Kamis, 22 November 2018

KISAH PANGERAN PUGER


KISAH PANGERAN PUGER

Orientasi
Pangeran Puger (lahir: Mataram, ? - wafat: Kartasura, 1719) adalah raja ketiga Kasunanan Kartasura yang setelah naik takhta bergelar Sri Susuhunan Pakubuwana I. Ia memerintah pada tahun 1704 - 1719. Naskah-naskah babad pada umumnya mengisahkan tokoh ini sebagai raja agung yang bijaksana.

Asal Usul
Nama asli Pangeran Puger adalah Raden Mas Darajat. Ia merupakan putra Sunan Amangkurat I, raja terakhir Kesultanan Mataram yang lahir dari Ratu Wetan atau permaisuri kedua. Ibunya tersebut berasal dari Kajoran, yaitu sebuah cabang keluarga keturunan Kesultanan Pajang.  Mas Darajat pernah diangkat menjadi pangeran adipati anom (putra mahkota) ketika terjadi perselisihan antara Amangkurat I dengan Mas Rahmat. Mas Rahmat adalah kakak tiri Mas Darajat yang lahir dari Ratu Kulon atau permaisuri pertama. Amangkurat I mencopot jabatan adipati anom dari Mas Rahmat dan menyerahkannya kepada Mas Darajat. Namun, ketika Keluarga Kajoran terbukti mendukung pemberontakan Trunajaya tahun 1674, Amangkurat I terpaksa menarik kembali jabatan tersebut dari tangan Mas Darajat.

Mempertahankan Plered
Puncak pemberontakan Trunajaya terjadi pada tahun 1677. Pangeran dari Madura tersebut melancarkan serangan besar-besaran ke ibu kota Kesultanan Mataram yang terletak di Plered. Amangkurat I melarikan diri ke barat dan menugasi Adipati Anom (Mas Rahmat) untuk mempertahankan istana. Namun, Adipati Anom menolak dan memilih ikut mengungsi. Pangeran Puger pun tampil menggantikan kakak tirinya tersebut untuk membuktikan kepada sang ayah bahwa tidak semua anggota Keluarga Kajoran terlibat pemberontakan Trunajaya.

Ketika pasukan Trunajaya tiba di istana Plered, pihak Amangkurat I telah pergi mengungsi. Pangeran Puger pun berjuang menghadapinya. Namun, kekuatan musuh sangat besar. Ia terpaksa menyingkir ke desa Jenar. Di sana Pangeran Puger membangun istana baru bernama Kerajaan Purwakanda. Ia mengangkat diri sebagai raja bergelar Susuhunan Ingalaga.  Trunajaya menjarah harta pusaka keraton Mataram. Ia kemudian pindah ke markasnya di Kediri. Pada saat itulah Sunan Ingalaga kembali ke Plered untuk menumpas sisa-sisa pengikut Trunajaya yang sengaja bertugas di sana. Sunan Ingalaga pun mengangkat dirinya sebagai raja Mataram yang baru.

Dikalahkan Amangkurat II
Sementara itu Amangkurat I meninggal dunia dalam pengungsiannya di daerah Tegal. ia sempat menunjuk Adipati Anom sebagai raja Mataram yang baru bergelar Amangkurat II. Sesuai wasiat ayahnya tersebut, Amangkurat II pun meminta bantuan VOC - Belanda. pemberontakan Trunajaya akhirnya berhasil ditumpas pada akhir tahun 1679.  Amangkurat II merupakan raja tanpa istana karena Plered telah diduduki Sunan Ingalaga, adiknya sendiri. Ia pun membangun istana baru di hutan Wanakerta, yang diberi nama Kartasura pada bulan September 1680. Amangkurat II kemudian memanggil Sunan Ingalaga supaya bergabung dengannya tetapi panggilan tersebut ditolak.

Penolakan tersebut menyebabkan terjadinya perang saudara. Akhirnya, pada tanggal 28 November 1681 Sunan Ingalaga menyerah kepada Jacob Couper, perwira VOC yang membantu Amangkurat II. Sunan Ingalaga pun kembali bergelar Pangeran Puger dan mengakui kedaulatan kakaknya sebagai Amangkurat II.  Kekalahan Pangeran Puger menandai berakhirnya Kesultanan Mataram yang kemudian menjadi daerah bawahan Kasunanan Kartasura. Meskipun demikian, naskah-naskah babad tetap memuji keberadaan Pangeran Puger sebagai orang istimewa di Kartasura. Yang menjadi raja memang Amangkurat II, namun pemerintahan kasunanan seolah-olah berada di bawah kendali adiknya itu. Hal ini dapat dimaklumi karena naskah-naskah babad ditulis pada zaman kekuasaan raja-raja keturunan Pangeran Puger.

Kematian Kapten Track
Amangkurat II berhasil naik takhta berkat bantuan VOC, namun disertai dengan perjanjian yang memberatkan pihak Kartasura. Ketika keadaan sudah tenang, Patih Nerangkusuma yang anti Belanda mendesaknya supaya mengkhianati perjanjian tersebut.  Pada tahun 1685 Amangkurat II melindungi buronan VOC bernama Untung Suropati. Kapten François Tack datang ke Kartasura untuk menangkapnya. Amangkurat II pura-pura membantu VOC. Namun diam-diam, ia juga menugasi Pangeran Puger supaya menyamar sebagai anak buah Untung Suropati.  Dalam pertempuran sengit yang terjadi di sekitar keraton Kartasura pada bulan Februari 1686, tentara VOC sebanyak 75 orang tewas ditumpas pasukan Untung Suropati.Pasukan Untung Suropati berhasil membunuh Kapten Tack yang tidak berhasil turun dari kudanya.Setelah itu hujan lebat turun.

Terusir dari Kartasura
Amangkurat II meninggal dunia pada tahun 1703. Takhta Kartasura jatuh ke tangan putranya yang bergelar Amangkurat III. Menurut Babad Tanah Jawi, ketika Pangeran Puger datang melayat, ia melihat kemaluan jenazah kakaknya "berdiri". Dari ujung kemaluan muncul setitik cahaya yang diyakini sebagai wahyu keprabon. Barang siapa mendapatkan wahyu tersebut, maka ia akan menjadi raja Tanah Jawa. Pangeran Puger pun menghisap sinar tersebut tanpa ada seorang pun yang melihat.  Sejak saat itu dukungan terhadap Pangeran Puger berdatangan karena banyak yang tidak menyukai tabiat buruk Amangkurat III. Hubungan antara paman dan keponakan tersebut pun diwarnai ketegangan. Kebencian Amangkurat III semakin bertambah ketika Raden Suryokusumo putra Puger memberontak.

Pada puncaknya, yaitu bulan Mei 1704 Amangkurat III mengirim pasukan untuk membinasakan keluarga Puger. Namun Pangeran Puger dan para pengikutnya lebih dahulu mengungsi ke Semarang. Yang ditugasi mengejar adalah Tumenggung Jangrana bupati Surabaya. Namun Jangrana sendiri diam-diam memihak Puger sehingga pengejarannya hanya bersifat sandiwara belaka.  Bupati Semarang yang bernama Rangga Yudanegara bertindak sebagai perantara Pangeran Puger dalam meminta bantuan VOC. Kepandaian diplomasi Yudanegara berhasil membuat VOC memaafkan peristiwa pembunuhan Kapten Tack. Bangsa Belanda tersebut menyediakan diri membantu perjuangan Pangeran Puger, tentu saja dengan perjanjian yang menguntungkan pihaknya.  Isi Perjanjian Semarang yang terpaksa ditandatangani Pangeran Puger antara lain penyerahan wilayah Madura bagian timur kepada VOC.

Merebut Kartasura
Pada tanggal 6 Juli 1704 Pangeran Puger diangkat menjadi raja bergelar Susuhunan Paku Buwana Senapati Ingalaga Ngabdurahman Sayidin Panatagama Khalifatulah Tanah Jawa, atau lazim disingkat Pakubuwana I.  Setahun kemudian, yaitu tahun 1705, Pakubuwana I dikawal gabungan pasukan VOC, Semarang, Madura (barat), dan Surabaya bergerak menyerang Kartasura. Pasukan Kartasura yang ditugasi menghadang dipimpin oleh Arya Mataram, yang tidak lain adalah adik Pakubuwana I sendiri. Arya Mataram berhasil membujuk Amangkurat III supaya mengungsi ke timur, sedangkan ia sendiri kemudian bergabung dengan Pakubuwana I.  Dengan demikian, takhta Kartasura pun jatuh ke tangan Pakubuwana I, tepatnya pada tanggal 17 September 1705.

Masa Pemeritahan
Pemerintahan Pakubuwana I dihadapkan pada perjanjian baru dengan VOC sebagai pengganti perjanjian lama yang pernah ditandatangani Amangkurat II. Perjanjian lama tersebut berisi kewajiban Kartasura untuk melunasi biaya perang Trunajaya sebesar 4,5 juta gulden. Sedangkan perjanjian baru berisi kewajiban Kartasura untuk mengirim 13.000 ton beras setiap tahun selama 25 tahun.  Pada tahun 1706 gabungan pasukan Kartasura dan VOC mengejar Amangkurat III yang berlindung di Pasuruan. Dalam pertempuran di Bangil, Untung Surapati yang saat itu menjabat sebagai bupati Pasuruan tewas. Amangkurat III sendiri akhirnya menyerah di Surabaya pada tahun 1708, untuk kemudian dibuang ke Srilangka.

Pada tahun 1709 Pakubuwana I terpaksa menghukum mati Adipati Jangrana bupati Surabaya yang dulu telah membantunya naik takhta. Hukuman ini dilakukan karena pihak VOC menemukan bukti bahwa Jangrana berkhianat dalam perang melawan Untung Surapati tahun 1706.  Jangrana digantikan adiknya yang bernama Jayapuspita sebagai bupati Surabaya. Pada tahun 1714 Jayapuspita menolak menghadap ke Kartasura dan mempersiapkan pemberontakan. Pada tahun 1717 gabungan pasukan Kartasura dan VOC bergerak menyerbu Surabaya. Menurut Babad Tanah Jawi, perang di Surabaya ini lebih mengerikan daripada perang di Pasuruan dahulu. Jayapuspita akhirnya kalah dan menyingkir ke Japan (sekarang Mojokerto) tahun 1718.

Akhir Hayat
Sunan Pakubuwana I meninggal dunia pada tahun 1719. Yang menggantikannya sebagai raja Kartasura selanjutnya adalah putranya, yang bergelar Amangkurat IV. Pemerintahan Amangkurat IV ini kemudian dihadapkan pada pemberontakan saudara-saudaranya sesama putra Pakubuwana I, antara lain Pangeran Blitar, Pangeran Purbaya, dan Pangeran Dipanegara Madiun.
Pangeran Puger yang Lain Dalam sejarah keluarga Kesultanan Mataram terdapat tokoh lain yang juga bergelar Pangeran Puger. Salah satunya adalah putra Panembahan Senapati yang lahir dari selir Nyai Adisara, bernama asli Raden Mas Kentol Kejuron. Tokoh ini hidup pada zaman sebelum Pakubuwana I.  Pangeran Puger yang ini pernah memberontak pada tahun 1602 - 1604 terhadap pemerintahan adiknya, yaitu Prabu Hanyokrowati (kakek buyut Pangeran Puger Pakubuwana I).

Kepustakaan
Ø Babad Tanah Jawi, Mulai dari Nabi Adam Sampai Tahun 1647. (terj.). 2007. Yogyakarta: Narasi
Ø H.J.de Graaf dan T.H. Pigeaud. 2001. Kerajaan Islam Pertama di Jawa. (terj). Jakarta: Pustaka Utama Grafiti
Ø H.J.de Graaf. 1989. Terbunuhnya Kapten Tack, Kemelut di Kartasura Abad XVII (terj.). Jakarta: Temprint
Ø M.C. Ricklefs. 1991. Sejarah Indonesia Modern (terj.). Yogyakarta: Gadjah Mada University Press
Ø Moedjianto. 1987. Konsep Kekuasaan Jawa: Penerapannya oleh Raja-raja Mataram. Yogyakarta: Kanisius
Ø Purwadi. 2007. Sejarah Raja-Raja Jawa. Yogyakarta: Media Ilmu


Pangeran Puger (Sunan Paku Buwono 1) Sesepuh Surokarto dan Ngayogjokarto
Pangeran Puger (lahir: Mataram, ? - wafat: Kartasura, 1719) adalah raja ketiga Kasunanan Kartasura yang setelah naik takhta bergelar Sri Susuhunan Pakubuwana I. Ia memerintah pada tahun 1704 - 1719. Naskah-naskah babad pada umumnya mengisahkan tokoh ini sebagai raja agung yang bijaksana.  Nama asli Pangeran Puger adalah Raden Mas Darajat. Ia merupakan putra Sunan Amangkurat I, raja terakhir Kesultanan Mataram yang lahir dari Ratu Wetan atau permaisuri kedua. Ibunya tersebut berasal dari Kajoran, yaitu sebuah cabang keluarga keturunan Kesultanan Pajang.

Mas Darajat pernah diangkat menjadi pangeran adipati anom (putra mahkota), ketika terjadi perselisihan antara Amangkurat I dengan Mas Rahmat. Mas Rahmat adalah kakak tiri Mas Darajat yang lahir dari Ratu Kulon atau permaisuri pertama. Amangkurat I mencopot jabatan adipati anom dari Mas Rahmat dan menyerahkannya kepada Mas Darajat. Namun, ketika Keluarga Kajoran terbukti mendukung pemberontakan Trunajaya tahun 1674, Amangkurat I terpaksa menarik kembali jabatan tersebut dari tangan Mas Darajat.

Perang Di Plered
Puncak pemberontakan Trunajaya terjadi pada tahun 1677. Pangeran dari Madura tersebut melancarkan serangan besar-besaran ke ibu kota Kesultanan Mataram yang terletak di Plered. Amangkurat I melarikan diri ke barat dan menugasi Adipati Anom (Mas Rahmat) untuk mempertahankan istana. Namun, Adipati Anom menolak dan memilih ikut mengungsi. Pangeran Puger pun tampil menggantikan kakak tirinya tersebut untuk membuktikan kepada sang ayah bahwa tidak semua anggota Keluarga Kajoran terlibat pemberontakan Trunajaya.

Ketika pasukan Trunajaya tiba di istana Plered, pihak Amangkurat I telah pergi mengungsi. Pangeran Puger pun berjuang menghadapinya. Namun, kekuatan musuh sangat besar. Ia terpaksa menyingkir ke desa Jenar. Di sana Pangeran Puger membangun istana baru bernama Kerajaan Purwakanda. Ia mengangkat diri sebagai raja bergelar Susuhunan Ingalaga. Trunajaya menjarah harta pusaka keraton Mataram. Ia kemudian pindah ke markasnya di Kediri. Pada saat itulah Sunan Ingalaga kembali ke Plered untuk menumpas sisa-sisa pengikut Trunajaya yang sengaja bertugas di sana. Sunan Ingalaga pun mengangkat dirinya sebagai raja Mataram yang baru.

Perang Saudara 
Sementara itu Amangkurat I meninggal dunia dalam pengungsiannya di daerah Tegal. ia sempat menunjuk Adipati Anom sebagai raja Mataram yang baru bergelar Amangkurat II. Sesuai wasiat ayahnya tersebut, Amangkurat II pun meminta bantuan VOC - Belanda. pemberontakan Trunajaya akhirnya berhasil ditumpas pada akhir tahun 1679. Amangkurat II merupakan raja tanpa istana karena Plered telah diduduki Sunan Ingalaga, adiknya sendiri. Ia pun membangun istana baru di hutan Wanakerta, yang diberi nama Kartasura pada bulan September 1680. Amangkurat II kemudian memanggil Sunan Ingalaga supaya bergabung dengannya tapi panggilan tersebut ditolak.

Penolakan tersebut menyebabkan terjadinya perang saudara. Akhirnya, pada tanggal 28 November 1681 Sunan Ingalaga menyerah kepada Jacob Couper, perwira VOC yang membantu Amangkurat II. Sunan Ingalaga pun kembali bergelar Pangeran Puger dan mengakui kedaulatan kakaknya sebagai Amangkurat II. Kekalahan Pangeran Puger menandai berakhirnya Kesultanan Mataram yang kemudian menjadi daerah bawahan Kasunanan Kartasura. Meskipun demikian, naskah-naskah babad tetap memuji keberadaan Pangeran Puger sebagai orang istimewa di Kartasura. Yang menjadi raja memang Amangkurat II, namun pemerintahan kasunanan seolah-olah berada di bawah kendali adiknya itu. Hal ini dapat dimaklumi karena naskah-naskah babad ditulis pada zaman kekuasaan raja-raja keturunan Pangeran Puger.

Kamatian Kapten Tack
Amangkurat II berhasil naik takhta berkat bantuan VOC, namun disertai dengan perjanjian yang memberatkan pihak Kartasura. Ketika keadaan sudah tenang, Patih Nerangkusuma yang anti Belanda mendesaknya supaya mengkhianati perjanjian tersebut. Pada tahun 1685 Amangkurat II melindungi buronan VOC bernama Untung Suropati. Kapten Francois Tack datang ke Kartasura untuk menangkapnya. Amangkurat II pura-pura membantu VOC.

Namun diam-diam, ia juga menugasi Pangeran Puger supaya menyamar sebagai anak buah Untung Suropati. Dalam pertempuran sengit yang terjadi di sekitar keraton Kartasura pada bulan Februari 1686, sebanyak 75 orang tentara VOC, tewas ditumpas pasukan Untung Suropati. Pasukan Untung Suropati berhasil membunuh Kapten Tack yang tidak berhasil turun dari kudanya.

Pengungsian Ke Semarang
Amangkurat II meninggal dunia pada tahun 1703. Takhta Kartasura jatuh ke tangan putranya yang bergelar Amangkurat III. Menurut Babad Tanah Jawi, ketika Pangeran Puger datang melayat, ia melihat kemaluan jenazah kakaknya "berdiri". Dari ujung kemaluan muncul setitik cahaya yang diyakini sebagai wahyu keprabon. Barang siapa mendapatkan wahyu tersebut, maka ia akan menjadi raja Tanah Jawa. Pangeran Puger pun menghisap sinar tersebut tanpa ada seorang pun yang melihat. Sejak saat itu dukungan terhadap Pangeran Puger berdatangan karena banyak yang tidak menyukai tabiat buruk Amangkurat III. Hubungan antara paman dan keponakan tersebut pun diwarnai ketegangan. Kebencian Amangkurat III semakin bertambah ketika Raden Suryokusumo putra Puger memberontak. Pada puncaknya, yaitu bulan Mei 1704 Amangkurat III mengirim pasukan untuk membinasakan keluarga Puger.

Namun Pangeran Puger dan para pengikutnya lebih dahulu mengungsi ke Semarang. Yang ditugasi mengejar adalah Tumenggung Jangrana, bupati Surabaya. Namun Jangrana sendiri diam-diam memihak Puger sehingga pengejarannya hanya bersifat sandiwara belaka. Bupati Semarang yang bernama Rangga Yudanegara bertindak sebagai perantara Pangeran Puger dalam meminta bantuan VOC. Kepandaian diplomasi Yudanegara berhasil membuat VOC memaafkan peristiwa pembunuhan Kapten Tack. Bangsa Belanda tersebut menyediakan diri membantu perjuangan Pangeran Puger, tentu saja dengan perjanjian yang menguntungkan pihaknya. Isi Perjanjian Semarang yang terpaksa ditandatangani Pangeran Puger antara lain penyerahan wilayah Madura bagian timur kepada VOC.

Kartasura di rebut
Pada tanggal 6 Juli 1704 Pangeran Puger diangkat menjadi raja bergelar Susuhunan Paku Buwana Senapati Ingalaga Ngabdurahman Sayidin Panatagama Khalifatulah Tanah Jawa, atau lazim disingkat Pakubuwana I. Setahun kemudian, yaitu tahun 1705, Pakubuwana I dikawal gabungan pasukan VOC, Semarang, Madura (barat), dan Surabaya bergerak menyerang Kartasura. Pasukan Kartasura yang ditugasi menghadang dipimpin oleh Arya Mataram, yang tidak lain adalah adik Pakubuwana I sendiri. Arya Mataram berhasil membujuk Amangkurat III supaya mengungsi ke timur, sedangkan ia sendiri kemudian bergabung dengan Pakubuwana I. Dengan demikian, takhta Kartasura pun jatuh ke tangan Pakubuwana I, tepatnya pada tanggal September 1705.

Masa Pemerintahan
Pemerintahan Pakubuwana I dihadapkan pada perjanjian baru dengan VOC sebagai pengganti perjanjian lama yang pernah ditandatangani Amangkurat II. Perjanjian lama tersebut berisi kewajiban Kartasura untuk melunasi biaya perang Trunajaya sebesar 4,5 juta gulden. Sedangkan perjanjian baru berisi kewajiban Kartasura untuk mengirim 13.000 ton beras setiap tahun selama 25 tahun. Pada tahun 1706 gabungan pasukan Kartasura dan VOC mengejar Amangkurat III yang berlindung di Pasuruan. Dalam pertempuran di Bangil, Untung Surapati yang saat itu menjabat sebagai bupati Pasuruan tewas. Amangkurat III sendiri akhirnya menyerah di Surabaya pada tahun 1708, untuk kemudian dibuang ke Srilangka.

Pada tahun 1709 Pakubuwana I terpaksa menghukum mati Adipati Jangrana bupati Surabaya yang dulu telah membantunya naik takhta. Hukuman ini dilakukan karena pihak VOC menemukan bukti bahwa Jangrana berkhianat dalam perang melawan Untung Surapati tahun 1706. Jangrana digantikan adiknya yang bernama Jayapuspita sebagai bupati Surabaya. Pada tahun 1714 Jayapuspita menolak menghadap ke Kartasura dan mempersiapkan pemberontakan. Pada tahun 1717 gabungan pasukan Kartasura dan VOC bergerak menyerbu Surabaya. Menurut Babad Tanah Jawi, perang di Surabaya ini lebih mengerikan daripada perang di Pasuruan dahulu. Jayapuspita akhirnya kalah dan menyingkir ke Japan (sekarang Mojokerto) tahun 1718.

Akhir Hayat
Sunan Pakubuwana I meninggal dunia pada tahun 1719. Yang menggantikannya sebagai raja Kartasura selanjutnya adalah putranya Pangeran Suryo Putro yang bergelar Amangkurat IV atau lebih di kenal dengan Sunan Prabu Mangkurat Jawa. Pemerintahan Amangkurat IV ini kemudian dihadapkan pada pemberontakan saudara-saudaranya sesama putra Pakubuwana I, antara lain Pangeran Blitar, Pangeran Purbaya, dan Pangeran Dipanegara Madiun. Sunan Amangkurat Jawi, putera Pangeran Puger menggantikan ayah beliau. Sunan Amangkurat juga terkenal dengan sebutan Sunan prabu. Beliau memerintah Mataram antara thun 1719 – 1727 dan bergelar Sunan Amangkurat IV.

Untuk mengetahui lebih lanjut perihal keluarga menyamping dan ke bawah, berikut ini kami mulai dengan ke empat puluh dua putera dari Pangeran Amangkurat Jawi atau Sunan Prabu dari Kartosura :
1.    Pengeran Mangunagoro, putera dari Raden Ayu Kilen. Putera sulung ini kemudian hari mempunyai salah seorang putera yang bernama Raden Mas Sahit atau disebut pula Pangeran Samber Nyawa.
2.    Raden Ajeng Dewi Sobrah ( Soburoh ) putera dari Garwa Ampil Surtikanthi dan setelah dewasa dikawini oleh Tumenggung Suralaya dari Brebes.
3.    Raden Ajeng Pembayun, putera dari Kanjeng Ratu Ageng tetapi wafat.
4.   Raden Ajeng Aminah putera dari Garwa Ampil Mas Ayu Tejawati dan setelah menjanda dua kali kawin dengan Tumenggung Wirodigdo.
5.  Raden Mas Sandiyo putera dari Garwa Ampil Raden Ayu Susilowati Putri Adipati Mangkunegoro Pasuruan dan setelah dewasa bernama Pangeran Hangabei – Kyai Ikhsan dan terakhir bernama Kyai Nur Iman.
6.    Puteri, meninggal, putera dari Raden Ayu Kilen.
7.  Raden Mas Suroyo, putera dari Mas Ayu Condrowati, setelah dewasa bernama Pangeran Haryo Pamot.
8.  Raden Mas Kala, dari putera Mas Ayu Bondhansari dan setelah dewasa bernama Pangeran Diponegoro.
9.   Raden Mas Sudiman, putera dari Raden Retnodi, setelah dewasa bernama Pangeran Danuwoyo.
10. K.G.P.A.A.Mangkunagoro, putera mahkota, putera dari Kanjeng Ratu Ageng, yang kemudian sebagai raja dengan sebutan Sunan Pakubuana II.
11.  Raden Mas Samdoyo, putera dari Garwa Ampil Erowati, kemudian wafat.
12. Raden Mas Suroso, putera dari Mas Ayu Condrowati, setelah dewasa bernama Pangeran Harya Mangkubumi.
13. Raden Mas Utoro, putera dari Mas Ayu Dondoarum, dan setelah dewasa bernama Pangeran Haryo Martosono alias Pangeran Adinegoro.
14. Raden Ajeng Siti Sundari, dari Kanjeng Ratu Ageng, setelah dewasa kawin dengan Pangeran Cakraningrat dari Madura dan beralih nama dengan Kanjeng Ratu Maduretno. Tetapi kemudian bercerai dan kawin dengan Raden Aryo Endronoto.
15.  Raden Ajeng Kati, putera dari Mas Ayu Tilam, wafat.
16. Raden Ajeng Branti, putera dari Raden Ayu Pandhansari. Kawin pertama dengan Tumenggung Mangkuyudo dan setelah cerai kawin lagi dengan seorang haji dari Kedu.
17.  Raden Mas Subandi, putera dari Mas Ayu Erowati, wafat.
18. Raden Mas Subekti, putera dari Raden Ayu Pandhansari, setelah dewasa bernama Pangeran Hadiwijaya.
19.  Raden Mas Subroto, putera dari Raden Ayu Bondansari, wafat.
20. Raden Mas Sakti, putera dari Kanjeng Ratu Kadipaten dan setelah dewasa bernama Pangeran Haryo Buminoto.
21. Raden Mas Sudjono, putera dari Mas Ayu Tejowati, dan setelah dewasa bernama Pangeran Mangkubumi dan beliaulah yang akhirnya mendirikan kasultanan di Yogyakarta dengan sebutan Sultan Hamengku Buwono  I.
22. Raden Mas Kedhaton, putera dari Kanjeng Ratu Kadipaten, setelah dewasa juga bernama / bergelar Pangeran Haryo Buminoto.
23.  Raden Mas Pemade, putera dari Kanjeng Ratu Kadipaten, setelah dewasa bernama / bergelar Pangeran Haryo Mataram.
24.  Raden Ajeng Tadjem, putera dari Raden Ayu  Bondansari, setelah kawin bernama Raden Ayu Megatsari.
25.  Raden Ayu Sutari alias Inten, putera dari Mas Ayu Tejowati, setelah dewasa kawin dengan Pangeran Purboyo, Demang Ngurawan.
26.  Raden Ajeng Semi, putera dari Mas Ayu Rondhonsari, kemudian setelah dewasa kawin deNgan Pangeran Pakuningrat dari Sampang Madura.
27. Raden Mas Suroto, putera dari Mas Ayu Werdiningsih, setelah dewasa bernama Pangeran Cokronagoro.
28.     Raden Mas Yadi, putera dari Mas Ayu Mundri, setelah dewasa bernama Pangeran Delarong.
29.       Raden Mas Langkir, putera dari Mas Ayu Murdaningrum, setelah dewasa bernama Pangeran Prangwedono.
30.  Raden Ajeng Sugati, putera dari Raden Ayu Rarasati, kemudian kawin dengan Raden Surowinoto.
31.  ………?
32.  Raden Mas Pater, putera dari Mas Ayu Pandansari, setelah dewasa bernama Pangeran Mangkukusumo.
33.  Raden Mas Sunoko, putera dari Kanjeng Ratu Kadipaten, setelah dewasa bernama Pangeran Singosari.
34.  Raden Ajeng Manganter, putera dari Raden Ayu Rarasati, kemudian kawin dengan Kyai Megatsari.
35.  Puteri, meninggal sebelum diberi nama, putera dari Kanjeng Ratu Kadipaten.
36. Raden Ajeng Yadah, putera dari Mas Ayu Mundri, setelah dewasa kawin dengan R. Sudjonopuro.
37.  Raden mas sardan, putra dari mas ayu rantansari, setelah dewasa bernama Pangeran Diposonto.
38. Raden Ajeng Rembe, putera dari Mas Ayu Rondonsari, setelah dewasa manjanda dua kali lalu diperistri Tumenggung Yudonegoro (Adipati Banyumas), kelak kemudian hari lalu menjadi Patih Danuredjo dari Kasultanan Yogyakarta.
39. Puteri, meninggal sewaktu masih kecil.
40. Puteri, meninggal sewaktu masih kecil.
41. Puteri, meninggal sewaktu masih kecil.
42. Putera, meninggal sewaktu masih kecil.

Pangeran Puger Yang Lain 
Dalam sejarah keluarga Kesultanan Mataram terdapat tokoh lain yang juga bergelar [[Pangeran Puger]]. Salah satunya adalah putra Panembahan Senapati yang lahir dari selir Nyai Adisara, bernama asli Raden Mas Kentol Kejuron. Tokoh ini hidup pada zaman sebelum Pakubuwana I. Pangeran Puger yang ini pernah memberontak pada tahun 1602 - 1604 terhadap pemerintahan adiknya, yaitu Prabu Hanyokrowati (kakek buyut Pangeran Puger Pakubuwana I).

Sumber : Google Wikipedia

 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

KABUPATEN ASAHAN PROVINSI SUMATERA UTARA

    KABUPATEN ASAHAN PROVINSI SUMATERA UTARA Orientasi Asahan ( Jawi : اسهن ) adalah sebuah kabupaten yang terletak di provinsi S...