KABUPATEN BANDUNG BARAT
PROVINSI JAWA BARAT
Orientasi
Sejarah Kabupaten Bandung Barat berawal dari wacana pemekaran Kabupaten Bandung menjadi 2 (dua) kabupaten yang saat itu dijabat oleh bapak H.U.Hatta Djati Permana, S.Ip. Kabupaten Bandung memiliki wilayah yang sangat luas yaitu 2.324.84 KM2 yang mengelilingi Kota Bandung dan Cimahi dipandang saat itu terlalu luas dan perlu adanya pemekaran. Berikut ini timeline terbentuknya kabupaten Bandung Barat berdasarkan beberapa referensi yang kami rangkum.
1. Tanggal 21 Juli 1999 terbitnya Keputusan DPRD Kabupaten Daerah Tingkat Ii Bandung Nomor 5, yang merupakan perwujudan dari UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang merubah secara mendasar UU Nomor 5 Tahun 1974. Tentang Persetujuan Awal Terhadap Pemekaran Wilayah Kabupaten Daerah Tingkat II Bandung sebagai jawaban atas permohonan persetujuan dari Pemerintah Kabupaten Daerah Tingkat II Bandung Melalui Surat Bupati Bandung Nomor 135/1235/Tapem Tanggal 22 Juni 1999 Perihal Permohonan Persetujuan Pemekaran Wilayah Kabupaten Dati II Bandung.
2. Tanggal 9 agustus 1999 para tokoh masyarakat Bandung Barat berkumpul membentuk Forum Pendukung Percepatan Pemekaran Kabupaten Bandung Barat yang dipimpin ketuanya Drs.H. Endang Anwar.
3. Tanggal 6 Agustus 2000 dengan dukungan YP2M sebagai lsm yang juga mendukung proses pembentukan Kabupaten Bandung Barat namun beranggotakan tokoh-tokoh masyarakat cimahi, FP3KB mengelar rapat akbar masyarakat Bandung Barat yang bertempat di kantor kawedanaan padalarang yang gemanya semakin meningkat dinamika politik di wilayah bandung barat.
4. Tanggal 16 November 2002 terbentuk Forum Peduli Bandung Barat yang diketuai Asep Suhardi, Forum Bandung Barat Bersatu yang dipimpin H.Zaenal Abidin , Drs. Ade Ratmadja , Asep Suhardi dan Asep Ridwan Hermawan., serta Forum Pemuda Bandung Barat yang dipimpin Eman Sulaeman SE, yang akhirnya membentuk wadah Komite Pembentukan Kabupaten Bandung Barat (KPPKBB) yang dipimpin oleh Drs. H. Endang Anwar.
5. Tanggal 30 Agustus 2003 melakukan deklarasi bersama agar Bandung Barat menjadi daerah otonom, Naskah Deklarasi dibacakan dan ditanda tangani berbagai elemen masyarakat Bandung Barat, yang menjadi cikal bakal lahirnya Undang-Undang Republik Indonesia No12.tahun 2007 Tentang Pembentukan Kabupaten Bandung Barat Menjadi Daerah Otonom di Provinsi Jawa Barat.
6. Tanggal 7 Januari 2004 KPKBB juga sempat menggelar demontrasi di komplek perkantoran pemerintah Kabupaten Bandung dengan mengerahkan sekitar 5000 orang dengan tuntutan percepatan proses pembentukan Kabupaten Bandung Barat.
7. Merespon tuntutan dan keinginan masyarakat di wilayah Bandung Barat, pemerintah Kabupaten Bandung menerbitkan keputusan bupati bandung nomor 135.kep.85-binpemum/2004 tentang pembentukan tim teknis penataan wilayah kabupaten bandung, dengan ketua Drs. H. Abubakar, M.Si . yang pada saat itu menjabat sebagai sekretaris daerah Kabupaten Bandung dengan tugas pokok mengkoordinasikan, mengendalikan dan merumuskan kebijakan penataan wilayah kabupaten bandung serta melakukan upaya dan langkah kerjasama dengan 6 (enam) perguruan tinggi, yaitu UNPAD, ITB, STPDN, UPI, UNPAS dan UNJANI dengan membentuk tim konsorsium perguruan tinggi dalam rangka penataan wilayah kabupaten bandung.
8. Tanggal 16 agustus 2004 perihal penataan wilayah Kabupaten Bandung, DPRD Kabupaten Bandung menetapkan keputusan DPRD Kabupaten Bandung nomor 11 tahun 2004 tentang persetujuan dewan perwakilan rakyat daerah Kabupaten Bandung terhadap pembentukan Kabupaten Bandung Barat.
9. Tanggal 23 agustus 2004 bupati Kabupaten Bandung menyampaikan surat kepada gubernur Jawa Barat nomor 135/1729/binpemum perihal persetujuan DPRD Kabupaten Bandung terhadap pembentukan Kabupaten Bandung Barat, yang pada intinya mengusulkan pembentukan kabupaten bandung barat.
10. Tanggal 22 Maret 2005 Pemerintah provinsi Jawa Barat menyampaikan surat kepada DPRD provinsi Jawa Barat untuk membahas usulan pembentukan Kabupaten Bandung Barat. selanjutnya dprd menetapkan keputusan nomor 135/kep.dprd-7/2005 tentang persetujuan terhadap pembentukan Kabupaten Bandung Barat.
11. Tanggal 11 April 2005 Gubernur Jawa Barat dengan surat nomor 135.1/1197/desen perihal usul pembentukan Kabupaten Bandung Barat di Provinsi Jawa Jarat menyampaikan kepada pemerintah melaluai departemen dalam negeri untuk ditindaklanjuti.
12. Tanggal 2 Januari 2007 ditetapkan Undang-undang Nomor 12 tahun 2007 tentang pembentukan Kabupaten Bandung Barat di Provinsi Jawa Barat yang wilayahnya terdiri atas 15 (lima belas) kecamatan yakni kecamatan lembang, parongpong, cisarua, cikalongwetan, cipeundeuy, ngamprah, cipatat, padalarang, batujajar, cihampelas, cililin, cipongkor, rongga, sindangkerta, dan kecamatan gununghalu.
13. Tanggal 19 Juni 2007, menteri dalam negeri ad interim Widodo AS atas nama presiden Republik Indonesia, meresmikan pembentukan Kabupaten Bandung Barat di Provinsi Jawa Barat dan melantik Drs. Tjatja Kuswara AS, MH, M.si sebagai pejabat Bupati Bandung Barat dengan masa jabatan paling lama 1 (satu) tahun terhitung sejak tanggal pelantikan. kewajiban dan wewenang pejabat bupati berdasarkan UU no 12 tahun 2007
14. Tanggal 8 Juni 2008 telah diselenggarakan pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah yang pertama kali di Kabupaten Bandung Barat,
15. Tanggal 17 juli 2008 Gubernur Jawa Barat Achmad Heriawan melantik Bupati dan Wakil Bupati Bandung Barat pertama Drs.H. Abubakar M.Si dan Drs. Ernawan Natasaputra dari hasil pemilihan langsung.
16. Tanggal 19 Mei 2013 telah diselenggarakan pemilihan bupati dan wakil bupati Bandung Barat untuk kedua kalinya, dan sebagai hasil pemilihan, pada hari rabu tanggal 17 juli 2013 dilantik Drs. H. Abubakar, M.Si dan Drs. H. Yayat T. Soemitra sebagai bupati dan wakil bupati Bandung Barat periode tahun 2013 – 2018.
17. Tanggal 20 September 2018 telah dilaksanakan pemilihan bupati serentak se Indonesia yang salah satunya pemilihan bupati Bandung Barat yang memilih pasangan Bupati Aa Umbara dan Wakil Bupati Hengky Kurniawan sebagai Wakil Bupati Bandung Barat untuk periode tahun 2018-2023.
Kabupaten Bandung Barat sendiri berbatasan dengan Kabupaten Purwakarta dan Kabupaten Subang di sebelah barat dan utara, Kabupaten Bandung dan Kota Cimahi di sebelah timur, serta Kabupaten Cianjur di sebelah barat dan timur. Kabupaten Bandung Barat mewarisi sekitar 1,4 juta penduduk dari 42,9% wilayah lama Kabupaten Bandung. Sedangkan ibu kota Kabupaten Bandung Barat berlokasi di Kecamatan Ngamprah yang merupakan pusat pemerintahan sampai dengan sekarang.
Sejarah
DPRD Kabupaten Bandung Barat
Berdirinya DPRD Kabupaten Bandung Barat didasarkan pada Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2007 tentang Pembentukan Kabupaten Bandung Barat di Provinsi Jawa Barat dengan pusat pemerintahan di Kecamatan Ngamprah pada tanggal 2 Januari 2007. Lahirnya Kabupaten Bandung Barat melalui pertimbangan dan proses yang panjang disamping memperhatikan aspirasi yang berkembang di masyarakat lalu dituangkan secara formal dalam surat keputusan DPRD Kabupaten Bandung tentang persetujuan pembentukan Kabupaten Bandung Barat, lalu maju ke tingkat Peovinsi Jawa Barat dan kemudian disusul dengan surat Gubernur Jawa Barat kepada MenteriDalam Negeri perihal usul pembentukan Kabupaten Bandung Barat di Provinsi Jawa Barat.
Pada tanggal 19 Juni 2007 dilantik dan ditetapkan Drs. H. Tjatja Kuswarah, SH. MH sebagai Pejabat Bupati Kabupaten Bandung Barat. Dari sinilah awal tersusunnya anggota DPRD melalui Keputusan Gubernur Provinsi Jawa Barat Nomor 171/kep.518-dekon/2007 tentang peresmian pemberhentian keanggotaan DPRD Kabupaten Bandung Barat 2004-2009 dan pengangkatan keanggotaan DPRD Kabupaten Bandung Barat masa bakti 2007-2009.
Pada tanggal 18 Oktober 2007 dilaksanakan Rapat Paripurna Istimewa Pengucapan dan Pengambilan Sumpah serta Janji Anggota DPRD Kabupaten Bandung Barat sebanyak 45 orang yang terdiri dari 15 orang pindahan dari Kabupaten Bandung (induk) dan sisanya sebanyak 30 orang dari daftar calon tetap DPRD tahun 2004. Sebagai pimpinan DPRD sementara, dipegang oleh Ir. H. Rudi Atmanto dan H. Rahmat Mulyana, SE.
Berdasarkan Keputusan Gubernur Jawa Barat Nomor 170/kep.564-dekon/2007 tanggal 14 November 2007 tentang peresmian pengangkatan Ketua dan Wakil Ketua DPRD Kabupaten Bandung Barat masa jabatan tahun 2007-2009, maka pada tanggal 21 November 2007 dilakukan pelantikan pimpinan DPRD Kabupaten Bandung Barat yang terdiri dari: Ketua Tatang Gunawan S.Ip (dari Partai Golkar), Wakil Ketua H. Rahmat Mulyana, SE. (dari PDI Perjuangan) dan Wakil Ketua Samsul Ma’arif, S. Ag. (dari PPP).
Selanjutnya disusun alat kelengkapan DPRD seperti Panitia Musyawarah, Komisi-komisi, Panitia Anggaran, Badan Urusan Rumah Tangga, Panitia Legislasi, dan Badan Kehormatan pada tanggal 21 November 2007.
Lokasi kantor Sekretariat DPRD Kabupaten bandung Barat sejak bulan Oktober 2007 sampai dengan Desember 2007 untuk sementara menempati geding di Jl. Raya Gadobangkong No, 178a bersebelahan dengan kantor DPC Partai Demokrat Kabupaten Bandung Barat. Selanjutnya pada bulan Januari 2008 s.d Juni 2010 kantor DPRD menempati lokasi di Jl. Raya Gadobangkong No. 94b. Kemudian pada bulan Juni 2010 s.d September 2012 DPRD berpindah ke Jl. Raya Batujajar KM 3,5 (pabrik Prodomo) bersatu dengan perkantoran SKPD. Pada September 2012 kantor DPRD pindah ke Jl. Raya Tagog Padalarang No. 545 hingga sekarang.
Sejarah Terbentuknya Kabupaten Bandung
Kabupaten Bandung merupakan sebuah kabupaten di Provinsi Jawa Barat, Indonesia. Ibu kotanya berada di Soreang. Pada 2020, penduduk Kabupaten Bandung berjumlah 3.583.056 jiwa dengan kepadatan 2.026,62 jiwa/km².
Kabupaten Bandung merupakan “induk” dari wilayah Bandung Raya yang kemudian dimekarkan menjadi wilayah Kota Bandung, Kota Cimahi, dan Kabupaten Bandung Barat.
Wilayahnya didominasi oleh pegunungan yang sejuk, menjadikan tempat wisata alam di Kabupaten Bandung sangatlah beragam. Kabupaten Bandung juga menjadi tempat dari hulu Sungai Citarum.
Topografi Kabupaten Bandung
Kabupaten Bandung terletak di Cekungan Bandung dengan ciri khas dataran tinggi luas di bagian tengah yang dikelilingi pegunungan di sebelah barat, selatan, utara, dan timur.
Sungai Citarum yang berhulu di Gunung Wayang mengalir di kawasan ini sebelum masuk Waduk Saguling. Sebagian besar kecamatan di kabupaten ini termasuk padat penduduk seperti Majalaya, Soreang, Banjaran, Rancaekek, Dayeuhkolot, Margahayu, Cileunyi, Baleendah, dan Bojongsoang.
Kawasan ini juga selalu dihantui banjir yang melanda setiap musim hujan karena aliran sungai yang ada di seluruh Cekungan Bandung bermuara ke Sungai Citarum ditambah drainase yang buruk, pencemaran sungai yang parah, dam dangkalnya sungai.
Adapun wilayah yang terletak di pegunungan yaitu Ciwidey, Pasirjambu, Pangalengan, dan Kertasari di selatan serta Cimenyan dan Cilengkrang di bagian utara yang jika dilihat dari peta seolah-olah terpisah dari wilayah utama Kabupaten Bandung karena terpotong Kota Bandung.
Gunung yang ada di Kabupaten Bandung antara lain: Gunung Patuha (2.334 m), Gunung Malabar (2.321 m), Gunung Papandayan (2.262 m), dan Gunung Manglayang (1.818 m).
Sejarah Kabupaten Bandung
Kabupaten Bandung lahir melalui Piagam Sultan Agung Mataram, yakni pada 9 bulan Muharram tahun Alif atau sama dengan hari Sabtu 20 April 1641 Masehi.
Bupati pertamanya adalah Tumenggung Wiraangunangun (1641-1681 M). Dari bukti sejarah tersebut ditetapkan bahwa 20 April sebagai Hari Jadi Kabupaten Bandung.
Jabatan bupati kemudian digantikan oleh salah seorang putranya yang bernama Tumenggung Nyili. Namun, Nyili tidak lama memegang jabatan tersebut karena mengikuti Sultan Banten. Jabatan bupati kemudian dilanjutkan oleh Tumenggung Ardikusumah, seorang Dalem Tenjolaya (Timbanganten) pada 1681-1704.
Selanjutnya kedudukan Bupati Kabupaten Bandung dari R. Ardikusumah diserahkan kepada putranya R. Ardisuta yang diangkat pada 1704 setelah pemerintah Hindia Belanda mengadakan pertemuan dengan para bupati se-Priangan di Cirebon.
Ardisuta (1704-1747) terkenal dengan nama Tumenggung Anggadiredja I dan setelah wafat dia sering disebut Dalem Gordah. Sebagai penggantinya diangkat putra tertuanya yang bernama Demang Hatapradja yang bergelar Anggadiredja II (1707-1747).
Pada masa pemerintahan Anggadiredja III (1763-1794) Kabupaten Bandung disatukan dengan Timbanganten. Bahkan pada 1786 dia memasukkan Batulayang ke dalam pemerintahannya.
Juga pada masa Pemerintahan Adipati Wiranatakusumah II (1794-1829) inilah ibu kota Kabupaten Bandung dipindahkan dari Karapyak (Dayeuhkolot) ke tepi Sungai Cikapundung atau alun-alun Kota Bandung sekarang.
Pemindahan ibu kota itu atas dasar perintah dari Gubernur Jenderal Hindia Belanda Daendels pada 25 Mei 1810. Alasannya yakni daerah baru tersebut dinilai akan memberikan prospek yang lebih baik terhadap perkembangan wilayah tersebut.
Setelah kepala pemerintahan dipegang oleh Bupati Wiranatakusumah IV (1846-1874), ibu kota Kabupaten Bandung berkembang pesat dan dia dikenal sebagai bupati yang progresif. Dialah peletak dasar master plan Kabupaten Bandung yang disebut Negorij Bandoeng.
Pada 1850 dia mendirikan pendopo Kabupaten Bandung dan Masjid Agung. Kemudian dia memprakarsai pembangunan Sekolah Raja (Pendidikan Guru) dan mendirikan sekolah untuk para menak (Opleiding School Voor Indische Ambtenaaren).
Atas jasa-jasanya dalam membangun Kabupaten Bandung di segala bidang dia mendapatkan penghargaan dari Pemerintah Hindia Belanda berupa Bintang Jasa sehingga masyarakat menjulukinya dengan sebutan Dalem Bintang.
Pada masa pemerintahan R. Adipati Kusumahdilaga, rel kereta api mulai dibangun, tepatnya pada 17 Mei 1884. Dengan masuknya rel kereta api ini ibu kota Bandung kian ramai. Penghuninya bukan hanya pribumi, bangsa Eropa, dan Cina pun mulai menetap di ibu kota sehingga dampaknya perekonomian Kota Bandung semakin maju.
Setelah wafat penggantinya diangkat R.A.A. Martanegara, bupati ini pun terkenal sebagai perencana kota yang cemerlang. Martanegara juga dianggap mampu menggerakkan rakyatnya untuk berpartisipasi aktif dalam menata wilayah kumuh menjadi permukiman yang nyaman.
Pada masa pemerintahan R.A.A. Martanegara (1893-1918) atau tepatnya pada 21 Februari 1906, Kota Bandung sebagai ibu kota Kabupaten Bandung berubah statusnya menjadi Gementee (Kotamadya).
Periode selanjutnya Bupati Bandung dijabat oleh Aria Wiranatakoesoema V (Dalem Haji) yang menjabat selama 2 periode. Pertama tahun 1920-1931 sebagai bupati yang ke-12 dan berikutnya tahun 1935-1945 sebagai bupati yang ke-14.
yaitu rencana pemindahan ibu kota Kabupaten Bandung yang semula berada di Kotamadya Bandung ke wilayah hukum Kabupaten Bandung, yakni daerah Baleendah.
Peletakan batu pertamanya pada 20 April 1974, yakni pada saat Hari Jadi Kabupaten Bandung yang ke-333. Rencana pemindahan ibu kota tersebut berlanjut hingga jabatan bupati dipegang oleh Kolonel R. Sani Lupias Abdurachman (1980-1985).
Atas pertimbangan secara fisik geografis, daerah Baleendah tidak memungkinkan untuk dijadikan sebagai ibu kota kabupaten karena sering dilanda banjir. Oleh karena itu, ketika jabatan bupati dipegang oleh Kolonel H.D. Cherman Affendi (1985-1990), ibu kota Kabupaten Bandung pindah ke lokasi baru yakni Soreang.
Di tepi Jalan Raya Soreang, tepatnya di Desa Pamekaran inilah dibangun pusat pemerintahan Kabupaten Bandung seluas 24 hektare, dengan menampilkan arsitektur khas gaya Priangan. Pembangunan perkantoran yang belum rampung seluruhnya dilanjutkan oleh bupati berikutnya yaitu Kolonel H.U. Djatipermana sehingga pembangunan tersebut memerlukan waktu sejak 1990 hingga 1992.
Kantor Bupati Bandung
Pada 5 Desember 2000, Kolonel H. Obar Sobarna terpilih oleh DPRD Kabupaten Bandung menjadi Bupati Bandung dengan didampingi oleh Drs. H. Eliyadi Agraraharja sebagai wakil bupati.
Sejak itu, Soreang betul-betul difungsikan menjadi pusat pemerintahan. Pada 2003 semua aparat daerah, kecuali Dinas Pekerjaan Umum, Dinas Perhubungan, Dinas Kebersihan, Kantor BLKD, dan Kantor Diklat, sudah resmi berkantor di kompleks perkantoran Kabupaten Bandung.
Pada periode pemerintahan Obar Sobarna, yang pertama dibangun adalah stadion olahraga, yakni Stadion Si Jalak Harupat. Stadion ini merupakan stadion bertaraf internasional yang menjadi kebanggaan masyarakat Kabupaten Bandung.
Selain itu, berdasarkan aspirasi masyarakat yang diperkuat oleh Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999, Kota Administratif Cimahi berubah status menjadi kota otonom.
Pada 5 Desember 2005, Obar Sobarna menjabat Bupati Bandung untuk kali kedua didampingi oleh H. Yadi Srimulyadi sebagai wakil bupati melalui proses pemilihan langsung.
Pada masa pemerintahan yang kedua ini, berdasarkan dinamika masyarakat dan didukung oleh hasil penelitian dan pengkajian dari lima perguruan tinggi, secara yuridis terbentuklah Kabupaten Bandung Barat bersamaan dengan keluarnya Undang-Undang Nomor 12 tahun 2007 tentang Pembentukan Kabupaten Bandung Barat di Provinsi Jawa Barat.
Ibu kota Kabupaten Bandung Barat terletak di Kecamatan Ngamprah. Bupati Bandung Barat masa jabatan 2008-2013 adalah Abubakar.
Mang Koko, Maestro Kecapi Sunda yang Legendaris
Tim RedaksiSabtu, 26 Maret 2022 | 12:21 WIB
NUBANDUNG.ID – Kaum milenial apakah mengenal atau minimal pernah membaca sekilas informasi mengenai seniman kahot nan cerdas dalam menciptakan kreasi musik kecapi Sunda yang satu ini? Mang Koko namanya? Sepertinya belum mengenal.
Mang Koko adalah
seniman Sunda yang keren dan terkenal karena mampu menciptakan lagu kecapi
Sunda yang sangat berkesan di hati orang yang mendengarkannya
Dikutip dari laman unpad.ac.id, Sabtu (26/03/2022), seniman karawitan Sunda ini lahir pada 10 April 1917 dan wafat 4 Oktober 1985. Mang Koko mulai aktif menulis lagu pada medio 1940-an.
Hingga akhir hayatnya, Mang Koko menghasilkan 1.000 lagu. Namun, yang berhasil diarsipkan sebesar 500 judul lagu. Hal ini menandakan bahwa sebagai seniman, Mang Koko merupakan seniman yang produktif.
Koko Koswara atau lebih dikenal dengan Mang Koko, seperti dikutip dari ensiklopedia bebas Wikipedia, punya ayah bernama Ibrahim alias Sumarta. Ayahnya masih keturunan Sultan Banten (Maulana Hasanuddin).
Ia mengikuti pendidikan sejak HIS (1932), MULO Pasundan (1935). Selepas masa pendidikan ia bekerja sejak 1937 berturut-turut di Bale Pamulang Pasundan, Paguyuban Pasundan, De Javasche Bank; surat kabar harian “Cahaya”, dan harian “Suara Merdeka”.
Lalu bekerja di Jawatan Penerangan Provinsi Jawa Barat dan menjadi guru yang kemudian menjadi Direktur Konservatori Karawitan Bandung (1961-1973). Karier yang tak kalah mentereng yakni menjadi Dosen Luar Biasa di Akademi Seni Tari Indonesia (ASTI) Bandung (sekarang Institut Seni Budaya Indonesia [ISBI]) sampai ia wafat.
Abdi seni dan karya
Bakat seni yang dimilikinya berasal dari ayahnya yang tercatat sebagai juru mamaos Ciawian dan Cianjuran. Kemudian ia belajar sendiri dari seniman-seniman ahli karawitan Sunda yang sudah ternama dan mendalami hasil karya bidang karawitan dari seorang ahli musik Sunda, yakni Raden Machjar Angga Koesoemadinata.
Ia juga tercatat telah mendirikan berbagai perkumpulan kesenian, di antaranya Jenaka Sunda Kaca Indihiang (1946), Taman Murangkalih (1948), Taman Cangkurileung (1950), Taman Setiaputra (1950), Kliningan Ganda Mekar (1950), Gamelan Mundinglaya (1951), dan Taman Bincarung (1958).
Mang Koko juga mendirikan sekaligus menjadi pimpinan pertama dari Yayasan Cangkurileung pusat, yang cabang-cabangnya tersebar di lingkungan sekolah-sekolah seprovinsi Jawa Barat.
Ia juga mendirikan dan menjadi pimpinan Yayasan Badan Penyelenggara Akademi Seni Karawitan Indonesia (ASKI), Bandung (1971). Pernah pula ia menerbitkan majalah kesenian “Swara Cangkurileung” (1970-1983). Karya cipta kakawihan yang ia buat dikumpulkan dalam berbagai buku, baik yang sudah diterbitkan maupun yang masih berupa naskah-naskah.
Misalnya “Resep Mamaos” (Ganaco, 1948), “Cangkurileung” (3 jilid/MB, 1952), “Ganda Mekar” (Tarate, 1970), “Bincarung” (Tarate, 1970), “Pangajaran Kacapi” (Balebat, 1973), “Seni Swara Sunda” atau “Pupuh 17” (Mitra Buana, 1984), “Sekar Mayang” (Mitra Buana, 1984), “Layeutan Swara” (YCP, 1984), “Bentang Sulintang” atau “Lagu-lagu Perjuangan” dan sebagainya.
Lagu-lagu hits Mang Koko
Karya-karyanya bukan hanya dalam bidang kawih, melain dalam bidang seni drama dan gending karesmen.
Dalam hal ini tercatat misalnya “Gondang Pangwangunan”, “Bapa Satar”, “Aduh Asih”, “Samudra”, “Gondang”, “Samagaha”, “Berekat Katitih Mahal”, “Sekar Catur”, “Sempal Guyon”, “Saha?”, “Ngatrok”, “Kareta Api”, “Istri Tampikan”, “Si Kabayan”, “Si Kabayan jeung Raja Jimbul”, “Aki-Nini Balangantrang”, “Pangeran Jayakarta”, dan “Nyai Dasimah”.
Saat membaca riwayat kehidupan Mang Koko, akan ditemui seorang manusia yang telah memasrahkan jiwa dan raganya demi kehidupan dan kelestarian seni, khususnya seni Sunda.
Namun ia merasa sudah cukup bila ia disebut sebagai seorang penghalus jiwa, sebab seperti diungkapkan dalam salah satu kawihnya, seni adalah penghalus jiwa.
Di antara lagu-lagunya Mang Koko yang terkenal misalnya “Kembang Tanjung Panineungan”, “Kembang Impian”, “Demi Wanci”, “Anggrek Japati”, dan sebagainya.
Bahkan lagu “Kembang Tanjung Panineungan” sangat menyayat hati. Lagu ini mengisahkan dengan begitu pilu bagaimana ceceran cerita dari masa-masa ketika revolusi dahulu. Bagi Anda orang Sunda ketika mendengarkan lagu ini, bisa-bisa Anda menangis. Luar biasa memang.
-oooooooooo oOo
oooooooooo-
Sumber : Google Wikipedia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar