KABUPATEN BIMA
PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT
Orientasi
Kabupaten Bima adalah sebuah kabupaten yang terletak di pulau Sumbawa, provinsi Nusa Tenggara Barat, Indonesia. Ibu kota kabupaten Bima yakni kecamatan Woha. Pada tahun 2020 jumlah penduduk kabupaten ini sebanyak 532.677 jiwa, dengan kepadatan penduduk 156 jiwa/km2.
Geografi
Batas Wilayah
Kabupaten Bima terletak di bagian timur Pulau Sumbawa dengan batas wilayah sebagai berikut:
Letak
Kabupaten Bima merupakan salah satu Daerah Otonom di Provinsi Nusa Tenggara Barat, terletak di ujung timur dari Pulau Sumbawa bersebelahan dengan Kota Bima (pecahan dari Kota Bima). Secara geografis Kabupaten Bima berada pada posisi 117°40”-119°10” Bujur Timur dan 70°30” Lintang Selatan.
Topografi
Secara topografis wilayah Kabupaten Bima sebagian besar (70%) merupakan dataran tinggi bertekstur pegunungan sementara sisanya (30%) adalah dataran. Sekitar 14% dari proporsi dataran rendah tersebut merupakan areal persawahan dan lebih dari separuh merupakan lahan kering. Oleh karena keterbatasan lahan pertanian seperti itu dan dikaitkan pertumbuhan penduduk kedepan, akan menyebabkan daya dukung lahan semakin sempit. Konsekuensinya diperlukan transformasi dan reorientasi basis ekonomi dari pertanian tradisional ke pertanian wirausaha dan sektor industri kecil dan perdagangan. Dilihat dari ketinggian dari permukaàn laut, Kecamatan Donggo merupakan daerah tertinggi dengan ketinggian 500 m dari permukaan laut, sedangkan daerah yang terendah adalah Kecamatan Sape dan Sanggar yang mencapai ketinggian hanya 5 m dari permukaan laut.
Di Kabupaten Bima terdapat lima buah gunung, yakni:
1. Gunung Tambora di Kecamatan Tambora
2. Gunung Sangiang di Kecamatan Wera
3. Gunung Maria di Kecamatan Wawo
4. Gunung Lambitu di Kecamatan Lambitu
5. Gunung Soromandi di Kecamatan Donggo, merupakan gunung tertinggi di wilayah ini dengan ketinggian 4.775 m.
Luas wilayah
Luas wilayah setelah pembentukan Daerah Kota Bima berdasarkan Undang-undang Nomor 13 tahun 2002 adalah seluas 437.465 Ha atau 4.394,38 Km² (sebelum pemekaran 459.690 Ha atau 4.596,90 Km²) dengan jumlah penduduk 473,890 jiwa[10] dengan kepadatan rata-rata 96 jiwa/Km².
Iklim dan Cuaca
Wilayah Kabupaten Bima beriklim tropis bertipe (Aw) dengan rata-rata hari hujan relatif pendek. Keadaan curah hujan tahunan rata-rata tercatat 58.75 mm, maka dapat disimpulkan Kabupaten Bima adalah daerah berkategori kering hampir sepanjang tahun yang berdampak pada kecilnya persediaan air dan keringnya sebagian besar sungai. Curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Desember, Januari, dan Februari dengan rata-rata tercatat ≥171 mm dengan hari hujan rata-rata ≥15 hari dan musim kering terjadi pada bulan Juli, Agustus dan September di mana tidak tejadi hujan. Kabupaten Bima pada umumnya memiliki drainase yang tergenang dan tidak tergenang. Pengaruh pasang surut hanya seluas 1.085 Ha atau 0,02% dengan lokasi terbesar di wilayah pesisir pantai. Sedangkan luas lokasi yang tergenang terus menerus adalah seluas 194 Ha, yaitu wilayah Dam Roka, Dam Sumi dan Dam Pelaparado, sedangkan Wilayah yang tidak pernah tergenang di Kabupaten Bima adalah seluas 457.989 Ha.
Sejarah
Kabupaten Bima berdiri pada tanggal 5 Juli 1640 M, ketika Sultan Abdul Kahir (La Kai) dinobatkan sebagai Sultan Bima I yang menjalankan Pemerintahan berdasarkan Syariat Islam. Peristiwa ini kemudian ditetapkan sebagai Hari Jadi Bima yang diperingati setiap tahun. Bukti-bukti sejarah kepurbakalaan yang ditemukan di Kabupaten Bima seperti Wadu Pa’a, Wadu Nocu, Wadu Tunti ("batu bertulis") di Dusun Padende, Kecamatan Donggo, menunjukkan bahwa daerah ini sudah lama dihuni manusia. Dalam sejarah kebudayaan penduduk Indonesia terbagi atas bangsa Melayu Purba dan bangsa Melayu baru. Demikian pula halnya dengan penduduk yang mendiami Daerah Kabupaten Bima, mereka yang menyebut dirinya Dou Mbojo, Dou Donggo yang mendiami kawasan pesisir pantai. Disamping penduduk asli, juga terdapat penduduk pendatang yang berasal dari Sulawesi Selatan, Jawa, Madura, Kalimantan, Nusa Tenggara Timur dan Maluku.
Kerajaan Bima
Kerajaan Bima dahulu terpecah–pecah dalam kelompok-kelompok kecil yang masing-masing dipimpin oleh Ncuhi. Ada lima Ncuhi yang menguasai lima wilayah, yaitu:
1. Ncuhi Dara, memegang kekuasaan wilayah Bima Tengah
2. Ncuhi Parewa, memegang kekuasaan wilayah Bima Selatan
3. Ncuhi Padolo, memegang kekuasaan wilayah Bima Barat
4. Ncuhi Banggapupa, memegang kekuasaan wilayah Bima Utara
5. Ncuhi Dorowani, memegang kekuasaan wilayah Bima Timur
Kelima Ncuhi ini hidup berdampingan secara damai, saling hormat menghormati dan selalu mengadakan musyawarah mufakat bila ada sesuatu yang menyangkut kepentingan bersama. Dari kelima Ncuhi tersebut yang bertindak selaku pemimpin dari Ncuhi lainnya adalah Ncuhi Dara. Pada masa-masa berikutnya, para Ncuhi ini dipersatukan oleh seorang utusan yang berasal dari Jawa. Menurut legenda yang dipercaya secara turun temurun oleh masyarakat Bima, cikal bakal Kerajaan Bima adalah Maharaja Pandu Dewata yang mempunyai 5 orang putra, yaitu:
1. Darmawangsa
2. Sang Bima
3. Sang Arjuna
4. Sang Kula
5. Sang Dewa
Salah seorang dari lima bersaudara ini yakni Sang Bima berlayar ke arah timur dan mendarat di sebuah pulau kecil di sebelah utara Kecamatan Sanggar yang bernama Satonda. Sang Bima inilah yang mempersatukan kelima Ncuhi dalam satu kerajaan, yakni Kerajaan Bima dan Sang Bima sebagai raja pertama bergelar Sangaji. Sejak saat itulah Bima menjadi sebuah kerajaan yang berdasarkan Hadat dan saat itu pulalah Hadat Kerajaan Bima ditetapkan berlaku bagi seluruh rakyat tanpa kecuali. Hadat ini berlaku terus menerus dan mengalami perubahan pada masa pemerintahan raja Ma Wa’a Bilmana. Setelah menanamkan sendi-sendi dasar pemerintahan berdasarkan Hadat, Sang Bima meninggalkan Kerajaan Bima menuju timur, tahta kerajaan selanjutnya diserahkan kepada Ncuhi Dara hingga putra Sang Bima yang bernama Indra Zamrud sebagai pewaris tahta datang kembali ke Bima pada abad 14-15 M.
Seiring berjalannya waktu, Kabupaten Bima juga mengalami perkembangan ke arah yang lebih maju. Dengan adanya kewenangan otonomi yang luas dan bertanggungjawab yang diberikan oleh pemerintah pusat dalam bingkai otonomi daerah sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang No.22 Tahun 1999 dan direvisi menjadi UU No.33 Tahun 2004, Kabupaten Bima telah memanfaatkan kewenangan itu dengan terus menggali potensi-potensi daerah, baik potensi sumber daya manusia maupun sumber daya alam agar dapat dimanfaatkan secara optimal untuk mempercepat pertumbuhan daerah dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Hubungan darah antara Bima dan Gowa (Makassar)
Hubungan kekerabatan dan kekeluargaan yang terjalin selama kurun waktu 1625–1819 (194 tahun) pun terputus hingga hari ini. Hubungan kekeluargaan antara dua kesultanan besar di kawasan Timur Indonesia, yaitu Kesultanan Gowa dan Kesultanan Bima terjalin sampai pada turunan yang ke-7. Hubungan ini merupakan perkawinan silang antara Putra Mahkota Kesultanan Bima dan Putri Mahkota Kesultanan Gowa terjalin sampai turunan ke-6, sedangkan yang ke VII adalah pernikahan Putri Mahkota Kesultanan Bima dan Putra Mahkota Kesultanan Gowa.
Perguruan Tinggi
1. Universitas Muhammadiyah Bima (UM Bima)
2. Sekolah Tinggi Keguruan & Ilmu Pendidikan (STKIP) Taman Siswa Bima.
3. Sekolah Tinggi Keguruan & Ilmu Pendidikan (STKIP) Harapan Bima.
4. Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKES) Yahya Bima.
5. Sekolah Tinggi Pariwisata (STIPAR) Soromandi Bima.
6. Vokasi Bima Universitas Mataram (Calon Politeknik Negeri Bima)
7. Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah (STIT) Sunan Giri Bima
Kuliner
Kabupaten Bima memiliki berbagai macam kuliner khas daerah, yaitu:
1. Uta Palumara Londe
2. Uta Sepi Tumis
3. Kahangga
4. Uta Maju Puru
5. Tota Fo'o
6. Bingka Dolu
7. Mangge mada
Kabupaten Bima juga memiliki sambal yang khas, yaitu:
Sambal Kahuntu Kalo, lazimnya jantung pisang dimanfaatkan sebagai sayuran. Masyarakat suku Mbojo sendiri menjadikannya sebagai sambal. Jantung pisang direbus dulu dengan tambahan garam. Kemudian diiris kecil-kecil, lalu ditambahkan bahan-bahan seperti bawang merah, tomat, potongan udang, cabai dan bahan lain. Semua bahan dicampur dan santar cair. Kemudian dinikmati bersama ikan goreng atau panggang.
1. Sambal Colek Asam (Tutu Mangge)
2. Sambal Jeruk (Mbohi Dungga)
3. Sambal Bawang Merah (Sia Dungga)
4. Sambal Asin Pedas (Sia Saha)
5. Kuah Asam (Noro Mangge)
6. Saus Asam (Samba Mangge)
----- ooooo oOo ooooo -----
Sumber : Google Wikipedia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar