KISAH
NYAI DASIMAH
(LEGENDA
BETAWI)
Orientasi
Ketika,
sejak zaman “kuda
gigit besi” hingga “teknologi
digital real time” yang akan tetap menggerayangi seluruh lini
kehidupan, ternyata perbedaan ras atau etnis, cinta, ketidaksetiaan terhadap
komitmen, hingga penaklukan lewat guna-guna dan praktek dukun, masih bisa
dengan mudah dapat tetap ditemui hingga kini.
Cerita ini diambil
dari sebuah buku karangan G. Francis (Gijsbert Francis a.ir) yang terbit pada
tahun 1896, ditulis berdasarkan kisah nyata kehidupan seorang istri simpanan
yang bernama Dasima, gadis dusun Kuripan, Bogor. Ia menjadi
nyai (perempuan yang dijadikan gundik tanpa dinikahi) atau istri simpanan
seorang pria berkebangsaan Inggris bernama Edward William, salah satu orang
kepercayaan Letnan Gubernur Sir Thomas Stamford Raffles pada zaman pemerintahan
Hindia-Belanda. Oleh sebab itu, akhirnya Nyai Dasima pindah ke Batavia.
Lokasi cerita terjadi di sekitaran Tangerang dan Batavia pada tahun
1813-1820-an.
Karena kecantikan dan
kekayaannya, Nyai Dasima menjadi terkenal. Samiun seorang tukang sado yang
bersemangat ingin memperistrinya, meminta dukun bernama Mak Buyung agar Nyai
Dasima menerima cintanya. Akhirnya Nyai Dasima dinikahi
walaupun Samiun sudah beristri. Namun setelah berhasil dijadikan istri mudanya,
Nyai Dasima hanya disia-siakan Samiun, dan kejadian tragis yang mengerikan,
akhirnya pun terjadi.!
Cantiknya Nyai Dasima
Perempuan
yang bahenol itu cantik sekali pada zamannya. Karena kecantikannya, tuan Edward
terpikat dan berupaya dengan berbagai cara untuk mendapatkannya. Ia adalah
Dasima, wanita yang berasal dari dusun Kahuripan, letaknya di sebelah kanan
desa Cise’eng, setelah menempuh perjalanan 10 kilometer dari Kawasan Parung,
(dulu masuk wilayah) Bogor, (kini) Jawa Barat.
Dasima
wanita cantik yang enggan hidup melarat. Karenanya Dasima dengan senang hati
menjadikan dirinya sebagai wanita piaraan tuan Edward. Hasil hubungan mereka
membuahkan seorang anak wanita bernama Nancy. Meskipun telah beranak, Dasima
tetap cantik seperti masa perawannya. ltulah yang mendorong tuan Edward
laki-Iaki asal Inggris tak segan-segan memberikan sebuah rumah serta para
pembantu yang siap melayani keperluan Dasima. Semula Dasima dan tuan Edward menetap
di Curug Tangerang, kemudian pindah ke Pejambon Batavia. Setiap lelaki dewasa
yang lewat didepan rumahnya, manakala melihat Nyai Dasima, maka menitiklah air
liur mereka.
Bagi
mereka yang telah beristeri, tumbuh sesaat penyesalan mengapa tidak beristerikan
wanita itu saja, pastilah hidup bahagia, cahaya kecantikan yang terpancar dari
bola matanya, bersih kencang kulitnya dan liuk lekuk tubuhnya yang bagai gitar.
Bagi lelaki perjaka dan duda, ada setetes keinginan untuk memperisterikan Nyai
Dasima. Sungguh, ada magnit yang melekat ditubuhnya membuat lelaki secara
refleks mengalih pandang kearah rumah Dasima dan berharap bisa melihat meskipun
sehelai rambut lewat jendela.
Cinta Ditolak, Dukun Bertindak
Seorang
lelaki tukang sado lokal bernama Samiun yang beruntung, karena punya paman
seorang tentara dengan jabatan Komandan Onder Distrik Gambir, sehingga punya
peluang untuk berkesempatan masuk ke rumah Nyai Dasima atas urusan pamannya. Samiun
sekalipun telah beristerikan Hayati, tetapi melihat Nyai Dasima, goncanglah
ketahanan jiwanya. Hayati isterinya yang dahulu dipuja dan diburu kini baginya
hampir bagaikan kendaraan tua rongsokan bilamana dibandingkan dengan Nyai
Dasima ibarat kereta kencana para raja.
Samiun
tergila-gila dan merubuhkan pilar imannya, menghalalkan segala cara untuk bisa
mendapatkan seorang Nyai Dasima yang dimatanya bagaikan Cleopatra seperti dalam
Mitologi Yunani ataupun bagaikan Sinta dalam cerita pewayangan. Samiun dengan
segala daya upaya mengumpulkan uang, lalu mencari Haji Salihun di Pecenongan
untuk minta guna-guna agar bisa memetik kuntum Pejambon, Nyai Dasima yang
cantik rupawan. Samiun dengan akal liciknya berhasil menyuap mak Buyung untuk
menjadi perantara sekaligus ujung tombak panah asmaranya agar bisa menancap
direlung hati Nyai Dasima. Berbekal sehelai rambut Nyai Dasima yang diperoleh
lewat tangan kotor, Mak Buyung mulai mengendalikan permainan mistik.
Nyai
Dasima berubah, kini Samiun dimatanya adalah pria tergagah di Batavia, yang tak
sebanding bilaman dijejer dengan Edward yang tak lebih dari lelaki tua karatan
yang tak ada harga di pasar Senen. Melalui permainan mistik, Nyai Dasima
menyongsong Samiun yang menanti ditepi kali dengan getek bambu. Mereka pergi ke
rumah Mak Soleha ibunya Samiun. Nyai Dasima menetap di rumah itu, di bilangan
Kwitang yang dulunya berawal dari kata Kwee
Tang Kiam, seorang pendekar China di Batavia yang terkenal
dimasanya.
Ingin Kaya, Samiun Nikahi Dasima Sebagai Istri
Kedua
Sebelum
menggelar rencana, Samiun telah berkolusi dengan Hayati sang isteri. Dengan
janji harta untuk Hayati, disetujui Samiun menikahi Nyai Dasima dengan harapan
dapat meraup harta. Persetujuan isterinya membuat Samiun percaya diri dalam
mendapatkan Nyai Dasima. Perempuan cantik kembangnya Pejambon, kini berada
dalam rumahnya, menurutnya seperti kerbau dicucuk hidungnya. Samiun memanggil
penghulu agama dan pernikahan dilangsungkan. Ketika pernikahan berlangsung di
tangan Nyai Dasima ada nilai harta sebesar 6000 Gulden, suatu jumlah yang
sungguh banyak dibanding gaji seorang wedana di Batavia tak lebih dari 50
Gulden.
Samiun
menyayangi Nyai Dasima, demikian juga dengan Mak Soleha ibu kandungnya serta
Hayati istri pertamanya. Namun berangsur hari semakin surut rasa sayang
tersebut karena harta yang dibawa Nyai Dasima semakin berkurang dan akhirnya
ludes. Kini, Nyai Dasima justru menjadi beban mereka. Sebenarnya masih ada
hartanya, tetapi di Pejambon dan itu tak mungkin diambil. Melihat perilaku
Hayati, Mak Soleha dan Samiun yang berubah total, Nyai Dasima sadar bahwa
dirinya menjadi objek Samiun, Hayati dan Mak Soleha.
Nyai
Dasima tak tahan lagi dan minta cerai. Samiun setuju menceraikan dengan syarat
harta Nyai Dasima yang ada di Pejambon pemberian tuan Edward harus diserahkan
pada Samiun. Hayati sangat berperan dalam menentukan langkah Samiun. Hayati
terus mendesak agar Samiun bisa memperoleh harta Nyai Dasima. Dengan berbagai
upaya Samiun mencoba melunakkan hati Nyai Dasima agar bersedia mengalihkan
hartanya, tetapi hal itu sulit dilakukan Nyai Dasima. Tidak mungkin ia kembali
ke Pejambon menemui tuan Edward, jangan-jangan kemurkaan dan penjara yang
didapatnya karena telah mempermalukan tuan Edward dimata orang Belanda dan
Eropa umumnya.
Jatuh Miskin, Samiun Ceraikan Dasima Istri
Keduanya
Samiun
akhirnya menceraikan Nyai Dasima tetapi tak mendapatkan hartanya. Tapi Nyai
Dasima tetap berada di rumah Samiun karena tak punya saudara di Batavia, ia tak
punya uang lagi untuk pulang ke kampungnya, iapun tak punya keberanian menemui
tuan Edward untuk memohon pengampunan atas kecurangan yang dilakukannya. Hayati
menjadi semakin kesal melihat Nyai Dasima yang telah berubah menjadi beban bagi
keluarganya. Hayati mendesak Samiun untuk menyingkirkan Nyai Dasima.
“Buat apaan dia disono kalo nyusahin kite Un,”
ujar Hayati pada Samiun.
“Sabar, gue pan mesti mikiri pegimane caranye,”
jawab Samiun.
Samiun
yang terus didesak oleh Hayati untuk mengusir Nyai Dasima karena sudah tidak
bermanfaat lagi baginya, serta ketidaktepatan janjinya juga, maka Samiun linglung
dan mengambil keputusan penuh, yaitu menghabisi nyawa Nyai Dasima. Untuk
melakukan hal itu Samiun tak sanggup sendiri, perlu menggunakan tangan orang
lain. Maka, Samiun menyewa bang Puase, seorang jagoan dari Kwitang dengan upah
100 Pasmat. Samiun merundingkan teknis pelaksanaan penghabisan nyawa Nyai
Dasima. Akhirnya mereka menyepakati cara terbaik yang harus dilakukan, Samiun
menyerahkan panjar sebesar 5 pasmat kepada bang Puase kemudian kembali ke
rumahnya. Sikap Samiun mengembangkan senyum yang manis sekali kepada Nyai
Dasima membuat Mak Soleha menjadi kaget, mengapa Samiun bukannya mengusir Nyai
Dasima malah berbaikan? Hayati yang mendengarkan cerita dari Mak Soleha tentang
sikap bang Samiun menjadi sangat kesal. Ingin saja ia pergi ke rumah itu untuk
menghabisi nyawa Nyai Dasima.
Jebakan Samiun: Ketika Ketidaksetiaan
Dibalut Cinta
Sikap
Samiun yang simpatik dan terkesan melindunginya justru membuat semangat Nyai
Dasima tumbuh dan hadir kembali perasaan untuk menyayangi Samiun. Samiun
mengajak Nyai Dasima ke kampung Ketapang untuk mendengarkan pertunjukan “tukang cerite” atau “seni tutur” tentang Amir Hamzah.
Pertunjukkan “tukang cerite” berada di Gang Ketapang (depan Sawah Besar, Jalan
Gajah Mada).
Dasima
yang telah melimpahkan harapannya kepada Samiun langsung setuju dengan ajakan
tersebut. Nyai Dasima berharap mungkin malam ini adalah malam terindah dalam
hidupnya dengan Samiun, dapat berjalan dibawah sinar rembulan sambil
bercengkerama menumpahkan perasaannya selama ini terkandas di dasar lautan
kebencian Hayati dan Mak Soleha. Nyai Dasima segera bersolek secantik mungkin
dengan memakai pakaian paling indah yang masih dimilikinya. Mak Soleha ibunda
Samiun malah menjadi jijik dan hampir saja meludahi muka Nyai Dasima, untung
ada Samiun sehingga masih ada rasa segan pada sang anak.
Mak
Soleha memanggil Samiun dan berkata, “Un apa gue nggak saleh liat?”
“Ada ape
nyak ?”
“Bukannye orang ntu udah lu cerai-in ?”
“Pan dulu nyak, sekarang pan laen.”
“Laen apenye? ape elmu pelet lu udah ngebalik ame diri lu ndiri?”
“Lha kagak nyak,” jawab Samiun.
“Bukannye orang ntu udah lu cerai-in ?”
“Pan dulu nyak, sekarang pan laen.”
“Laen apenye? ape elmu pelet lu udah ngebalik ame diri lu ndiri?”
“Lha kagak nyak,” jawab Samiun.
Mak
Soleha menjadi aneh dengan perilaku Samiun, jangan-jangan ilmu pelet Samiun
menjadi bumerang buat Samiun sendiri. Hayati yang mendengarkan laporan Mak
Soleha kelihatannya acuh tak acuh. Hayati sendiri sudah hilang kesabaran atas
janji Samiun yang akan memberikan harta yang banyak buatnya. Sekarang Hayati
masa bodoh, tak ada gunanya berharap lagi dan rasanya tak ada urusannya lagi
dengan Nyai Dasima dan Samiun.
“Ti… lu kok masa bodoh ?” tanya
Mak Soleha keheranan.
“Abis, mau diapain lagi? gua kagak percaya ame Samiun”.
“Kalau Samiun jadi pegi ame Dasima trus kagak balik lagi, pegimane ?”.
“Biarin aje, gue juga bisa cari lelaki laen!”
“Astaghfirullah !”
“Percuma nyak ngucap kalu niatnya kagak baek ame ntu orang.”
“Abis, mau diapain lagi? gua kagak percaya ame Samiun”.
“Kalau Samiun jadi pegi ame Dasima trus kagak balik lagi, pegimane ?”.
“Biarin aje, gue juga bisa cari lelaki laen!”
“Astaghfirullah !”
“Percuma nyak ngucap kalu niatnya kagak baek ame ntu orang.”
Mak
Soleha menjadi kaget dengan pernyataan Hayati seakan menuding dirinya ikut
dalam permainan kotor mendapatkan harta milik Nyai Dasima. Mak Soleha menjadi
benci dengan Hayati dan bertekad minta pada Samiun justru untuk menceraikan
Hayati, biarlah dengan Nyai Dasima saja. Mak Soleha berubah pikiran dan
menyesali sikapnya yang sempat membenci Nyai Dasima belakangan ini. Mak Soleha
segera kembali ke rumahnya tetapi mendapati Samiun dan Nyai Dasima telah pergi.
Samiun dan Nyai Dasima akhirnya pergi ke Ketapang. Mereka bergandengan tangan
bagaikan dua sejoli yang baru mengenal cinta pertama. Sambil berjalan, Samiun
kelihatan gugup. Ingin saja ia mengurungkan niat untuk tidak jadi pergi, tetapi
menjadi bimbang manakala mengingat Hayati yang terus mendesaknya, dan Mak
Soleha yang selalu menatap dengan nanar dan lecehan.
“Rangkulin
pinggang aye Un,” pinta Nyai Dasima,
“Ah, kayak orang baru demenan aje,” sahut Samiun.
“Ah, kayak orang baru demenan aje,” sahut Samiun.
Tetapi
tangannya lalu melingkari pinggang Nyai Dasima. Tiba-tiba Samiun menghentikan
langkah, Nyai Dasima ikut berhenti dan bertanya.
“Ade ape Bang Miun ?”
“Kite jalan sono aje.”
“Pan jalan Ketapang lewat sini. “
“Abang kuatir kalo-kalo ada opas Belande, nanti kita bisa di tangkap, lagian tuan Edward pasti masih nyariin elu.”
“Kite jalan sono aje.”
“Pan jalan Ketapang lewat sini. “
“Abang kuatir kalo-kalo ada opas Belande, nanti kita bisa di tangkap, lagian tuan Edward pasti masih nyariin elu.”
Mereka
menggunakan jalan lain, jalan setapak yang akan melewati sebuah kali dengan
jembatan titian bambu. Di ujung tepian kali tempat menyeberang, Samiun
melepaskan Nyai Dasima sendiri di belakang, bukannya justru menuntun tangan
Nyai Dasima agar tidak terpeleset manakala sedang menyeberang jembatan. Saat
berada ditengah jembatan, Nyai Dasima tertinggal di belakang dan memanggil
Samiun tetapi Samiun meneruskan langkah untuk sampai ke tepian seberang kali.
Dalam kesempatan itu, sebuah bayangan muncul.
Bayangan
seorang lelaki kekar dengan sigap memburu kearah Nyai Dasima sambil mengirimkan
pukulan maut ke tengkuk Nyai Dasima tapi pukulan itu meleset karena Nyai Dasima
sempat melangkah sebelum tangan lelaki kekar itu mendarat. Namun pukulan itu
tak meleset sama sekali, yang tetap terkena bagian belakang dan sakitnya bukan
main, Nyai Dasima menjerit memanggil Samiun. Tapi Samiun dengan tenang dan
mencibir ia berkata, “Ajal elu
udah sampe, biarin, pasrahin aje diri lu..!“ Nyai Dasima berusaha
lari untuk minta perlindungan pada Samiun yang telah berdiri di seberang tepian
kali. Namun memang sudah naas bagi Nyai Dasima, sebuah pukulan keras yang
keluar dari tangan seorang jagoan terkenal Bang Puase, mendarat tepat pada
posisi yang sensitif di bagian tengkorak kepala.
Seketika,
Nyai Dasima rubuh bagai daun kering diterjang badai gurun. Mata sebelah
kanannya melotot, lidah terjulur keluar yang sebagian putus tergigit gigi yang
merapat akibat tekanan dari atas, darah mengucur dari hidung dan mulut, Nyai
Dasima rubuh.
Lalu,
Bang Puase menyongsong dengan golok tergenggam, langsung menggorok leher Nyai
Dasima. Tamatlah ajal Nyai Dasima yang disertai semburan darah yang keluar dari
urat di lehernya. Samiun berdiri terpaku, kemudian memburu Nyai Dasima yang
telah berubah menjadi seonggok bangkai manusia. Samiun mengangkat mayat Nyai
Dasima dengan kedua belah tangannya.
Kenangan
indah ketika baru pertama kali menjadi isterinya tetap terlihat lewat mata Nyai
Dasima yang terbuka, bagaikan filem romantis yang digulung ulang, seketika
terekam saat-saat bahagia selama ini yang justru membuat Saimun yang sok
ganteng, menitikkan air mata. Setelah beberapa saat, Bang Puase dan Samiun
berembuk sebentar untuk membuang mayat Nyai Dasima di kali Ciliwung, kemudian
mereka melemparkanlah mayat Nyai Dasima ke kali Ciliwung.
Namun
ternyata ada beberapa saksi mata, Si Kuntum yang berjalan bersama Bang Puase
diancam akan dibunuh bila membuka rahasia kematian Nyai Dasima. Sementara di
seberang kali, dibalik rerimbunan pohon, ada penduduk lokal Musanip dan Ganip
yang sedang memancing, mereka juga menyaksikan peristiwa itu dengan jelas, dan
keduanya ketakutan, bersembunyi agar tidak diketahui oleh Bang Puase. Isteri
Musanip yang rumahnya berdekatan dengan peristiwa itu terjadi, sempat mendengar
jeritan Nyai Dasima, dan mengintip melalui celah dinding bambu rumahnya, juga
ikut ketakutan jika diketahui oleh Bang Puase. Bangkai Nyai Dasima hanyut
terbawa arus kali Ciliwung. Bangkai tersebut kemudian menyangkut di tangga
tempat mandinya tuan Edward, orang yang pemah memeliharanya sebagai isteri
piaraan.
Tuan
Edward sangat terpukul dan menangis setelah melihat bangkai tubuh yang telah
rusak mengenaskan dan sudah mengambang tak bernyawa, ternyata adalah Nyai
Dasima, istri simpanannya. Tuan Edward segera melaporkan ke polisi tentang
kematian Nyai Dasima. Di depan polisi tuan Edward mengakui bahwa Nyai Dasima
adalah isterinya. Karena pengaduan tersebut, polisi distrik Weltevreden
menganggap hal ini sebagai persoalan serius yang bisa mengancam jiwa setiap
orang Eropa khususnya Belanda. Polisi menerapkan cara mengadakan sayembara
berhadiah 200 pasmat bagi siapa saja yang bisa memberikan keterangan akurat
tentang siapa yang menbunuh Nyai Dasima.
Tergiur
oleh jumlah uang, Kuntum, Musanip dan Ganip tak kuatir kemungkinan kemarahan
Bang Puase di kemudian hari. Mereka melaporkan kepada polisi tentang kejadian
yang dilihat.
“Jadi
si Puase yang bunuh itu Madam Edward ?”
“Betul, Tuan.”
“Bagus, kamu orang pantas diberi hadiah nanti.”
“Tapi kami takut, Tuan.”
“Takut apa ?”
“Takut ame Bang Puase.”
“Ne, kamu orang jangan takut.”
“Betul, Tuan.”
“Bagus, kamu orang pantas diberi hadiah nanti.”
“Tapi kami takut, Tuan.”
“Takut apa ?”
“Takut ame Bang Puase.”
“Ne, kamu orang jangan takut.”
Atas
dasar laporan dan kesaksian tersebut, maka polisi menangkap Bang Puase beserta
barang bukti golok yang belum sempat dia bersihkan dari darah Nyai Dasima. Maka
pelaku pembunuhan yaitu Bang Puase ditangkap, kemudian dijebloskan ke penjara.
Setelah persidangan, ia tewas dihukum gantung. Sedangkan Samiun melarikan diri
dan tak kembali lagi ke Kwitang karena takut ditangkap, sebab dialah sebenarnya
dalang yang menyewa Bang Puase untuk membunuh Nyai Dasima. Lalu, setelah hampir
dua ratus tahun kemudian… mitos dan legenda ini, masih tetap berlanjut…
Sosok Mistis di Gedung Pancasila Jakarta
Bangunan
tua dan bersejarah yang berlokasi di Jalan Pejambon No 6, Jakarta Pusat ini
dulunya adalah cikal bakal lahirnya rumusan Pancasila. Pada masa kejayaannya,
dahulu bangunan putih besar ini ditempati oleh pemerintahan Hindia-Belanda. Bahkan
sampai pada zaman modern sekarang, di gedung tersebut masih menyisakan cerita-cerita
mistis yang erat hubungannya dengan masa lalu kota Jakarta. Cerita yang kerap
beredar adalah sering kali munculnya sosok wanita dengan balutan busana kebaya
Jawa atau Sunda yang konon katanya bernama Nyai Dasima!
Menurut
para staf karyawan dan beberapa penjaga gedung, sosok wanita tersebut memang
sangat terkenal di lingkungan Gedung Pancasila Jakarta. “Ya sebagian ada yang
pernah dilihatin, penampakan Nyai Dasima,” kata penjaga keamanan Gedung
Pancasila, Ramli. Namun Ramli mengaku tidak pernah tahu sosok Nyai Dasima itu
seperti apa dulunya. Ia juga tak mengerti siapa sebenarnya Nyai Dasima
tersebut. “Nggak tahu mas itu siapa, yang jelas itu pas dulu zaman Belanda kali
ya,” ujar Ramli. Nyai Dasima nan cantik tersebut diakhir hayatnya telah dibunuh
di daerah Kwitang yang saat ini kira-kira berada di sekitar Markas Marinir,
sebelah Toko Gunung Agung, Jakarta Pusat. Bahkan hingga saat ini masih
dipercaya sosoknya bergentayangan sampai ke Gedung Pancasila.
“Karyawan
yang dulu jaga malam di sini sering lihat penampakan cewek pakai kebaya
jawa-jawa kuno gitu. Kelihatan lagi di depan kaca sana itu persis di depan
lukisan Pak Soekarno. Orang-orang di sini pada percaya itu penampakan Nyai
Dasima,” jelasnya.
Lain
halnya dengan Daryono, seorang penjaga keamanan Gedung Pancasila ini juga
pernah tak sengaja mengabadikan sosok tuyul di kamera ponsel miliknya. Dia
mengaku saat itu ketakutan, namun hingga kini cetak foto nya masih dia simpan
rapi di rumahnya. “Fotonya masih ada. Saya lagi nyoba dari lorong mau motret ke
arah lambang garuda besar itu pakai ponsel, aula besar yang ada di sana,” ujar
Daryono sambil menunjuk. “Setelah saya foto ternyata gelap, terus saya lihat
lagi fotonya ada penampakan anak kecil gundul, nggak pake baju duduk di bawah
situ. Agak samar tapi jelas banget bentuknya,” papar Daryono menambahkan.
Menurut
Ramli dan Daryono, suasana di dalam Gedung Pancasila tersebut sudah terasa aneh
dari dahulu sejak mereka bekerja di sana. Terlebih di ruang kerja dan ruang
tamu yang sering disinggahi Menteri Luar Negeri (Menlu) Indonesia di zaman
presiden SBY, Marty Natalegawa. Suasana di dalamnya mencekam dan aneh. “Paling
serem ya ruangannya bapak (Marty
Natalegawa – pen). Tiap masuk ke sana rasanya aneh, kayak nggak
sendiri, kayak ada yang ngawasin,” jelas Ramli. “Dan biasanya saya cuma
bersih-bersih sama cek pintu jendela, udah terkunci apa belum, kalau udah ya
saya pasti cepet-cepet keluar,” tambah Ramli.
Namun
demikian, menurut Daryono para tamu yang datang ke Gedung Pancasila tidak akan
diganggu jika sudah mengucapkan salam permisi. Selama ini menurutnya yang
selalu ‘diganggu’ adalah orang-orang yang mungkin tidak memberi salam permisi
saat masuk. “Ini kan ya dulunya gedung peninggalan Belanda, pastinya ya masih
ada yang ketinggal di sini penunggunya. Nggak apa-apa kalau udah permisi,
Assalamualaikum lah, nggak akan diganggu paling juga kerasa sendiri,” kata
Daryono sambil tertawa di akhir wawancara.
Nyai Dasima, Urban Legend Betawi yang Melegenda
Pada
tahun 1896 Gijsbert Francis menerbitkan novel yang diberi judul Tjerita Njai
Dasima. Ada pula Henry Chambert – Loir dalam “Malay Literature in the 19th Century” menyebutkan bahwa
di Leningraad terdapat cerita “Nyai Dasima” dalam koleksi Akhmad Beramka
tentang syair nomor 68. Memang tidak disebutkan tahun penciptaan manuskrip ini,
namun Akhmad Beramka aktif menulis antara tahun 1906 sampai dengan tahun 1909.
Lie
Kim Hok dan O.S Tjiang pernah menyadur cerita Nyai Dasima ini dalam bentuk
syair. Menurut Claudine Salmon, kedua penulis itu menyadur dari karya G. Francis
(Oetomo, 1985 : 31- 32).
Kemudian A. Th. Mausamana membuat Nyai Dasima dalam bahasa Belanda pada tahun
1926. Pada perkembangan selanjutnya cerita ini muncul sebagai bacaan anak –
anak dalam Cerita Betawi (Ali, 1995).
Akan tetapi pada tahun 1965, S.M. Ardan, seniman dan budayawan Kwitang, juga
pernah mengarang Njai Dasima dalam bentuk naskah drama.
Pada
tahun 1929 cerita ini diangkat ke layar lebar dengan judul Njai Dasima 1. Setahun kemudian,
berturut-turut tayang Njai
Dasima 2 dan Nancy
Bikin Pembalesan. Ketiga film itu adalah film bisu. Barulah
beberapa tahun kemudian keluar Nyai
Dasima (1932), Dasima (1940), Dasima dan Samiun (1970) sebagai film
bicara. Nyai Dasima (1996)
pernah ditayangkan sebagai salah satu sinetron di RCTI. Dan juga Ridwan Saidi
seorang budayawan Betawi, yang terlibat dalam banyak aktivitas pelestarian
budaya Betawi dan juga banyak menulis buku-buku mengenai masyarakat Betawi.
Dari
tulisan dari G. Francis diatas, yang pernah menjadi redaktur surat kabar besar
pada abad ke-19 menggambarkan – selain tuan William, semuanya jahat. Bahkan
direkonstruksi demikian rupa sehingga mencuat citra orang Betawi yang memiliki
sifat-sifat penghasut, haus harta, irasional, berpikiran sempit, pencuriga,
perusuh, dan masih banyak berbagai sifat jahat lainnya. Dan semua sifat buruk
itu berasal dari tradisi budaya dan agama yang dianut: Islam.
JJ
Rizal dalam pengantar di buku ‘Nyai
Dasima’, mengutip pernyataan Ardan, bahwa Nyai Dasima versi
kolonial memperlihatkan nada “anti-Muslim” yang pada masanya sebenarnya pihak
kolonial barat justru memperlihatkan arti “anti-pribumi”, apapun agamanya. Dasima
memilih kawin dengan Samiun dan meninggalkan tuannya setelah diinsafkan bahwa
kawin tanpa nikah (kumpul kebo) adalah suatu perbuatan terlarang dalam Islam.
Bahkan
ulama terkemuka, almarhum Buya HAMKA, juga pernah berkomentar bahwa Dasima rela
meninggalkan tuannya, dan hidup bergelimang harta setelah diingatkan, bahwa:
Dalam Islam, nikah merupakan suatu ‘kemustian’ dalam hubungan suami – istri.
Begitu
melegendanya kisah Nyai Dasima pada masa lalu, membuatnya diangkat dalam banyak
versi media, seperti dalam film, buku, komik, operet, drama, sinetron dan juga
di banyak teatrikal sepanjang waktu, bahkan hingga kini. Begitu tragis jalan
hidup Dasima yang berawal dari kebahagiaan, semua karena Cinta yang berbalut
harta, membuat Tragedi yang berakhir pada Pengorbanan. Nyai Dasima, Cinta,
Tragedi, Pengorbanan!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar