KISAH ISRA MI’RAJ
Orientasi
Kisah Isra Miraj Nabi Muhammad Saw Lengkap dan
Hikmahnya
Isra
Miraj adalah perjalanan malam hari Rasulullah Nabi Muhammad Saw dari Masjidil
Haram (Mekah) ke Masjidil Al Aqsa (Yerusalem-Palestina/Israel), kemudian
dilanjutkan menuju langit ke Sidratul Muntaha dengan tujuan menerima wahyu
Allah Swt. Ada banyak arti, makna dan hikmah dari peristiwa Isra Mi’raj. Simak
sejarah lengkapnya! Peristiwa Isra Mi’raj secara singkat bisa diceritakan
sebagai berikut. Suatu malam, Rasulullah Nabi Muhammad Saw didatangi malaikat
Jibril, Mikail, dan Israfil. Lantas, Rasulullah dibawa ke sumur zamzam.
Di
sana, malaikat Jibril membelah dada nabi Muhammad Saw dan mensucikan hatinya
menggunakan air zam-zam. Setelah itu, baginda Muhammad Saw disiapkan kendaraan
yang bisa berlari secepat kilat bernama buroq.Diceritakan, bentuk buroq
berwarna putih, lebih besar dari keledai tapi lebih rendah dari baghal.
Kendaraan buraq juga terdapat pelana dan kendali sebagaimana kuda.Dalam
perjalanan dari Masjidil Haram menuju Masjidil Al-Aqsa, Muhammad Saw ditemani
Malaikat Jibril pada bagian kanan dan Mikail menemaninya di sebelah kiri.
Mereka melaju mengarungi alam indah ciptaan Allah Swt pada malam hari yang
penuh dengan keajaiban dan hikmah.
Banyak
peristiwa terjadi sepanjang perjalanan rasulullah Muhammad Saw. Salah satu
kisah yang acapkali diceritakan, antara lain Jin Ifrit yang berusaha mengejar
dan mencelakai nabi.Ada yang bilang Jin Ifrit membawa obor. Ada pula yang
bilang bangsa gaib itu mengejar nabi dengan semburan api. Lantas Jibril
mengajari nabi untuk membaca doa.Sontak, Jin Ifrit terjungkal jatuh dan
terbakar apinya sendiri. Ada pula peristiwa nabi melihat sekelompok kaum yang
menghantamkan batu besar ke bagian kepala sendiri hingga hancur dan kejadian
itu berulang kali. Jibril menjelaskan bila mereka adalah manusia yang berat
melaksanakan shalat.Rasulullah juga melihat sekelompok orang yang memilih makan
daging busuk ketimbang daging masak segar. Malaikat Jibril pun menjawab bahwa
mereka adalah orang-orang yang semasa hidup di dunia melakukan zina, selingkuh.
Padahal, mereka sudah punya suami atau istri yang sah secara agama maupun
negara.
Kisah
perjalanan Isra Mi’raj sebetulnya lebih lengkap dengan banyak
peristiwa-peristiwa yang bisa dipetik hikmahnya, tetapi Islamcendekia.com
menyajikannya secara singkat agar mudah dipahami dan dicerna.Sesampainya di
Baitul Maqdis atau Al Aqsho, beliau turun dari kendaraan kilat bernama buraq
dan mengikatnya di sisi pintu masjid. Rasul pun masuk untuk menunaikan sholat
dua rekaat. Di sana, ternyata ada para nabi as. Shalat pun akhirnya diimami
oleh rasulullah saw atas bimbingan Jibril. Beliau lah, Kanjeng Nabi Muhammad
Saw adalah imam atau pemimpin para anbiya’ dan mursalin.Setelah itu, Rasulullah
saw kehausan dan meminta minum. Malaikat Jibril memberinya dua wadah berisi
susu dan khamr (semacam bir, arak, ciu, anggur fermentasi yang memabukkan atau
miras). Namun, Muhammad Saw memilih susu. Jibril berkata, “Sungguh, Engkau
memilih fitrah yaitu Islam. Kalau Engkau pilih Khamar, niscaya umat Engkau akan
menyimpang dan sedikit yang mengikuti syariat.”
Kisah perjalanan menuju langit
Setelah
peristiwa isra selesai, yaitu dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa, kini
Rasulullah saw harus melanjutkan perjalanan menuju langit yang disebut dengan
mi’raj.Bisa dikatakan, perjalanan malam (Muhammad’s night journey to sky and
heaven) mirip seperti wisata ke angkasa dan semesta yang dihiasi dengan taburan
bintang-bintang, bulan, planet, dan galaksi. Bedanya, perjalanan malam Muhammad
Saw adalah menunaikan tugas spiritual untuk bertemu dengan Allah Swt untuk
kemudian disampaikan kepada umatnya. Namun benar, perjalanan istimewa nabi
menuju langit sampai lapis tujuh memang hadiah paling istimewa dari Tuhan yang
Maha Esa kepada kekasih-Nya, Muhammad.
Kisah
bertemu para nabi, surga dan neraka
Peristiwa
penting dalam perjalanan di langit sebelum bertemu Allah, Muhammad Saw bertemu
dengan Nabi Adam As di langit pertama, ketemu Nabi Isa As dan Nabi Yahya As di
langit kedua, bertemu Nabi Yusuf As yang gantengnya seperti bulan di antara
bintang-bintang di langit ke tiga.
Selanjutnya,
Rasulullah saw bertemu dengan Nabi Idris As pada langit ke empat, Nabi Harun As
di langit kelima, Nabi Musa As di langit ke enam, dan Nabi Ibrahim As di langit
ketujuh. Perjalanan di langit pertama, Nabi Muhammad Saw melihat sesuatu yang
mengerikan di sebelah kiri dan hal-hal yang bahagia di sebelah kanan. Itu
merupakan gambaran surga dan neraka.
Diceritakan,
suatu ketika Kanjeng Nabi Muhammad Saw melihat orang-orang dengan perut yang
besar yang dipenuhi dengan ular. Isi perut bisa dilihat dari luar. Malaikat
Jibril menjelaskan, mereka adalah manusia yang suka memakan riba.Riba adalah
semacam bunga dalam dunia perbankan modern. Namun, riba lebih ditekankan pada
rentenir yang meminjamkan dengan bunga berlebih hingga “mencekik leher” orang
yang dipinjami uang. Bukan niat membantu dengan meminjami uang, tetapi justru
menjebak dengan bunga untuk keuntungan pribadi semata yang sebesar-besarnya. Muhammad
Saw juga melihat pemandangan mengerikan sebagai gambaran neraka di mana ada
orang-orang yang dagingnya dipotong-potong lalu diminta untuk memakannya.
Jibril AS pun menjelaskan, mereka adalah orang-orang yang suka menggunjing,
ghibah, menjelek-jelekkan orang lain atau “ngrasani” yang diibaratkan memakan
daging saudara sendiri.
Sampai
di langit 7, Nabi Ibrahim berkata. Setidaknya begini, “Kabarkanlah bahwa surga
sungguh sangat indah tanahnya, airnya tawar dan tanawan surgawi adalah
subhanallah walhamdulillah walailahaillallah wallahuakbar.” Beliau juga
berkata, “Perintahkan umatmu untuk banyak-banyak menanam tanaman surga. Tanaman
surga adalah (dzikir) la hawla wala quwwata illa billah.”
Kisah sidratul muntaha
Sampai
akhirnya perjalanan panjang Muhammad Saw sampai ke Sidratul Muntaha. Gambaran
di sana, terdapat sebuah pohon yang besarnya tiada terkira. Di bawahnya, muncul
sungai air jernih nan menawan di mana airnya tidak akan berubah baik bau, warna
maupun rasa. Ada pula sungai susu yang putih bersih dan elok dipandang. Ada
juga sungai madu yang mengalir jernih. Di sana juga dihiasi dengan permata
zamrud (semacam batu akik termahal). Namun, sesungguhnya gambaran itu tidak
bisa dilukiskan dengan kata-kata maupun deskripsi. Keindahannya jauh lebih
indah dari apa yang ditulis atau dikata-katakan.
Dalam
suatu riwayat, setelah Nabi Muhammad Saw melihat surga dan neraka dalam
perjalanan Isra’ Mi’raj, maka untuk kedua kalinya beliau diangkat menuju
Sidratul Muntaha. Di sana, malaikat Jibril mundur sehingga baginda Rasulullah
sendirian untuk bertemu, “bertatap muka” atau berjumpa dengan Sang Maha
Pencipta, Allah Swt. Di sebuah singgasana yang tidak bisa dijelaskan dengan
kalimat apapun, tempat di mana tidak seorang atau makhluk pun bisa berdiri di
sana, Rasulullah Saw dan Tuhan Semesta Alam bertemu. Nabi pun seketika bersujud
di hadapan-Nya. Dalam Hadits Riwayat Muslim, kemudian Islamcendekia.com secara
singkat menjelaskan, Allah memerintahkan Muhammad Saw dan umatnya untuk
melakukan shalat 50 waktu dalam sehari semalam.
Lantas
Rasul turun ke langit keenam untuk bertemu Nabi Musa. Di sana, Nabi Musa
meminta agar Muhammad Saw meminta keringanan. Baginda naik lagi bertemu Allah
dan akhirnya dikurangi 5 menjadi 45. Baginda pun turun lagi bertemu dengan Nabi
Musa AS. Begitu seterusnya hingga akhirnya sampai sholat lima waktu. Namun,
Nabi Musa masih menyarankan agar dikurangi. Baginda Saw pun malu untuk
bernegosiasi dengan Allah lagi. Peristiwa itulah yang menjadi cikal bakal,
sejarah, asal-usul munculnya aturan sholat dalam agama Islam yang dibawa Nabi
Muhammad. Setelah itu, beliau turun kemudian naik kendaraan buraq hingga
kembali ke Kota Mekah. Saat itu, fajar masih belum tiba.
Pagi
harinya, beliau memberitahu mukjizat agung tersebut kepada umatnya. Namun,
mereka justru banyak yang mendustakan. Ada pula yang mengatakan Muhammad sudah
gila, tukang sihir atau semacamnya. Orang pertama kali yang percaya dengan
peristiwa Isra’ Mi’raj adalah Abu Bakar sehingga mendapatkan gelar As Shiddiq.
Makna
Isra Miraj dan hikmahnya
Ada
banyak makna dan hikmah yang bisa dipetik dari kisah perjalanan malam (night
journey) Isra Miraj. Pertama, tentu munculnya kewajiban shalat bagi setiap
pemeluk agama Islam atau umat Muslim. Meski kewajiban, sebaiknya jangan
terpaksa menjalankan sholat karena ujungnya tidak ikhlas. Jalani shalat sebagai
sebuah kecintaan kita kepada Allah Saw dan RasulNya yang sudah mendapatkan
perintah untuk menunaikan sholat.
Hikmah
selanjutnya, Nabi Muhammad Saw diberikan gambaran surga dan neraka sebagai
balasan bagi setiap perbuatan manusia yang hidup di dunia. Orang yang baik,
surga adalah balasannya.
Sebaliknya,
orang yang jahat, berzina, membenci orang lain, suka menggunjing, memakan riba,
serakah, kejam, dan perbuatan-perbuatan tidak terpuji lainnya adalah neraka
balasannya. Bagaimana agar kita bisa selamat dari siksa neraka? Muhammad sudah
membawa Islam untuk kita lengkap dengan petunjuknya, Al Quran. Ikutilah
petunjuk itu dengan ilmu dan pengetahuan yang cukup sehingga kita bisa
menikmati indahnya surga dan menghindari siksa neraka. Namun, sebaiknya kita
berbuat baik bukan karena surga dan negara, melainkan ikhlas dari hati yang
paling dalam karena Allah. Dengan hati dan kesadaran yang ikhlas berbuat baik
kepada sesama manusia dan makhluk itulah, Allah secara otomatis akan
menyediakan surganya kepada hamba-Nya.
Kisah Isra Miraj dalam
Alquran
Peristiwa
nyata perjalanan malam Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad dijelaskan dalam Alquran
Surat Al Isra ayat 1. Tidak dijelaskan secara terperinci dalam surat tersebut. Dalam
Alquran, sejarah Isra Miraj hanya dituliskan, setidaknya terjemahan bahasa
Indonesia begini, “Maha Suci Allah yang telah memperjalankan hamba-Nya (baca:
Muhammad) pada suatu malam dari Masjidil Haram menuju Masjidil Aksa yang Kami
berkahi sekelilingnya supaya Kami perlihatkan kepadanya sebagian tanda-tanda
(kebesaran) Kami. Sesungguhnya, Dia adalah Maha Mendengar dan Maha Melihat.” Itulah
sejarah Isra Mi’raj Nabi Muhammad Saw lengkap yang diceritakan secara singkat,
beserta dengan arti, makna dan hikmahnya yang diambil redaksi Islamcendekia.com
dari kitab Al Anwaarul Bahiyyah dan Dzikrayaat wa Munaasabaat. Wallahu a’lam
bishawab.
Sumber
: Google Wikipedia
Reorientasi
Kisah
Isra’ Miraj Yang Sahih
Berbagai kejadian nyata di dunia ini, ketika telah diceritakan
dari mulut ke mulut sering menjadi beda dengan kenyataannya. Baik karena
pengurangan, penambahan, atau perubahan. Baik dengan sengaja atau tidak sengaja.
Termasuk peristiwa isra’ mi’raj Rasulullah Muhammad shallallahu ‘alaihi wa
sallam. Suatu kejadian yang termasuk tanda terbesar yang
menunjukkan kebenaran Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam
sebagai seorang Nabi. Banyak kaum muslimin yang melakukan bid’ah peringatan
Isra’ Mi’raj Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
mengadakan ceramah-ceramah seputarnya dengan tanpa rujukan yang benar. Maka –
insya Allah – kami akan menyampaikan kisah Isra’ Mi’raj berdasarkan
hadits-hadits shahih, sehingga kita terhindar dari kisah-kisah yang tidak benar
berkaitan dengan peristiwa besar tersebut.
Permulaan Isra’
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda yang artinya, “Atap rumahku di Makkah dibuka, lalu Jibril turun.
Kemudian dia membuka dadaku, lalu mencucinya dengan air zam-zam.” (HR. Bukhari
no. 349 dan Muslim no. 263)
“Kemudian dia datang membawa bejana terbuat dari emas, yang penuh
dengan hikmah dan iman. Lalu menumpahkannya ke dalam dadaku, lalu menutup
(dadaku) kembali. (pada riwayat lain, ketika aku sedang berbaring di Al
Hatim/Al Hijr/ Ka’bah, antara tidur dan jaga, lalu majulah seorang lelaki di
antara dua laki-laki, mereka ini adalah malaikat). Lalu didatangkan kepadaku
bejana terbuat dari emas, yang penuh dengan hikmah dan iman. Lalu dia membelah
(dadaku) dari leher sampai ke perut bagian bawah. Lalu mencuci hatiku dengan
air zamzam, kemudian (hatiku) dipenuhi dengan hikmah dan iman, kemudian
dikembalikan ke tempatnya.” (HR. Bukhari no. 3207, 3393, 343, 3887, Muslim no.
254, 265)
“Kemudian didatangkan kepadaku seekor binatang (yakni buraq) yang lebih rendah dari
bighal tetapi lebih tinggi dari himar/keledai, langkahnya sejauh pandangnya.
Lalu aku dinaikkan di atasnya. (Pada riwayat lain, didatangkan buraq kepadaku,
yaitu seekor binatang putih dan panjang, lebih tinggi dari himar/keledai tetapi
lebih rendah dari bighal, ia meletakkan telapak kakinya sejauh batas
pandangannya. Lalu menaikinya sampai aku mendatangi Baitul Maqdis. Lalu aku
mengikatnya pada rantai yang para Nabi mengikatkan padanya) (HR. Ahmad dan
Muslim no. 259). Pada riwayat lain, dari Qatadah, dari Anas, dia berkata, “Pada
malam Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam diisra’kan, didatangkan buraq
menjadi sulit (diatur) terhadap Nabi. Maka Jibril berkata kepada buraq, ‘Apakah
kamu bersikap ini kepada Muhammad? Tidak ada seorangpun menaikimu yang lebih
mulia di sisi Allah daripada dia, ‘Maka buraqpun bercucuran keringat’.” (HR.
Ahmad III/164, Tirmidzino. 3131)
“Kemudian kami berangkat, sampai kami datang di Baitul Maqdis.”
(HR. Bukhari dan Muslim)
Ketika Pernajalan
Isra’
“Pada malam aku diisra’kan, aku melewati Musa di dekat bukit pasir
merah, dia sedang berdiri shalat di dalam kuburnya (HR. Muslim no. 164)
(Di dalam masjid baitul Maqdis (aku bertemu sekelompok para Nabi.
Saat itu Musa sedang shalat, dia seorang laki-laki yang tinggi, ramping dan
kurus, rambutnya keriting, seperti laki-laki suku Syanuah. Isa juga sedang
shalat, (dia seolah-olah baru keluar dari pemandian. Orang yang paling mirip
dengannya ialah ‘Urwah bin Mas’ud Ats Tsaqafi. Ibrahim juga sedang shalat orang
yang paling mirip dengannya ialah kawanmu ini (Nabi Muhammad shallallahu
‘alaihi wa sallam sendiri). Kemudian masuk waktu shalat.” (HR.
Muslim no. 278)
“Lalu aku shalat di dalamnya sebagai imam dengan semua para Nabi
dan Rasul. (Pada riwayat lain: Lalu aku masjid dan shalat dua raka’at di
dalamnya.).”
“Setelah aku selesai shalat, ada yang berkata, “Hai Muhammad! Ini
adalah Malik, penjaga neraka, ucapkan salam kepadanya!” Maka aku menoleh
kepadanya, tetapi dia mendahuluiku dengan salam.”
“Kemudian Jibril membawakan kepadaku sebuah tempat minum yang
berisi susu, dan sebuah tempat minum yang berisi madu. Lalu aku memilih susu.
Jibril berkata, ‘Engkau telah memilih fithrah’.”
Mulai Mi’raj
ke Atas Langit
“Kemudian dia memegang tanganku, dan membawaku naik ke langit
dunia.” (Dalam riwayat lain: Kemudian aku berangkat bersama Jibril, lalu kami
sampai di langit dunia)
“Setelah aku tiba di langit dunia. Jibril berkata kepada penjaga
langitnya, ‘Bukalah!’ Dia bertanya, ‘Siapa ini?’ Jibril menjawab, ‘Jibril.’ Dia
bertanya, ‘Apakah ada seseorang bersamamu?’ Jibril menjawab, ‘Ya, Muhammad
bersamaku.’ Dia bertanya, ‘Engkau diutus (Allah) kepadanya?’ Jibril menjawab:
‘Ya.’ (dalam riwayat lain ada tambahan: Penjaga itu berkata, ‘Selamat datang
kepadanya, orang yang terbaik telah datang.’)
“Maka setelah ia membuka, kami naik ke atas langit dunia.”
“Tiba-tiba di sana ada seorang lelaki yang sedang duduk. Di
sebelah kanannya ada hitam-hitam dan di sebelah kirinya ada hitam-hitam.
Apabila dia melihat ke sebelah kanannya, dia tertawa, dan apabila dia melihat
ke sebelah kirinya, dia menangis. Aku bertanya kepada Jibril, “Siapa ini?”
Jibril menjawab, “Ini Adam. Dan hitam-hitam yang ada di kanan dan di kirinya
ini ialah ruh-ruh anak-anak keturunannya. Golongan kanan itu adalah penghuni
surga, dan hitam-hitam yang ada di sebelah kirinya ialah penghuni neraka. Maka
apabila dia melihat yang di sebelah kanannya, dia tertawa. Dan apabila dia
melihat yang ada di sebelah kirinya, dia menangis.”
(Dalam riwayat lain: Aku mendatangi Adam ‘alaihissalam, lalu
Jibril berkata, “Ini adalah bapakmu, Adam, ucapkanlah salam kepadanya.” Maka
aku mengucapkan salam kepadanya, lalu dia membalas salamku)
Lalu dia berkata, “Selamat datang nabi yang shalih dan anak yang
shalih.” (Dan dia mendoakan kebaikan untukku)
“Pada malam aku diisra’kan, aku melewati sekelompok orang yang
memiliki yang kuku-kuku dari tembaga, mereka mencakar wajah dan dada mereka
sendiri. Maka aku berkata, “Mereka ini siapa wahai Jibril?” Dia menjawab,
“Mereka ialah orang-orang yang memakan daging manusia (yakni melakukan ghibah)
dan mencela kehormatan mereka.”
“Pada malam aku diisra’kan, aku melewati sekelompok laki-laki yang
bibir-bibir mereka diguntingkan dengan gunting-gunting neraka. Maka aku
berkata, ‘mereka ini siapa wahai Jibril.” Dia menjawab, ‘Mereka ini ialah
khatib-khatib (orang-orang yang biasa khutbah) di kalangan umatmu. Mereka
memerintahkan kebaikan manusia, tetapi melupakan diri mereka sendiri, padahal
mereka membaca Al-Kitab (Al-Quran), tidakkah mereka berfikir?’.”
(Dalam riwayat lain: mereka menggunting bibir dan lidah mereka,
dan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melihat mereka itu di atas
langit pertama)
“Lalu Jibril membawaku naik ke langit kedua, lalu dia berkata
kepada penjaganya, ‘Bukalah!” penjaganya lalu berkata kepada Jibril, seperti
yang dikatakan oleh penjaga yang pertama tadi. Lalu dia membukanya.
(Dalam riwayat lain: Kemudian kami mendatangi langit kedua. Aku
mendatangi Yahya dan Isa, ibu keduanya bersaudara. Lalu Jibril berkata, “Ini adalah
Yahya dan Isa, ucapkanlah salam kepada keduanya.” Maka kau mengucapkan salam
kepada keduanya, lalu keduanya membalas salamku dan berkata, “Selamat datang
saudara yang shalih dan Nabi yang shalih.) (Dan keduanya mendoakan kebaikan
untukku)
(Dalam riwayat lain: Kemudian kami mendatangi langit ketiga. Aku
mendatangi Yusuf (dan dia telah diberi separuh ketampanan), Lalu Jibril
berkata, “Ini adalah Yusuf, ucapkanlah salam kepadanya.” Maka aku mengucapkan
salam kepadanya, lalu dia membalas salamku dan berkata, “Selamat datang saudara
yang shalih dan Nabi yang shalih.” (Dan dia mendoakan kebaikan untukku)
(Dalam riwayat lain: Kemudian kami mendatangi langit keempat
seperti itu. Aku mendatangi Idris, lalu Jibril berkata, “Ini adalah Idris,
ucapkan kepadanya, lalu dia membalas salamku dan berkata, “Selamat datang
saudara yang shalih dan Nabi yang shalih.”) (Dan dia mendoakan kebaikan
untukku). Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda, “Allah Ta’ala berfirman, “Dan Kami telah mengangkatnya (Idris) ke martabat
(tempat) yang tinggi.” (Maryam: 57)
(Dalam riwayat lain: Kemudian kami mendatangi langit ke lima,
seperti itu. Aku mendatangi Harun. Lalu Jibril berkata, “Ini adalah Harun,
ucapkanlah salam kepadanya.” Maka aku mengucapkan salam kepadanya, lalu dia
membalas salamku dan berkata, “Selamat datang saudara yang shalih dan Nabi yang
shalaih.”)(Dan dia mendoakan kebaikan untukku)
(Dalam riwayat lain: Kemudian kami mendatangi langit keenam,
seperti itu. Aku mendatang Musa, lalu Jibril berkata, “Ini adalah Musa,
ucapkanlah salam kepadanya.” Maka kau mengucapkan salam kepadanya, lalu dia
membalas salamku dan berkata, “Selamat datang saudara yang shalih dan Nabi yang
shalih.”) (Dan dia mendoakan kebaikan untukku)
(Dalam riwayat lain: Ketika aku melewatinya, dia menangis. Dia
ditanya, ‘Apa yang menyebabkanmu menangis?’ Dia menjawab, ‘Wahai Rabb-ku,
pemuda ini (Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam)
yang Engkau utus setelah aku, umatnya akan masuk surga lebih banyak dan lebih
utama daripada umatku.”
“Pada malam aku diisra’kan, tidaklah aku melewati sekelompok
malaikat kecuali mereka berkata, ‘Hai Muhammad, perintahkan umatmu untuk
berhijamah’.”
(Dalam riwayat lain: Kemudian kami mendatangi langit ke tujuh,
seperti itu. Aku mendatangi Ibrahim ‘alaihissalam, dia sedang menyandarkan
punggungnya pada Baitul Ma’mur. Lalu Jibril berkata, “Ini adalah bapakmu,
Ibrahim, ucapkanlah salam kepadanya.” Maka aku mengucapkan salam kepadanya,
lalu dia membalas salamku dan berkata, “Selamat datang anak yang shalih dan
Nabi yang shalih.”)
Pada malam aku diisra’kan aku bertemu dengan Ibrahim, lalu dia
berkata, “Hai Muhamamd sampaikan salam dariku kepada umatmu. Dan beritahukan
kepada mereka bahwa surga itu memiliki tanah yang bagus, air yang segar, dan
daratannya berupa lembah. Dan tanamannya ialah: subhanallah, alhamdulillah, laa
ilaaha illa Allah, allahu akbar.”
“Kemudian Baitul Ma’mur ditampakkan kepadaku, maka aku bertanya
kepada Jibril’alaihissalam. Dia menjawab, “Ini Baitul Ma’mur, setiap hari
70.000 malaikat shalat di dalamnya, jika mereka telah keluar darinya, mereka
tidak akan kembali ke dalamnya, itu adalah masuk mereka yang terakhir.”
Kemudian didatangkan kepadaku sebuah tempat minum yang berisi
khamr, sebuah tempat minum yang berisi susu, dan sebuah tempat minum yang
berisi madu. “Lalu aku mengambil susu. Jibril berkata, ‘Susu ini adalah
fithrah, engkau dan umatmu berada di atasnya.’
“Kemudian Jibril membawa aku pergi sehingga sampailah aku ke
Sidratul Muntaha (pohon sidrah di puncak ketinggian). (Pada riwayat lain:
kemudian pohon Sidratul Muntaha diperlihatkan kepadaku, yang bauhnya seperti
kendi negeri Hajar dan daunnya seperti telinga-telinga gajah. Jibril berkata,
‘Ini adalah Sidratul Muntaha.’ Lalu sidrah itu ditutup oleh beberapa macam
warna, aku tidak tahu, apakah itu? (Pada riwayat lain: Kemudian karena perintah
Allah, ada sesuatu yang menyelimutinya. Pohon Sidratul Muntaha itupun berubah.
Tidak satupun dari makhluk Allah yang mempu menjelaskan keindahannya. (Pada riwayat
lain: Ketika ada sesuatu yang menyelimutinya dengan perintah Allah, pohon
Sidratul Muntaha itupun berubah menjadi yakut, atau zamrud, atau semacamnya.
Dan (di bawah) batangnya ada 4 sungai, 2 sungai yang tidak nampak (ada di
dalam), dan 2 sungai yang nampak. Maka aku bertanya kepada Jibril. Dia
menjawab, ‘Adapun 2 sungai yang tidak nampak, maka di dalam surga, dan 2 sungai
yang nampak ialah sungai Furat dan Nil.”
“Abdullah bin Mas’ud berkata tentang firman Allah,
Sesungguhnya dia (Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam)
telah melihat sebahagian tanda-tanda (kekuasaan) Rabbnya yang paling besar. (An
Najm: 18)
Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam
melihat Jibril dalam bentuk aslinya, memiliki 600 sayap. Pada riwayat lain ada
tambahan bahwa beliau melihatnya di dekat Sidratul Muntaha, dan dari bulu-bulu
sayap Jibril bertaburan (berjatuhan) mutiara dan yakut.”
“Kemudian aku dinaikkan lagi sehingga aku naik ke Mustawa, aku
mendengar suara pena-pena.”
“Kemudian aku dimasukkan surga, tiba-tiba di sana ada mahligai-mahliagai
dari mutiara dan tanahnya dari kasturi.” (Pada hadits lain: Tatkala Nabi
mi’raj, beliau berkata: “Ketika aku seadng berjalan di surga, aku mendatangi
sebuah sungai yang di kedua tepinya ada kubah-kubah terbuat dari mutiara. Maka
aku berkata, ‘Ini apa wahai Jibril?’ Dia menjawab, ‘Ini ialah Al-Kautsar, yang
Allah berikan kepadamu.’ Maka aku (riwayat lain, malaikat) menjulurkan tanganku
(tangannya), ternyata tanahnya kasturi yang sangat harum dan kerikilnya
mutiara).
“Kemudian Allah mewajibkan 50 shalat (setiap hari) atas umatku.”
(Pada riwayat lain: “Lalu Allah mewahyukan kepadaku apa yang Dia wahyukan. Dan
mewajibkan atasku 50 kali shalat setiap hari dan malamnya.”)
“Lalu aku kembali dengan (perintah) itu sehingga aku melewati
Musa. (Pada riwayat lain: “Lalu aku turun sampai kepada Musa”) Lalu dia (Musa
bertanya, ‘Apa yang telah Allah wajibkan bagimu dan atas umatmu?’ Aku menjawab,
‘Dia telah mewajibkan 50 kali shalat atas mereka.’ Musa berkata, (dalam riwayat
lain: “Sesungguhnya aku lebih tahu tentang manusia daripada kamu). (Riwayat
lain: “Aku telah berpengalaman dengan manusia sebelummu). Sesungguhnya aku
telah memperbaiki Bani Israil dengan susah payah. Sesungguhnya umatmu tidak
akan mampu melakukannya. Kembalilah kepada Rabbmu, mohonlah kepada-Nya untuk
meringankanmu. Lalu aku kembali kepada Rabbku dan mohon kepada-Nya untuk
meringankan dariku, (Pada riwayat lain: Aku berkata, ‘Wahai Rabbku,
ringankanlah umatku!’) lalu Dia membalasku dan mengurangi 5.” (Pada riwayat
lain: Sebagiannya, dan menjadikannya 40 shalat) “Lalu aku kembali kepada Musa:
Aku berkata, ‘Allah telah mengurangi 5.’ (Pada riwayat lain: “Sebagniannya, dan
menjadikannya 40 shalat”) Musa berkata, ‘Usullah kepada Rabbmu (untuk
mengurangi lagi), sesungguhnya umatmu tidak akan mampu melakukannya.’ Maka aku
kembali kepada Rabbku, dan Dia mengurangi sebagiannya lagi, (dan menjadikannya
30 shalat).”
“Lalu aku kembali kepada Musa, aku berkata, ‘Allah telah
mengurangi sebagiannya, (dan menjadikannya 30 shalat).” Musa berkata, ‘Usullah
kepada Rabbmu (untuk mengurangi lagi), sesungguhnya umatmu tidak akan mampu
melakukannya’.”
“Lalu aku kembali kepada Musa, aku berkata, ‘Allah telah
mengurangi sebagiannya.” Musa berkata, “Kembalilah kepada Rabbmu, sesungguhnya
umatmu tidak akan mampu melakukannya.. Maka aku kembali kepada Rabbku, dan Dia
mengurangi sebagiannya lagi (dan menjadikannya 20 shalat, kemudian 10 shalat,
kemudian 5 shalat). (Pada riwayat lain: “Aku terus-menerus bolak-balik antara
Rabbku dan Musa, dan Allah mengurangi dariku 5 shalat, 5 shalat, sampai Allah
berfirman:
Wahai Muhammad! Kewajiban itu 5 kali shalat sehari semalam. Setiap
satu shalat (pahalanya) 10, sehingga menjadi 50 shalat. Dan barangsiapa berniat
dengan satu kebaikan, ditulis untuknya satu kebaikan. Jika dia telah mengamalkannya,
ditulis untuknya 10 kebaikan. Dan barangsiapa berniat dengan satu keburukan,
tetapi dia belm mengamalkannya, tidak ditulis sesuatupun. Jika dia telah
mengamalkannya, ditulis atasnya 1 keburukan.”
“Lalu aku kembali kepada Musa, aku memberitahukan kepadanya. Musa
berkata, ‘Kembalilah kepada Rabbmu, sesungguhnya umatmu tidak akan mampu
melakukannya.’ Maka aku menjawab, ‘Sesungguhnya aku telah malu kepada Rabbku,
karena telah berulang kembali kepada-Nya. Tetapi aku ridha dan menerima’.”
“Lalu Allah berfirman, ‘(Kewajiban shalat) itu lima (kali) tetapi (pahalanya)
lima puluh (shalat). Firman-Ku itu tidak akan dirubah.’ (Dalam riwayat lain:
Setelah aku selesai, ada (suara) penyeru yang berseru, ‘Aku telah menetapkan
ketetapan-Ku, dan telah meringankan hamba-Ku, dan Aku akan membalas satu
(kebaikan) dengan 10 kali lipat’.”
Setelah Isra’
Mi’raj
Abu Dzarr bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah anda melihat
Rabbmu?” Beliau menjawab, “Cahaya, bagaimana aku dapat melihat-Nya?!” Pada
riwayat lain, “Aku melihat cahaya.” Abdullah bin Mas’ud berkata, “(Pada malam
isra’) Rasulullah diberi 3 perkara (yaitu:) diberi kewajiban shalat 5 kali,
diberi penutup surat Al Baqarah, dan umat beliau yang tidak menyekutukan Allah
dengan sesuatupun maka dosa-dosa besarnya akan diampuni.”
Sekelompok orang Quraisy mendatangi Abu Bakar. Mereka berkata,
“Hai Abu Bakar, bagaimana pendapatmu tentang kawanmu (Nabi Muhammad shallallahu
‘alaihi wa sallam)? Yang menyangka bahwa dia telah mendatangi
Baitul Maqdis, kemudian kembali ke Makkah dalam waktu semalam?” Abu Bakar
berkata, “Benarkah beliau telah mengatakannya?” Mereka menjawab, “Ya.” Abu
Bakar berkata, “Sesungguhnya beliau benar.” Pada riwayat lain ada tambahan
perkataan Abu Bakar, “Sesungguhnya aku membenarkan beliau terhadap apa yang lebih
jauh dari ini. Aku membenarkan beliau terhadap berita langit yang beliau bawa.”
Karena itulah dia diberi nama “Ash Shiddiq”
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda, “(Ketika suku Quraisy mendustakanku (saat aku diisra’kan ke Baitul
Maqdis), aku berdiri di atas Al Hijr (di dekat Ka’bah).” Suku Quraisy bertanya
kepadaku tentang isra’ku. Mereka bertanya tantang perkara-perkara dari Baituql
Maqdis yang aku tidak hafal. Maka aku merasakan kesusahan yang berat, yang
belum pernah susah seperti itu. Kemudian Allah menampakkan Baitul Maqdis
kepadaku, sehingga aku dapat melihatnya. Tidaklah mereka bertanya tentang
sesuatu kepadaku kecuali aku menceritakannya kepada mereka.
Ibnu Abbas berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda, “Ketika pada malam hari aku diisrakan, di pagi hari aku berada di
Makkah, aku merasa berat, aku tahu bahwa orang-orang akan mendustakanku.”
Kemudian beliau duduk menyendiri dalam keadaan susah. Lalu lewatlah Abu Jahal,
musuh Allah, kemudian duduk di dekat beliau. Abu Jahal bertanya seolah-olah
mengejek, “Adakah sesuatu kejadian?” Beliau menjawab, “Ya.” Dia bertanya, “Apa
itu?” Beliau menjawab, “Tadi malam aku diisra’kan.” Dia bertanya, “Sampai
mana?” Beliau menjawab, “Baitul Maqdis.” Dia berkata, “Kemudian di pagi ini engkau
bersama kami?” Beliau menjawab, “Ya.” Abu Jahal tidak memperlihatkan bahwa dia
mendustakan, karena khawatir Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
akan menolak bercerita jika dia memanggil kaumnya kepadanya. Abu Jahal berkata,
“Bagaimana pendapatmu, jika aku panggil kaummu, apakah engkau akan menceritakan
kepada mereka apa yang telah engkau ceritakan keapdaku?” Beliau menjawab, “Ya.”
Abu Jahal berseru, “Kemarilah hai Bani Ka’b bin Luaiy!” Orang-orangpun
berdatangan sampai mereka duduk di dekat keduanya. Abu Jahal berkata,
“Ceritakan kepada mereka apa yang telah engkau ceritakan kepadaku?” Beliau
berkata, “Tadi malam aku diisra’kan.” Mereka bertanya “Sampai mana?” Beliau
menjawab, “Baitul Maqdis.” Mereka berkata, “Kemudian di pagi ini engkau bersama
kami?” Beliau menjawab, “Ya.” Maka diantara mereka ada yang bertepuk tangan,
ada yang meletakkan tangannya di atas kepalanya dalam keadaan heran, karena
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berdusta.
Lalu mereka berkata, “Dapatkah kau sebutkan sifat-sifat masjid
Baitul Maqdis kepada kami?” di antara orang-orang itu ada yang penah pergi ke
negeri itu (Palestina) dan melihat masjid tersebut. Maka Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam berkata, “Mulailah aku menyebutkan sifat-sifat
masjid itu, aku terus menyebutkannya sampai sebagian sifat samar bagiku.
Kemudian masjid itu didatangkan (oleh Allah) dan aku melihatnya, sehingga
diletakkan di rumah ‘Uqail. Maka aku menyebutkan sifat-sifatnya dengan
melihatnya.” Maka orang-orang pun berkata, “Demi Allah, dia benar menerangkan
sifat-sifat masjid itu.”
Ibnu Abbas berkata, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
diisra’kan ke Baitul Maqdis, lalu kembali pada malam itu juga Lalu beliau
menceritakan perjalanannya kepada orang-orang Qurasiy, juga tentang tanda-tanda
Baitul Maqdis dan rombongan dagang mereka. Maka sekelompok orang berkata,
“Apakah kami akan membenarkan apa yang dikatakan Muhammad?” Maka mereka murtad
menjadi kafir, Allah mengumpulkan mereka bersama Abu Jahal. Abu Jahal berkata,
“Muhammad menakut-nakuti kita dengan pohon Zaqqum, datangnkanlah buah kurma dan
lalu kamu hancurkan!” Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam
juga melihat Dajjal di dalam bentuknya (dengan penglihatan mata, bukan mimpi),
juga melihat Isa ‘alaihissalam, Musa, dan Ibrahim ‘alaihissalam. Lalu Nabi
ditanya tentang Dajjal, beliau menjawab, “Dia bertubuh besar, putih, salah satu
matanya menonjol seolah-olah bintang yang bersinar, rambut kepalanya seperti
dahan-dahan pohon.”
Inilah kisah Isra’ Mi’raj Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam yang mampu kami kumpulkan. Mudah-mudahan bermanfaat untuk
kita semua.
Oleh: Ust. Muslim Atsari
Sumber: Majalah As-Sunnah Ed 6 Tahun VI 1423 H/2002M (dengan penyesuain redaksi yufidia)
Sumber: Majalah As-Sunnah Ed 6 Tahun VI 1423 H/2002M (dengan penyesuain redaksi yufidia)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar