KABUPATEN TEBO
PROVINSI JAMBI
Orientasi
Tebo adalah kabupaten di provinsi Jambi, Indonesia. Kabupaten ini merupakan hasil
pemekaran dari kabupaten Bungo Tebo, tanggal 12 Oktober 1999. Pada akhir tahun 2020, kabupaten Tebo memiliki jumlah penduduk
sebanyak 335.228 jiwa. Kabupaten yang berbatasan dengan provinsi Riau dan Sumatra
Barat ini
beribukota di Muara Tebo.
Geografi
Batas Wilayah
Batas wilayah Kabupaten Tebo antara lain;
Utara |
Kabupaten Indragiri Hulu Provinsi Riau |
Timur |
Kabupaten Batanghari dan Kabupaten Tanjung Jabung Barat |
Selatan |
Kecamatan Tabir Kabupaten Merangin |
Barat |
Kabupaten Bungo dan Kabupaten Dharmasraya, Sumatra Barat |
Sejarah Kabupaten Tebo
Semangat reformasi tahun 1998 yang terjadi di Indonesia memberi dampak yang besar pada pemerintahan Provinsi Jambi, baik pada lembaga eksekutif maupun legislatifnya. Dalam hubungan itu Pemerintah Provinsi Jambi melalui Surat Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Jambi Nomor 135/2465/Pem Tahun 1999 memprogramkan Rencana Pemekaran Wilayah Kabupaten Daerah Tingkat II.
Dengan terbitnya Surat Gubernur Jambi tersebut ditindaklanjuti oleh Bupati Bungo Tebo, Drs. H. Sofian Ali, dengan menerbitkan Surat Keputusan Bupati Kepala Daerah Tingkat II Bungo Tebo Nomor 669 Tahun 1999 tentang Tim Pelaksanaan Penerapan Pembentukan Daerah Tingkat II Kabupaten Bungo Tebo. Hal yang sama didukung pula oleh DPRD Kabupaten Daerah Tingkat II Bungo Tebo Nomor 170/271/1999 tanggal 21 Mei 1999.
Sejarah Kabupaten Tebo, Masa Hindu Budha Hingga Kondisi Awal Pemekaran
basingbe.com – Kabupaten Tebo merupakan salah satu kabupaten dari Provinsi Jambi dan resmi dibentuk pada 12 Oktober 1999. Kabupaten Tebo memiliki cerita sejarah sendiri. Pada masa kesultanan Jambi dan masa perang kemerdekaan, Muara Tebo yang merupakan wilayah yang memiliki peranan penting dalam menentang penjajahan Belanda.
Tebo banyak memiliki potensi wisata dan warisan budaya, namun budaya dan potensi wisata itu belum tergali dan sebagian besar budaya sejarah masa lalu itu terabaikan dan tidak diketahui oleh generasi muda-mudi sekarang. Berikut sejarah Kabupaten Tebo dari masa Kerajaan hingga kondisi awal dibentuknya Kabupaten Tebo.
Perjalanan Masa Lalu Kabupaten Tebo Sebelum Pemekaran
Masa Hindu Budha
Kabupaten Tebo mengacu pada wilayah bekas kerajaan-kerajaan pada masa lampau juga turut mendapat pengaruh kebudayaan Hindu Budha. Kabupaten Tebo memiliki peninggalan masa Hindu Budha berupa candi di Kecamatan Sumay dan Kecamatan Tebo Ulu sebagai monumental kebudayaan dari masanya. Sayangnya penelitian ke arah itu secara arkeologi belum terlaksana.
Karenanya masa Hindu Budha di Kabupaten Tebo sebagian besar masih bersumber dari literatur-literatur sejarah. Salah satu dari literatur itu menyebutkan, bahwa kerajaan Ho-lo-tan pernah mengirim utusan ke negeri Cina pada tahun-tahun 420, 433, 434, 436, 437 dan 452.
Kerajaan Ho-lo-tan tersebut dalam sejarah Dinasti Sung (960-1280) dikatakan terletak di She-po atau Tehu-po, sedangkan menurut pendapat Sartono (1978), She-po atau Tehu-po itu dianggap sama dengan Tebo sekarang ini, yakni Muara Tebo.
Hal ini dapat dijadikan alasan sebagai awal masa Hindu Budha di Kabupaten Tebo. Kalau kita boleh jujur maka kita harus mengakui bahwa sejarah Kabupaten Tebo sejak era Melayu Kuno masih diliputi kegelapan. Ditambah lagi, wilayah administrasi dan topografi Tebo zaman dahulu berbeda dengan kondisi saat ini. Selain itu, dalam memahami wilayah Jambi khususnya Kabupaten Tebo maka tidak lepas dari adanya teluk purba bernama “Teluk Wen”.
Keberadaan Teluk Wen patut diteliti lebih lanjut karena memiliki posisi yang menentukan dalam menyusun sejarah wilayah sumatera tengah. Kadangkala kita berfikir kenapa di Kabupaten Tebo ada daerah bernama Teluk padahal kita berada di daratan contoh Teluk Singkawang, Teluk Kayu Putih, dan Teluk Lancang. Mungkinkah ada kaitannya dengan adanya Teluk Purba.
Merujuk gambaran Teluk Wen sebagaimana digambarkan oleh Prof. Sartono yaitu antara Jambi dan Tungkal terdapat teluk besar, Muara Tungkal terletak diujung pantai utara dan Jambi diujung pantai selatan, Ditepi utara disekitar Muara Tebo terdapat Kerajaan Tupo, disebelah selatan Muara Tebo terdapat suatu pulau bernama Pulei, kearah timur Kerajaan Tupo terdapat sebuah kerajaan bernama Koying yang memiliki banyak gunung berapi, di Tungkal terdapat sebuah kerajaan bernama Kuntala. Namun dengan adanya proses sedimentasi kemungkinan besar terjadinya perpindahan letak kerajaan.
Sumber terkait Kerajaan Tupo dapat diperoleh dari berita china yang ditulis oleh Fu-nan-t’u-su-chw’en berasal dari K’ang-tai bertahun 245 – 250 yang melaporkan adanya negeri bernama Tupo. Sementara itu, Prof. Dr. Sartono berpendapat bahwa adanya transliterasi toponim tupo yang berbunyi Tebo. Nah disini kita patut mendalami apakah benar bukti Tebo sebagai pusat Kerajaan Tupo ?
Namun, eksistensi Kerajaan Tupo meredup setelah tahun 280 M. Justru banyak berita dari china menceritakan tentang Kerajaan Koying. Karena diabad yang sama tepatnya di tahun 222 – 280 Wan-chen menjelaskan tentang adanya negeri bernama Koying dan cerita tentang koying juga disinggung dalam ensklopedia T’ung-tien (375 – 812).
Ada dugaan bahwa Kerajaan Tupo telah dikuasai oleh Kerajaan Koying dan menjadikan Muara Tebo sekarang sebagai Pelabuhan. Namun kita jangan berkecil hati dikarenakan Kabupaten Tebo memiliki peninggalan yang amat sangat berharga yaitu Candi yang mungkin bisa membuktikan letak Kerajaan Tupo maupun kerajaan lainnya.
Tebo Dalam Bahasan Kerajaan Sriwijaya
Pada masa Sriwijaya eksistensi Kerajaan Melayu Kuno mulai tenggelam. Namun ada yang menarik dari adanya kisah Sriwijaya yaitu tentang kisah perjalanan I-Tsing yang pernah singgah di Sriwijaya selama enam bulan. Diceritakan dalam pelayarannya dari Kanton di China ke Nagapattam di India tahun 671/672 ia singgah di shelifoshe /Sriwijaya untuk belajar bahasa Sansekerta selama enam bulan.
Setelah itu ia
menuju ke Moloyou dimana ia tinggal selama dua bulan. Kemudian, ia melanjutkan
perjalanannya ke Chieh-cha dan selanjutnya ke India. Dalam perjalanan pulangnya
pada tahun 685 ia kembali singgah di Moloyou yang telah senjadi shelifoshe
selama enam bulan.
Hal ini sesuai dengan isi Prasasti Kedukan Bukit tahun 683 mengisahkan perjalanan Dapunta Hyang membawa 20.000 orang prajurit meninggalkan Minanga Tamwan dengan perasaan suka cita penuh kemenangan.
Dalam perdebatan mengenai lokasi Kerajaan Moloyu para ahli merujuk pada kata “Minanga Tamwan”. Lagi – lagi nama Tebo masuk dalam bahasan tersebut yaitu sesuai dengan definisi Prof. Slamet Muljana berpendapat bahwa. Istilah Malayu berasal dari kata Malaya yang dalam bahasa Sansekerta bermakna “bukit”.
Nama sebuah kerajaan biasanya merujuk pada nama ibu kotanya. Oleh karena itu, ia tidak setuju apabila istana Malayu terletak di Kota Jambi, karena daerah itu merupakan dataran rendah. Menurutnya, pelabuhan Malayu memang terletak di Kota Jambi, tetapi istananya terletak di pedalaman yang tanahnya agak tinggi. Namun kembali lagi, kita dibingungkan oleh nama sebuah kerajaan apakah nama Koying, Kuntala, Tupo menjadi satu nama yaitu Moloyou. Penulis sendiri belum mendapatkan bukti kuat tentang perubahan nama tersebut.
Lebih lanjut, Prasasti Tanyore menyebutkan bahwa ibu kota Kerajaan Malayu dilindungi oleh benteng-benteng, dan terletak di atas bukit. Sehingga, Slamet Muljana berpendapat bahwa istana Malayu terletak di Minanga Tamwan sebagaimana yang tertulis dalam prasasti Kedukan Bukit.
Menurutnya, Minanga Tamwan adalah nama kuno dari Muara Tebo. Namun belum banyak bukti kuat untuk mendukung pendapat ini. Penulis akan sedikit menganalisa dari kisah It-sing, apabila ia belajar bahasa sansekerta di Kerajaan Sriwijaya yang berlokasi di Muara Jambi maka besar kemungkinan lokasi Moloyou berada di Kabupaten Tebo bukan berarti harus di Muara Tebo namun bisa jadi di pedalaman Tebo. Perjalanan Dapuntya Hyang dari minanga tamwan juga tidak dijelaskan apakah pelayaran tersebut sampai di Marwat Wanua tanpa pernah singgah ketika dalam perjalanan atau datang secara serempak atau bertahap.
Menjelajahi peninggalan benda sejarah di Kabupaten Tebo penulis pernah menjumpai Keramik era Dinasti Sung (960M-1279M) dengan motif bunga lotus timbul, serta motif bunga yang memiliki tiga warna yaitu orange, hitam, dan hijau serta Tembikar tradisional bermotif bunga teratai yang yang ditemukan di wilayah Sumay.
Sementara di Muara Tebo penulis juga menjumpai keramik zaman Dinasti Sung dengan glasir warna hijau dan warna keramik kulit telur bebek serta Keramik era Dinasti Yuan dengan warna kebiru – biruan dan motif rumit. Disamping itu, pada umunya keramik di Tebo mudah dijumpai di era Dinasti Ming (1368 M – 1643 M).
Hal itu menandakan diera shilifoshi sistem perdagangan atau pemukiman kuno menyebar diwilayah Tebo. Namun pemukiman masih terkonsentrasi disekitar Sungai Batanghari. Sebaran peninggalan sejarah di Tebo hampir dapat dijumpai di setiap kecamatan namun berbeda periodesasi.
Majapahit dan Era Kerajaan Dharmasraya Adityawarman
Sementara itu, di akhir masa Kerajaan Sriwijaya serta dalam usaha pendudukan oleh Majapahit untuk menciptakan kesatuan Nusantara, Kerajaan Melayu II lebih dahulu telah menjalin hubungan dengan Singosari tahun 1286 M. Hal ini ditandai dengan pemberian hadiah oleh Raja Kartanegara kepada Raja Tribuanaraja Mauliwarmadewa di Swarnabhumi hal ini dikenal dengan nama Expedisi Pamalayu.
Prasasti tersebut merupakan dokumen pertama yang menyebutkan dharmasraya terletak ditepi Sungai Batanghari. Menurut Uli Kozok Prasasti Amoghapasha juga ditemukan di Desa Rambahan Kabupaten Bungo – Tebo. Singkat cerita, Kerajaan Melayu II hanya bertahan 40 Tahun di Dharmasraya sebelum pindah ke Suruaso.
Setelah runtuhnya Kerajaan Singasari muncullah Kerajaan Majapahit (1293). Dalam Pupuh 13 Negarakertagama yang selesai dikarang tahun 1356 mencatat 24 Negara di Bumi Melayu mengakui kedaulatan Majapahit. Empat diantaranya inti Kerajaan Melayu II era Adityawarman yaitu Dharmasraya, Jambi, Minangkabau, dan Teba (Muara Tebo). Namun Casparis (1989) berpendapat bahwa Raja Malayu sendiri memiliki kedaulatan sempurna yang tidak takluk kepada siapapun.
Berangkat dari kisah diatas wilayah administrasi Kabupaten Tebo tentunya memiliki peranan penting diera kebangkitan Melayu sejak diruntuhkan oleh Sriwijaya. Kitab Negarakertagama memasukan Tebo sebagai wilayah inti dari Melayu namun anehnya kenapa tidak masuk dalam wilayah Jambi dalam artian memiliki wilayah tersendiri. Setelah berakhirnya era Melayu II maka wilayah Tebo tetap masuk kedalam wilayah Kerajaan Melayu III.
Zaman Penjajahan Belanda
Dalam mempertahankan kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia bukan suatu hal yang mudah khususnya di Muara Tebo. Setelah melalui perjuangan yang panjang melawan penjajahan Belanda dan Jepang pekik kemerdekaan pun berkumandang di Muara Tebo.
Letak geografis Kabupaten Tebo yang berada di Pedalaman membuat Belanda membutuhkan waktu yang lama untuk menjangkau Kabupaten Tebo. Namun melalui jalur udara Belanda menyerang Dusun Tuo, Penyebrangan (Pelayangan) Pulau Musang, Teluk Kuali, dan Pasar Pulau Temiang.
Dengan adanya serangan tersebut, pertahanan di Muara Tebo diperkuat. Komandan Garuda Putih membentuk Kompi Merdeka di Muara Tebo dibawah pimpinan Letnan I Sayuti Makalam.
Belanda melancarkan agresi militer kedua dan membumi hanguskan Kota Jambi. Belanda berhasil menduduki Kota Jambi yang mengakibatkan banyak Anggota TNI, Polisi, dan Anggota Pemerintahan Sipil menuju ke Muara Tebo.
Di Muara Tebo tidak ada penampungan, mereka harus berusaha mencari tempat untuk mereka tinggal, seakan mereka kehilangan induk pasukan. Namun semangat perjuangan mereka melawan Belanda tetap membara.
Lalu, Wedana A. Manap ditugaskan ke Kewedanan Muara Tebo yang bertempat di Tebo Ulu sebelumnya ia bertugas di Muara Bungo. Dengan harapan seluruh kekuatan dapat terkoordinir, sedangkan untuk Pemerintahan Sipil Kewedanan Muara Tebo dipimpin oleh Wedana Raden Saman.
Zaman Penjajahan Jepang di Kabupaten Tebo
Muara Tebo diduduki Jepang tanggal 2 Maret 1942. Di Muara Tebo, tentara Jepang dibagi dalam dua pasukan, pertama ditujukan ke Pulau Musang untuk menyerang pertahanan Belanda, dipimpin Kolonel Namora yang kemudian gugur dalam pertempuran dan yang menyerbu Jambi dipimpin oleh Kapten Orita. Sementara, Provinsi Jambi benar – benar dapat diduduki Jepang tanggal 4 Maret 1942.
Jepang benar-benar membawa malapetaka. Jepang memerintah dengan keras dan kejam. Rakyat yang melawan dipukul, bahkan ada yang dibunuh. Dengan alasan untuk kepentingan melawan musuh, Jepang mengambil padi rakyat. Rakyat dipaksa menanam ubi kayu sebagai pengganti beras. Segala kegiatan itu membuat rakyat kemiskinan dan kelaparan.
Mengenai sistem pemerintahan Jepang tidak jauh berbeda dengan pemerintahan Belanda. Hanya istilahnya saja yang berbeda. Karesidenan dimasa Jepang disebut dengan Jambi-Syu. Istilah Afdeeling diganti dengan Busyu. Muara Tebo merupakan salah satu Busyu di Jambi-Syu. Dibawah Busyu ada Gunco, selanjutnya Fuku Gunco, Pasirah, Penghulu atau Kepala Kampung.
Zaman Kemerdekaan dan Mempertahankan Kemerdekaan
Muara Tebo pada saat itu merupakan wilayah yang sangat strategis dimana menjadi jalur utama dan menjadi tempat persinggahan para tokoh dan tokoh perjuangan yang datang dari Jambi ke Utara Pulau Sumatera maupun sebaliknya.
Selama pendudukan Jepang dan terutama saat menjelang kekalahan Jepang dalam Perang Asia Timur Raya, kaum pergerakan di Muara Tebo tidak tinggal diam. Mereka memonitor situasi melalui radio gelap, yang saat itu sangat berbahaya, karena dilarang keras oleh Jepang.
Jatuhnya bomatom di Nagasaki dan Hiroshima pada tanggal 6 dan 9 Agustus 1945, kemudian Jepang menyerah kalah kepada Sekutu pada tanggal 14 Agustus 1945, cepat diketahui, di Muara Tebo yang pertama kali mengetahuinya adalah dr. Syahriar Rahman.
Sehingga kabar kemerdekaan Indonesia cepat sampai di Muara Tebo. Pada tanggal 20 Agustus 1945, dilakukan pengibaran bendera merah putih di depan kantor Gun Co Muara Tebo di bawah pimpinan dr. Syahriar Rachman. Dalam pengibaran Bendera Merah Putih tidak di iringi dengan lagu Indonesia Raya melainkan pekik kemerdekaan sebanyak tiga kali Merdeka, Merdeka, Merdeka.
Semangat mempertahankan kemerdekaan tidak hanya melalui dunia kemiliteran maupun pemerintahan namun juga dari Seni Budaya. Karena tidak semua Masyarakat Kabupaten Tebo saat itu memahami arti Kemerdekaan.
Untuk itu, dibentuklah kelompok seni budaya yang dikenal Tonil atau Sandiwara atau mungkin yang lebih kita kenal adalah Drama.
Kelompok Sandiwara ini di inisiasi oleh Usman Meng dkk, mereka melakukan pertunjukan ke Desa – Desa. Cara ini cukup ampuh untuk memberikan pemahaman tentang cerita perjuangan, pertempuran melawan Belanda dan kisah percintaan.
Pementasan biasanya dipentaskan hingga 4 (empat) babak. Diantara setiap babak diselingi dengan nyanyian dan tarian. Ditengah pertunjukan muncullah seorang Pejuang untuk membakar semangat rakyat untuk tetap melawan Belanda.
Perlu diketahui, tidak semua penduduk Muara Tebo memahami arti kemerdekaan pada saat itu karena disebabkan penderitaan di zaman Jepang.
Selanjutnya setelah bebas dari segala penjajahan dan memasuki babak baru, penduduk Muara Tebo membangun masa depan yang menanti. Pemerintahan pun ditata kembali. Sebelumnya dalam keputusan PDRI No. 3/UP/PDRI Kota Muara Tebo merupakan ibukota Kabupaten Muara Tebo.
Kemudian diubah berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1948 Muara Tebo menjadi bagian dari Kabupaten Merangin selama 2,5 tahun. Karena Ibukotanya dipindah ke Bangko. Selanjutnya berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1965 Kabupaten Merangin dimekarkan lagi menjadi 2 Kabupaten, yakni Kabupaten Daerah Tingkat II Sarolangun Bangko dan Kabupaten Daerah Tingkat II Bungo Tebo, dimana Wilayah Muara Tebo menjadi bagian dari Kabupaten Daerah Tingkat II Bungo Tebo.
Di masa Orde Baru keluar keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 136-936 tentang Pembentukan dua Wilayah Pembantu Bupati Kabupaten Tebo, yakni Pembantu Bupati Wilayah Barat dan Pembantu Wilayah Timur. PembantuWilayah Barat berkedudukan di Lubuk Landai. Sedangkan Pembantu Wilayah Timur berkedudukan di Muara Tebo. Wilayah Pembantu Timur inilah yang kemudian akan menjadi Kabupaten Tebo
Latar Belakang Pemekaran Kabupaten Tebo Provinsi Jambi
Dalam rangka rencana pemekaran Kabupaten Tebo, masyarakat sangat mendukung akan terwujudnya hal tersebut. Di Kecamatan Tebo Tengah aspirasi masyarakat dalam memperjuangkan pemekaran Kabupaten Tebo ini didasarkan atas keputusan bersama antara tokoh masyarakat, tokoh adat, tokoh agama, dan tokoh pemuda lingkungan Muara Tebo.
Begitu pula masyarakat di kecamatan lainnya saat itu seperti Kecamatan Tebo Ilir, Kecamatan Rimbo Bujang, Kecamatan Tebo Ulu, Kecamatan Pembantu Sumay dan Kecamatan Pembantu VII Koto.
Keinginan untuk memekarkan wilayah Pemerintahan Bungo Tebo sudah terjadi pada tahun 1989 sejak dikeluarkannya Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 136/936 Tahun 1989 Tentang Pembentukan Wilayah-Wilayah Kerja Pembantu Bupati Dalam Wilayah Kerja Pembantu Bupati Dalam Kabupaten Bungo Tebo.
Kabupaten Bungo Tebo terbagi atas dua wilayah yaitu Pembantu Wilayah Barat dan Pembantu Wilayah Timur. Pembantu Wilayah Timur berkedudukan di Muara Tebo. Melihat aspirasi masyarakat yang begitu antusias maka diadakan musyawarah yang bertempat di Aula Kantor Camat Tebo Tengah pada hari Senin tanggal 10 Mei 1999 jam 20:00 WIB.
Pada tanggal 10 Mei 1999 Masyarakat Tebo Tengah menyatakan sikap dengan mengeluarkan Pernyataan Aspirasi Masyarakat Tentang Pemekaran Wilayah Daerah Tingkat II Bungo Tebo. Esok harinya tanggal 11 Mei 1999, Masyarakat Kecamatan Tebo Ilir di Sungai Bengkal, Masyarakat Pembantu Kecamatan Sumay di Teluk Singkawang, Masyarakat Kecamatan Rimbo Bujang di wirotho Agung, Masyarakat Kecamatan Pembantu VII Koto di Sungai Abang dan Kecamatan Tebo Ulu di Pulau Temiang juga menyatakan sikap serupa yakni meminta Pemekaran Kabupaten Bungo Tebo.
Pelaksanaan Hasil Musyawarah dan Lahirnya Kabupaten Tebo
Memperhatikan aspirasi masyarakat yang berkembang serta dampak dari reformasi yang bergulir akhirnya wakil rakyat mendukung rencana pemekaran. Kemudian terbitlah, Keputusan DPRD Daerah Tingkat II Bungo Tebo tanggal 21 Mei No. 05 Tahun 1999 tentang Persetujuan Rencana Pemekaran Wilayah Daerah Tingkat II Bungo Tebo. Pada hari yang sama DPRD Bungo Tebo juga mengeluarkan Surat Dukungan Pemekaran Nomor 170/271/1999 Tanggal 21 Mei 1999 yang ditandatangani oleh Syahril Basir sebagai Ketua dan H. Asan Jani, S.Ag dan Drs. H. AD Sayuti sebagai Wakil Ketua.
Akhirnya dikeluarkanlah Surat Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Jambi 135/2465/Pem Tanggal 10 Juli Tahun 1999 tentang rencana pemekaran wilayah Kabupaten dalam Propinsi Jambi. Rencana pemekaran ini juga diperkuat dengan Keputusan DPRD Provinsi Jambi Nomor 2/DPRD/1999 Tanggal 9 Juli 1999 Tentang Pemekaran Kabupaten di Provinsi Jambi menjadi 9 kabupaten dan 1 kota.
Terbitnya Surat Gubernur Jambi tersebut ditindaklanjuti oleh Bupati Bungo Tebo Drs. H. Sofian Ali dengan mengambil kebijaksanaan mengeluarkan Surat Keputusan Bupati Kepala Daerah Tingkat II Bungo Tebo Nomor 669 Tahun 1999 Tentang Tim Pelaksanaan Penerapan Pembentukan Daerah Tingkat II di Kabupaten Bungo Tebo.
Menurut M. Hatta S.Sos, pada saat pemekaran Kabupaten Bungo Tebo waktu itu beliau menjabat sebagai Camat Jujuhan dimana kecamatan Jujuhan ini akan menjadi bagian dari Kabupaten Bungo mengatakan bahwa Drs. H. Sofian Ali sebagai Bupati Bungo Tebo sebenarnya menginginkan pemekaran Kabupaten Bungo Tebo bukan hanya menjadi Kabupaten Bungo dan Kabupaten Tebo tetapi juga menginginkan berdirinya Kota Madya Bungo.
Akan tetapi hal itu tidak terwujud sehingga hanya Kabupaten Bungo dan Kabupaten Tebo saja yang dimekarkan. Keinginan Masyarakat Tebo untuk mempunyai pemerintahan kabupaten sendiri akhirnya terealisasikan, pada tanggal 4 Oktober 1999 Presiden Republik Indonesia Ke-3 BJ. Habibie mengesahkan Pemekaran Kabupaten Bungo Tebo dengan ditandatangani Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 54 Tahun 1999 Tentang Pembentukan Kabupaten Sarolangun, Kabupaten Tebo, Kabupaten Muaro Jambi dan Kabupaten Tanjung Jabung Timur.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 54 Tahun 1999 Pasal 17 diatur bahwa Pejabat Bupati Tebo pertama kali diangkat oleh Menteri Dalam Negeri atas nama Presiden berdasarkan usulan Gubernur Jambi. Keputusan dalam mengisi kekosongan Kepala Daerah Kabupaten Tebo maka Gubernur Jambi Drs. H. Abdurrahman Sayoety mengusulkan Drs. H. A. Madjid Mu’az. MM untuk menjadi Carateker Bupati di Kabupaten Tebo.Menurut Bapak Madjid Mu’az mengatakan bahwa beliaudiberitahukan agar datang ke rumah Pak Gubernur.
Sesampainya disana beliau langsung ditunjuk sebagai Bupati Kabupaten Tebo. Beliau disuruh untuk mempersiapkan kemeja putih untuk pelantikannya. Pak Madjid Mu’az mengatakan bahwa lebih enak menjadi Caratekerdari Kabupaten maupun Provinsi hanya menyediakan kemeja putih saja tanpa mengeluarkan biaya untuk hal lainnya.
Pada tanggal 12 Oktober 1999, Drs. H. A. Madjid Mu’az. MM dilantik oleh Menteri Dalam Negeri Ad Interim Jenderal (Purn) Feisal Tanjung di Jakarta. Pelantikan tersebut bersamaan dengan penandatanganan prasasti berdirinya Kabupaten Tebo. Bersamaan dengan itu disepakati bahwa lahirnya Kabupaten Tebo yaitu pada tanggal 12 Oktober 1999.
Kondisi Awal Kabupaten Tebo
Terwujudnya pemekaran Kabupaten Tebo dengan masing-masing 6 Kecamatan. Kecamatan tersebut adalah Tebo Ilir, Tebo Tengah, Tebo Ulu, Rimbo Bujang, KP Sumay dan KP VII Koto. Luas wilayah Kabupaten Tebo adalah 6461 Km2. Berdasarkan data Kabupaten Tebo dalam angka tahun 1999 saat pemekaran jumlah penduduk Kabupaten Tebo berjumlah 224.944 jiwa.
Awal terbentuknya Kabupaten Tebo terus melakukan pemekaran daerah kecamatan. Pada tahun 2003 Kabupaten Tebo sudah memiliki 9 kecamatan dengan 3 tambahan kecamatan baru yaitu Kecamatan Rimbo Ulu, Rimbo Ilir dan Tengah Ilir. Di Tahun 2004 Kabupaten Tebo terbagi menjadi 12 kecamatan dengan 3 kecamatan baru yakni Kecamatan Muara Tabir, Serai Serumpun dan VII Koto Ilir.
Setelah itu Kabupaten Tebo berkembang dengan 12 kecamatan tersebut dengan masing-masing ibukotanya yaitu, Tebo Tengah beribukota di Muara Tebo, Rimbo Bujang beribukota di Wirotho Agung, Rimbo Ilir beribukota di Karang Dadi, Rimbo Ulu beribukota di Suka Damai, VII Koto beribukota di Sungai Abang, VII Koto Ilir beribukota di Balai Rajo, Sumay beribukota di Teluk Singkawang, Serai Serumpun beribukota di Sekutur Jaya, Tengah Ilir beribukota di Mengupeh, Tebo Ulu beribukota di Pulau Temiang, Tebo Ilir beribukota di Sungai Bengkal dan Muara Tabir beribukota di Pintas Tuo.
Editor : Slamet Setya Budi
Pemerintahan
Daftar Bupati Tebo
3.1. Masa Bhakti Bupati Tebo Carateker (12 Oktober 1999-24 Mei 2001) Drs. H.A. Madjid Mu’az, MM dilantik sebagai sebagai Pejabat Bupati Kabupaten Tebo oleh Menteri Dalam Negeri Ad Interim di Jakarta. Tanggal 18 Oktober 1999 dilaksanakan acara pengantar tugas Bupati Tebo oleh Gubernur Jambi yang diwakili Wakil Gubernur Drs.H. Hasyip Kalimudian Syam, MM, yang diselengggarakan di Kantor Camat Muara Tebo pada tanggal 12 Oktober 1999.
3.2. Masa Bakti Bupati Tebo Periode 2001-2006 Pada tanggal 16 Desember 2000 berdasarkan Surat Gubernur Jambi atas nama Presiden RI Nomor 483 Tahun 2000 sebanyak 30 orang anggota DPRD Kabupaten Tebo diambil sumpah atau janjinya oleh Ketua Pengadilan Negeri Muara Bungo, Sjofian Muchammad, SH. Sidang pleno DPRD kabupaten Tebo pada tanggal 9 Mei 2001 memilih pasangan Drs.H.A. Madjid Mu'az, MM dan Drs. H. Helmi Abdullah sebagai Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Tebo untuk periode 2001 – 2006. Drs.H.A. Madjid Mu'az, MM dan Drs. H. Helmi Abdullah dilantik oleh oleh Gubernur Jambi Drs.H. Zulkifli Nurdin, MBA atas nama Presiden pada tanggal 25 Mei 2001.
3.3. Masa Bakti Bupati Kabupaten Tebo periode 2006-2011 Pemilihan bupati dan wakil bupati untuk periode 2006 -2011 dilaksanakan secara langsung oleh masyarakat sesuai dengan amanat undang-undang Nomor 23 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Pilkada secara langsung untuk pertama kalinya di Kabupaten Tebo dilaksanakan pada tanggal 25 April 2006.
Pelaksanaan pilkada tersebut dapat dilaksanakan dengan baik, hal ini terlihat dari tingginya partisipasi masyarakat di mana suara sah mencapai 83,45%. Dalam pilkada tersebut, Drs.H.A. Madjid Mu'az, MM yang berpasangan dengan Sukandar, S.Kom, memperoleh suara 47,50%, mengalahkan tiga pasangan Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati lainnya. Pada tanggal 12 Juni 2006, pasangan Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Tebo terpilih, Drs.H.A.Madjid Mu'az, MM dan Sukandar, S.Kom, dilantik oleh Gubernur Jambi Drs. H. Zulkifli Nurdin, MBA atas nama Menteri Dalam Negeri di Aula Kantor DPRD Kabupaten Tebo.
3.4. Masa Bakti PJ Bupati Kabupaten Tebo (20 Juni 2011 – 27 Agustus 2011) Proses Pemilukada yang menghabiskan waktu yang relatif lama, menyebabkan terjadinya kekosongan jabatan bupati, agar roda pemerintahan tetap berjalan, Gubernur Jambi menunjuk Ir. H. Haviz Husaini, MM sebagai Penjabat Bupati Kabuapten Tebo yang dilantik pada tanggal 20 Juni 2011 berdasarkan Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor: 131.15-472 Tahun 2011 tentang pengesahan pemberhentian Bupati Tebo dan Pengangkatan Penjabat Bupati Tebo Provinsi Jambi tertanggal 16 Juni 2011. Sebelumnya, Gubernur Jambi menunjuk H. Abdullah SH, MM menjadi Pelaksana Harian (Plh) Bupati Tebo.
3.5. Masa Bakti Bupati Kabupaten Tebo periode 2011 – 2016 Pemilihan umum Kepala Daerah Kabupaten Tebo untuk periode 2011- 2016 dilaksanakan pada tanggal 10 Maret 2011 yang diikuti oleh 3 pasang kandidat yaitu H. Sukandar, S.Kom, M.Si – Hamdi, S.Sos, MM, H. Ridham Priskap, SH, MH,MM- Eko Putra HS, SH, M.Si dan Yopi muthalib, BBA, MBA–Ir. H. Sri Saptoedi, MTP. Dalam Pemilihan umum Kepala Daerah Kabupaten Tebo tersebut pasangan H. Sukandar, S.Kom, M.Si – Hamdi, S.Sos, MM terpilih menjadi bupati dan wakil bupati Tebo periode 2011 – 2016. Pada tanggal 27 Agustus 2011, Gubernur Jambi Drs. H. Hasan Basri Agus, MM atas nama Menteri Dalam Negeri RI melantik pasangan H. Sukandar, S.Kom, M.Si – Hamdi, S.Sos, MM menjadi bupati dan wakil bupati Tebo periode 2011 – 2016 di gedung DPRD Kabupaten Tebo.
Kecamatan
Kabupaten Tebo memiliki 12 kecamatan, 5 kelurahan dan 107 desa (dari total 141 kecamatan, 163 kelurahan dan 1.399 desa di seluruh Jambi). Pada tahun 2017, jumlah penduduknya sebesar 327.669 jiwa dengan luas wilayahnya 6.461,00 km² dan sebaran penduduk 51 jiwa/km².
Ekonomi
Adapun untuk perekonomian Kabupaten Tebo Bersumber Pada perkebunan Sawit, Karet di dukung Oleh pertambangan baik itu Batu Bara, Minyak Bumi dan Tambang emas tetapi masih dalam skala kecil. daerah ini kaya akan sumber daya alam dan bisa di jadikan daerah perikanan tawar karena diLewati oleh sungai terbesar di Provinsi Jambi yaitu Sungai Batanghari serta merupakan daerah rawa dataran rendah.Kabupaten Tebo Memiliki penduduk sejumlah ± 224.944 jiwa dengan 75 % adalah petani. Memiliki 1 Buah Pusat Kesehatan yaitu Rumah sakit Umum Daerah Sultan Thaha Syariffudin, dibantu oleh 12 Pusat kesehatan Masyarakat (PKM) di 12 kecamatannya.
Pariwisata
Ada banyak potensi pariwisata di Kabupaten Tebo, di antaranya adalah Danau Sigombak yang terletak di Desa Teluk Kembang Jambu, Kecamatan Tebo Ulu. Potensi lain adalah kawasan Taman Nasional Bukit Tiga Puluh (TNBT) yang menjanjikan wisata petualangan yang bernuansa off road dan susur sungai yang menjanjikan keindahan yang eksotis alami Kabupaten Tebo.
Objek Wisata
Berada di Muara Tebo, 200km dari kota Jambi. Sultan Thaha Saifuddin adalah sultan terakhir keturunan Jambi (generasi ke-17 dari Putri Pinang Masak), dengan gelar Pangeran Ratu Jayaningrat yang gugur pada tahun 1904 dan dinyatakan sebagai pahlawan Nasional.
Taman Nasional Bukit Tiga Puluh, Taman Nasional Bukit Tiga Puluh memiliki ekosistem hutan hujan tropika daratan rendah dan merupakan peralihan antara hutan rawa dan hutan pegunungan yang terpisah yang terpisah dari rangkaian pegunungan Bukit Barisan. Ekosistemnya unik dan berbeda dengan taman nasional lainnya karena menempati kawasan perbukitan yang cukup curam ditengah dataran rendah dibagian timur Sumatra, diperbatasan Provinsi Jambi dengan Riau.
Danau Sigombak, Terletak di Desa teluk jambu Kecamatan Tebo Ulu sekitar 30 km dari kota muaro tebo dengan luas lebih kurang 40 ha. Merupakan kombinasi danau alam dan buatan manusia. Danau ini terbentuk karena aliran sungai Bulian yang berbentuk lubuk yang diperluas untuk dijadikan dam yang berfungsi untuk membendung sungai Bulian. Ditengahnya terdapat pulau Sigombak yang dihuni berbagai satwa terutama kera. Pengunjung dapat melakukan berbagai kegiatan sambil menikmati panorama alam yang sejuk dan indah.
Kebun Raya Bukit Sari, Areal hutan Bukit Sari ± 136 km dari Jambi di pinggir jalan raya Jambi-Muaro Bungo-Muaro Tebo. Tanahnya bergelombang, berbukit-bukit terjal, diikuti dengan lembah yang cukup dalam. Kebun Raya Bukit Sari merupakan hutan sekunder dengan vegetasi yang masih baik. Jenis pohon didominasi oleh pohon Plajau, Tenggeris. Meranti, Jelutung, Kedondong, Kenari dan Terap.
Daerah terpanjang pinggir hutan sebelah timur, merupakan bekas peladangan yang sudah tertutupi oleh pohon-pohon. Beberapa pohon pioneer seperti Mahang tersebar luas di suatu tempat terbuka. Pohon merambat yang sering dijumpai adalah dari suku Annonaceae yang sering sijumpai disekitar yang tidak terlalu tinggi dan padat. Glicenia hidup subur. Biasanya selitar lembah yang kandungan tanahnya agak lembab, diikuti dengan pohon paku dan anggrek jenis ploclottis.
Di dalam kebun raya ini sudah dibuat jalan setapak untuk mempermudah kunjungan. Di luar kawasan ini pengunjung bisa menikmati sumber air panas dan air terjun Bukit Karendo dengan ketinggian 8 meter.
Wilayah Provinsi Jambi, terletak di Kabupaten Tanjung Jabung Barat (seluas 10.000 Ha) dan Kabupaten Tebo (seluas 23.000 Ha). TNBT memiliki 59 jenis mamalia, 199 jenis burung dan 18 jenis kelelawar serta berbagai reptilian dan ikan. Hutannya didominasi oleh tumbuhan suku Dipterocarpaceae. Ada sekitar 1.500 spesies tumbuhan yang ada di dalam kawasan ini. Di dalam dan sekitar kawasan taman ini terdapat tiga suku tradisional, salah satunya Suku Anak Dalam yang juga disebut Orang Rimba. Mereka masih hidup nomaden dibelantara hutan Bukit Tigapuluh dalam wilayah Jambi yang mempunyai kelerengan cenderung lebih datar.
Luas TNBT 127.698 ha dan sekitar 33.000 ha berada di wilayah Jambi. Taman Nasional ini merupakan kawasan hutan lindung yang mempuyai beragam jenis habitat tumbuhan dan binatang. Di dalam kawasan ini terdapat air terjun Katalo, beragam flora (660 spesies) termasuk 246 tumbuhan khas jenis flora langka, 59 spesies mamalia yang terancam punah dan rafflesia hasseltii (cendawan muko rimau).
Dalam kawasan penyangga TNBT juga terdapat potensi objek wisata lainnya seperti air terjun Bulian Berdarah, air terjun Pancuran Gading, goa dan panorama Batang Sumay, makam keramat, habitat ikan kleso (arwana) di sungai Mangatai dan batu menangis.
Kesehatan
1. Dengan pusat RSUD Sultan Thaha Syariffudin dibantu oleh Pusat Kesehatan masyararat (PKM) di kecamatan yaitu:
2. PKM Kecamatan Tebo Tengah
3. PKM Kecamatan Tebo Ulu
4. PKM Kecamatan Tabo Ilir
5. PKM Kecamatan Sumay
6. PKM Kecmatan Rimbo Bujang
7. PKM Kecamatan Rimbo Ulu
8. PKM Kecamatan Rimbo Ilir
9. PKM Kecamatan VII Koto
10. PKM Kecamatan VII Koto Ilir
11. PKM Kecamatan Serai Serumpun
12. PKM Kecamatan Tengah Ilir
13. PKM Kecamatan Muara Tabir
-oooooooooo oOo oooooooooo-
Sumber : Google Wikipedia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar