Senin, 01 Oktober 2018

KISAH SULTAN TRENGGANA


KISAH SULTAN TRENGGANA


Orientasi
Trenggana alias Tung Ka Lo (lahir: 1483; wafat: 1546) adalah raja Demak ketiga, yang memerintah tahun 1505-1518, kemudian tahun 1521-1546. Di antara kedua masa tahta tersebut, Demak dipimpin ipar Trenggana, Pati Unus dari Jepara. Trenggana menikah dengan putri dari bupati Palembang Arya Damar (ayah Kin San/Raden Kusen). Di bawah Trenggana, wilayah kekuasaan Demak meluas sampai ke Jawa Timur. Gelar "Sultan" yang diberinya dalam tradisi Jawa sebetulnya belum disandang pada masa itu. Di Jawa, penguasa yang pertama memakai gelar "Sultan" adalah Pangeran Ratu dari Banten, tahun 1638.

Silsilah
Dalam tradisi Jawa, Trenggana adalah putra Raden Patah pendiri Demak yang lahir dari permaisuri Ratu Asyikah putri Sunan Ampel. Menurut Suma Oriental, ia dilahirkan sekitar tahun 1483. Ia merupakan adik kandung Pangeran Sabrang Lor/Raden Surya/Sultan Surya Alam, raja Demak sebelumnya (versi Serat Kanda). Trenggana memiliki beberapa orang putra dan putri. Diantaranya yang paling terkenal ialah Sunan Prawoto yang menjadi raja penggantinya, Ratu Kalinyamat yang menjadi bupati Jepara, Ratu Mas Cempaka yang menjadi istri Sultan Hadiwijaya, dan Pangeran Timur yang berkuasa sebagai adipati di wilayah Madiun dengan gelar Rangga Jumena.

Prabu Brawijaya V:-----> Raden Patah ----->Pangeran Trenggono ----->Putri Trenggono + Kanjeng Prabu Hadiwidjojo (Joko Tingkir) ----->Pangeran Benowo ----->Raden Purboyo Damar -----> tumenggung Rodjoniti ----->Kyai Nursalim -----> Raden Ngabehi Nuriman.
Raden Ngabehi Nuriman + Raden Adjeng Sarah -----> Raden Setjodiwirjo.
Kanjeng Sultan Sjafruddin + istri --------------> Kanjeng Muhammad Ngasik + istri -----> Raden Ayu Setjodiwirjo.
Raden Setjodiwirjo + Raden Ayu Setjodiwirjo -----> ....

NB: Raden Adjeng Sarah:
Kanjeng Susuhunan Prabu Amangkurat Agung -----> Kanjeng Pangeran Harjo Panular ----->Raden Harjo Sumodirodjo -----> Raden Ayu Harjo Matahun.
Pangeran Puger Paku Buwono I -----> Hadipati Harjo Matahun.
Hadipati Hardjo Matahun + Raden Ayu Hardjo Matahun -----> Tumenggung Purbokusumo ----->Tumenggung Sumadirdjo -----> ....

Kanjeng Sultan Prabu Hadiwidjojo + Istri -----> Kanjeng Pangeran Sambu + Istri -------> Kyai Ageng Imam Kurnen + Istri -----> Raden Nganten Ning Tujuan + Istri -----> Kyai Ngabdul Ngarip + Istri -----> ....
Tumenggung Kertonegoro + Istri -----> Rara Sarah + Raden Nuriman Rejekwesi -----> ....

Kenaikan Tahta
Sepeninggal Pangeran Sabrang Lor tahun 1521 terjadi perebutan takhta antara kedua adiknya, yaitu Raden Kikin dan Raden Trenggana. Putra sulung Trenggana yaitu Raden Mukmin alias Muk Ming (nama kecil Sunan Prawoto) mengirim utusan membunuh Raden Kikin di tepi sungai. Sejak itu Raden Kikin terkenal sebagai Pangeran Sekar Seda ing Lepen (artinya, "bunga yang gugur di sungai").

Trenggana pun naik tahta
Pada tahun 1524 datang seorang pemuda dari Pasai bernama Fatahillah. Trenggana menyukainya dan menikahkan pemuda itu dengan adiknya, yaitu Ratu Pembayun (janda Pangeran Jayakelana putra Sunan Gunung Jati). Sebaliknya, Fatahillah juga memperkenalkan pemakaian gelar bernuansa Arab sebagaimana yang lazim dipakai oleh raja-raja Islam di Sumatra. Maka, Trenggana kemudian juga bergelar Sultan Ahmad Abdullah Arifin. Tokoh Fatahillah inilah yang pada tahun 1527 dikirim membantu Sunan Gunung Jati raja Cirebon menghadapi Pajajaran dan Portugis. Ia berhasil membebaskan pelabuhan Sunda Kelapa dan mengganti namanya menjadi Jayakarta atau Jakarta.

Penaklukan Majapahit
Upacara pernikahan Fatahillah tahun 1524 dikejutkan dengan berita kematian Sunan Ngudung dalam perang melawan Majapahit. Adapun ibu kota Majapahit saat itu sudah pindah ke Daha di bawah pemerintahan Girindrawardhana. Raja Majapahit ini hanyalah bersifat simbol, karena pemerintahan dikendalikan penuh oleh Patih Hudara. Sang Patih juga menjalin persahabatan dengan Portugis untuk memerangi Demak.

Akhirnya pada tahun 1527 pasukan Demak dipimpin Sunan Kudus (putra Sunan Ngudung) berhasil mengalahkan Majapahit. Kerajaan yang pernah berjaya pada masa lalu itu akhirnya musnah sama sekali. Terjadi arus pelarian besar-besaran dari kerabat kerajaan Majapahit, hal ini disebabkan mereka takut akan dihukum karena dukungan mereka pada Girindrawardhana saat ia mengkudeta Brawijaya pada tahun 1478. Tampaknya ibukota Daha juga mengalami nasib yang sama dengan Trowulan, hal ini merupakan pembalasan keturunan Brawijaya yang menjadi penguasa Demak atas tindakan Girindrawardhana pada saat ia merebut tahta Majapahit.

Selain itu Tuban juga ditaklukkan pada tahun yang sama. Penguasa Tuban menurut catatan Portugis bernama Pate Vira, seorang muslim tetapi setia kepada Majapahit. Berita ini menunjukkan kalau perang antara Demak dan Majapahit dilandasi persaingan kekuasaan, bukan karena sentimen antara agama Islam dan Hindu. Pada tahun 1528 Trenggana menaklukkan Wirasari, kemudian Gagelang atau Gelanggelang (nama sekarang: Madiun) tahun 1529, Medangkungan (Blora) tahun 1530, Surabaya tahun 1531, Pasuruan tahun 1535. Hampir sebagian besar penyerangan terhadap daerah-daerah tersebut dipimpin oleh Trenggana sendiri. Antara tahun 1541-1542 Demak menaklukkan Lamongan, Blitar, dan Wirasaba (Mojoagung, Jombang). Gunung Penanggungan yang menjadi pusat sisa-sisa pelarian Majapahit direbut tahun 1543. Kemudian Kerajaan Sengguruh di Malang, yang pernah menyerang Giri Kedaton, dikalahkan tahun 1545.

Ekspedisi ke Banjarmasin
Pada tahun 1526 Raja Demak yang diduga adalah Trenggana alias Tung Ka lo telah megirimkan seribu pasukan untuk membantu Pangeran Samudera untuk berperang melawan pamannya Pangeran Tumenggung penguasa Kerajaan Negara Daha terakhir. Kemenangan diraih oleh Pangeran Samudera sebagai Sultan Banjarmasin I, sedangkan Pangeran Tumenggung diizinkan menetap di pedalaman yaitu daerah Alay dengan seribu penduduk. Hikayat Banjar : Maka Pangeran Samudera itu, sudah tetap kerajaannya di Banjarmasih itu, maka masuk Islam. Diislamkan oleh Penghulu Demak itu. Maka waktu itu ada orang negeri Arab datang, maka dinamainya Pangeran Samudera itu Sultan Suryanullah. Banyak tiada tersebut.

Maka Penghulu Demak dengan Menteri Demak itu disuruh Sultan Suryanullah kembali. Maka orang Demak yang mati berperang ada dua puluh itu, disilih laki-laki dan perempuan yang dapat [dari] menangkap, tertangkap tatkala berperang itu, orang empat puluh. Maka Penghulu Demak dan Menteri Demak serta segala kaumnya sama dipersalin. Yang terlebih dipersalinnya itu penghulunya, karena itu yang mengislamkan. Serta persembah Sultan Suryanullah emas seribu tahil, intan dua puluh biji, lilin dua puluh pikul, pekat seribu galung, damar seribu kindai, tetudung seribu buah, tikar seribu kodi, kajang seribu bidang. Sudah itu maka orang Demak itu kembali. Itulah maka sampai sekarang ini di Demak dan Tadunan itu ada asalnya anak-beranak cucu-bercucu itu asal orang Nagara itu; tiada lagi tersebut.

Sunan Kalijaga
Pada tahun 1543 Trenggana mengundang Sunan Kalijaga pindah ke Demak. Sunan Kalijaga sendiri sebelumnya membantu Sunan Gunung Jati berdakwah di Cirebon. Beberapa waktu kemudian terjadi perbedaan pendapat antara Sunan Kalijaga dengan Sunan Kudus dalam menentukan awal bulan Ramadhan. Dalam hal ini Trenggana lebih memilih pendapat Sunan Kalijaga. Akibatnya, Sunan Kudus kecewa dan mengundurkan diri dari jabatannya sebagai imam Masjid Agung Demak.  Sunan Kalijaga diangkat sebagai imam baru dan diberi tanah perdikan di Kadilangu.

Kematian
Berita kematian Trenggana ditemukan dalam catatan seorang Portugis bernama Fernandez Mendez Pinto. Pada tahun 1546 Trenggana menyerang Panarukan, Situbondo yang saat itu dikuasai Blambangan. Sunan Gunung Jati membantu dengan mengirimkan gabungan prajurit Cirebon, Banten, dan Jayakarta sebanyak 7.000 orang yang dipimpin Fatahillah. Mendez Pinto bersama 40 orang temannya saat itu ikut serta dalam pasukan Banten.
Pasukan Demak sudah mengepung Panarukan selama tiga bulan, tetapi belum juga dapat merebut kota itu. Suatu ketika Trenggana bermusyawarah bersama para adipati untuk melancarkan serangan selanjutnya. Putra bupati Surabaya yang berusia 10 tahun menjadi pelayannya. Anak kecil itu tertarik pada jalannya rapat sehingga tidak mendengar perintah Trenggana. Trenggana marah dan memukulnya. Anak itu secara spontan membalas menusuk dada Trenggana memakai pisau. Sultan Demak itu pun tewas seketika dan segera dibawa pulang meninggalkan Panarukan.

Kepustakaan
Ø Babad Tanah Jawi, Mulai dari Nabi Adam Sampai Tahun 1647. (terj.). 2007. Yogyakarta: Narasi
Ø H.J.de Graaf dan T.H. Pigeaud. 2001. Kerajaan Islam Pertama di Jawa. Terj. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti
Ø Hayati dkk. 2000. Peranan Ratu Kalinyamat di jepara pada Abad XVI. Jakarta: Proyek Peningkatan Kesadaran Sejarah Nasional Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional Direktorat Jenderal Kebudayaan Departemen Pendidikan Nasional
Ø Purwadi. 2007. Sejarah Raja-Raja Jawa. Yogyakarta: Media Ilmu
Ø Slamet Muljana. 2005. Runtuhnya Kerajaan Jindu-Jawa dan Timbulnya Negara-Negara Islam di Nusantara (terbitan ulang 1968). Yogyakarta: LKIS
Ø Winarsih Partaningrat Arifin. 1995. Babad Blambangan. Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya
Ø Yuliadi Soekardi. 2002. Nalusur Sejarahe Sunan Gunungjati. Dalam Majalah Panjebar semangat edisi 23-27 Surabaya
Ø Ricklefs, M. C., A History of Modern Indonesia since c. 1200, Palgrave MacMillan, New York, 2008 (terbitan ke-4), ISBN 978-0-230-54686-8

Reorientasi
Biografi Sultan Trenggono, Silsilah dan Perjalanan Hidupnya - Sultan Trenggono adalah salah satu dari raja Kerajaan Demak. Sultan Trenggono inilah yang menurut sejarah Kerajaan Demak yang berhasil membawa Kerajaan Demak ke masa kaejayaannya. Masa kejayaan Kerajaan Demak di bawah Sultan Trenggono berhasil banyak meraih pencapaian yang sangat luar biasa. Silsilah Sultan Trenggono ini cukup menarik untuk dipelajari dan juga termasuk sangat panjang perjalanan hidupnya. Sebagai raja ke tiga, Sultan Trenggono mewarisi berbagai peninggalan Kerajaan Demak yang cukup masyhur dan masih ada sampai saat ini.

Diantara peninggalan Kerajaan Demak yang masyhur adalah Masjid Demak. Sejarah Masjid Demak ini menjadi peninggalan Kerajaan Demak yang paling populer dan berdiri tegak sampai saat ini. Kembali ke sejarah dan biografi Sultan Trenggono, jika Anda belum mengerti dan memahami biografi Sultan Trenggono, pada kesempatan kali ini akan kami sampaikan biografi Sultan Trenggono untuk Anda.

Biografi Sultan Trenggono
Sultan Trenggono memiliki nama lain Tung Ka Lo yang dilahirkan pada tahun 1483. Sultan Trenggono ini adalah raja ke tiga Kerajaan Demak dan memerintah pada tahun 1505 - 1518 kemudian tahun 1521 - 1546. Sebelum Sultan Trenggono menjadi raja, raja Demak sebelumnya adalah Adipati Unus dari Jepara. Menurut silsilah, Sultan Trenggono ini adalah anak dari Raden Patah dari istrinya yang bernama Ratu Asyikah. Ratu Asyikah sendiri adalah anak dari Sunan Ampel. Menurut Suma Oriental, Sultan Trenggono merupakan adik dari Pangeran Sabrang Lor/Raden Surya/Sultan Surya Alam, raja Demak sebelumnya (versi Serat Kanda).

Sultan Trenggono sendiri memiliki beberapa orang putera dan putri. Dari sekian banyak anak Sultan Trenggono salah stau yang paling populer adalah Sunan Prawoto yang dikemudian hari akan menjadi raja Demak yang menggantikan Sultan Trenggono menjadi raja Demak. Selain Sunan Prawoto, ada juga anaknya yang lain yaitu Ratu Kalinyamat yang menjadi bupati Jepara. Kemudian Ratu Mas Cempaka yang menjadi istri dari Sultan Hadiwijaya, dan Pangeran Timur yang kemudian menjadi adipati di wilayah Madiun yang berglar sebagai Rangga Jumena.

Silsilah Sultan Trenggono
Silsilah Sultan Trenggono menurut cerita dan sejarah yang dipercaya dalam tradisi Jawa, Sultan Trenggono adalah putra dari Raden Patah yang merupakan raja pertama Demak. Sultan Trenggono merupakan putra Raden Patah dari permaisuri Ratu Asikah yang juga merupakan putri dari Sunan Ampel. Sultan Trenggono merupakan adik kandung dari Pangeran Sabrang Lor atau Sultan Surya Alam dan juga ada yang populer menyebutnya dengan Adipati Unus. Sultan Trenggono sendiri juga memiliki putra dan putri beberapa orang. Salah satu yang paling populer tentunya adalah Sunan Prawoto yang kelak akan menggantikannya.

Prabu Brawijaya V:-----> Raden Patah ----->Pangeran Trenggono ----->Putri Trenggono + Kanjeng Prabu Hadiwidjojo (Joko Tingkir) ----->Pangeran Benowo ----->Raden Purboyo Damar -----> tumenggung Rodjoniti ----->Kyai Nursalim -----> Raden Ngabehi Nuriman.

Sultan Trenggono Menjadi Raja Demak
Sebelum Sultan Trenggono diangkat menjadi raja, Demak dipimpin oleh Pangeran Sabrang Lor atau akrab disebut Pati Unus. Pati Unus ini tidak terlalu lama memimpin Demak sebagai raja, ia meninggal dalam usia yang masih muda. Setelah Sabrang Lor mangkat, terjadilah perebutan tahta Demak antara Sultan Trenggono dengan Raden Kikin yang populer seabagi Pangeran Sekar Sedo Lepen yang artinya "bunga yang gugur di sungai". Diberi nama Sekar Sedo Lepen karena ia mati di sungai oleh orang suruhan dari Raden Mukmin (Sunan Prawoto) yang merupakan anak dari Sultan Trenggono.

Nah teman-teman, itulah sedikit informasi yang bisa kami sampaikan mengenai biografi Sultan Trenggono dan sekaligus silsilah Sultan Trenggono. Semoga sedikit informasi mengenai biografi Sultan Trenggono di atas bisa menambah pengetahuan dan wawasan kita semua mengenai sejarah Kerajaan Demak terutama mengenai biografi Sultan Trenggono.

Kisah Tragis Kematian Trenggono Kerajaan Demak
Dengan menulis, maka kita akan banyak belajar.
Dulu kalimat itu hanya kuanggap sekadar kata mutiara. Namun sekarang kurasakan kebenarannya. Sebab hanya untuk menuliskan sebuah novel “Penangsang” saja, aku jadi harus membaca puluhan buku. Dan dari proses pembacaan itu, aku mendapatkan banyak pengetahuan. Itulah pembelajaran. Karena novel yang kutulis ini bermula dari kisah terbunuhnya Sultan Trenggono, maka aku pun mencari keterangan perihal peristiwa tersebut. Paling tidak kronologi kejadiannya, serta penyebab kematiannya. Karena konon berbeda dengan raja Demak sebelumnya, yang meninggal di dalam kerajaannya.

Raden Patah, raja pertama yang naik takhta di usia 23 tahun, meninggal karena usia tua, 63 tahun, setelah memimpin selama 40 tahun. Sementara penggantinya, Pati Unus hanya memimpin selama 3 tahun, karena wafat di usia muda (21 tahun) disebabkan sakit yang dideritanya. Sedangkan kematian Sultan Trenggono berada jauh dari Demak. Ia meninggal di medan peperangan sebagai seorang panglima. Konon di depan benteng Panarukan, ketika hendak menaklukkan Blambangan.
Meninggal dalam pertempuran, begitulah keterangan yang pertama kudapatkan. Maka bayanganku pun, meninggal ketika berperang, bertarung dengan musuh, atau terbunuh oleh lawan. Entah karena tertusuk tombak, atau tertikam pedang, bahkan mungkin terkena serbuan anak panah.

Maka aku sempat tidak percaya, ketika dalam novel “Arus Balik” karya Pramoedya Ananta Toer, justru kubaca bahwa terbunuhnya Trenggono karena ditusuk keris oleh seorang bocah. Anak kecil yang dalam cerita Pram, adalah sahabat akrab Gelar, anak Wiranggaleng, tokoh utama novel itu. Dia membunuh Trenggono di dalam tenda pasukannya. Dan Gelar lah yang menyuruh anak itu, karena dia ingin membalaskan dendam ayahnya pada Trenggono.

Aku menganggap aneh cerita Pram, karena benar-benar membuyarkan bayanganku tentang kisah kematian dalam medang pertempuran. Hingga lama juga aku menyimpan penasaran tentang kisah itu. Sebab bagaimana pun, meski novel “Arus Balik” adalah novel sejarah, atau novel dengan latar sejarah, tetap saja ia merupakan karya fiksi. Bukan buku sejarah, yang bisa dipercaya kebenaran sejarahnya. Jadi bisa saja, kisah kematian Trenggono hanyalah imajinasi seorang Pram yang sinis pada sosok Trenggono. Apalagi dalam novel itu sangat jelas terlihat pandangannya yang sebelah mata terhadap Demak.

Sampai kemudian aku mendapatkan buku lama di kios loakan, sebuah manuskrip karya Gusti Raden Ayu Brotodiningrat. Dalam bentuk fotokopian dengan tulisan ketikan tangan, berjudul “Kerajaan Demak” yang sepertinya belum pernah diterbitkan. Buku tipis setebal 60 halaman yang menggunakan bahasa Jawa sebagai penuturannya. Berisi lengkap tentang sejarah Demak, sejak berdiri hingga keruntuhannya, mulai diperintah oleh Raden Patah sampai dengan Sunan Prawoto.
Dalam buku itu, kisah kematian Trenggono tertulis jelas kronologis dan penyebab kematiannya. Namun karena ada beberapa istilah Jawa yang aku belum paham, aku pun sempat bertanya pada beberapa orang. Bahkan buka kamus segala untuk sekadar mencari kata dan istilah tersebut. Dan inilah kejadian pembunuhan itu, setelah kuterjemahkan semampuku.

“Pada suatu kali Sultan Trenggono menggelar pertemuan dengan para pemimpin prajurit untuk menyerang benteng Panarukan. Ia sudah mendapatkan bekal keterangan yang diperoleh dari prajurit Panarukan yang saat itu telah menjadi tawanan Demak. Di sela-sela pembahasan, Sultan Trenggono meminta pada pembantunya untuk mengambilkan pinang-sirih kegemarannya. Namun pembantunya yang masih bocah itu seolah tidak mendengarnya, karena sedang turut memperhatikan pembicaraan yang tengah berlangsung seru dalam pertemuan tersebut. Sampai berulang Sultan Trenggono memanggil pembantunya itu. Hingga ada seorang pemimpin pasukan yang duduk dekat si pembantu, mengulang perintah Sultan Trenggono dan menyampaikannya. Barulah bocah laki-laki itu datang mendekat membawakan nampan pinang-sirih pada sang Sultan.
Karena kesal perintahnya tidak segera didengar, Sultan Trenggono memukul lirih kepala si bocah. Pukulan ringan sekadar peringatan agar lebih bisa memperhatikan permintaannya, sebagai tugas yang telah menjadi tanggungjawabnya.

Namun bocah berusia sepuluh tahun itu justru merasa malu dan marah dengan pemukulan itu. Mendadak dicabutnya sebilah golok dari ikat pinggangnya. Dan ditikamkannya dengan keras ke dada Sultan Trenggono. Sultan Demak pun terjengkang dengan dada bersimbah darah.” Kisah itu pula yang kemudian kutulis dengan dramatis dalam novelku. Dan kisah itu pula yang kemudian banyak yang menanyakan kebenarannya padaku. Persis seperti ketidak percayaanku dulu pada kisah yang tertulis di novel “Arus Balik”. Karena bagaimana pun, novel “Penangsang” adalah karya fiksi. Jadi sangat wajar kalau ini pun dianggap sebagai sekadar imajinasi. Namun setelah ada yang meragukan, bahkan berpendapat bahwa kisah itu pun sebenarnya hanya cerita kiasan, aku sekarang jadi tambah penasaran. Dan makin semangat lagi untuk lebih banyak belajar. Karena aku sudah meyakini, menulis memang benar-benar belajar.

Sumber : Posted on 23 April 2012 by Kang Nass





Tidak ada komentar:

Posting Komentar

KABUPATEN ASAHAN PROVINSI SUMATERA UTARA

    KABUPATEN ASAHAN PROVINSI SUMATERA UTARA Orientasi Asahan ( Jawi : اسهن ) adalah sebuah kabupaten yang terletak di provinsi S...