Rabu, 24 Mei 2023

KISAH SAYYIDAH SAUDAH BINTI ZAM’AH AL-AMRIYYAH

KISAH SAYYIDAH SAUDAH BINTI ZAM’AH AL-AMRIYYAH

KISAH RUMAH TANGGA NABI BERSAMA SAYYIDAH SAUDAH

ISTRI RASULULLAH

Penulis: Muchlishon Rochmat

Editor: Kendi Setiawan
Kamis, 13 Februari 2020 | 11:00 WIB

Orientasi

Nabi Muhammad Saw menikahi Sayyidah Saudah binti Zam’ah al-Amiriyyah beberapa saat setelah istrinya yang pertama, Sayyidah Khadijah, wafat. Sebetulnya 'rencana' dan usulan perkawinan tersebut tidak datang dari Nabi Muhammad sendiri, melainkan dari Khaulah binti Hakim, sahabat Sayyidah Khadijah.

Ketika itu, Khaulah merasa prihatin dengan Nabi Muhammad yang hidup sendiri. Tidak ada yang menemani dalam konteks kehidupan rumah tangga, setelah Sayyidah Khadijah wafat. Khaulah kemudian menemui Nabi dan bercerita panjang lebar. Intinya, dia menyarankan kepada Nabi Muhammad agar menikah lagi agar ada yang merawat, menghibur, dan menjadi teman hidupnya. Khaulah kemudian menyebutkan dua nama; Saudah binti Zam’ah dan Aisyah binti Abu Bakar.

Singkat cerita, Nabi Muhammad mengutus seorang perempuan untuk melamar Saudah binti Zam’ah. Keduanya menikah pada bulan Syawal tahun ke-10 H. Sementara Aisyah, Nabi meminangnya namun menangguhkannya. Dalam artian, Nabi Muhammad dan Aisyah baru berumah tangga bersama tiga tahun setelahnya, mengingat pada saat itu usia Aisyah kecil.

Dalam Bilik-bilik Cinta Muhammad (Nizar Abazhah, 2018) disebutkan bahwa dengan menikahi Saudah Nabi Muhammad ingin meringankan penderitaannya, meningkatkan derajatnya, dan menjaganya dari fitnah dari kaum musyrik Makkah. Memang, pada saat itu status Saudah adalah janda dari Sakran bin Amr bin Abd Syam. Suaminya meninggal dalam perantauan (saat hijrah) di Habasyah (Ethiopia).

Dia kemudian kembali ke Makkah setelah suaminya tiada, bersama lima atau enam orang anaknya hasil perkawinannya dengan Sakran. Banyak riwayat yang menyebutkan bahwa Saudah binti Zam’ah bukan lah seorang yang cantik, mengingat usianya yang sudah tidak muda dan badannya yang tidak langsing lagi.

Namun demikian, Saudah memiliki sejumlah keistimewaan. Dia adalah seorang yang dermawan, di samping rajin shalat dan puasa. Dalam satu hadits, Nabi Muhammad bersabda kepada para istrinya bahwa yang paling segera menyusulnya wafat adalah istrinya yang ‘bertangan panjang.’ Betul saja, Saudah adalah istri Nabi yang paling awal wafatnya dibandingkan istrinya yang lain. Ia wafat pada masa Kekhalifahan Umar bin Khattab dan dimakamkan di pemakaman Baqi di Madinah.

Saudah juga seorang yang periang. Ia mampu menghadirkan ketentraman, keceriaan, dan kebahagiaan di dalam kehidupan Nabi Muhammad. Maka tidak heran jika Saudah menjadi istri tunggal Nabi dalam waktu yang cukup lama –waktu antara setelah kematian Khadijah dan sebelum pernikahan Rasulullah dengan Aisyah atau sekitar tiga tahun.

Di samping itu, Saudah juga seorang yang memiliki rasa humor. Kerap kali, joke-joke yang dilontarkan Saudah membuat Nabi Muhammad hingga tertawa. Dalam Membaca Sirah Nabi Muhammad Saw (M Quraish Shihab, 2018) misalnya disebutkan kalau suatu ketika Saudah berkata kepada Nabi: "Semalam ketika aku shalat mengikutimu saat rukuk, engkau begitu lama sehingga aku memegang hidungku takut sampai bercucuran darah." Nabi Muhammad tertawa mendengar ucapan Saudah itu. Problematika rumah tangga Saudah binti Zam’ah menunjukkan sikap sedih atas meninggalnya sejumlah musyrik Makkah dalam Perang Badar.

Terlebih ketika dia menyaksikan para tawanan Perang Badar diikat tangannya dan digelendeng. Ia bahkan tidak kuasa menahan diri ketika melihat iparnya, Suhail bin Umar diborgol. Dia merasa iba dengan itu dan menjadi lupa dengan kejahatan mereka terhadap umat Islam, termasuk kepada dirinya dan keluarganya. Entah karena tidak sadar atau tidak kuasa menahan diri, Saudah kemudian memberikan semacam motivasi kepada tawanan kaum musyrik agar melawan kaum Muslim.

Katanya kepada Suhail: "Mau ke mana Abu Yazid? Apakah kalian akan menyerah dan mengulurkan tangan begitu saja? Jangan, kalian harus mati terhormat." Setelah mengucapkan itu, Saudah menjadi sedih karena tahu kalau Nabi Muhammad mendengarkan langsung ucapannya itu. Ia tahu semestinya tidak mengucapkan hal itu, namun nyatanya ucapannya itu sudah terlanjur keluar.

Saudah kemudian meminta maaf kepada Nabi. Nabi pun menerima maafnya. Beliau lalu berkomentar bahwa apa yang diucapkan Saudah itu tidak terpuji dan semestinya tidak diucapkan. Nabi juga berjanji akan memperlakukan para tawanan Perang Badar itu dengan baik. Pada suatu hari, Nabi Muhammad hendak menceraikan Saudah bin Zam’ah karena satu persoalan rumah tangga. Ibnu Hazm al-Andalusi dalam Intisari Sirah Nabawiyah (2018) menyebut bahwa alasan Nabi melakukan hal itu adalah karena Saudah sudah udzur dan beliau khawatir tidak bisa memenuhi hak-haknya.

Namun, dia meminta agar Nabi tidak menceraikannya. Ia berharap bisa merawat Nabi hingga akhir hayatnya dan mendapatkan keridhaan beliau. Ia bahkan merelakan hari gilirannya diberikan kepada Aisyah. Nabi pun mengabulkan permintaan Saudah tersebut, tidak jadi menceraikannya.

 

 

oooooo o0o oooooo

 

 

SAUDAH BINTI ZAM'AH, 

ISTRI NABI YANG PALING PANJANG TANGANNYA

Penulis : Miftah H. Yusufpati

Minggu, 17 Mei 2020- 03:02 WIB

Orientasi

Setelah wafatnya Abu Thalib (paman nabi) lalu disusul Sang Istri Siti Khadijah , Rasulullah SAW dilanda kesedihan mendalam. Betapa tidak, keduanya merupakan orang yang dekat dan dicintai Rasulullah. Setelah meninggalnya Khadijah, Rasulullah tidak menikah selama satu tahun. (Baca juga: Masya Allah, Mahar Nabi Kepada Khadijah Ternyata Rp1,3 Miliar ) Menurut Muhammad Hasan Haekal dalam Sejarah Hidup Muhammad, selama 28 tahun Nabi hanya beristerikan Siti Khadijah seorang, tiada yang lain. Kondisi yang dialami Rasulullah membuat para sahabat nya turut sedih sehingga Khaulah binti Hakim yang tak lain istri Utsman bin Maz'un diutus menemui Rasulullah.

Khaulah merupakan salah satu perempuan mukmin dan salehah. Setelah bertemu dengan Rasulullah, Khaulah menyampaikan kesedihannya atas meninggalnya Siti Khadijah. Dia pun menanyakan kepada Rasulullah alasan belum menikah lagi. Rasulullah menjawab, "Apakah ada seseorang setelah saya setelah Khadijah?" kata Rasulullah.

Mendengar pernyataan Rasulullah tersebut, Khaulah lalu menawarkan Saudah binti Zam'ah, perempuan yang lebih tua dari Rasulullah. Rasulullah kemudian berkata, "Baiklah, pinanglah dirinya buatku!" Saudah merupakan putri dari Zam'ah bin Qais dari Suku Quraisy. Beliau berasal dari keturunan Luiy, salah satu nenek moyang dari Rasulullah. Ayah Saudah merupakan salah satu orang pertama yang memeluk Islam pada awal masa kenabian.

Saudah pertama kali menikah, yaitu dengan sepupunya sendiri, Sakran bin Amr bin Abd Syams. Dari pernikahannya dikaruniai seorang putra bernama Abdurrahman. Saudah dan suaminya lalu memeluk Islam setelah dakwah Islam gencar dilakukan oleh Nabi SAW. Namun, suami Saudah meninggal ketika perjalanan dari Abyssinia ke Makkah atau kembali dari hijrahnya.

Mendapat tugas Rasulullah, Khaulah segera beranjak menuju kediaman Saudah. "Kebaikan dan berkah apa yang dimasukkan Allah kepadamu, wahai Saudah?" kata Khaulah ketika mereka bertemu. Saudah balik bertanya karena tidak tahu maksudnya, "Apakah itu, wahai Khaulah?" Khaulah menjawab, "Rasulullah SAW mengutus aku untuk meminangmu." Saudah berkata dengan suara gemetar,

"Aku berharap engkau masuk kepada ayahku dan menceritakan hal itu kepadanya." Dan ayahnya yang sudah tua, sedang duduk-duduk santai. Khaulah memberinya salam, lalu si ayah berkata, "Apakah kau datang melamar pagi-pagi, siapakah dirimu?" "Saya Khaulah binti Hakim," jawabnya. Lalu ayah Saudah menyambutnya. Kemudian Khaulah berkata padanya,

"Sesungguhnya Muhammad bin Abdullah bin Abdul Muthalib meminang anak perempuanmu." Ayah Saudah berkata, "Muhammad adalah seorang yang mulia. Lalu apa yang dikatakan oleh sahabatmu (Rasulullah)?" "Dia menyukai hal itu," jawab Khaulah. Kemudian ayah Saudah berkata, "Sampaikan padanya (Muhammad) agar datang ke sini!" Kemudian Rasulullah SAW datang padanya dan menikahi Saudah. Dari Ibnu Abbas diceritakan bahwa Nabi SAW meminang Saudah yang sudah mempunyai lima anak atau enam anak yang masih kecil-kecil.

Saudah berkata, "Demi Allah, tidak ada hal yang dapat menghalangi diriku untuk menerima dirimu, sedang kau adalah sebaik-baik orang yang paling aku cintai. Tapi aku sangat memuliakanmu agar dapat menempatkan mereka, anak-anakku yang masih kecil, berada di sampingmu pagi dan malam." Rasulullah SAW berkata padanya, "Semoga Allah menyayangi kau, sesungguhnya sebaik-baik wanita adalah mereka yang menunggangi unta, sebaik-baik wanita Quraisy adalah yang bersikap lembut terhadap anak di waktu kecilnya dan merawatnya untuk pasangannya dengan tangannya sendiri." Pernikahan Nabi SAW dengan Saudah dilaksanakan pada bulan Ramadhan tahun kesepuluh kenabian dan setelah kematian Siti Khadijah di Makkah.

Dikatakan dalam riwayat lain tahun kedelapan Hijrah dengan mahar sekitar 400 dirham. Rasulullah kemudian mengajaknya berhijrah ke Madinah. Menurut Haekal, tidak ada suatu sumber yang menyebutkan, bahwa Saudah adalah seorang wanita yang cantik, atau berharta atau mempunyai kedudukan yang akan memberi pengaruh karena hasrat duniawi dalam perkawinannya itu. Melainkan soalnya ialah, Saudah adalah isteri orang yang termasuk mula-mula dalam lslam, termasuk orang-orang yang dalam membela agama, turut memikul pelbagai macam penderitaan, turut berhijrah ke Abisinia setelah dianjurkan Nabi hijrah ke seberang lautan itu.

Saudah juga sudah Islam dan ikut hijrah bersama-sama, ia juga turut sengsara, turut menderita. Kalau sesudah itu Rasulullah kemudian mengawininya untuk memberikan perlindungan hidup dan untuk memberikan tempat setarap dengan Umm'l-Mu'minin, maka hal ini patut sekali dipuji dan patut mendapat penghargaan yang tinggi. Beri Jatah ke Aisyah Setelah Saudah semakin tua, dia mengetahui kedudukan Aisyah di mata Rasulullah.

Dia berkata, "Wahai Rasulullah, aku memberikan jatah satu hari untukku pada Aisyah, agar engkau dapat bersamanya dalam satu hari itu." Ketika bersama Saudah, Nabi menerima ayat tentang hijab dan hal itu dikarenakan istri-istri Nabi SAW keluar pada malam hari menuju ke dataran tinggi di bukit-bukit. Kemudian Umar bin Al-Khathab berkata pada Nabi SAW, "Wahai Nabi, berilah perintah agar istri-istrimu berhijab." Namun, tidak jua Nabi melakukan apa yang disarankan Umar.

Kemudian ketika Saudah keluar pada malam hari untuk menunaikan makan malam, dan dia adalah seorang wanita yang cukup tinggi. Kemudian Umar memanggilnya dan berkata, "Wahai Saudah, sekarang kami tahu itu engkau untuk memberi motivasi agar memanjangkan hijab yang kau kenakan." Kemudian Allah menurunkan ayat hijab. Saudah dikenal sebagai orang yang suka bersedekah. Umar bin Khathab pernah mengirim sekantung penuh dengan dirham padanya.

Kemudian Saudah bertanya, "Apa ini?" Mereka berkata, "Dirham yang banyak." Lalu Saudah berkata, "Dalam kantung seperti setandang kurma, wahai jariyah, yakinkan diriku." Kemudian dia membagi-bagikan dirham tadi. Aisyah berkata, "Bahwa sebagian isteri-isteri Nabi SAW berkata, "Wahai Rasulullah, siapakah di antara kami yang paling cepat menyusulmu ?" Nabi SAW menjawab, "Yang terpanjang tangannya di antara kalian." Kemudian mereka mengambil tongkat untuk mengukur tangan mereka. Ternyata, Saudah adalah orang yang terpanjang tangannya di antara mereka. Kemudian kami mengetahui, bahwa maksud dari panjang tanganya adalah suka sedekah.

Saudah memang suka memberi sedekah dan dia yang paling cepat menyusul Rasulullah di antara kami." (HR Syaikhain dan Nasai) Saudah juga memiliki akhlak yang terpuji. Aisyah, Ummul Mukminin, pernah berkata, "Tiada seorang pun yang lebih aku kagumi tentang perilakunya selain Saudah binti Zam’ah yang sungguh hebat." Saudah meriwayatkan sekitar lima hadis dari Rasulullah SAW. Dan beberapa sahabat turut meriwayatkan darinya seperti, Abdullah bin Abbas, Yahya bin Abdullah bin Abdurrahman bin Sa’ad bin Zarah Al-Anshari. Abu Daud dan Nasa’i juga menggunakan periwayatan darinya. Saudah wafat di Madinah pada bulan Syawal tahun 54, pada masa kekhalifahan Muawiyah. Ketika mendengar Saudah meninggal dunia Ibnu Abbas bersujud. "Rasulullah SAW berkata, bila kau melihat suatu ayat, maka bersujudlah kalian, dan ayat yang paling agung daripada emas adalah para istri Nabi SAW," kata Ibnu Abbas.

 

Sumber : Google Wikipedia

oooooo o0o oooooo

 

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

KABUPATEN ASAHAN PROVINSI SUMATERA UTARA

    KABUPATEN ASAHAN PROVINSI SUMATERA UTARA Orientasi Asahan ( Jawi : اسهن ) adalah sebuah kabupaten yang terletak di provinsi S...