KABUPATEN KOTABARU
PROVINSI KALIMANTAN SELATAN
Orientasi
Kabupaten Kotabaru adalah sebuah wilayah kabupaten yang terletak di Provinsi Kalimantan Selatan, Indonesia. Ibu kotanya adalah Kotabaru yang terletak di Pulau Laut, pulau yang terpisah dari pulau Kalimantan. Kabupaten ini merupakan salah satu kabupaten pertama dalam provinsi Kalimantan dahulu. Dan pada masa Hindia Belanda merupakan Afdeeling Pasir en de Tanah Boemboe dengan ibu kota, Kota Baru.
Kabupaten ini memiliki luas wilayah 9.442,46 km² dan berpenduduk sebanyak 290.142 jiwa (hasil Sensus Penduduk Indonesia 2010) dengan nelayan laut sebanyak 15.961 jiwa. Pada tahun 2021, penduduk kabupaten Kotabaru berjumlah 329.483 jiwa. Motto daerah ini adalah "Sa-ijaan" (bahasa Banjar) yang memiliki arti: Semufakat, satu hati dan se-iya sekata.
Geografi
Letak Kotabaru pada 01°21'49" sampai dengan 04°10'14" Lintang Selatan dan 114°19'13" sampai dengan 116°33'28" Bujur Timur. Letak Kotabaru di sebelah timur laut provinsi Kalimantan Selatan:
Batas Wilayah
Batas wilayah kabupaten Kotabaru antara lain;
Utara |
|
Timur |
|
Selatan |
|
Barat |
Kabupaten Balangan, Hulu Sungai Tengah, Banjar dan Tanah Laut |
Kepulauan
Kabupaten Kotabaru memiliki sekitar 110 pulau kecil, 31 di antaranya belum bernama. Kecamatan Kelumpang Tengah memiliki 21 pulau kecil, Kecamatan Pulau Sebuku memiliki 10 pulau kecil, Kecamatan Pulau Laut Selatan memiliki 23 pulau kecil dan lain-lain.
Pulau-pulau di Kotabaru di antaranya adalah:
3. Pulau Laut
4. Pulau Sebuku
11. Pulau Semut (Kalimantan Selatan)
12. Pulau Kelambau di desa Labuan Barat, Pulau Sembilan, Kotabaru
13. Pulau Manti
15. Pulau Keluang
18. Pulau Aur
22. Pulau Tabuan
24. Pulau Tampakan
25. Pulau Suwangi
27. Pulau Pentuan
28. Pulau Kunyit
30. Pulau Denawang
31. Pulau Marabatua
33. Maradapan
34. Matasirih
35. Pemalikan
36. Labuan Barat,
37. Kalambau
38. Pulau Sarang
39. Pulau Batu Barat
40. Pulau Barat
41. Pulau Batu Utara
42. Pulau Tokong
Pulau Lari Larian, berjarak 60 mil dari pulau Sebuku dan 80 mil dari Sulawesi Barat, karena itu pulau ini sempat diklaim Sulawesi Barat.
Tanjung yang terdapat di Kotabaru:
1. Tanjung Ayun
2. Tanjung Langadei
3. Tanjung Berlayar
4. Tanjung Batu
5. Tanjung Dewa
6. Tanjung Pamukan
7. Tanjung Lolak
8. Tanjung Pengujan
10. Tanjung Urang
11. Tanjung Kemuning
12. Tanjung Pemancingan
13. Tanjung Kurang
14. Tanjung Alangalang
15. Tanjung Kapal Pecah
16. Tanjung Seloka
17. Tanjung Layar
18. Tanjung Kalidupan
19. Tanjung Karambu
20. Tanjung Semisir
21. Tanjung Kiwi
22. Tanjung Kunangkunang
23. Tanjung Serdang
Sejarah
Menurut Hikayat Banjar pada abad ke-17, daerah-daerah di tenggara Kalimantan yang takluk kepada kerajaan Banjar di antaranya Pamukan dan Laut Pulau. Pada masa pemerintahan Sultan Mustain Billah (Marhum Panembahan), ia menyuruh Kiai Martasura ke Makassar/Gowa untuk menjalin hubungan bilateral kedua negara pada masa I Mangadacinna Daeng Bakle Karaeng Pattingalloang Sultan Mahmud yaitu Raja Tallo yang menjabat mangkubumi bagi Sultan Malikussaid Raja Gowa ke-XV [1638-1654], di mana Karaeng Pattingalloang telah memohon izin untuk meminjam kawasan Pasir (termasuk Kabupaten Kotabaru) kepada Marhum Panembahan sebagai tempat berdagang dan ia telah bersumpah apabila anak cucunya hendak menganiaya negeri Banjar maka akan dibinasakan Allah.
Maka diberikanlah daerah-daerah yang ada di sepanjang kawasan tenggara dan timur pulau Kalimantan sebagai tempatnya berdagang. Peristiwa pada abad ke-17 ini menunjukkan pengakuan Makassar (Gowa-Tallo) mengenai kekuasaan Kesultanan Banjar terhadap daerah di sepanjang tenggara dan timur pulau Kalimantan. Pada masa itu Sultan Makassar lebih terfokus untuk menaklukkan kerajaan-kerajaan di kawasan timur Nusantara.
Kerajaaan Pamukan yang terletak di sungai Cengal merupakan pemukiman pertama di daerah ini yang didiami suku Dayak Samihim/Dusun Maanyan yang dihancurkan oleh serangan dari laut. Suku Dayak kemudian meminta Sultan Banjar untuk mengirim seorang Pangeran yang akan memimpin mereka di wilayah bekas kerajaan Pamukan. Pangeran Dipati Tuha bin Sultan Saidullah kemudian diutus ke daerah ini dan ia menetap di sungai Bumbu (anak sungai Sampanahan).
Kerajaan ini kemudian dikenal sebagai kerajaan Tanah Bumbu yang wilayahnya meliputi Cengal, Sampanahan, Manunggul, Bangkalaan, Cantung, Buntar Laut, dan Batulicin. Mr. J. C. M. Radermacher dalam ekspedisi tahun 1780 melaporkan seorang Pangeran yang berkuasa di Sampanahan. Pangeran ini diidentifikasi sebagai Pangeran Prabu/Sultan Sepuh bin Daeng Malewa/Pangeran Dipati yang menguasai daerah Sampanahan, Bangkalaan, Manunggul dan Cengal.
Raja Tanah Bumbu
1. Pangeran Dipati Tuha (1660-1700) - anak atau ipar Sultan Saidullah Raja Banjar.
2. Pangeran Mangu bin Pangeran Dipati Tuha (1700-1740) - saudara Pangeran Tjitra
3. Sultan Kedua
4. Ratu Mas binti Pangeran Mangu (1740-1780)
Kerajaan Tanah Bumbu berakhir karena wilayahnya dibagi menjadi wilayah kerajaan kecil sejak 1780 setelah mangkatnya Ratu Mas. Ratu Intan I anak Ratu Mas mewarisi daerah Cantung dan Batulicin, Pangeran Prabu mewarisi Sampanahan, Bangkalaan, Manunggul dan Cengal, sedangkan Pangeran Layah mewarisi daerah Buntar-Laut (Pamukan Selatan).
Raja Bangkalaan
1. Pangeran Prabu/Sultan Sepuh-anak tiri Ratu Mas (1780-1800), Raja Sampanahan, Bangkalaan, Manunggul dan Cengal.
2. Pangeran Nata bin Pangeran Prabu (1800-1820), Raja Sampanahan, Bangkalaan, Manunggul.
3. Pangeran Seria bergelar Ratu Agung bin Pangeran Prabu (1800-?) Raja Cengal
4. Gusti Ali bergelar Pangeran Mangku bin Pangeran Prabu (1800-?) Raja Sampanahan
5. Raja Gusti Besar binti Pangeran Prabu (1820-1830), Raja Cantung, Batulicin, Bangkalaan, Manunggul, Sampanahan, Cengal. Ratu Intan 1 menunjuk Gusti Moeso mengepalai daerah Cantung (Sub-Raja) dan menunjuk Gusti Kamir mengepalai daerah Bangkalaan (Sub-Raja). Pangeran Haji Muhammad mengepalai Sela Selilau (Batulicin)
6. Gusti Kamir bergelar Pangeran Muda bin Pangeran Prabu (ditunjuk oleh Ratu Intan 1 sebagai Sub-Raja Bangkalaan 1830-1838)
7. Pangeran Haji Musa bin Pangeran Haji Muhammad (Raja Bangkalaan 1838-1840), merangkap Raja Batulicin (1832-1840), kemudian keturunannya:
8. Pangeran Jaya Sumitra bin Pangeran Musa (Raja Pulau Laut)
9. Pangeran Panji (Raja Batulicin)
10. Pangeran Muhammad Nafis (Raja Kusan dan Batulicin)
11. Pangeran Abdul Kadir Kasuma bin Pangeran Musa (Raja Kusan, Batulicin dan Pulau Laut, belakangan tahun 1861 daerah Kusan diserahkan kepada Raja Pagatan La Paliweng Arung Abdul Rahim)
12. Pangeran Berangta Kasuma bin Pangeran Abdul Kadir Kasuma (Raja Pulau Laut), menikah dengan Putri Intan Jumantan binti Pangeran Kasuma Indra bin Pangeran Kassir)
13. Pangeran Amir Husin Kasuma bin Pangeran Berangta Kasuma (Raja Pulau Laut)
14. Pangeran Aminullah Kasuma bin Pangeran Amir Husin Kasuma(Raja Pulau Laut)
15. Pangeran Abdurrahman Kasuma bin Pangeran Berangta Kasuma (Penjabat Raja Pulau Laut)
16. Raja Aji Jawa, putera Raja Gusti Besar, menjadi Raja Bangkalaan (1840-1841). Ia sebagai raja untuk 6 daerah sekaligus yaitu sebagai Raja Bangkalaan, Manunggul, Sampanahan, Cengal, Cantung, Buntar Laut. Belakangan Sampanahan diberikan kepada pamannya Gusti Ali bin Pangeran Prabu yang bergelar Pangeran Mangku Bumi.
17. Aji Tukul/Ratu Agung/Ratu Intan II binti Aji Jawi (1845), Raja Bangkalaan, Manunggul, dan Cengal. Sedangkan Raja Aji Mandura bin Aji Jawi sebagai Raja Cantung dan Buntar Laut. Pangeran Panji bin Pangeran Haji Musa yang menikah dengan Aji Landasan binti Aji Jawi mendapatkan daerah Batulicin.
18. Aji Pati/Pangeran Agung, suami Aji Tukul (1845-1846), Raja Bangkalaan, Manunggul, Cengal
19. Aji Samarang/Pangeran Muda Muhammad Arifillah bin Aji Pati (1846-1883), Raja Bangkalaan, Manunggul, dan Cengal.
20. Aji Mas Rawan/Raja Arga Kasuma bin Aji Samarang (1883-1905), Raja Bangkalaan, Manunggul, Cengal
21. Pada tahun 1844, distrik-distrik dalam onderafdeeling van Tanah Boemboe yaitu Pagatan, Kusan, Batulicin, Cantung dengan Buntar Laut, Bangkalaan, Sampanahan, Manunggul dan Cengal. Pada waktu itu distrik Pulau Laut belum dibentuk. Tahun 1845, Pulau Laut dan Batulicin berada di bawah pemerintah Kusan. Cantung, Buntar Laut, Bangkalaan berada di Teluk Kelumpang, sedangkan Sampanahan, Manunggul dan Cengal berada di Teluk Pamukan atau Cengal. Wilayah kabupaten Kotabaru hari ini merupakan gabungan wilayah bekas distrik (swapraja) pada masa kolonial Hindia Belanda, yaitu Poelau Laoet, Sampanahan, Tjangtoeng, Bangkalaan, Tjingal dan Manoenggoel.
Pemerintahan
Kabupaten Kotabaru terdiri dari 24 kecamatan, 3 kelurahan dan 210 desa. Pada tahun 2017, jumlah penduduknya mencapai 318.853 jiwa dengan luas wilayah 9.482,73 km² dan sebaran penduduk 34 jiwa/km².
Lambang Daerah
Arti Lambang Daerah Kabupaten Kotabaru adalah sebagai berikut:
1. Lambang daerah berbentuk perisai segi lima, melambangkan ketuhanan dan pertahanan rakyat.
2. Lima buah sudut pada perisai, melambangkan kelima sila dari Pancasila.
3. Sisi atas berbentuk busur, gambaran dinamika dan stamina rakyat.
4. Sisi samping berbentuk tegak lurus, menggambarkan sifat gotong royong, kejujuran dan keadilan.
5. Sisi bawah perisai berbentuk lancip, menggambarkan suatu tujuan untuk membina masyarakat adil dan makmur.
6. Garis tebal berwarna kuning emas pada sisi dalam sekeliling perisai, melambangkan persatuan rakyat.
7. Dasar perisai berwarna merah, menggambarkan sifat keberanian.
8. Garis kuning tebal yang membagi dua lukisan bagian atas dan bawah, menggambarkan bidang agraris pertanian (padi).
9. Ikan todak, menggambarkan hasil tradisianal dari sektor perikanan kelautan.
10. Lautan dengan garis gelombang, menggambarkan panorama alam dan gelora semangat rakyat.
Pemilihan Umum Kepala Daerah
Sejak reformasi 1998 dan pemberlakuan otonomi daerah, Kabupaten Kotabaru pertama kali menggelar pemilihan umum kepala daerah dan wakil kepala daerah pada tahun 2005.
Nama Pasangan |
Perolehan Suara |
Sjachrani Mataja–Fatizanolo |
36.977 suara (32,06%) |
Irhami–Dulman |
26.759 suara (23,20%) |
Tata M Anwar–Sabaruddin |
23.685 suara (20,54%) |
Suriatinah–Saidi Noor |
14.001 suara (12,40%) |
Firdaus Mansyori–Gerilyansyah Basrindu |
13.901 suara (12,05%) |
Sesuai dengan hasil rapat pleno terbuka rekapitulasi penghitungan suara pilkada di KPUD Kotabaru tanggal 8 Juli 2005, dari 18 kecamatan dan 190 desa yang ada di Kotabaru, pasangan Sjachrani Mataja–Fatizanolo ditetapkan sebagai bupati dan wakil bupati Kotabaru terpilih untuk masa jabatan 2005–2010.
Pilkada 2010
Pada tanggal 2 Juni 2010, Kotabaru kembali menggelar pilkada yang bersamaan dengan Pilgub Kalimantan Selatan dan pilkada lainnya di kabupaten/kota di Kalimantan Selatan. Empat pasangan ditetapkan sebagai kandidat calon pemimpin Kabupaten Kotabaru. Namun dengan persentase yang tipis antara pasangan nomor 1 dan nomor 2, maka pasangan nomor 2, yakni Alamsyah-Abdul Haris menggugat ke Mahkamah Konstitusi karena menduga terjadinya kecurangan dalam pilkada Kotabaru. Namun, gugatan itu akhirnya ditolak oleh MK dalam sidang keempat kalinya karena tidak terbukti adanya pelanggaran sistematis dan terstruktur.
Dengan demikian, pasangan Irhami-Rudy resmi menjadi bupati dan wakil bupati Kotabaru terpilih. Pelantikan dilaksanakan pada tanggal 10 Agustus 2010 oleh gubernur Rudy Ariffin di gedung Mahligai Pemuda, Kotabaru.
No. |
Nama Pasangan |
Perolehan Suara |
1 |
Irhami Ridjani–Rudy Suryana |
43.358 suara (33,38%) |
2 |
Alamsyah–Abdul Haris |
42.392 suara (32,64%) |
3 |
Bahruddin–Mursyid Arsyad |
20.021 suara (15,41%) |
4 |
Abdul Hakim–Sugiannor |
24.111 suara (18,56%) |
Demografi
Suku Bangsa
Suku bangsa yang mendiami daerah ini antara lain:
1. Suku Banjar
2. Suku Bugis
4. Suku Mandar
5. Suku Bajau
8. Suku Jawa
Kultur masyarakat di sini cukup beragam, sebagai dampak pembauran suku-suku di sini.
Seni Budaya
Lagu Daerah
Lagu daerah dari kabupaten Kotabaru adalah:
1. Paris Barantai, Kotabaru Gunungnya Bamega
2. Upacara Adat
3. Upacara adat di Kabupaten Kotabaru antara lain:
4. Pawanangan, upacara suku Dayak Dusun di Sungai Durian, Kotabaru
5. Papande Wanua/Papande Sasi, upacara suku Mandar di pulau Kerayaan
6. Leut, upacara suku Bajau di Pulau Laut Utara, Kotabaru
-oooooooooo oOo oooooooooo-
Sumber : Google Wikipedia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar