KISAH
AMRU BIN ASH
Orientasi
Biografi
Amru
bin Ash bin Wa'il bin Hisyam (583-664)
(Arab:عمرو
بن العاص)
atau lebih dikenal dengan nama Amru bin Ash adalah Sahabat Nabi Muhammad. Beliau merupakan tokoh Quraisy yang mahir dalam urusan politik dan
strategi berperang bahkan pada saat kaum Muslimin hijrah dari Madinah ke Habasyah,beliau menjadi utusan Quraisy yang
bertugas membujuk agar raja Najasyi atau Negus mengembalikam kaum
Muslimin ke negerinya semula tetapi hal ini tidak berhasil.Beliau juga pernah
mengambil bagian dalam peperangan menentang Nabi Muhammad SAW dan kaum Muslim. Ia masuk Islam
bersama Khalid
bin Walid. Enam
bulan setelah masuk Islam, dia bersama Rasulullah SAW menaklukan Mekkah dalam peristiwa Fathul Mekkah. Ia adalah panglima perang yang bijak dalam mengatur strategi perang.
Dia
adalah panglima perang yang menaklukan Baitul Maqdis dan Mesir
dari cengkraman Romawi. Ia kemudian dilantik sebagai gubernur Mesir
oleh Umar
bin Khattab, tetapi
kemudian dipecat oleh Khalifah Usman bin Affan. Selanjutnya Muawiyah
bin Abu Sufyan
melantik kembali dia menjadi gubernur Mesir. Panglima Amru mengerahkan tentara
yang al-Quran menjujung diujung tombak, ia menggunakan cara ini dalam
pertempuran dengan Ali
bin Abi Thalib agar
Ali bin Abi Thalib menghentikan serangan.
Amru
bin Ash lahir setengah abad sebelum hijrah. Beliau salah seorang Arab yang
cerdik dan jenius. Lantang dan fasih berbicara. Memiliki daya pikir yang luar
biasa dan memiliki pandangan yang jauh. Ayahnya (Ash bin Wail) seorang tokoh
dan penguasa Arab zaman Jahiliah. Amru bin Ash meninggalkan kenangan yang
mengagumkan dan menarik perhatian dunia selama kurun waktu yang sangat panjang.
Pada
saat sebagian kaum Muslimin hijrah ke Habasyah atas izin Nabi, bangsa Quraisy
tidak mendapatkan orang yang pantas untuk merayu Najasyi, raja Habasyah ketika
itu, untuk mengembalikan kaum muhajirin kecuali Amru bin Ash. Bangsa Quraisy
memilihnya karena mengetahui kecerdikan dan eratnya hubungan antara mereka
berdua. Tetapi setelah mendengarkan kata-kata Amru bin Ash dan kaum muhajirin
Muslim, hati Najasyi malah menjadi yakin dan tenang, lalu memeluk Islam.
Memeluk Islam
Ketika
hendak pulang dari Habasyah, Amru bin Ash diajak oleh Najasyi untuk memeluk
Islam setelah disampaikan betapa besar karunia Allah yang diberikan kepada
bangsa Arab dengan
diutusnya Nabi Muhammad kepada mereka. Nasihat yang disampaikan oleh raja yang
besar seperti Najasyi itu ternyata masuk ke dalam hati Amru bin Ash. Dia pun
mulai tertarik kepada Islam, akhirnya hatinya dibuka oleh Allah untuk menerima petunjuk
pada tahun ke 8 H. Amru bin Ash bertekad untuk menemui Nabi shallallaahu
‘alaihi wa sallam di Madinah. Di tengah jalan dia bertemu dengan Khalid bin
Walid dan Usman bin Thalhah, ternyata tujuan mereka adalah sama.
Setibanya
mereka bertiga di hadapan Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam, Khalid bin Walid
dan Usman bin Thalhah langsung menyampaikan janji setia kepada Nabi, sedang
Amru malah memegangi tangan Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam hingga membuat
beliau mengatakan, “Kenapa kamu ini wahai Amru?” Dia menjawab, “Saya akan
menyampaikan janji setia asal Allah mengampuni dosa-dosaku yang telah lewat.”
Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam mengatakan, “Islam dan Hijrah menghapus
hal-hal yang telah lalu.” Dia pun menyampaikan sumpah suci. Setelah Nabi tahu
kecerdikan, kejeniusan dan keberaniannya, dia ditugasi untuk menjadi panglima
dalam perang Zatus Salasil.
Perjuangannya di jalan
Alloh ‘Azza wa Jalla
Pada
masa Abu Bakar Sidik, Amru bin Ash mempunyai peran besar dalam meredam
pemberontakan kaum murtad. Sedang pada masa Umar bin Khatab Amru bin Assh
berhasil menaklukan Palestina dan Mesir. Tidak perlu dijelaskan lagi tentunya
betapa penting dua penaklukan itu. Penaklukan Palestina telah memberikan
keamanan daerah pantai Syuria kepada kaum Muslimin. Penaklukan Mesir adalah
pintu gerbang Islam menuju Afrika, negeri-negeri Arab Magribi dan Spanyol di
kemudian hari.
Kata-kata mutiara yang
pernah dia ucapkan
Laki-laki
ada tiga:
Ø Sempurna, Yang sempurna adalah
laki-laki yang agama dan akalnya disempurnakan oleh Alloh ‘Azza wa Jalla. Orang
ini apabila hendak mengambil keputusan selalu meminta pertimbangan kepada para
ahli. Dengan begitu dia selalu benar dalam semua tindakannya.
Ø Setengah laki-laki setengah adalah
laki-laki yang agama dan akalnya tidak disempurnakan oleh Alloh ‘Azza wa Jalla.
Orang ini apabila mengambil keputusan tidak meminta pertimbangan kepada siapa
pun, malah mengatakan, “Siapa yang pantas saya ikuti dan saya pakai
pendapatnya?” Tindakannya kadang-kadang benar dan kadang-kadang salah.
Ø Bukan laki-laki sama sekali adalah
orang yang tidak mempunyai agama dan daya pikir sama sekali. Orang ini akan
selalu salah dalam semua tindakannya. Dia mengatakan, “Saya akan meminta
pertimbangan kepada siapa saja, termasuk pembantuku.”
Di
hari-hari senjanya dia pernah mengatakan, “Dulu saya pernah berada dalam tiga
keadaan: Kekafiran. Jika saya mati saat itu pasti masuk neraka. Setelah
menyampaikan sumpah suci kepada Rasululloh shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Saya
menjadi orang yang paling pemalu di hadapan Rasululloh shallallaahu ‘alaihi wa
sallam, hingga saya belum pernah memandang beliau dengan sepenuh pandangan.
Jika saya mati saat itu orang-orang pasti mengatakan, “Selamat untukmu Amru bin
Ash! Masuk Islam dan mati dalam kebaikan.” Amru bin Ash wafat pada tahun ke 43
H. dalam umur dan perjalanan hidup yang panjang
Kisah
Sahabat Nabi : Amr bin Ash, Sang Pembebas Mesir
Ada tiga orang pemuka Quraisy yang sangat menyusahkan
Rasulullah SAW disebabkan sengitnya perlawanan mereka terhadap dawah beliau dan
siksaan mereka terhadap sahabatnya. Oleh sebab itu, Rasulullah SAW selalu
berdoa dan memohon kepada Allah agar menurunkan azabnya pada mereka. Tiba-tiba,
tatkala beliau berdoa dan memohon, turunlah firman Allah: "Tak ada sedikit pun campur tanganmu
dalam urusan mereka itu atau Allah menerima taubat mereka, atau mengazab mereka
karena sesungguhnya mereka itu orang-orang yang zalim." (QS Ali
Imran: 128)
Rasulullah SAW memahami bahwa maksud ayat itu ialah
menyuruhnya agar menghentikan doa permohonan azab dan menyerahkan urusan mereka
kepada Allah semata. Kemungkinan, mereka tetap berada dalam keaniayaan hingga
akan menerima azab-Nya. Atau mereka bertaubat dan Allah menerima taubat mereka
hingga akan memperoleh rahmat karunia-Nya.
Amr bin Ash adalah salah satu dari ketiga orang
tersebut. Allah memilihkan bagi mereka jalan untuk bertaubat dan menerima
rahmat, maka ditunjuki-Nya mereka jalan untuk menganut Islam. Dan Amr bin Ash
pun beralih rupa menjadi seorang Muslim pejuang, dan salah seorang panglima yang
gagah berani. Para ahli sejarah biasa menggelari Amr bin Ash sebagai “Penakluk
Mesir”. Namun gelar ini tidaklah tepat, yang paling tepat untuk Amr adalah
“Pembebas Mesir”. Islam membuka negeri itu bukanlah menurut pengertian yang
lazim digunakan di masa modern ini, tetapi maksudnya ialah membebaskannya dari
cengkraman dua kerajaan besar yang menjajah negeri ini serta rakyatnya dari
perbudakan dan penindasan yang dahsyat, yaitu imperium Persi dan Romawi.
Mesir sendiri, ketika pasukan perintis tentara Islam memasuki
wilayahnya, merupakan jajahan dari Romawi, sementara perjuangan penduduk untuk
menentangnya tidak membuahkan hasil apa-apa. Maka tatkala dari tapal batas
kerajaan-kerajaan itu bergema suara takbir dari pasukan-pasukan yang beriman:
“Allahu Akbar, Allahu Akbar“, mereka pun dengan berduyun-duyun segera menuju
fajar yang baru terbit itu lalu memeluk Agama Islam yang dengannya mereka
menemukan kebebasan mereka dari kekuasaan kisra maupun kaisar.
Jika demikian halnya, Amr bin Ash bersama anak buahnya
tidaklah menaklukkan Mesir. Mereka hanyalah merintis serta membuka jalan bagi
Mesir agar dapat mencapai tujuannya dengan kebenaran dan mengikat norma dan
peraturan-peraturannya dengan keadilan, serta menempatkan diri dan hakikatnya
dalam cahaya kalimat-kalimat Ilahi dan dalam prinsip-prinsip Islami. Amr bin
Ash tidaklah termasuk angkatan pertama yang masuk Islam. Ia baru masuk Islam
bersama Khalid bin Walid tidak lama sebelum dibebaskannya kota Makkah. Anehnya
keislamannya itu diawali dengan bimbingan Negus raja Habsyi. Sebabnya ialah
karena Negus ini kenal dan menaruh rasa hormat terhadap Amr yang sering
bolak-balik ke Habsyi dan mempersembahkan barang-barang berharga sebagai hadiah
bagi raja. Di waktu kunjungannya yang terakhir ke negeri itu, tersebutlah berita
munculnya Rasul yang menyebarkan tauhid dan akhlak mulia di tanah Arab. Raja
Habsyi itu menanyakan kepada Amr kenapa ia tak hendak beriman dan mengikutinya,
padahal orang itu benar-benar utusan Allah?
“Benarkah begitu?” tanya Amr kepada Negus. “Benar,”
jawab Negus. “Turutilah petunjukku, hai Amr dan ikutilah dia! Sungguh dan demi
Allah, ia adalah di atas kebenaran dan akan mengalahkan orang-orang yang
menentangnya.” Secepatnya Amr ia mengarungi lautan kembali ke kampung
halamannya, lalu mengarahkan langkahnya menuju Madinah untuk menyerahkan diri
kepada Allah. Dalam perjalanan ke Madinah itu ia bertemu dengan Khalid bin
Walid dan Utsman bin Thalhah, yang juga datang dari Makkah dengan maksud hendak
baiat kepada Rasulullah SAW. Ketika Rasulullah melihat ketiga orang itu datang,
wajahnya pun berseri-seri, lalu berkata kepada para sahabat, “Makkah telah
melepas jantung-jantung hatinya kepada kita.” Mula-mula tampil Khalid dan mengangkat baiaat.
Kemudian majulah Amr dan berkata, “Wahai Rasulullah, aku akan baiat kepada
anda, asal saja Allah mengampuni dosa-dosaku yang terdahulu.”
Maka Rasulullah menjawab, “Hai Amr, berbaiatlah,
karena Islam menghapus dosa-dosa yang sebelumnya.” Tatkala Rasulullah SAW
wafat, Amr bin Ash sedang berada di Oman menjadi gubernurnya. Dan di masa
pemerintahan Umar bin Al-Khathab, jasa-jasanya dapat disaksikan dalam
peperangan-peperangan di Suriah, kemudian dalam membebaskan Mesir dari
penjajahan Romawi. Amr tidak hanya seorang panglima perang tangguh sebagaimana
Ali bin Abi Thalib dan beberapa sahabat lain. Ia tidak hanya seorang diplomat
ulung sebagaimana Muawiyah. Tapi juga seorang negarawan yang pintar memerintah.
Bahkan bentuk tubuh, cara berjalan dan bercakapnya, memberi isyarat bahwa ia
diciptakan untuk menjadi amir atau penguasa. Hingga pernah diriwayatkan bahwa
pada suatu hari Amirul Mukminin Umar bin Al-Khathab melihatnya datang. Ia
tersenyum melihat caranya berjalan itu, lalu berkata, “Tidak pantas bagi Abu
Abdillah untuk berjalan di muka bumi kecuali sebagai amir.”
Tetapi di samping itu ia juga memiliki sifat amanat,
menyebabkan Umar bin Al-Khathab—seorang yang terkenal amat teliti dalam memilih
gubernur-gubernurnya—menetapkannya sebagai gubernur di Palestina dan Yordania,
kemudian di Mesir selama hayatnya Al-Faruq. Amr bin Ash adalah seorang yang
berpikiran tajam, cepat tanggap dan berpandangan jauh ke depan. Di samping itu
ia juga seorang yang amat berani dan berkemauan keras dan cerdik.
Pada tahun ke-43 Hijriyah, Amr bin Ash wafat di Mesir
ketika menjadi gubernur di sana. Di saat-saat kepergiannya itu, ia mengemukakan
riwayat hidupnya. “Pada mulanya aku ini seorang kafir, dan orang yang amat
keras sekali terhadap Rasulullah SAW hingga seandainya aku meninggal pada saat
itu, pastilah masuk neraka. Kemudian aku membaiat kepada Rasulullah SAW, maka
tak seorang pun di antara manusia yang lebih kucintai, dan lebih mulia dalam
pandangan mataku, daripada beliau. Dan seandainya aku diminta untuk
melukiskannya, maka aku tidak sanggup karena disebabkan hormatku kepadanya, aku
tak kuasa menatapnya sepenuh mataku. Maka seandainya aku meninggal pada saat
itu, besar harapan akan menjadi penduduk surga. Kemudian setelah itu, aku
diberi ujian dengan beroleh kekuasaan begitu pun dengan hal-hal lain. Aku tidak
tahu, apakah ujian itu akan membawa keuntungan bagi diriku ataukah kerugian.”
Lalu diangkatnya kepalanya ke arah langit dengan hati
yang tunduk, sambil bermunajat kepada Tuhannya Yang Maha Besar lagi Maha
Pengasih, seraya berdoa, “Ya Allah, daku ini orang yang tak luput dari kesalahan,
maka mohon dimaafkan. Daku tak sunyi dari kelemahan, maka mohon diberi
pertolongan. Sekiranya daku tidak beroleh rahmat karunia-Mu, pasti celakalah
nasibku.”
Sumber : 101 Sahabat Nabi karya Hepi Andi Bastoni
Ketika Umar dibuat geram oleh Amru bin Ash
Ada
hadits Rasulullah shalallahu’alaihi wasallam... : "Barangsiapa yang taat
kepadaku berarti dia taat kepada Allah. Dan barangsiapa durhaka kepadaku
berarti dia durhaka kepada Allah. Barangsiapa yang taat kepada pemimpin yang
aku tunjuk maka dia taat kepadaku. Dan barangsiapa yang durhaka kepada pemimpin
yang aku tunjuk berarti dia durhaka kepadaku
Terkait hadits di atas, ada kisah yang menarik di zaman sahabat. Begini kisahnya... : Seorang sahabat Nabi bernama Amr bin Ash radiyallahu’anhu. Beliau ini dulu musuh Islam. Setelah beliau masuk Islam tiga bulan, kemudian Nabi shalallahu’alaihi wasallam membentuk pasukan untuk menyerang salah satu suku besar arab yang memang dasarnya mau menyerang madinah. Amr bin Ash baru masuk Islam tiga bulan, sama Nabi shalallhu’alaihi wasallam langsung ditunjuk jadi pemimpin pasukan. Dan di dalam pasukan itu ada Abu Bakar, ada Umar bin Khattab, ada Utsman bin Affan, ada Ali bin Abi Thalib, ada Zubai bin Awwam dan Sahabat mulia lainnya. Tapi Nabi shalallhu’alaihi wasallam menunjuk Amr bin Ash. Keputusan Nabi sudah bulat, harus Amr bin Ash yang jadi pemimpin perang. Dan pimpinan perang kalau sudah ditunjuk harus ditaati dan tidak boleh ada yang menentang perintahnya. Kalau dia bilang serang... serang, berhenti... berhenti, makan... makan, pulang... pulang. Harus dipatuhi. Tuntunannya hadits Nabi shalallahu’alaihi wasallam, barangsiapa taat kepada pemimpin yang aku tunjuk maka dia taat kepadaku, dan barang siapa durhaka kepadanya maka dia durhaka kepadaku.
Terkait hadits di atas, ada kisah yang menarik di zaman sahabat. Begini kisahnya... : Seorang sahabat Nabi bernama Amr bin Ash radiyallahu’anhu. Beliau ini dulu musuh Islam. Setelah beliau masuk Islam tiga bulan, kemudian Nabi shalallahu’alaihi wasallam membentuk pasukan untuk menyerang salah satu suku besar arab yang memang dasarnya mau menyerang madinah. Amr bin Ash baru masuk Islam tiga bulan, sama Nabi shalallhu’alaihi wasallam langsung ditunjuk jadi pemimpin pasukan. Dan di dalam pasukan itu ada Abu Bakar, ada Umar bin Khattab, ada Utsman bin Affan, ada Ali bin Abi Thalib, ada Zubai bin Awwam dan Sahabat mulia lainnya. Tapi Nabi shalallhu’alaihi wasallam menunjuk Amr bin Ash. Keputusan Nabi sudah bulat, harus Amr bin Ash yang jadi pemimpin perang. Dan pimpinan perang kalau sudah ditunjuk harus ditaati dan tidak boleh ada yang menentang perintahnya. Kalau dia bilang serang... serang, berhenti... berhenti, makan... makan, pulang... pulang. Harus dipatuhi. Tuntunannya hadits Nabi shalallahu’alaihi wasallam, barangsiapa taat kepada pemimpin yang aku tunjuk maka dia taat kepadaku, dan barang siapa durhaka kepadanya maka dia durhaka kepadaku.
Waktu itu pasukan dikirim, padang pasir, tempatnya jauh dan sedang musim dingin. Saking dinginnya udara malam di sana rasanya seperti menusuk-nusuk tulang. Dingin sekali! Zaman dulu kalau sedang musing dingin cara orang menghangatkan badan dengan cara membuat api.
Waktu itu instruksi Amr bin Ash kepada pasukannya, Jangan ada yang menyalakan api!
Umar bin Khattab merasa tidak terima dengan instruksi Amr bin Ash, Umar berkata kepada Amr, “Hai Amr dingin, dan kau larang kita bakar api?” Kata Amr, “Instruksiku tidak boleh bakar api!”
Kita tahu, Umar seandainya mengajak duel Amr, sekali pukul Amr ini bisa mati, Umar orangnya tinggi besar, ketika itu emosi Umar tapi kemudian beliau meninggalkan Amr. Lalu Umar berbicara kepada Abu Bakar dan berkata, “Wahai Abu Bakar, apa ini maksudnya Amr baru masuk Islam sudah begini instruksinya?” Abu Bakar dengan bijak menjawab “Hai Umar, Rasulullah shalallahu’alaihi wasallam tidak menunjuk seseorang sementara beliau tahu ada Engkau dan Sahabatnya yang lain kecuali memang dia yang paling pantas. Ikuti dia berarti mengikuti Rasulullah shalallahu’alaihi wasallam. Diam! Sabar!”
Mendengar ucapan Abu Bakar tersebut akhirnya Umar diam dan sabar...
Besok pagi, menjelang shubuh, pimpinan perang ini Amr bin Ash mimpi junub.
Sementara
dia harus memimpin sholat shubuh jadi imam. Tidak boleh yang lain.
Walaupun ada Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali yang notabene para penghafal
Al-Quran semua ini. Tapi hukum syar’i bahwa siapa yang jadi pimipinan perang
maka dia yang harus jadi imam sholat. Sementara dikisahkan Amr bin Ash dalam
keadaan junub. Waktu keluar dari tenda, beliau minta dibawakan air oleh
beberapa pasukannya. Umar tanya, “Kenapa wahai Amr?” Amr bilang, “Saya junub”
Kebetulan pas beliau pegang air, dingin sekali. Lalu Amr bilang, “Saya mau
tayamum”. Kata Umar, “Ada air, tidak boleh tayamum.” Kata Amr, “Saya mau
tayamum.”
Ini masalah lain lagi nih yang bikin Umar bin Khattab geram, sudahlah tadi malam pasukan kedinginan karena tidak boleh bakar api. Ini sekarang junub hanya mau bertayamum. Umar berfikir Amr ini baru masuk Islam tapi berani-beraninya mengganti hukum mandi junub dengan tayamum. Umar sudah jengkel, kembali Umar menemui Abu Bakar, “Gimana nih Abu Bakar?”, Kata Abu Bakar, “Ingat.. Ini utusan Rasulullah shalallahu’alaihi wasallam, tidak boleh bantah...” Umar pun berkata, “Baiklah...”
Akhirnya Amr bin Ash jadi imam sholat shubuh dan para sahabat serta seluruh pasukan bermakmum di belakangnya. Ini hal yang luar biasa. Seorang imam mandi junub dengan tayamum saja, hal ini membuat para sahabat yang lain bertanya-tanya. Tapi mereka ga berani bantah, karena Amr sekarang jadi pemimpin mereka. Selesai sholat, Amr memberi perintah untuk bersiap-siap menyerang musuh. Amr memberi instruksi supaya masing-masing orang harus bersama temannya yang lain. Jadi setiap orang diinstruksikan berjalan sama satu orang temannya, gak boleh pisah. Serang musuh harus selalu berdua, ga’ boleh ditinggal.
Ini adalah bagian strategi perang, untuk menghadapi musuh yang jumlahnya sangat banyak. Konon seandainya suku ini menyerang Madinah, maka bisa hancur Madinah ini karena saking banyaknya jumlah mereka. Akhirnya dengan jumlah pasukan yang hanya 300 orang saja berhasil mengalahkan suku itu. Ketika pasukan musuh kocar-kacir, pasukan muslimin secara spontan hendak mengejar musuh untuk dijadikan tawanan perang, bisa jadi budak untuk diperjual-belikan. Tapi kemudian Amr menginstruksikan pasukan untuk tetap berdiri di sini, jangan mengejar musuh. Biarkan musuh berlarian, yang penting mereka sudah kalah, kita kumpulkan harta rampasan perang yang bisa didapatkan ini, lalu pasukan pulang.
Mendengar instruksi ini, Umar bangkit lagi, “Wahai Amr, musuh sudah lari, kita kejar mereka dan tebas leher mereka.” Kata Amr, “Tidak, instruksi saya, kumpulkan gonimah, lalu kita pulang!” Akhirnya pasukan pun kembali ke Madinah dengan membawa ghonimah dan berita kemenangan kepada Rasulullah. Baru tiba di Madinah, turun dari kuda, Umar langsung mengadukan keluhannya tentang instruksi-instruksi Amr kepada Rasulullah shalallahu’alaihi wasallam. Umar berkata, “Ya Rasulullah, ini Amr buat begini, tidak boleh menyalakan api sementara kita kedinginan, malam-malam dia mandi junub hanya bertayamum, kemudian musuh kalah kita dilarang menangkap musuh.”
Lalu, Rasulullah bertanya kepada Amr, “Wahai Amr, keluhan sudah datang kepadaku, apa jawabanmu? Amr menjawab, “Ya Rasulullah, suku yang kita hadapi ini adalah suku yang jumlahnya kalau mereka berhasil menyerang Madinah keesokan harinya, bisa habis lah kita. Pertama, kalau kita menyalakan api, mereka tahu kita ada, maka habislah pasukan kita yang berjumlah 300 orang sementara mereka jumlahnya ribuan.” Kata Nabi shalallahu’alaihi wa sallam, “Engkau benar.”
Nabi bertanya, “Mengapa engkau mandi junub dengan tayamum?” Amr menjawab, “Ya Rasulullah, airnya seperti es, dingin sekali, kalau saya mandi saya bisa sakit, saya pemimpin, kalau saya sakit siapa yang pimpin perang? Sementara Engkau amanatkan pasukan ini kepada Saya. Maka saya putuskan ber tayamum.” .” Kata Nabi shalallahu’alaihi wa sallam, “Engkau benar.” Umar yang tadinya marah... Redam marahnya... Nabi bertanya lagi yang terakhir, “Mengapa kau bisarkan pasukan musuh lari?” Amr menjawab, “Ya Rasulullah, 300 orang lawan sekian ribu orang, seandainya kita menangkapi pasukan mereka, maka akan terlihat kelemahan kita yang jumlahnya sedikit, kita akan dikalahkan pasti. Strategi saya pasukan kita harus berkumpul agar terlihat seperti banyak jumlahnya. Dan targetnya kan hanya mengalahkan mereka, mereka kalah dan takut, mereka juga tidak tahu jumlah pasukan kita karena langit sedang gelap. Jadi menurut saya tidak perlu kita mengejar mereka, toh ghonimah sudah kita dapatkan.” Kata Nabi shalallahu’alaihi wa sallam, “Engkau benar.” Abu Bakar menemui ke Umar bin Khattab, “Nah... Sudah tahu?”
Subhanallah hikmah dari kisah ini, Rasulullah tidak pernah salah dalam memilih pemimpin. Walaupun pemimpian yang beliau itu orang baru dalam Islam, tapi subhanallah ternyata Amr menunjukkan bahwa dia memang lebih pantas ketika itu dibandingkan sahabat yang lainnya..
Sumber : Islam Itu Indah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar