KABUPATEN PONOROGO
PROVINSI JAWA TIMUR
Orientasi
Ponorogo (bahasa Jawa: ꦥꦤꦫꦒ, translit. Panaraga, diucapkan [pɔnɔrɔgɔ]) adalah sebuah kabupaten di Provinsi Jawa Timur, Indonesia. Ibukotanya adalah Kecamatan Ponorogo. Kabupaten ini
terletak di koordinat 111° 17’–111° 52’ BT dan 7° 49’–8° 20’ LS dengan ketinggian antara 92 sampai dengan 2.563 meter di atas
permukaan laut dan memiliki luas wilayah 1.371,78 km².
Kabupaten ini terletak di bagian barat provinsi Jawa Timur dan berbatasan langsung dengan provinsi Jawa Tengah atau lebih tepatnya 220 km arah barat daya dari Kota Surabaya. Pada tahun 2020, berdasarkan hasil Sensus Penduduk 2020, jumlah penduduk Kabupaten Ponorogo adalah 949.320 jiwa.
Hari jadi Kabupaten Ponorogo diperingati setiap tanggal 11 Agustus, karena pada tanggal 11 Agustus 1496, Bathara Katong diwisuda/dinobatkan sebagai adipati pertama Kadipaten Ponorogo. Pada tahun 1837, Kadipaten Ponorogo pindah dari Kota Lama ke Kota Tengah menjadi Kabupaten Ponorogo. Semenjak tahun 1944 hingga sekarang Kabupaten Ponorogo sudah berganti kepemimpinan sebanyak 16 kali.
Kabupaten Ponorogo dikenal dengan julukan Kota Reog atau Bumi Reog karena daerah ini merupakan daerah asal dari kesenian Reog. Ponorogo juga dikenal sebagai Kota Santri karena memiliki banyak pondok pesantren, salah satu yang terkenal adalah Pondok Modern Darussalam Gontor yang terletak di Desa Gontor, Kecamatan Mlarak.
Setiap tahun pada bulan Suro (Muharram), Kabupaten Ponorogo mengadakan suatu rangkaian acara berupa pesta rakyat yaitu Grebeg Suro. Pada pesta rakyat ini ditampilkan berbagai macam seni dan tradisi, di antaranya Festival Nasional Reog Ponorogo, Pawai Lintas Sejarah dan Kirab Pusaka, dan Larungan Risalah Doa di Telaga Ngebel.
Etimologi
Ponorogo berasal dari dua kata yaitu pramana dan raga. Pramana berarti daya kekuatan, rahasia hidup, sedangkan raga berarti badan, jasmani. Kedua kata tersebut dapat ditafsirkan bahwa di balik badan manusia tersimpan suatu rahasia hidup (wadi) berupa olah batin yang mantap dan mapan berkaitan dengan pengendalian sifat-sifat amarah, aluwamah / lawamah, shufiah dan muthmainah. Manusia yang memiliki kemampuan olah batin yang mantap dan mapan akan menempatkan diri di mana pun dan kapan pun berada.[8] Namun ada pula yang menyebutkan bahwa pana berarti melihat dan raga berarti badan, raga, atau diri. Sehingga arti Panaraga adalah "melihat diri sendiri" atau dalam kata lain disebut "wawas diri".
Asal-usul nama Ponorogo bermula dari kesepakatan dalam musyawarah bersama Raden Bathara Katong, Kiai Mirah, Seloaji, dan Jayadipa pada hari Jumat saat bulan purnama, bertempat di tanah lapang dekat sebuah gumuk (wilayah katongan sekarang). Dalam musyawarah tersebut disepakati bahwa kota yang akan didirikan dinamakan Pramana Raga yang akhirnya berubah menjadi Panaraga (Ponorogo).
Pendapat lain tentang asal mula nama Ponorogo diutarakan oleh Pigeaud, yang berbunyi:
[...] Saya rasa cukup pasti bahwa nama itu dapat disejajarkan dengan nama Jogorogo, nama lama dari wilayah utara Lawu. [...] Saya menyarankan untuk menyetarakan kata rogo dengan rowo [rawa], sedangkan pono dengan bono(lanskap). Secara kebahasaan, hanya sedikit yang menyangsikan ini. Telah diketahui bahwa Madiun dulunya merupakan rawa yang besar. Jogorogo dapat dipahami sebagai 'perbatasan rawa', sedangkan Ponorogo adalah perubahan linguistikselanjutnya.
Sejarah
Menurut Babad Ponorogo, berdirinya Kabupaten Ponorogo dimulai setelah Raden Katong sampai di wilayah Wengker. Pada saat itu Wengker dipimpin oleh Surya Ngalam yang dikenal sebagai Ki Ageng Kutu. Raden Katong lalu memilih tempat yang memenuhi syarat untuk pemukiman (yaitu di Dusun Plampitan, Kelurahan Setono, Kecamatan Jenangan sekarang). Melalui situasi dan kondisi yang penuh dengan hambatan, tantangan, yang datang silih berganti, Raden Katong, Selo Aji, dan Ki Ageng Mirah beserta pengikutnya terus berupaya mendirikan pemukiman.
Tahun 1482–1486 M, untuk mencapai tujuan menegakkan perjuangan dengan menyusun kekuatan, sedikit demi sedikit kesulitan tersebut dapat teratasi, pendekatan kekeluargaan dengan Ki Ageng Kutu dan seluruh pendukungnya ketika itu mulai membuahkan hasil. Dengan persiapan dalam rangka merintis kadipaten didukung semua pihak, Bathoro Katong(Raden Katong) dapat mendirikan Kadipaten Ponorogo pada akhir abad XV, dan ia menjadi adipati yang pertama.
Kadipaten Ponorogo berdiri pada tanggal 11 Agustus 1496, tanggal inilah yang kemudian ditetapkan sebagai hari jadi kota Ponorogo. Penetapan tanggal ini merupakan kajian mendalam atas dasar bukti peninggalan benda-benda purbakala berupa sepasang batu gilang yang terdapat di depan gapura kelima di kompleks makam Batara Katong dan juga mengacu pada buku Hand book of Oriental History. Pada batu gilang tersebut tertulis candrasengkala memet berupa gambar manusia yang bersemadi, pohon, burung garuda dan gajah. Candrasengkala ini menunjukkan angka tahun 1418 Saka atau tahun 1496 M. Sehingga dapat ditemukan hari wisuda Bathoro Katong sebagai Adipati Kadipaten Ponorogo yaitu hari Minggu Pon, tanggal 1 Besar 1418 Sakabertepatan tanggal 11 Agustus 1496 M atau 1 Dzulhijjah 901 H. Selanjutnya melalui seminar Hari Jadi Kabupaten Ponorogo yang diselenggarakan pada tanggal 30 April 1996 maka penetapan tanggal 11 Agustus sebagai Hari Jadi Kabupaten Ponorogo telah mendapat persetujuan DPRDKabupaten Ponorogo.
Sejak berdirinya Kadipaten Ponorogo di bawah pimpinan Raden Katong, tata pemerintahan menjadi stabil dan pada tahun 1837 Kadipaten Ponorogo pindah dari Kota Lama ke Kota Tengah menjadi Kabupaten Ponorogo hingga sekarang.
Geografi
Kabupaten Ponorogo terletak di antara 111° 17’–111° 52’ BT dan 7° 49’–8° 20’ LS. Jarak ibu kota Ponorogo dengan ibu kota Provinsi Jawa Timur (Surabaya) kurang lebih 200 km ke arah timur laut dan ke ibu kota negara (Jakarta) kurang lebih 800 km ke arah barat.
Batas Administrasi
Kabupaten Ponorogo berbatasan dengan wilayah sebagai berikut:
Kabupaten Pacitan dan Kabupaten Trenggalek |
|
Kabupaten Pacitan dan Kabupaten Wonogiri (Provinsi Jawa Tengah) |
Topografi
Kabupaten Ponorogo mempunyai luas wilayah 1.371,78 km² dengan ketinggian antara 92 sampai dengan 2.563 meter di atas permukaan laut yang dibagi menjadi 2 subarea, yaitu area dataran tinggi yang meliputi Kecamatan Ngrayun, Sooko, Pulung, dan Ngebel sisanya merupakan area dataran rendah. Sungai yang melewati ada 14 sungai dengan panjang antara 4–58 km sebagai sumber irigasi bagi lahan pertanian dengan produksi padi maupun hortikultura. Sebagian besar dari luas yang ada terdiri dari area kehutanan dan lahan sawah, sedangkan sisanya digunakan untuk ladangpekarangan.
Iklim
Kabupaten Ponorogo memiliki iklim muson tropis (Am) yang mengalami dua musim sebagai akibat dari pergerakan angin muson, yaitu musim kemarau yang disebabkan oleh angin muson timur–tenggara yang bersifat kering dan dingin dan musim hujan yang disebabkan oleh angin muson barat–barat laut yang bersifat basah dan lembap. Curah hujan paling tinggi terjadi pada periode bulan Desember, Januari, dan Februari dengan curah hujan bulanan lebih dari 200 mm per bulan. Curah hujan terendah terjadi pada periode bulan Juli, Agustus, dan September dengan curah hujan kurang dari 80 mm per bulan. Suhu di Kabupaten Ponorogo sepanjang tahun relatif sama dengan suhu rata-rata 26,4 ℃ dan suhu rata-rata terendah 21,6 ℃, dan curah hujan di wilayah ini berkisar antara 1.400–2.000 mm per tahun dengan jumlah hari hujan berkisar antara 100–150 hari hujan per tahun.
Ekonomi
Kabupaten Ponorogo memiliki fasilitas perdagangan yang cukup lengkap, fasilitas tersebut berupa pasar dan pertokoan yang tersebar di seluruh wilayah. Pasar-pasar besar Kabupaten Ponorogo antara lain Pasar Legi Songgolangit di Kecamatan Ponorogo, Pasar Wage di Kecamatan Jetis, Pasar Pon di Kecamatan Siman dan pasar-pasar lain yang umumnya buka menurut hari dalam penanggalan Jawa. Di kabupaten ini juga terdapat pasar hewan terbesar di Karesidenan Madiun, yaitu Pasar Hewan Jetis yang buka setiap hari Pahing.
Selain menyediakan kebutuhan pokok sehari-hari, keberadaan pasar tersebut juga penting dalam rangka menunjang kegiatan sistem koleksi–distribusi terhadap barang-barang kebutuhan penduduk dan beberapa komoditas pertanian yang dihasilkan oleh Kabupaten Ponorogo. Sedangkan fasilitas perdagangan yang berupa pertokoan banyak berkembang di kabupaten ini terutama toko-toko swalayan.
Produk domestik regional bruto (PDRB) tertinggi pada tahun 2019 adalah sektor pertanian dengan pendapatan 3,41 triliun dan terendah adalah Pengadaan Listrik dan Gas dengan pendapatan 13,11 miliar. Upah minimum pada tahun 2021 adalah Rp1.938.321.
Pendapatan Domestik Regional Bruto 2015–2019 (Harga Konstan 2010) tampil |
Komoditas
Komoditas unggulan Kabupaten Ponorogo yaitu sektor perkebunan dan pertanian. Sektor perkebunan komoditas unggulannya adalah kakao, tebu, kopi, kelapa, cengkih, dan jambu mete. Sektor Pertanian komoditas yang diunggulkan adalah tembakau. Beberapa komoditas pertanian dan perkebunan lainnya adalah padi, ubi kayu, jagung, kacang kedelai, dan kacang tanah. Komoditas sektor perkebunan tahun 2009 menghasilkan tebu12.985 ton, kelapa 3.915 ton, dan kopi 167 ton.
Ketersediaan lahan perkebunan pada tahun 2011 yang sudah digunakan untuk cengkih seluas 2.876 ha, jambu Mete seluas 1.340 ha, kakao seluas 1.723 ha, kelapa seluas 6.108 ha, kopi seluas 580 ha, dan tebu seluas 2.466 ha.
Demografi
Penduduk
Populasi historis |
|||
Tahun |
Jumlah |
±% |
|
1961 |
699.870 |
— |
|
1971 |
738.760 |
+5.6% |
|
1980 |
783.356 |
+6.0% |
|
1990 |
837.055 |
+6.9% |
|
2000 |
841.497 |
+0.5% |
|
2010 |
855.281 |
+1.6% |
|
2020 |
949.320 |
+11.0% |
|
Sumber: BPS Kabupaten Ponorogo |
Menurut publikasi BPS jumlah penduduk di 21 kecamatan di Kabupaten Ponorogo pada sensus penduduk tahun 2020 adalah 949.320 yang terdiri atas 474.260 laki-laki dan 475.060 perempuan dengan rasio jenis kelamin (sex ratio) sebesar 99 yang berarti jumlah penduduk laki-laki hampir sama besarnya dengan jumlah penduduk perempuan.[1] Sedangkan pada sensus penduduk tahun 2010, rasio tertinggi terdapat di Kecamatan Mlarak yaitu sebesar 128 (setiap 100 perempuan terdapat 128 laki-laki) dan rasio terendah terdapat di Kecamatan Jetis yaitu sebesar 95 (setiap 100 perempuan terdapat 95 laki-laki). Kecamatan yang paling tinggi kepadatan penduduknya adalah Kecamatan Ponorogo yaitu sebanyak 3.333 jiwa/km2 dan yang paling rendah adalah Kecamatan Pudakyaitu sebanyak 182 jiwa/km2.
Agama
Agama yang dianut oleh penduduk Kabupaten Ponorogo beragam. Menurut data dari Badan Pusat Statistik dalam Sensus Penduduk tahun 2010, penganut Islam berjumlah 839.127 jiwa (98,11%), Kristen berjumlah 2.864 jiwa (0,33%), Katolik berjumlah 2.268 jiwa (0,27%), Buddha berjumlah 261 jiwa (0,03%), Hindu berjumlah 82 jiwa (0,01%), Kong Hu Cu berjumlah 14 jiwa (0,002%), agama lainnya berjumlah 25 jiwa (0,003%), tidak terjawab dan tidak ditanyakan berjumlah 10.640 jiwa (1,24%).
Jumlah keseluruhan tempat peribadatan di Ponorogo pada tahun 2010 adalah sejumlah 4.233 buah. Masjid berjumlah 1.448 buah, Mushola berjumlah 2.754 buah, Gereja Protestan berjumlah 21 buah, Gereja Katolik berjumlah 8 buah, dan Wihara berjumlah 2 buah.
Bahasa
Bahasa yang digunakan di Kabupaten Ponorogo adalah bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi, dan bahasa Jawa Mataraman sebagai bahasa sehari-hari.
Seni budaya
Kesenian
Ponorogo memiliki banyak sekali kesenian daerah, salah satu yang terkenal adalah Reyog. Seni Reyog merupakan rangkaian tarian yang terdiri dari tarian pembukaan dan tarian inti. Tarian pembukaan biasanya dibawakan oleh 6–8 pria gagah berani dengan pakaian serba hitam, dengan muka dipoles warna merah. Berikutnya adalah tarian yang dibawakan oleh 6–8 gadis yang menaiki kuda. Tarian pembukaan lainnya jika ada biasanya berupa tarian oleh anak kecil yang membawakan adegan lucu yang disebut Bujang Ganong atau Ganongan. Setelah tarian pembukaan selesai, baru ditampilkan adegan inti yang isinya bergantung kondisi di mana seni reog ditampilkan. Jika berhubungan dengan pernikahan maka yang ditampilkan adalah adegan percintaan.
Untuk hajatan khitanan atau sunatan, biasanya cerita pendekar. Adegan terakhir adalah singa barong, yang mana pelaku memakai topeng berbentuk kepala singa dengan mahkota yang terbuat dari bulu burung merak. Namun adegan dalam seni reyog biasanya tidak mengikuti skenario yang tersusun rapi. Di sini selalu ada interaksi antara pemain dan dalang (biasanya pemimpin rombongan) dan kadang-kadang dengan penonton. Terkadang seorang pemain yang sedang pentas dapat digantikan oleh pemain lain bila pemain tersebut kelelahan.
Selain Reyog terdapat juga kesenian lain, yaitu Gajah-gajahan. Jenis kesenian ini mirip dengan hadroh atau samproh klasik, terutama alat-alat musiknya. Perbedaannya adalah terdapatnya sebuah patung gajah. Perbedaan lainnya adalah kesenian ini tidak memiliki pakem yang tetap mulai alat-alat musik, gerak tari, lagu, dan bentuk musiknya berubah seiring perkembangan zaman.
Budaya dan adat-istiadat
Kebudayaan dan adat-istiadat masyarakat Ponorogo dipengaruhi oleh kebudayaan dan adat-istiadat masyarakat Jawa Tengah. Beberapa budaya masyarakat Ponorogo adalah Larung Risalah Doa, Grebeg Suro, dan Kirab Pusaka. Masyarakat Ponorogo memiliki adat-istiadat yang sangat khas yaitu, becekan (suatu kegiatan dengan mendatangi dan memberikan bantuan berupa bahan makanan; beras, gula, dan sejenisnya kepada keluarga, tetangga atau kenalan yang memiliki hajat pernikahan atau khitanan) dan sejarah (silaturahmi ke tetangga dan sanak saudara pada saat hari raya Idulfitri yang biasanya dilakukan dengan mendatangi rumah orang yang berumur lebih tua).
Pariwisata
Terdapat beberapa objek wisata di Kabupaten Ponorogo, di antaranya objek wisata budaya, objek wisata industri, objek wisata alam, dan objek wisata religius.
Objek wisata budaya
Setiap tanggal 1 Muharram (1 Suro), pemerintah Kabupaten Ponorogo menyelenggarakan Grebeg Suro. Dalam rangkaian perayaan Grebeg Suro ini diadakan Kirab Pusaka yang biasa diselenggarakan sehari sebelum tanggal 1 Muharram. Pusaka peninggalan pemimpin Ponorogo zaman dahulu, saat masih dalam masa Kerajaan Wengker, diarak bersama pawai pelajar dan pejabat pemerintahan di Kabupaten Ponorogo, dari makam Bathara Katong (pendiri Ponorogo) di daerah Pasar Pon sebagai Kota Lama, ke Pendapa Kabupaten. Pada malam harinya, di alun-alun kota, Festival Nasional Reyog Ponorogo memasuki babak final. Esok paginya ada acara Larung Risalah Doa di Telaga Ngebel, di mana nasi tumpeng dan kepala kerbau dilarung bersama doa ke tengah-tengah telaga. Perayaan Grebeg Suro ini menjadi salah satu jadwal kalender wisata Jawa Timur. Objek wisata budaya lainnya, yaitu Taman Rekreasi Singo Pitu, Pentas Wayang Kulit, dan Reyog Bulan Purnama.
Objek wisata industri
Di Kabupaten Ponorogo terdapat beberapa sentra industri, di antaranya sentra industri seng di Desa Paju, Kecamatan Ponorogo, sentra industri jenang di Desa Josari, Kecamatan Jetis, dan sentra industri kulit di Desa Nambangrejo, Kecamatan Sukorejo.
Objek wisata alam
Beberapa objek wisata alam yang terdapat di Kabupaten Ponorogo yaitu:
Telaga Ngebel adalah sebuah danau alami yang terletak di Kecamatan Ngebel, Kabupaten Ponorogo. Kecamatan Ngebel terletak di lereng gunung Wilis. Telaga Ngebel terletak sekitar 30 km dari pusat kota Ponorogo dengan ketinggian 734 meter di atas permukaan laut. Keliling dari Telaga Ngebel sekitar 5 km dan suhu di telaga ini berkisar antara 20–26 ℃.
Taman Wisata Ngembag adalah taman wisata yang terletak di Kelurahan Ronowijayan Kecamatan Siman sekitar 3 km di sebelah timur dari pusat kota Ponorogo. Taman ini terdiri dari sumber air yang dilengkapi dengan taman bermain dan kolam renang anak. Sebelumnya Ngembag dikenal sebagai mata air yang tak terawat. Kemudian oleh Pemkab Ponorogo diubah sebagai taman kota yang dilengkapi dengan kolam renang anak dan juga beberapa permainan anak-anak.
Air Terjun Pletuk atau juga dikenal dengan nama Coban Temu adalah air terjun yang terletak di Dusun Kranggan, Desa Jurug, Kecamatan Sooko, sebelah tenggara dari pusat kota Ponorogo atau lebih tepatnya sebelah selatan dari Kecamatan Pulung. Air terjun ini memiliki ketinggian sekitar 30 meter dan berada di atas ketinggian 450 meter di atas laut. Kawasan ini dikelilingi oleh perbukitan yang menjulang tinggi dan ditumbuhi sejumlah tanaman.
Gunung Bayangkaki adalah gunung yang tak aktif yang terletak di Ponorogo, Jawa Timur, tepatnya di Desa Temon, Kecamatan Sawoo. Gunung Bayangkaki memiliki empat puncak, yakni Puncak Ijo (Gunung Ijo), Puncak Tuo (Gunung Tuo), Puncak Tumpak (Puncak Bayangkaki), dan Puncak Gentong (Gunung Gentong). Di balik indahnya alam dan kukuhnya batu-batu besar yang menjulang, Bayangkaki memiliki berbagai keunikan dan masih diselimuti dengan mitos yang terus berkembang dalam masyarakat sampai sekarang. Salah satu mitos yang berkembang dalam masyarakat adalah ketika Puncak Gentong sudah terbakar tanpa sebab berarti musim hujan akan segera tiba.
Air terjun Juruk Klenteng atau air terjun Tumpuk adalah air terjun yang terletak di Desa Tumpuk, Kecamatan Sawoo, Kabupaten Ponorogo. Air terjun ini berlokasi di perbatasan Ponorogo dan Trenggalek. Dinamakan air terjun Juruk Klenteng karena tempatnya yang menjuruk ke dalam dan diimpit dua tebing gunung bebatuan. Air terjun ini memiliki ketinggian sekitar 45 meter ini. Pada ujung bawah air terjun terdapat kolam yang airnya terlihat hijau yang disebut kedung. Menurut mitos, kedung atau lubuk tersebut adalah tembusan ke laut selatan.
Gua Lowo
Gua Lowo terletak di Kecamatan Sampung, sekitar 20 km dari pusat kota Ponorogo. Air terjun ini dinamakan Gua Lowo karena dihuni oleh banyak kelelawar. Kelelawar yang hidup di dalam gua ini bebas dan tidak mengganggu masyarakat setempat. Dalam gua ini juga ditemukan situs arkeologi yang memiliki nilai arkeologis tinggi. Lingkungan sekitar gua ini sangat alami dan dikelilingi oleh pepohonan dan batu-batuan.
Hutan wisata Kucur atau taman wisata Kucur adalah hutan wisata yang terletak di Kecamatan Badegan, sekitar 20 km ke barat. Ada sumber air (kucur) di tengah hutan jati yang juga berfungsi sebagai taman nasional dan tempat perkemahan. Selain itu, karena lokasinya yang strategis, yang terletak di antara jalan Jawa Timur dan Jawa Tengah, taman wisata Kucur sering menjadi tempat beristirahat oleh siapa saja yang melakukan perjalanan.
Air terjun Toyomerto atau dikenal juga dengan sebutan air terjun Selorejo terletak di Dusun Toyomerto, Desa Pupus, Kecamatan Ngebel, sekitar 35 km dari pusat kota. Akses ke air terjun ini medannya cukup sulit, menanjak penuh kelok dengan kanan kiri tebing curam dan membutuhkan kerja eksta untuk menuju ke sana. Namun hal itu dapat membawa pengalaman yang berbeda bagi para petualang.[36] Air terjun ini terdiri dari 2 tingkat air dalam satu aliran yang jatuh dari tebing batu. Masing-masing tingkatan memiliki ketinggian 25 hingga 30 meter. Untuk tingkat pertama dikenal dengan nama Air Terjun Selorejo Atas dengan ukuran yang lebih besar dibandingkan dengan tingkat kedua. Untuk tingkat kedua dikenal dengan nama Air Terjun Selorejo Bawah. Pada Selorejo Atas dindingnya dapat dipanjat.
Air terjun Setapak berada di Desa Banaran, Kecamatan Pulung. Akses ke air terjun Setapak ini cukup sulit karena melewati hutan hujan tropisyang sangat lebat. Air terjun ini berada di sekitar pegunungan Wilis selatan, tepatnya di utara Bukit Wolan. Air terjun ini memiliki ketinggian 13 meter dengan debit air yang cukup banyak dan dingin.
Objek wisata religius
Di Kabupaten Ponorogo terdapat dua jenis objek wisata religius, yaitu objek wisata ziarah dan objek wisata agama. Tempat ziarah di antaranya adalah Makam Bathara Katong di Desa Setono, Kecamatan Jenangan dan Makam Gondoloyo di Desa Tanjungsari, Kecamatan Jenangan. Dan objek wisata agama di antaranya adalah Mata Air Sendang Waluyo Jati yang merupakan tempat ibadah penganut Katolik, dengan sebuah Patung Maria di Desa Klepu, Kecamatan Sooko dan Masjid Tegalsari yang dibangun sekitar abad ke-18 oleh Kiai Ageng Muhamad Besari, berarsitektur Jawa dengan 36 tiang, serta kitab berusia 400 tahun yang ditulis Ronggo Warsito di Desa Tegalsari, Kecamatan Jetis.
Pendidikan
Di Kabupaten Ponorogo terdapat beberapa pondok pesantren yang melahirkan tokoh-tokoh nasional, di antaranya Nurcholis Madjid, Hasyim Muzadi, Din Syamsuddin, dan Hidayat Nurwahid. Pesantren yang tercatat di Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama untuk tahun 2008berjumlah 58 pesantren
Perguruan tinggi
1. Akademi Komunitas Negeri Ponorogo (AKNP)[40]
2. Universitas Muhammadiyah Ponorogo (UNMUHPO)
3. Universitas Merdeka Ponorogo (UMP)
4. Institut Agama Islam Negeri Ponorogo (IAIN Ponorogo)
5. Institut Agama Islam Sunan Giri Ponorogo (INSURI Ponorogo)
6. Universitas Darussalam Gontor (UNIDA Gontor)
7. Institut Agama Islam Riyadlotul Mujahidin (IAIRM)
8. Akademi Keperawatan (AKPER) Pemkab Ponorogo
9. Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP) PGRI Ponorogo
10. Sekolah Tinggi Kesehatan (STIKES) Busana Husada Ponorogo
11. Akademi Kebidanan Harapan Mulya Ponorogo
Pondok pesantren
1. Pondok Modern Darussalam Gontor
2. Pondok Pesantren Wali Songo Ngabar
3. Pondok Pesantren Al-Islam Joresan
4. Pondok Modern Arrisalah Slahung
5. Pondok Pesantren Darul Huda Mayak
6. Pondok Pesantren Al-Iman Sumoroto
7. Pondok Pesantren Darun Najah
8. Pondok Pesantren KH Syamsuddin Durisawo, Nologaten
9. Pesantren Putri Al-Mawaddah Coper
10. Pondok Pesantren Hudatul Muna Jenes
11. Pondok Pesantren Putra Chasanul Hidayah Bajang Balong Ponorogo
12. Pondok Pesantren Putri Darus Sa'adah Bajang Balong Ponorogo
13. Pondok Pesantren Al-Amin Ronowijayan Ponorogo
14. Pondok Pesantren Ittihadul Ummah Jarakan Ponorogo
15. Pondok Pesantren Nurul Qur'an Pakunden Ponorogo
Transportasi
Ibu kota Kabupaten Ponorogo terletak 27 km sebelah selatan Kota Madiun, dan berada di jalur Madiun–Pacitan. Transportasi yang sekarang banyak digunakan adalah kendaraan bermotor, baik kendaraan roda dua maupun roda empat. Ada sebagian kecil menggunakan sepeda angin (sepeda onthel). Terminal utama Kabupaten Ponorogo adalah Terminal Seloaji yang terletak di sebelah utara Kabupaten Ponorogo yaitu di Kecamatan Babadan.
Kendaraan tradisional
Masih ada kereta yang ditarik kuda (dokar) yang digunakan sebagai alat transportasi utama. Dokar biasa digunakan di daerah pedesaan, terutama untuk mengangkut pedagang yang hendak menuju pasar-pasar tradisional. Selain itu ada juga dokar yang khusus difungsikan sebagai kereta wisata, yang biasa digunakan untuk mengelilingi Kota Ponorogo.
Bus dalam kota
Untuk menghubungkan pusat kabupaten dengan kecamatan-kecamatan di pinggiran tersedia pula bus mini yang relatif ekonomis. Untuk pelajar misalnya, cukup dikenakan tarif Rp1.000 hingga Rp2.000. Bus mini ini beroperasi mulai setelah subuh hingga menjelang sore. Ada 3 trayek utama bus mini di Ponorogo. Setiap trayek akan memutar melewati Alun-alun Kabupaten Ponorogo–Jalan MT. Haryono–Pabrik Es–Terminal Seloaji–Ngrupit–Pasar Pon–Jeruksing–Terminal Lama–Jenes. 3 trayek tersebut adalah:
Terminal Seloaji–Dengok–Jetis–Sambit–Sawoo
Terminal Seloaji–Dengok–Balong–ke Slahung / ke Bungkal
Terminal Seloaji–Tambak Bayan–Badegan–Purwantoro
Angkodes
Juga ada angkutan sejenis angkot yaitu Angkodes (angkutan pedesaan) yang merupakan salah satu transportasi umum di Kabupaten Ponorogo untuk daerah-daerah yang tidak dilewati jalur bus seperti Mlarak, Pulung, Sooko, atau Sumoroto.
Bus antarkota
Berpusat di terminal Seloaji, bus antarkota menghubungkan Ponorogo dengan kota-kota di Jawa Timur. Beberapa bus antarkota yang cukup populer di Ponorogo di antaranya:
Ponorogo–Surabaya yang dilayani armada bus Restu, Jaya, Mandala, dan beberapa armada bus antarkota lainnya
Ponorogo–Trenggalek–Tulungagung–Blitar yang dilayani oleh armada bus Jaya
Ponorogo–Madiun yang dilayani oleh armada bus Cendana
Ponorogo–Pacitan yang dilayani oleh armada bus Aneka
Kereta api
Dahulu ada Jalur kereta api Madiun-Ponorogo-Slahung tetapi sudah tidak berfungsi sejak tahun 1988. Sempat berembus rencana pengaktifan kembali jalur kereta ini yang telah disetujui oleh Wakil Menteri Perhubungan Indonesia E.E. Mangindaan.[41] Namun tentu saja hal ini sulit untuk direalisasikan mengingat sebagian besar jalur kereta yang dulu dipergunakan sekarang telah ditimpa berbagai macam bangunan.
Makanan Khas
Beraneka jenis makanan khas tersedia di Ponorogo. Sate Ponorogo merupakan salah satu jenis sate yang berasal dari daerah Ponorogo. Sate Ponorogo berbeda dengan Sate Madura. Perbedaannya adalah pada cara memotong dagingnya. Dagingnya tidak dipotong menyerupai dadu seperti sate ayam pada umumnya, melainkan disayat tipis panjang menyerupai fillet, sehingga selain lebih empuk, lemak pada dagingnya pun bisa disisihkan. Ukuran sate Ponorogo relatif lebih besar dengan irisan memanjang. Karena ukuran yang memanjang ini, satu tusuk sate Ponorogo biasanya hanya berisi satu atau dua potong daging. Perbedaan berikutnya adalah sate Ponorogo melalui proses perendaman bumbu (dibacem) agar bumbu meresap ke dalam daging.
Selain sate, juga terdapat Pecel Ponorogo. Perbedaan Pecel Ponorogo dengan pecel di daerah lainnya adalah bumbu kacangnya kental dan pedas serta mempunyai unsur rasa yang khas dengan aroma yang kuat. Sayur-sayurannya lengkap, taoge yang dipakai bukan berasal dari kacang hijau tetapi dari kedelai. Biasanya dilengkapi dengan petai cina (lamtoro) dan mentimun yang diiris kecil-kecil. Pecel Ponorogo juga dilengkapi dengan rempeyek atau tempe goreng. Cara penyajiannya pun berbeda dengan pecel di daerah lain. Pecel ini disajikan dengan nasi lalu sayur dan disiram sambal, kemudian diberi sayur dan sambal lagi, lalu lalapan kemudian tempe goreng atau rempeyek
Terdapat juga minuman khas dari Ponorogo, yaitu Dawet Jabung. Dawet Jabung mirip dengan es cendol, namun cendol yang dipakai terbuat dari tepung aren dan tanpa bahan pewarna, sehingga warnanya alami. Kuah dawetnya terdiri dari santan kelapa muda yang ditambah dengan gula aren dan sedikit garam. Biasanya ditambahkan tapai ketan dan irisan buah nangka. Dawet ini disajikan dalam mangkuk kecil dan ditambah dengan es batu. Dinamakan Dawet Jabung, karena asal dari dawet ini berasal dari Desa Jabung salah satu desa di Kecamatan Mlarak.
Beberapa jajanan khas Ponorogo adalah Jenang Mirah, Gethuk Golan, dan Arak Keling. Dinamakan Jenang Mirah karena pembuat jenang ini adalah Ibu Mirah. Jenang Mirah berasal dari Desa Josari. Merupakan makanan khas Ponorogo yang dibuat dari beras ketan, gula kelapa dan santan buah kelapa, tanpa bahan pengawet. Jenang Mirah termasuk makanan basah karena hanya tahan satu minggu, kecuali dimasukkan ke dalam lemari es. Jenang Mirah sangat mudah ditemui di toko oleh-oleh khas Ponorogo.
Selain Jenang Mirah, Juga ada arak keling, yaitu jajanan khas dari Desa Coper. Arak keling terbuat dari pati ketela pohon yang dicampur dengan telur lalu dibentuk seperti angka 8 dan digoreng sampai kering lalu diberi gula pasir yang direbus dahulu sampai kental hingga merata. Selain Jenang Mirah dan Arak Keling, ada pula Serabi Kuah khas Ponorogo, perbedaan serabi ini dengan serabi lain karena dimasak dengan kompor dan wajan dari tanah liat dan rasa serabi yang gurih ditambah dengan kuah santan yang manis, biasanya penjual serabi bisa dijumpai di sekitar Alun-Alun Ponorogo.
-oooooooooo oOo oooooooooo-
Sumber : Google Wikipedia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar