten yang terletak di provinsi S...