Kamis, 28 Desember 2023

KABUPATEN TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

 


KABUPATEN TANAH BUMBU

PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

Orientasi

Tanah Bumbu adalah sebuah wilayah kabupaten yang terletak di Provinsi Kalimantan SelatanIndonesia. Sebelumnya kabupaten ini termasuk dalam wilayah Kabupaten Kotabaru. Secara historis semula dinamakan Daerah Tingkat II Persiapan Tanah Bumbu Selatan. Kabupaten ini memiliki luas wilayah 5.066,96 km² dan jumlah penduduk sebanyak 267.913 jiwa (hasil Sensus Penduduk Indonesia 2010), dan pada tahun 2020, jumlah penduduk Tanah Bumbu berjumlah 325.346 jiwa.

Ibu kotanya adalah Kecamatan Batulicin Kota, pusat pemerintahan kabupaten berada di kelurahan Gunung Tinggi yang dulunya bernama desa Pondok Butun. Adapun yang menjadi sentra kegiatan usaha dan ekonomi adalah kecamatan Simpang Empat, yang dulunya merupakan bagian dari Kecamatan Batulicin.

Kabupaten Tanah Bumbu merupakan kabupaten pemekaran dari Kabupaten Kotabaru yang ditetapkan berdasarkan Undang-undang Nomor 2 Tahun 2003 tanggal 8 April 2003 tentang Pembentukan Kabupaten Tanah Bumbu dan Kabupaten Balangan di Provinsi Kalimantan Selatan. Berdasarkan undang-undang tersebut, Kabupaten Tanah Bumbu selalu merayakan hari jadinya pada tanggal 8 April setiap tahunnya. Nama historis yang pernah digunakan untuk menyebut daerah kabupaten ini adalah Tanah Koesan - 1879.

Sejarah

Sebelum Tahun 1888

Pada mulanya Tanah Boemboe adalah nama kolektif dari sebuah wilayah yang terdiri dari kerajaan Tjangtoeng dengan Boentar-laut, Bangkala-an, Sampanahan, Menoenggoel dan Tjengal. Ini terletak di pantai timur Kalimantan, memanjang dari Tjandjong Aroe (titik berbatu), pada 2° 7 ° 2. br., dan 116° 48' 0. L., ke sungai Serongga pada 3° 2' 2 br ., dan dibatasi), di utara, oleh Pasir, di timur, oleh Selat Makassar, di selatan, oleh Kussan, — dan di barat, oleh Bandjarmasin, yang dipisahkan oleh pegunungan Beratus atau Meratus.

Tahun 1888

Poeloe Laut sejak tahun 1888 secara administratif dihitung sebagai milik wilayah Tanah Boemboelands, seperti Batoe Litjin, Pagatan dengan Koesan dan Sebamban; Namun pada awalnya, Tanah Bumbu ini hanya berarti lanskap di sekitar Teluk Kloempang (Tjantoeng, Boentar Laut dan Bangkalaän serta di sekitar Teluk Pamoekan, Sampanahan, Menoengoel dan Tjengal).

Dari perbatasan barat daya dengan Tanah Laut (distrik Satoei) sekarang (sejak tahun 1888) dihitung di bawah Tanah Bumbu:

Dikelola oleh :

Sebamban                                                         Pangeran Sjarif Hasan

Pagatan dan Koesan                                Pangeran Mangkoe Boemi Daëng Machmud (akting untuk minoritas raja). TAHUNB. MYW. N. 0. I. 1888, TECHN. GED. 24san

Batoe Litjin                                                        Pangeran Sharif Achmad

Poeloe Laut dan Sebuku                                Pangeran Amir Hoesin

Tjanjoeng dan Boentar Laut                        Adji Darma

Bangkalaän, Tjengal dan Menoengoel   :    Adji Mas Rawan

Sampanahan                                                    Pangeran Mangkoe Praboe Djaja

Bentang alam ini, bersama dengan kerajaan Pasir, membentuk divisi terpisah yang disebut: Pasir dan Tanah Boembuland di bawah kendali seorang pengendali yang berbasis di Kota Baroe di Poeloe Laut.

Batas antara negara-negara ini terutama ditentukan oleh daerah tangkapan air di sungai-sungai utama. Jadi Pagatan dan Kusan menutupi daerah tangkapan air dari sungai dengan nama itu, dan lebih jauh lagi ke wilayah pantai selatan sampai Tanah Laut, dengan pengecualian jalur sempit milik Sebamban.

Bentang alam Batoe Litjin berisi cekungan Sungai Batoe Litjin, sehingga garis pemisah air antara Pagatan dan Koesan dan di utara dengan Sungai Tjantung membentuk batas; Sedangkan di sisi Selat Laut garis batas ini mencapai selat tersebut di sebelah selatan sepanjang sungai kecil Sekoempang dan di sebelah utara sepanjang sungai Saronga.

Tjantoeng disebut daerah Sungai Tjantoeng dan Boentar Laut adalah daerah utara Dewa (Tanjung Dewa), bersama-sama dikendalikan oleh satu kepala yang terletak di Tjantoeng. Bangkalaän berisi daerah tangkapan air sungai Bangkalaän yang menghubungkan di utara dengan daerah tangkapan sungai Sampanahan, membentuk lanskap Sampanahan.

Di sebelah utara Sampanahan terhampar pemandangan Menoengoel, kembali meliputi wilayah Sungai Menoengal, dan terakhir Tjengal yang paling utara, yang selain merupakan daerah tangkapan air Sungai Tjengal yang mengalir ke Teluk Pamoekan. masih memanjang di sepanjang pantai dari Tandjong Merah (seberang Samalantakkan di pintu masuk Teluk Pamukan) sampai ke Tandjong Ares (Tanjung Aru), di mana perbatasan dengan Kerajaan Pasir dimulai. Tiga lanskap Bankalaän, Menoengoel dan Tjengal berada di bawah satu kepala, yang biasanya berada di Tandjong Batoe di Teluk Kloempang.

Daerah Kabupaten Tanah Bumbu termasuk dalam kawasan Tanah Bumbu yang lebih luas atau wilayah Kalimantan Tenggara. Sejak dahulu kala wilayah tenggara pulau Kalimantan bukanlah daerah tidak bertuan karena daerah ini juga sudah dihuni oleh penduduk asli Kalimantan, menurut Hikayat Banjar penduduknya terdiri orang Satui, orang Laut Pulau, orang Pamukan (Dayak Samihim) dan orang Paser maupun orang-orang Dayak Bukit yang tinggal di pegunungan Meratus. Orang Pamukan dan orang Paser masing-masing memiliki pemerintahan kerajaan sendiri-sendiri.

Di daerah Cantung terdapat sebuah lesung batu (yoni) yang menunjukkan adanya pengaruh agama Hindu memasuki wilayah ini pada zaman dahulu kala. Sebelum terjadinya migrasi suku Bugis ke wilayah ini, seluruh wilayah tenggara Kalimantan di bawah koordinator Adji Tenggal, penguasa Paser yang menjadi bawahan Sultan Banjar IV Mustain-Bilah/Marhum Panembahan. Pada abad ke-17 Sultan Banjar menguasai Kalimantan Tenggara untuk diperintah keturunannya yaitu Pangeran Dipati Tuha dengan nama Kerajaan Tanah Bumbu dengan wilayah awal mulanya meliputi daerah dari Tanjung Aru (batas wilayah Banjar dengan Paser) sampai Tanjung Silat.

Kronologi

1520-1546

Menurut Hikayat Banjar, ada beberapa daerah dari wilayah tenggara pulau Kalimantan yang takluk dan mengirimkan upeti kepada Raja Banjar Islam ke-1 Sultan Suriansyah (1520-1546) yang berkedudukan di Banjarmasin, daerah-daerah tersebut yaitu Satui, Laut Pulau, Pamukan dan Paser. Kesultanan Banjar menamakan kawasan pesisir dengan "Laut" yang terdiri atas Laut Pulau dan Laut Darat. Nama daerah-daerah yang turut mengirimkan upeti ditemukan dalam naskah Cerita Turunan Raja-raja Banjar dan Kotawaringin (disebut juga Hikayat Banjar 1):

Pada masa itu daerah Kabupaten Tanah Bumbu termasuk ke dalam wilayah negeri Satui, salah satu negeri yang turut serta mengirim prajurit membantu Pangeran Samudera berperang melawan pamannya Pangeran Tumenggung (Raja Negara Daha terakhir).
Hikayat Banjar dan Kotawaringin menyebutkan:

Maka Patih Masih menyuruh orang memberitahu ke Kintap, ke Satui, ke Sawarangan, ke Hasam-Hasam, ke Laut Pulau, ke Pamukan, ke Paser, ke Kutai, ke Berau, ke Karasikan, dan memberitahu ke Biaju, ke Sebangau, ke Mendawai, ke Sampit, ke Pembuang, ke Kotawaringin, ke Sukadana, ke Lawai, ke SambasPangeran Samudera menjadi raja di Banjarmasih. Banyak tiada tersebut.

Hikayat Banjar dan Kotawaringin menyebutkan:

Maka Patih Balit itu kembali maka datang serta orang bantu itu. Maka orang yang takluk tatkala zaman Maharaja Suryanata sampai ke zaman Maharaja Sukarama itu, seperti negeri Sambas dan negeri Batang Lawai dan negeri Sukadana dan Kotawaringin dan Pembuang dan Sampit, Mendawai dan Sebangau dan Biaju Besar dan orang Biaju Kecil dan orang negeri Karasikan dan Kutai dan Berau dan Paser dan Pamukan dan orang Laut-Pulau dan Satui dan Hasam-Hasam dan Kintap dan Sawarangan dan Tambangan Laut dan orang Takisung dan Tabuniau, sekaliannya itu sudah sama datang serta senjata serta persembahnya. Sama suka hatinya merajakan Pangeran Samudera itu. Sekaliannya orang itu berhimpun di Banjar dengan orang Banjarmasih itu, kira-kira orang empat laksa. Serta orang dagang itu, seperti orang Melayuorang Cinaorang Bugisorang Mangkasarorang Jawa yang berdagang itu, sama lumpat menyerang itu. Banyak tiada tersebut.

Daerah-daerah yang takluk pada masa Sultan Suryanullah - Sultan Banjarmasin ke-1 disebutkan dalam Hikayat Banjar.

Sudah itu maka orang Sebangauorang Mendawaiorang Sampit, orang Pembuang, orang Kota Waringin, orang Sukadana, orang Lawaiorang Sambas sekaliannya itu dipersalin sama disuruh kembali. Tiap-tiap musim barat sekaliannya negeri itu datang mahanjurkan upetinya, musim timur kembali itu. Dan orang Takisung, orang Tambangan Laut, orang Kintap, orang Asam-Asam, orang Laut-Pulau, orang Pamukanorang Paserorang Kutaiorang Berau, orang Karasikan, sekaliannya itu dipersalin, sama disuruh kembali. Tiap-tiap musim timur datang sekaliannya negeri itu mahanjurkan upetinya, musim barat kembali.

1595-1642

Pada masa pemerintahan Raja Banjar Islam ke-4 Sultan Mustain Billah (Raja Maruhum Panambahan) mengutus menteri/duta besar Kiai Martasura ke negeri Makassar (Tallo-Gowa) untuk menjalin hubungan bilateral kedua negara pada masa I Mangadacinna Daeng Sitaba Karaeng Pattingalloang Sultan Mahmud, Raja Tallo yang menjabat mangkubumi bagi Sultan Malikussaid Raja Gowa 1638-1654, ia meminjam ("menyewa") negeri Paser dan beberapa daerah lainnya termasuk daerah hunian suku Banjar - negeri Satui kepada Raja Banjar Marhum Panembahan (1595-1642) sebagai tempat berdagang. Peristiwa tersebut sebelum adanya Perjanjian Bungaya, hal ini menunjukkan pengakuan Makassar (Tallo-Gowa) mengenai kekuasaan Kesultanan Banjar terhadap daerah-daerah di wilayah sepanjang tenggara dan timur pulau Kalimantan. Pada masa itu Sultan Makassar terfokus untuk menaklukkan kerajaan-kerajaan di kepulauan Sunda Kecil. Namun setelah Perjanjian Bungaya (1667), Kesultanan Gowa dilarang oleh VOC-Belanda berdagang ke wilayah timur dan utara pulau Kalimantan.

Naskah Cerita Turunan Raja-raja Banjar dan Kotawaringin (disebut juga Hikayat Banjar 1) menyebutkan:

Kemudian daripada itu tatkala Kiai Martasura ke Mangkasar, zaman Karaing Patigaloang itu, ia menyuruh pada Marhum Panembahan itu meminjam Pasir itu akan tempatnya berdagang serta bersumpah: "Barang siapa anak cucuku hendak aniaya lawan negeri Banjar mudah-mudahan dibinasakan Allah itu." Maka dipinjamkan oleh Marhum Panembahan. Itulah mulanya Pasir - serta diberi desa namanya Satui dan Hasam-Hasam dan Kintap, dan Sawarangan itu, Banacala, Balang Pasir dan Kutai dan Berau serta Karasikan - itu tiada mahanjurkan hupati ke Martapura itu.

1660-1700

Orang Pamukan atau Suku Dayak Samihim dahulu telah memiliki kerajaan sendiri yaitu Kerajaan Pamukan yang telah dihancurkan oleh suatu serangan musuh dari luar dengan bukti sisa-sisa pemukiman mereka terdapat di Tanjung Kersik Itam. Setelah kejadian tersebut, orang Pamukan/Dayak Samihim meminta kepada Sultan Banjar untuk mengamankan wilayah itu dengan mendirikan pemerintahan (kerajaan) dan untuk mengantisipasi banyaknya pendatang dari luar memasuki daerah tersebut maka Pangeran Dipati Tuha putera Sultan Saidullah ditunjuk sebagai raja membawahi wilayah antara Tanjung Silat sampai Tanjung Aru yang dinamakan Kerajaan Tanah Bumbu dengan pusat pemerintahan di sungai Bumbu termasuk dalam Daerah Aliran Sungai Sampanahan. Pangeran Dipati Tuha kemudian digantikan puteranya Pangeran Mangu (Mangun Kesuma) sebagai Raja Tanah Bumbu berikutnya dan seorang putera lainnya Pangeran Citra (Citra Yuda) menjadi sultan negeri Kelua. Pangeran Mangu (1700-1740) kemudian digantikan putrinya, yaitu Ratu Mas.

Ratu Mas (1740-1780) menikahi seorang pedagang dari Gowa bernama Daeng Malewa yang bergelar Pangeran Dipati; pasangan ini beranak Ratu Intan I dan Pangeran Layah, sedangkan dari selir Daeng Malewa berputra Pangeran Prabu[11] 1780, Kerajaan Tanah Bumbu dipecah menjadi wilayah selatan di bawah pemerintahan Ratu Intan I (keturunan Pangeran Dipati Tuha) yang dikenal sebagai Ratu Cantung dan Batulicin dan wilayah utara yang berpusat di Sampanahan di bawah pemerintahan Pangeran Prabu bergelar Sultan Sepuh. Ratu Intan I menikahi Sultan Anom dari Paser tetapi perkawinan ini tidak menghasilkan keturunan. Sedangkan Sultan Anom dengan selirnya memiliki keturunan yaitu Pangeran Muhammad, Andin Kedot, Andin Girok dan Andin Proah. Pangeran Layah menjadi penguasa Buntar Laut, ia memiliki kerurunan Gusti Cita dan Gusti Tahora.

1733

Puana Dekke meminjam tanah dekat muara sungai Kusan kepada Sultan Tahlilullah yang dinamakan daerah Pagatan. Dan pada tahun 1750 suku Bugis meminjam tanah kepada Sultan Banjar untuk mendirikan koloni di Tanjung Aru.[12] Tahun 1775La Pangewa (Kapitan Laut Pulo), selaku kapitan orang Bugis-Pagatan menggantikan Puana Dekke dan kemudian ia juga direstui oleh Sultan Tahmidullah II sebagai raja pertama Kerajaan Pagatan, karena jasa-jasanya menggempur Pangeran Amir - Raja Kusan I. Pangeran Amir atau Sultan Amir menyingkir ke Kuala Biaju untuk meminta bantuan suku Dayak Dusun dan Bakumpai di Tanah Dusun. Pada tahun 1785Pangeran Amir anak Sultan Kuning dibantu Arung Tarawe menyerang Tabanio dengan pasukan 3000 orang Bugis-Paser berkekuatan 60 buah perahu untuk menuntut tahta Kesultanan Banjar dari Tahmidullah II. Pada tanggal 14 Mei 1787Pangeran Amir (kakeknya Pangeran Antasari) ditangkap Kompeni Belanda, kemudian diasingkan ke Srilangka.

1787

Pada tanggal 13 Agustus 1787, Sultan Tahmidullah II dari Banjar menyerahkan kedaulatan Kesultanan Banjar kepada VOC menjadi daerah protektorat dengan Akta Penyerahan di depan Residen Walbeck, setelah VOC berhasil menyingkirkan Pangeran Amir, rivalnya dalam perebutan tahta. Sebagian besar Kalimantan menjadi properti perusahaan VOC.

1788

Sultan Dipati Anom Alamsyah menjadi Sultan Pasir III sampai tahun 1799. Sultan ini menikahi Ratu Intan I, yaitu Ratu dari Tjangtoeng dan Batoe Litjin.

1789

Kedaulatan atas daerah Pasir dan Pulau Laut diserahkan VOC kembali kepada Sultan Banjar, Tahmidullah II.

1826

Pada tanggal 4 Mei 1826 (26 Ramadhan 1241 H), Sultan Banjar (Sultan Adam al-Watsiq Billah), menyerahkan wilayah tenggara dan timur Kalimantan beserta daerah lainnya kepada pemerintahan kolonial Hindia Belanda.

1844

Kasus Sebuli – Batulicin yaitu perompakan yang menyebabkan pertikaian Daeng Manggading yang dibantu Raja Pagatan dan Raja Sabamban dengan Aji Pati (Raja Bangkalaan) yang dibantu Pangeran Meraja Nata yang bermukim di Batulicin, mengakibatkan rumah-rumah orang Bugis di Batulicin dibakar.

Pada tahun ini, distrik-distrik dalam onderafdeeling van Tanah Boemboe yaitu Pagatan, Kusan, Batulicin, Cantung dengan Buntar Laut, Bangkalaan, Sampanahan, Manunggul dan Cengal. Pada waktu itu Pulau Laut masih di bawah pemerintah pusat Kesultanan Banjar.

1845

Batulicin dan Pulau Laut berada di bawah pemerintah Kusan. Penguasa Kusan kemudian pindah ke pulau Laut, dan akhirnya divisi Kusan digabung dengan Pagatan. Sabamban dibentuk belakangan. Wilayah kabupaten Tanah Bumbu hari ini merupakan gabungan wilayah bekas distrik (swapraja) pada masa kolonial Hindia Belanda tersebut, yaitu Batoe LitjinKoessanPagatan dan Sabamban, serta Distrik Satui (tahun 1889 Satui masih merupakan bagian dari Afdeeling Tanah Laut). Jadi Kerajaan Pagatan hanya salah satu dari banyak kerajaan yang ada di Tanah Bumbu maupun Kalimantan Tenggara.

1849

Menurut Staatsblad van Nederlandisch Indië tahun 1849, wilayah ini termasuk dalam zuid-ooster-afdeeling berdasarkan Bêsluit van den Minister van Staat, Gouverneur-Generaal van Nederlandsch-Indie, pada 27 Agustus 1849, No. 8.

Geografi

Secara geografis Kabupaten Tanah Bumbu terletak di antara 2°52’ – 3°47’ Lintang Selatan dan 115°15’ – 116°04’ Bujur Timur. Kabupaten Tanah Bumbu adalah salah satu kabupaten dari 13(tiga belas) kabupaten di Provinsi Kalimantan Selatan yang terletak persis di ujung tenggara Pulau Kalimantan. Tanah Bumbu memiliki luas wilayah sebesar 5.066,96 km2 (506.696 ha) atau 13,50 persen dari total luas Provinsi Kalimantan Selatan.

Batas Wilayah

Batas wilayah Kabupaten Tanah Bumbu adalah:

Utara

Kabupaten Kotabaru dan Kabupaten Hulu Sungai Tengah

Timur

Kabupaten Kotabaru

Selatan

Laut Jawa

Barat

Kabupaten Tanah Laut dan Kabupaten Banjar

Pemerintahan

Kecamatan

Kabupaten Tanah Bumbu terdiri dari 12 kecamatan, 5 kelurahan, dan 144 desa. Pada tahun 2017, jumlah penduduknya mencapai 310.309 jiwa dengan luas wilayah 5.006,96 km² dan sebaran penduduk 62 jiwa/km².

Ekonomi

Tanah Bumbu memiliki beberapa industri dan perusahaan tambang yang cukup besar, antara lain PT. Arutmin Indonesia Tambang Batulicin dan PT. Arutmin Indonesia Tambang Satui yang berada di bawah manajemen PT. Arutmin Indonesia yang sahamnya sebagian dimiliki Bakrie melalui Bumi Resources. Kemudian perusahaan tambang biji besi antara lain; PT. Yiwan MiningPT. Meratus Jaya Iron Steel, dan yang baru diresmikan pada awal Juli 2012 yakni PT. Batulicin Steel.

Seni Budaya

Suku bangsa

Suku bangsa yang ada di daerah ini antara lain:

1.        Suku Banjar

2.        Suku Dayak Bukit

3.        Suku Bugis

4.        Suku Makassar

5.        Suku Mandar

6.        Suku Jawa

7.        Suku Bali

8.        Suku Sunda

9.        Suku Tionghoa-Indonesia

10.    Suku Batak

11.    Suku Sasak

Lagu Daerah

Lagu daerah dari kabupaten ini antara lain:

1.    Tanah Bumbu

2.    Mahadang Ading

3.    Baikat Janji

Pariwisata

Berikut adalah beberapa tempat Wisata di Tanah Bumbu

1.    Makam Bersejarah

2.    Makam Syekh Haji Muhammad Arsyad

3.    Makam Pangeran Agung alias Adji Pati

4.    Pantai Eksotis

5.    Pantai Angsana

6.    Pantai Pagatan

7.    Festival

8.    Mappanretasi

Infrastruktur

Pelabuhan

Di wilayah Tanah Bumbu terdapat puluhan pelabuhan khusus untuk keperluan pengapalan batubara, biji besi dan sawit. Selain itu terdapat pelabuhan umum milik PT. Pelabuhan Indonesia (Pelindo) III Cabang Kotabaru, serta pelabuhan penyeberangan milik PT. ASDP.

Rumah Sakit

1.    Rumah sakit Umum Daerah dr. H. Andi Abdurrahman Noor

2.    Rumah Sakit Marina Permata

Transportasi

Akses transportasi dari dan ke Kabupaten Tanah Bumbu saat ini bisa dikatakan cukup lengkap. Jalur transportasi tersebut berpusat di Batulicin sebagai kota terbesar di Kabupaten Tanah Bumbu meliputi akses jalur darat, jalur laut, dan jalur udara.

1. Jalur Darat Tersedia berbagai macam angkutan darat dari dan menuju Batulicin saat ini diantaranya angkutan konvensional seperti Bus umum dan lain sebagainya. Perjalanan dari Banjarmasin ke Batulicin menggunakan jalur darat bisa di tempuh 5-6 jam.

2.  Jalur Laut Batulicin juga memiliki beberapa pelabuhan besar untuk aktivitas bongkar muat barang dan penumpang diantaranya pelabuhan Samudera dan pelabuhan ASDP Batulicin. Pelabuhan-pelabuhan tersebut secara rutin melayani penumpang dan bongkar muat barang dari berbagai daerah di Indonesia.

3.   Jalur Udara Kabupaten Tanah Bumbu juga memiliki bandara perintis yang cukup besar bernama Bandara Bersujud yang terletak di Batulicin. Bandara tersebut secara rutin telah melayani penumpang. Saat ini telah tersedia rute penerbangan dari dan ke Batulicin yang dilayani oleh maskapai Wings Air (Lion Air Group) dengan rute sebagai berikut: Banjarmasin - Batulicin - Makassar (PP).

Rencananya dalam waktu dekat ini maskapai Nam Air dari Sriwijaya Air Group juga akan terbang dari dan ke Batulicin.

-oooooooooo oOo oooooooooo-

Sumber : Google Wikipedia

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

KABUPATEN ASAHAN PROVINSI SUMATERA UTARA

    KABUPATEN ASAHAN PROVINSI SUMATERA UTARA Orientasi Asahan ( Jawi : اسهن ) adalah sebuah kabupaten yang terletak di provinsi S...