Senin, 25 September 2023

KABUPATEN ACEH SELATAN PROVINSI ACEH


KABUPATEN ACEH SELATAN

PROVINSI ACEH

Orientasi

Aceh Selatan (bahasa AcehJawoe: اچيه تونوڠ, translit. Aceh Tunong) adalah salah satu kabupaten di Provinsi AcehIndonesia. Sebelum berdiri sendiri sebagai kabupaten otonom, calon wilayah Kabupaten Aceh Selatan adalah bagian dari Kabupaten Aceh Barat. Pembentukan Kabupaten Aceh Selatan ditandai dengan disahkannya Undang-Undang Darurat Nomor 7 Tahun 1956 pada 4 November 1956.

Kabupaten Aceh Selatan pada tanggal 10 April 2002 resmi dimekarkan sesuai dengan UU RI Nomor 4 tahun 2002 menjadi tiga kabupaten, yaitu: Kabupaten Aceh Barat DayaKabupaten Aceh Singkil dan Kabupaten Aceh Selatan.

Kecamatan yang memiliki jumlah penduduk terbanyak adalah Kecamatan Labuhan Haji, diikuti oleh Kecamatan Kluet Utara. Sementara jumlah penduduk tersedikit adalah Kecamatan Sawang. Sebagian penduduk terpusat di sepanjang jalan raya pesisir dan pinggiran sungai.

Sejarah Asal Usul Terbentuknya Kabupaten Aceh Selatan, Provinsi Aceh

Kabupaten Aceh Selatan adalah salah satu kabupaten di Provinsi Aceh, Indonesia. Sebelum berdiri sendiri sebagai kabupaten otonom, calon wilayah Kabupaten Aceh Selatan adalah bagian dari Kabupaten Aceh Barat. Pembentukan Kabupaten Aceh Selatan ditandai dengan disahkannya Undang-Undang Darurat Nomor 7 Tahun 1956 pada 4 November 1956.

Daerah Aceh Selatan pada zaman penjajahan Belanda termasuk dalam bagian Wilayah Aceh Barat yang waktu itu disebut “West Kust Van Aceh” (Daerah Aceh Barat). Bagitu juga pada zaman pemerintah Jepang disebut Nisi (juga diartikan Aceh Barat) dengan wilayahnya berbatas dengan Kabupaten Aceh Besar dan Sidikalang serta wilayah perairan, termasuk Simeulue dan Pulau Banyak.

Empat bulan setelah Indonesia merdeka, dikeluarkanlah keputusan Gubernur Sumatera Negara Republik Indonesia Nomor 70 tanggal 28 Desember 1945. Diumumkan kembali pada tanggal 15 Januari 1946 tentang pembagian Keresidenan Aceh menjadi 7 (tujuh) Luhak yaitu Luhak Aceh Besar, Luhak Pidie, Luhak Aceh Utara, Luhak Aceh Timur, Luhak Aceh Tengah, Luhak Aceh Barat dan Luhak Aceh Selatan. Luhak Aceh Selatan terdiri dari wilayah Tapaktuan, Bakongan dan Singkil.

Setelah ditetapkan Aceh Selatan menjadi Luhak dengan wilayah-wilayah sebagaimana disebutkan di atas, maka pada tanggal 23 Februari 1946 Residen Aceh dari Negara Republik Indonesia mengeluarkan Surat Penetapan/Pengangakatan Ibnoe Saadan sebagai Asisten Residen Aceh Selatan, merangkap sebagai Asisten Residen Aceh Barat.

Secara Juridis formal dengan ditetapkan Luhak Aceh Selatan melalui ketetapan Gubernur Sumatera N.R.I Nomor 70 tanggal 28 Desember 1945 dan pengangkatan Ibnoe Saadan sebagai Asisten Residen Aceh Selatan, menandai telah lahirnya Kabupaten Aceh Selatan, dengan perangkat daerah yang sangat sederhana.

Beberapa bulan kemudian, tepatnya 11 Agustus 1946, Gubernur Sumatera N.R.I dengan Surat Ketetapan Nomor 204, mengangkat kembali Ibnoe Saadan sebagai Bupati Aceh Selatan juga merangkap sebagai Bupati Aceh Barat. Namun sebelum ia dikukuhkan kembali sebagai bupati  tanggal 10 Oktober 1945, telah terbentuk Komite Nasional Kewedanan Tapaktuan yang beranggotakan 25 orang, diketahuai Ahmad Benuali wakil dari Kecamatan Tapaktuan.

Pada tanggal 5 Desember 1945, bertempat di rumah Controlir (Wedana) Tapaktuan (sekarang Losmen Bukit Barisan), Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Daerah (BPKNID) membahas suatu masalah penting yaitu tentang tuntutan adanya Kabupaten Aceh Selatan, terpisah dari Kabupaten Aceh Barat (Nisi Aceh Bunsyu).

Tuntutan pemisahan itu didasari beberapa argumentasi, sebagai berikut :

1. Kondisi alam Kabupaten Aceh Barat yang berbentangan sepanjang pesisir pantai mulai dari perbatasan Aceh Besar sampai ke perbatasan Sumatera Utara (Sidikalang) sangat luas, sehingga  menyulitkan pengawasan dan pelayanan.

2. Kurangya prasarana dan saran baik sarana perhubungan maupaun transportasi menyebabkan wilayah Selatan yang meliputi  Kewedanan Tapaktuan, Bakongan dan Singkil akan terus terisolir.

3. Keanekaragaman penduduk (heterogenitas), suku yang mendiami wilayah selatan perlu dipertimbangkan untuk dipersatukan guna menjaga keutuhan wilayah.

4. Wilayah Selatan lebih potensial dikembangkan, (baik potensi sumber daya  manusia,  maupun sumber daya alam) jika dibandingkan dengan  Meulaboh, Calang dan Simeulue.

Perkembangan selanjutnya, Komite Nasional Indonesia Daerah (KNID) meminta dukungan Komite Nasional Bakongan dan Singkil. Dukungan tersebut diterima dengan penuh harapan dan semangat untuk mengangkat status Selatan Aceh menjadi kabupaten tersendiri.

Komite Nasional akhirnya mengirimkan utusan Ahmad Benuali dan Tgk.H.Umar Thaher, menjumpai Residen Teuku Nyak Arief dan Ketua Komite Nasional Daerah Tuanku Mahmud.  Akan tetapi karena terjadinya pergantian Residen Aceh dari Teuku Nyak Arief kepada T.Chik M.Daud Syah, maka usulan Komite Nasional baru dapat dipertimbangkan pada masa Residen T.Chik M.Daud Syah.

Setelah status Aceh Selatan disetujui, maka Komite melanjutkan rapat pada bulan Mei 1946, bertempat di Sekolah Rakyat Nomor 2 Kedai Aru, dengan agenda pemilihan Bupati Aceh Selatan  pertama, setelah resmi menjadi kabupaten terpisah dari Kabupaten Aceh Barat. Dari sejumlah 25 anggota Komite, maka suara terbanyak diraih  Tgk.M.Sahim Hasyimi (16 suara).

Baru pada tanggal 10 Januari 1947, dengan Surat Ketetapan Nomor 24, Gubernur Sumatera NRI mengangkat M.Sahim Hasyimi sebagai Bupati Aceh Selatan, terhitung tanggal 15 Mei 1946, dan mengakhiri penunjukan Ibnoe Saadan dari jabatannya sebagai Bupati Aceh Selatan, dilantik secara resmi oleh T.M.Amin atas nama Residen Aceh yang saat  itu ikut dihadiri Prof. Aly Hasjmi.

Apa yang digambarkan di atas, merupakan rangkaian sejarah perjalanan panjang Kabupaten Aceh Selatan sejak Indonesia merdeka, dan saat Aceh Selatan masih menjadi bagian dari Kabupaten Aceh Barat, sampai pada pemilihan bupati definitif pertama, setelah Aceh Selatan resmi menjadi kabupaten.

Perjalanan sejarah yang panjang itu telah menimbulkan persepsi berbeda para pelaku sejarah yang masih hidup dan sehat walafiat. Perbedaan persepsi itu, telah dimediasi Bupati Drs.H.Sayed Mudhahar Ahmad, melalui Seminar dan muzakarah Sejarah dan Kebudayaan Aceh Selatan pada tanggal 14-16 Mei 1989 di Tapaktuan.

Namun hasil seminar yang ikut dihadiri para tokoh terkemuka seperti Prof.Ibrahim Hasan, Prof.Ismail Sunny, Prof.Ali Hasjmy, Prof Peunoh Daly, serta para sejarawan Aceh dan nusantara lainnya, ternyata belum berhasil merumuskan ketetapan tanggal pasti, Hari Jadi Kabupaten Aceh Selatan.

Menindaklanjuti rekomendasi hasil seminar dan usul/saran anggota DPRD Tk.II Aceh Selatan, Bupati Aceh Selatan berikutnya Drs.M.Sari Subki akhirnya membentuk Tim Pengkajian/Verifikasi, guna menjajaki, menelesuri, mengkaji dan memverifikasi hari jadi Kabupaten Aceh Selatan.

Maka melalui Surat Keputusan Bupati bernomor 130.05/44/1995, tertanggal 13 Maret 1995, ditunjuk Tim Pengkajian/Verifikasi Hari Lahirnya Kabupaten Aceh Selatan, dari putra terbaik Aceh Selatan, baik sebagai pakar dan pelaku sejarah, maupun dari kalangan teknorat dan birokrat.

Mereka yang ditunjuk sebagai Tim Pengkajian/Verifikasi Hari Jadi Kabupaten Aceh Selatan itu meliputi, Prof M.Isa Sulaiman (Ketua), Prof M.Hakim Nyakpha (Wakil Ketua), Drs.Burhan (Sekretaris) dan Murkana,SE (Wakil Sekretaris), dengan anggotanya Said Abu Bakar, Drs.Thamren Z, Dr.R.Masbar, Ir.Rustam Husen,M.Eng, Chairuddin Zakas,SH, Ir.Drs.T.Syaiful Ahmad, Drs.M.Nasir Hasan, Drs.Sudarmansyah, Ir.Basri Emka dan Drs.M.Sukarni.

Hari Jadi Kabupaten Aceh Selatan

Tim Verifikasi Hari Jadi Kabupaten Aceh Selatan telah bekerja maksimal dan membuahkan hasil gemilang, tentang Hari Jadi Kabupaten Aceh Selatan, tanggal 28 Desember 1945, sebagaiman yang dituangkan dalam Surat Keputusan Tim Verifikasi Nomor : 05/1995, Tanggal 1 Mei 1995. Keputusan tim ini mengacu pada ketetapan Gubernur Sumatera N.R.I Nomor 70 tanggal 28 Desember 1945, sebagai cikal bakal lahirnya Kabupaten Aceh Selatan dan diterima semua pihak.

Hasil rumusan Tim Pengkajian/Verifikasi Hari Jadi Kabupaten Aceh Selatan ini, kemudian direkomendasi DPRD Tk.II Aceh Selatan, melalui suratnya bernomor 135/64, tanggal 11 September 1995. Dari kedua dasar itulah, Bupati MS Subki, melalui Surat Keputusannya Nomor 2 Tahun 1995, menetapkan Hari Jadi Kabupaten Daerah Tingkat II Aceh Selatan, tanggal 28 Desember 1945.

Sumber : Kluetmedia.blogspot.com

Geografi

Batas wilayah

Kabupaten Aceh Selatan memiliki batas wilayah sebagai berikut:

Utara

Kabupaten Aceh Tenggara dan Kabupaten Gayo Lues

Timur

Kabupaten Aceh Singkil dan Kota Subulussalam

Selatan

Kabupaten Aceh Singkil dan Samudera Indonesia

Barat

Kabupaten Aceh Barat Daya

Topografi

Kondisi topografi Kabupaten Aceh Selatan sangat bervariasi, terdiri dari dataran rendah, bergelombang, berbukit, hingga pegunungan dengan tingkat kemiringan sangat curam/terjal. Dari data yang diperoleh, kondisi topografi dengan tingkat kemiringan sangat curam/terjal mencapai 63,45%, sedangkan berupa dataran hanya sekitar 34,66% dengan kemiringan lahan dominan adalah pada kemiringan kemiringan ³ 40% dengan luas 254.138.39 ha dan terkecil kemiringan 8-15% seluas 175.04 hektare selebihnya tersebar pada berbagai tingkat kemiringan. Dilihat dari ketinggian tempat (di atas permukaan laut) ketinggian 0-25 meter memiliki luas terbesar yakni 152.648 hektare (38,11%) dan terkecil adalah ketinggian 25-00 meter seluas 39.720 hektare (9,92%). Sebagian besar jenis tanah di Kabupaten Aceh Selatan adalah podzolik merah kuning seluas 161,022 hektare dan yang paling sedikit adalah jenis tanah regosol (hanya 5,213 ha).

Bentangan lautan dan daratan yang luas dinilai sangat strategis untuk dikembangkan, khususnya di sektor perikanan tangkap maupun ikan air tawar.

Pemerintahan

Bupati

Dewan Perwakilan

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Aceh Selatan

DPRK Aceh Selatan memiliki 30 anggota yang dipilih melalui pemilihan umum lima tahun sekali. Anggota DPRK Aceh Selatan yang sedang menjabat saat ini berasal dari 13 partai politik untuk periode 2019-2024 sejak 2 September 2019.[9] DPRK Aceh Selatan dipimpin oleh satu ketua dan dua wakil ketua dari partai politik yang memiliki kursi dan suara terbanyak. Pimpinan DPRK Aceh Selatan periode 2019-2024 dijabat oleh Teuku Bustami dari Partai Demokrat sebagai Wakil Ketua I sejak 28 Oktober 2019 dan Ridwan dari Partai Aceh sebagai Wakil Ketua II sejak 11 Desember 2019

Sementara itu, posisi Ketua DPRK yang menjadi milik Partai Nanggroe Aceh atas nama Amiruddin belum dilantik karena masih menunggu SK Gubernur Aceh. Amiruddin pada akhirnya resmi dilantik menjadi Ketua DPRK pada 8 Januari 2021. Berikut ini adalah komposisi anggota DPRD Kabupaten Aceh Selatan dalam dua periode terakhir.

Kecamatan

Daftar kecamatan dan gampong di Kabupaten Aceh Selatan

Kabupaten Aceh Selatan memiliki 18 kecamatan dan 260 gampong dengan kode pos 23711-23774 (dari total 243 kecamatan dan 5827 gampong di seluruh Aceh). Per tahun 2010 jumlah penduduk di wilayah ini adalah 202.003 (dari penduduk seluruh provinsi Aceh yang berjumlah 4.486.570) yang terdiri atas 99.616 pria dan 102.387 wanita (rasio 97,29). Dengan luas daerah 417.659 ha (dibanding luas seluruh provinsi Aceh 5.677.081 ha), tingkat kepadatan penduduk di wilayah ini adalah 53 jiwa/km² (dibanding kepadatan provinsi 78 jiwa/kmkm²). Pada tahun 2017, jumlah penduduknya sebesar 230.254 jiwa dengan luas wilayahnya 3.841,60 km² dan sebaran penduduk 60 jiwa/km².

Kabupaten Aceh Selatan terbentang mulai dari Kecamatan Labuhan Haji yang berbatasan dengan Kabupaten Aceh Barat Daya hingga Kecamatan Trumon Timur yang berbatasan dengan Kota Subulussalam. Pada tahun 2010, jumlah kecamatan dalam Kabupaten Aceh Selatan adalah 16 Kecamatan. Pada tahun 2011, 2 kecamatan di bagian timur yakni Trumon dimekarkan lagi menjadi 2 kecamatan lagi sehingga keseluruhan kecamatan dalam kabupaten sekarang ini berjumlah 18 kecamatan.

Berdasarkan Buku Induk Kode dan Data Wilayah Administrasi Pemerintahan Per Provinsi, Kabupaten/Kota, dan Kecamatan Seluruh Indonesia yang diterbitkan oleh Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Kabupaten Aceh Selatan yang memiliki 18 kecamatan terbagi lagi menjadi 260 desa. Kecamatan Samadua merupakan kecamatan dengan desa terbanyak (28 desa), sedangkan kecamatan dengan desa paling sedikit adalah Kecamatan Bakongan (7 desa).

Demografi

Kabupaten Aceh Selatan memiliki 3 suku asli, yaitu suku Aceh (60%), suku Aneuk Jamee (30%) dan suku Kluet (10%). Suku Aneuk Jamee merupakan para perantau Minangkabau yang telah bermukim disana sejak abad ke-15. Walau sudah tidak lagi menggunakan sistem adat matrilineal, namun mereka masih menggunakan Bahasa Minangkabau dialek Aceh (Bahasa Aneuk Jamee) dalam percakapan sehari-hari.

Suku bangsa

Kecamatan

Suku Aceh

Labuhan Haji BaratSawangMeukekPasie RajaKluet UtaraBakonganBakongan TimurKota BahagiaTrumonTrumon Tengah dan Trumon Timur.

Suku Aneuk Jamee

Kluet SelatanLabuhan HajiLabuhan Haji TimurSama DuaTapak Tuan.

Suku Kluet

Kluet TimurKluet TengahKluet Utara (mayoritas suku Aceh), Kluet Selatan (mayoritas suku Aneuk Jamee).

 

Sumber : Google Wikipedia

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

KABUPATEN ASAHAN PROVINSI SUMATERA UTARA

    KABUPATEN ASAHAN PROVINSI SUMATERA UTARA Orientasi Asahan ( Jawi : اسهن ) adalah sebuah kabupaten yang terletak di provinsi S...