PROVINSI JAWA TENGAH
Orientasi
Klaten (bahasa Jawa: ꦏ꧀ꦭꦛꦺꦤ꧀, translit. Klaṭèn) adalah kabupaten di Provinsi Jawa Tengah, Indonesia. Pusat pemerintahan berada di Kota Klaten, sekitar 36 km sebelah barat Kota Surakarta. Kabupaten yang berbatasan dengan provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta ini memiliki jumlah penduduk 1.174.986 jiwa. pada tahun 2019 dan mayoritas penduduknya merupakan etnis Jawa.
Secara geografis Kabupaten Klaten terletak di antara 110°30'-110°45' Bujur Timur dan 7°30'-7°45' Lintang Selatan.
Luas wilayah kabupaten Klaten mencapai 655,56 km². Di sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Sukoharjo. Di sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Gunungkidul (Daerah Istimewa Yogyakarta). Di sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Sleman (Daerah Istimewa Yogyakarta) serta Kabupaten Magelang dan di sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Boyolali.
Wilayah Kabupaten Klaten terbagi menjadi tiga dataran yakni Sebelah Utara Dataran Lereng Gunung Merapi, Sebelah Timur Membujur Dataran Rendah, sebelah Selatan Dataran Gunung Kapur.
Menurut topografi kabupaten Klaten terletak di antara gunung Merapi dan pegunungan Seribu dengan ketinggian antara 75-160 meter di atas permukaan laut yang terbagi menjadi wilayah lereng Gunung Merapi di bagian utara areal miring, wilayah datar dan wilayah berbukit di bagian selatan.
Jarak Kota Klaten dengan Kota Lain se Karesidenan Surakarta:
1. Kota Klaten ke Kota Boyolali: 38 km,
2. Kota Klaten ke Wonogiri: 67 km,
3. Kota Klaten ke Kota Surakarta: 36 km,
4. Kota Klaten ke Karanganyar: 49 km,
5. Kota Klaten ke Kota Sukoharjo: 47 km,
6. Kota Klaten ke Sragen: 63 km.
Keadaan iklim Kabupaten Klaten termasuk iklim tropis dengan musim hujan dan kemarau silih berganti sepanjang tahun, temperatur udara rata-rata 28°-30° Celsius dengan kecepatan angin rata-rata sekitar 153 mm setiap bulannya dengan curah hujan tertinggi bulan Januari (350 mm) dan curah hujan terendah bulan Juli (8 mm).
Topografi
Wilayah Kabupaten Klaten terbagi menjadi 3 (tiga) dataran:
1. Dataran Lereng Gunung Merapi membentang di sebelah utara meliputi sebagian kecil sebelah utara wilayah Kecamatan Kemalang, Karangnongko, Jatinom dan Tulung.
2. Dataran Rendah membujur di tengah meliputi seluruh wilayah kecamatan di Kabupaten Klaten, kecuali sebagian kecil wilayah merupakan dataran lereng Gunung Merapi dan Gunung Kapur.
3. Dataran Gunung Kapur yang membujur di sebelah selatan meliputi sebagian kecil sebelah selatan Kecamatan Bayat dan Cawas.
Melihat keadaan alamnya yang sebagian besar adalah dataran rendah dan didukung dengan banyaknya sumber air maka daerah Kabupaten Klaten merupakan daerah pertanian yang potensial disamping penghasil kapur, batu kali dan pasir yang berasal dari Gunung Merapi.
Ketinggian daerah:
Sekitar 3,72% terletak di antara ketinggian 0–100 meter di atas permukaan laut.
Terbanyak 83,52% terletak di antara ketinggian 100–500 meter di atas permukaan laut.
Sisanya 12,76% terletak di antara ketinggian 500–2500 meter di atas permukaan laut.
Geologi
Jenis tanah terdiri dari 5 (lima) macam:
1. Litosol: Bahan induk dari skis kristalin dan batu tulis terdapat di daerah Kecamatan Bayat.
2. Regosol Kelabu: Bahan induk abu dan pasir vulkanik termedier terdapat di Kecamatan Cawas, Trucuk, Klaten Tengah, Kalikotes, Kebonarum, Klaten Selatan, Karangnongko, Ngawen, Klaten Utara, Ceper, Pedan, Karangdowo, Juwiring, Wonosari, Delanggu, Polanharjo, Karanganom, Tulung dan Jatinom.
3. Grumusol Kelabu Tua: Bahan induk berupa abu dan pasir vulkan interme-dier terdapat di daerah Kecamatan Bayat, Cawas sebelah selatan.
4. Kompleks Regosol Kelabu dan Kelabu Tua: Bahan induk berupa batuk apurnapal terdapat di daerah Kecamatan Klaten Tengah dan Kalikotes sebelah selatan.
5. Regosol Coklat Kekelabuan: Bahan induk berupa abu dan pasir vulkan intermedier terdapat di daerah Kecamatan Kemalang, Manisrenggo, Prambanan, Jogonalan, Gantiwarno dan Wedi.
Batas Wilayah
Sejarah
Sejarah Klaten tersebar di berbagai catatan arsip-arsip kuno dan kolonial, arsip-arsip kuno dan manuskrip Jawa. Catatan itu seperti tertulis dalam Serat Perjanjian Dalem Nata, Serat Ebuk Anyar, Serat Siti Dusun, Sekar Nawala Pradata, Serat Angger Gunung, Serat Angger Sedasa dan Serat Angger Gladag.
Dalam bundel arsip Karesidenan Surakarta, sejarah Klaten tercantum dalam Soerakarta Brieven van Buiten Posten, Brieven van den Soesoehoenan 1784-1810, Daghregister van den Residentie Soerakarta 1819, Reporten 1787-1816, Rijksblad Soerakarta dan Staatblad van Nederlandsche Indie. Babad Giyanti, Babad Bedhahipun Karaton Negari Ing Ngayogyakarta, Babad Tanah Jawi dan Babad Sindula juga dapat menjadi sumber lain untuk menelusuri sejarah Klaten.
Sejarah Klaten juga dapat ditelusuri dari keberadaan candi-candi Hindu, Buddha maupun barang-barang kuno. Asal muasal desa-desa kuno seperti Pulowatu, Gumulan, Wedihati, Mirah-mirah maupun Upit, juga menunjukan keterangan tepercaya. Peninggalan atau petilasan Ngupit bahkan secara jelas menyebutkan pertanda tanggal yang dimaknai 8 November 66 Masehi oleh Raden Rakai Kayuwangi.
Daerah Kabupaten Klaten pada mulanya adalah bekas daerah swapraja Surakarta. Kasunanan Surakarta terdiri dari beberapa daerah yang merupakan suatu kabupaten. Setiap kabupaten terdiri atas beberapa distrik. Susunan penguasa kabupaten terdiri dari Bupati, Kliwon, Mantri Jaksa, Mantri Kabupaten, Mantri Pembantu, Mantri Distrik, Penghulu, Carik Kabupaten 1 dan 2, Lurah Langsik, dan Langsir. Susunan penguasa Distrik terdiri dari Pamong Distrik (1 orang), Mantri Distrik (5), Carik Kepanawon 1 dan 2 (2 orang), Carik Kemanten (5 orang), serta Kajineman (15 orang).
Pada zaman penjajahan Belanda, tahun 1749, terjadi perubahan susunan penguasa di Kabupaten dan di Distrik. Untuk Jawa dan Madura, semua provinsi dibagi atas kabupaten-kabupaten, kabupaten terbagi atas distrik-distrik, dan setiap distrik dikepalai oleh seorang wedono. Pada tahun 1847, bentuk Kabupaten diubah menjadi Kabupaten Pulisi. Maksud dan tujuan pembentukan Kabupaten Pulisi adalah di samping Kabupaten itu menjalankan fungsi pemerintahan, ditugaskan pula agar dapat menjaga ketertiban dan keamanan dengan ditentukan batas-batas kekuasaan wilayahnya.
Berdasarkan Nawala Sampeyan Dalem Ingkang Sinuhun Kanjeng Susuhunan Pakubuwana Senopati Ing Alaga Abdul Rahman Sayidin Panata Gama VII, Senin Legi 23 Jumadilakhir Tahun Dal 1775 atau 5 Juni 1847 dalam bab 13 disebutkan:
1. “……………… Kraton Dalam Surakarta Adiningrat Nganakake Kabupaten cacah enem.……………….”
2. “……………… Kabupaten cacah enem iku Nagara Surakarta, Kartosuro, Klaten, Boyolali, Ampel, lan Sragen.……………….”
3. “……………… Para Tumenggung kewajiban rumeksa amrih tata tentreme bawahe dhewe-dhewe serta padha ke bawah marang Raden Adipati.……………….”
Asal nama
Ada dua versi yang menyebut tentang asal muasal nama Klathèn.
mengatakan bahwa Klaten berasal dari kata kelathi atau
buah bibir. Kata kelathi ini kemudian mengalami disimilasi
menjadi Klaten. Klaten sejak dulu merupakan daerah yang terkenal karena
kesuburannya.
1. Menyebutkan Klaten berasal dari kata Melati (bahasa Jawa: Mlathi) yang berubah menjadi kata Klathi, sehingga memudahkan ucapan kata Klathiberubah menjadi kata Klathen. Versi ke dua ini atas dasar kata-kata orang tua sebagaimana dikutip dalam buku Klaten dari Masa ke Masa yang diterbitkan Bagian Ortakala Setda Kab. Dati II Klaten Tahun 1992/1993.
2. Melati adalah nama seorang kyai yang pada kurang lebih 560 tahun yang lalu datang di suatu tempat yang masih berupa hutan belantara. Abdi dalem Kraton Mataram ini ditugaskan oleh raja untuk menyerahkan bunga Melati dan buah Joho untuk menghitamkan gigi para putri kraton (Serat Narpawada, 1919:1921).
Guna memenuhi kebutuhan bunga Melati untuk raja, Kyai dan Nyai Mlati
menanami sawah milik Raden Ayu Mangunkusuma, istri Raden Tumenggung
Mangunkusuma yang saat itu menjabat sebagai Bupati Pulisi Klaten, yang kemudian
dipindah tugaskan istana menjadi Wakil Patih Pringgalaya di Surakarta. Tidak
ditemukan sumber sejarah tentang akhir riwayat Kyai dan Nyai Melati. Silsilah
Kyai dan Nyai Melati juga tidak diketahui. Bahkan penduduk Klaten tidak ada
yang mengakui sebagai keturunan dua sosok penting ini.Kyai Melati Sekolekan,
nama lengkap dari Kyai Melati, menetap di tempat itu. Semakin lama semakin
banyak orang yang tinggal di sekitarnya, dan daerah itulah yang menjadi Klaten
yang sekarang.
Dukuh tempat tinggal Kyai Melati oleh masyarakat setempat lantas diberi nama Sekolekan. Nama Sekolekan adalah bagian darinama Kyai Melati Sekolekan. Sekolekan kemudian berkembang menjadi Sekalekan, sehingga sampai sekarang nama dukuh itu adalah Sekalekan. Di Dukuh Sekalekan itu pula Kyai Melati dimakamkan.
Kyai Melati dikenal sebagai orang berbudi luhur dan lagi sakti. Karena kesaktiannya itu perkampungan itu aman dari gangguan perampok. Setelah meninggal dunia, Kyai Melati dikuburkan di dekat tempat tinggalnya.
Sampai sekarang sejarah kota Klaten masih menjadi silang pendapat. Belum ada penelitian yang dapat menyebutkan kapan persisnya kota Klaten berdiri. Selama ini kegiatan peringatan tentang Klaten diambil dari hari jadi pemerintah Kab Klaten, yang dimulai dari awal terbentuknya pemerintahan daerah otonom tahun 1950.
Hari jadi
Berdirinya Benteng atau loji Klaten di masa pemerintahan Sunan Paku Buwana IV mempunyai arti penting dalam sejarah Klaten. Pendirian benteng tersebut peletakan batu pertamanya dimulai pada hari sabtu Kliwon, 12 rabiulakir, Langkir, Alit 1731 atau sengkala RUPA MANTRI SWARANING JALAK atau dimaknai sebagai tanggal 28 Juli 1804. Sumber sejarah ini dapat ditemukan dalam Babad Bedhaning Ngayogyakarata dan Geger Sepehi. Catatan sejarah ini oleh pemerintah Kabupaten Klaten melalui Peraturan Daerah Nomor 12 Tahun 2007 sebagai Hari Jadi Kabupaten Klaten yang diperingati setiap tahun.
Perubahan luas daerah
Luas daerah Kabupaten Klaten mengalami beberapa kali perubahan. Klaten pada mulanya adalah tanpa kecamatan Jatinom dan Polanharjo. Kedua kecamatan semula merupakan wilayah kabupaten Boyolali, dan baru digabungkan tanggal 11 Oktober 1895.
Kelurahan
Semenjak terbentuknya onderdistrik, daerah onderdistrik terdiri dari beberapa dukuh. Sebagian dukuh-dukuh itu merupakan daerah kekuasaan seorang Demang. Gaji seorang Demang berupa tanah pituas.
Luas tanah pituas antara Demang yang satu dan yang lainnya berbeda-beda,
sesuai dengan besar kecilnya jasa yang diberikan kepada Kasunanan. Penerima
terkecil dinamakan Bekel, kemudian Demang, Ronggo, dan terbesar disebut Ngabei.
Pada tahun 1914 dibentuk kelurahan, yang merupakan penggabungan dari beberapa dukuh. Tanah pituas yang semula untuk gaji Bekel, Demang, Ronggo, dan Ngabei, diberikan pada kelurahan sebagai milik desa yang kemudian menjadi lungguh pamong desa. Struktur organisasi Kelurahan terdiri dari Lurah, Kamituwa, Carik, Kebayan, Modin, dan Ulu-ulu.
Pada tahun 1957, beberapa kelurahan digabungkan, atas ketentuan kasunanan bahwa setiap Kelurahan paling sedikit harus berpenduduk 1300 orang. Peristiwa itu dikenal sebagai masa kompleks.
Sebelumnya, di Klaten telah dilakukan penggabungan karena alasan lain. Masa kompleks di Klaten telah terjadi sejak tahun 1917. di beberapa onderdistrik, penggabungan Kelurahan dilakukan karena beberapa Kelurahan tidak mempunyai tanah untuk kas desa maupun untuk lungguh pada pegawainya.
Lambang daerah
1. Mahkota Kerajaan: Melambangkan kebesaran/keagungan cita-cita.
2. Orang Yang Bersemedi dengan Rambut Terurai, Kaki Berbentuk Pita Bertuliskan KLATEN: Orang dengan tekad yang teguh dan suci menuju cita-cita Kab Klaten.
3. Perisai Warna Kuning Emas dengan Bingkai Segi Lima Warna Putih: Menggambarkan perlindungan rakyat menuju zaman keemasan “Toto Tentrem Kerto Raharjo” dengan prinsip kebajikan, kejujuran, keadilan dan kebenaran.
4. Padi dan Kapas: Mencerminkan sandang dan pangan dari hasil pertanian dan perkebunan padi warna kuning emas jumlah 28 kapas warna putih jumlah 10
5. Tulisan Menyerupai Huruf Jawa: “Tumengo Toto Anggotro Raharjo “ artinya 0591 (1950) Hari jadi Pemerintah Kab Klaten (ditanah jawa) 28-10-1950
6. Gunungan Warna Biru Muda: Gunungan berarti pembukaan, sedangkan Warna biru muda berarti warna cerah, tenang dan tenteram, yaitu tanda pembukaan berdirinya Pemerintah Kab Klaten dan membuka keadaan baru yang tenang dan tenteram.
7. Rantai Warna Kuning Melingkar Dibatang Pada dan Kapas: Menggambarkan persatuan dan kegotong royongan rakyat.
8. Bambu Runcing dan Api: Merupakan simbul perjuangan yang berkobar dan menyala menuju cita-cita yang suci dan mulia.
9. Tugu Warna Putih: Diartikan sebagai peringatan dari perjuangan yang suci
10. Pohon Beringin Beserta Akarnya Berwarna Hijau: Simbol pengayoman dan perlindungan rakyat menuju keadaan sosial ekonomi yang merata, adil dan makmur.
11. Warna Hitam Pada Dasar Lambang: Hitam berarti kuat, tegas, kekal. Maksudnya lambang ini bersifat kuat, tegas dan kekal, baik isi maupun tujuannya.
Berikut beberapa pariwisata yang terdapat di Kabupaten Klaten
Wisata alam
1. Rowo Jombor
2. Deles Indah
3. Wisata Air Cokro
4. Wisata Air Janti
7. Wisata Air Water Gong Polanharjo
8. Kolam Renang Pluneng, Kebonarum
9. Kolam Renang Umbul Susuhan, Jatinom
10. Umbul Sigedang
11. Umbul Siblarak
12. Umbul Gedaren, Jatinom
13. Umbul Jolotundo, Jatinom
14. Umbul Manten, Polanharjo
15. Umbul Asri, Polanharjo
16. Wisata sejarah
17. Candi Prambanan
18. Candi Sewu
19. Candi Plaosan
20. Candi Bubrah
21. Candi Merak
Di Jatinom, upacara tradisional Sebaran Apem Yaqowiyu diadakan setiap bulan Sapar. Di Palar, Trucuk, Klaten bersemayam pujangga dari Karaton Kasunanan Surakarta Hadiningrat bernama Ronggo Warsito. Keindahan alam dapat dinikmati di daerah Deles, sebuah tempat sejuk di lereng Gunung Merapi. Rowo Jombor tempat favorit untuk melihat waduk. Terdapat juga Museum Gula, di Gondang Winangun yang terletak sepanjang jalan Klaten–Yogyakarta.
Di Kecamatan Tulung sebelah timur terdapat serangkaian tempat bermunculannya mata air pegunungan yang mengalir sepanjang tahun, dan dijadikan objek wisata. Wisata yang bisa dinikmati di sana adalah wisata memancing dan pemandian air segar. Banyak tempat pemandian yang bisa dikunjungi baik yang berbayar maupun tidak berbayar, seperti Umbul Nilo (berbayar), Umbul Penganten (berbayar), Umbul Ponggok (berbayar), Umbul Cokro (berbayar) dan umbul lainnya.
Namun kalau untuk wisata memancing semua harus berbayar karena dikelola oleh usaha warga. Letak pemancingan yang terkenal adalah di desa Janti. Sambil memancing pengunjung dapat juga menikmati masakan ikan nila, lele, atau mas goreng berbumbu sambal khas dengan harga sangat terjangkau. Tiap hari libur perkampungan ini sering mengalami kemacetan karena membludaknya pengunjung dari Kota Surakarta, Semarang dan Jogja.
Di Kecamatan Bayat, Klaten, tepatnya di kelurahan Paseban, Bayat, Klaten terdapat Makam Sunan Bayat atau Sunan Pandanaran atau Sunan Tembayat yang memiliki desain arsitektur gerbang gapura Majapahit. Sunan Tembayat ini dahulu dikenal sebelum menjadi Sunan, dia adalah Bupati Semarang yang kemudian berkelana dalam hal keagamaan. Makam ini menjadi salah satu tempat wisata ziarah Para Wali. Pengunjung dapat memarkir kendaraan di areal parkir serta halaman Kelurahan yang cukup luas. Setelah mendaki sekitar 250 anak tangga, akan ditemui pelataran dan Masjid. Pemandangan dari pelataran akan tampak sangat indah di pagi hari.
Kuliner khas
1. Ayam Bakar Khas Klaten
2. Ayam Panggang Khas Klaten
3. Kepelan asli Pedan (Camilan)
4. Sop Ayam Pecok asli Klaten
5. Nasi Tumpang Lethok
6. Soto Bebek dan Bebek Bacem
7. Swike Kodok
8. Bakmi Miroso
9. Angkringan/HIK
10. Keripik Cakar, Belut, dan Paru (Camilan)
11. Soto Kwali Klaten
12. Jenang Ayu
13. Kepelan
14. Bubur Tumpang
Ekonomi
Produk Klaten yang berpotensi, yaitu:
1. Sentra Industri Konveksi–Wedi
2. Karung Goni–Delanggu
3. Gerabah–Krakitan, Bayat
4. Lurik–Desa Mlese, Ds Tlingsing, Cawas
5. Kerajinan Wayang–Omah Wayang Klaten (danguran Klaten Selatan)
6. Payung Kertas–Juwiring
7. Meubel/ kerajinan kayu–Sajen
8. Handycraft–Karanganom
Transportasi
1. Stasiun Kereta
5. Stasiun Ketandan (Tidak Aktif)
Terminal
1. Terminal Bus Ir. Soekarno Klaten
2. Terminal Bus Buntalan Klaten
3. Terminal Bus Delanggu Klaten
4. Terminal Bus Penggung Klaten
5. Terminal Bus Cawas Klaten
6. Terminal Bus Teloyo Klaten
7. Terminal Bus Tulung Klaten
8. Terminal Bus Bendogantungan Klaten
-oooooooooo oOo oooooooooo-
Sumber : Google Wikipedia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar