Kamis, 30 Mei 2024

KOTA BINJAI PROVINSI SUMATERA UTARA

 

 

KOTA BINJAI

PROVINSI SUMATERA UTARA

Orientasi

Binjai ialah sebuah kota (dahulu Daerah Tingkat II bertaraf kotamadya) di provinsi Sumatera Utara, Indonesia yang terletak 22 kilometer di sebelah barat Medan, ibu kota provinsi ini. Sejak lama, bandar ini telah digelarkan sebagai "kota rambutan" disebabkan rambutan Binjai terkenal untuk rasanya. Baka rambutan Binjai telah tersebar dan ditanam di berbagai-berbagai tempat di Indonesia, seperti Blitar, dan Jawa Timur menjadi komoditi unggulan daerah tersebut.

Sebelum mencapai status kotamadya, Binjai adalah ibu kota Kabupaten Langkat yang kemudian dipindahkan ke Stabat. Kota ini bersempadan dengan Kabupaten Langkat di sebelah barat serta utara dan dengan Kabupaten Deli Serdang di sebelah timur serta selatan. Binjai merupakan salah satu daerah dalam projek pembangunan Mebidang yang meliputi kawasan Medan, Binjai dan Deli Serdang. Pada masa ini, Binjai dan Medan dikaitkan dengan Bandar Aceh melalui lebuh raya Lintas Sumatera dan oleh itu, menyebabkan Binjai terletak di dalam sebuah daerah yang strategik.

Sejarah

Kota Binjai berasal daripada sebuah kampung kecil yang terletak di antara Sungai Mencirim di sebelah timur dan Sungai Bingai di sebelah barat, kira-kira di Kelurahan Pekan Binjai yang sekarang. Pada masa silam, lokasi tempat ini adalah antara dua kerajaan Melayu, iaitu Kesultanan Deli dan Kerajaan Langkat.

Upacara pembukaan kampung tersebut diadakan pada 17 Jun 1872 di bawah sebatang Pokok Binjai yang amat besar. Di sekitar Pokok Binjai ini kemudian dibina beberapa rumah dan lama-kelamaan, tempat ini semakin berkembang dan akhirnya menjadi sebuah bandar pelabuhan yang banyak disinggah oleh tongkang-tongkang yang datang dari Stabat, Tanjung Pura, dan juga Selat Melaka.

Kemudian nama Pokok Binjai itu melekat menjadi nama kota Binjai. Pokok Binjai ini ialah sejenis pokok embacang, satu istilah yang berasal daripada bahasa Karo.

Geografi

Kota Binjal terletak di 03°03'40" - 03°40'02" U dan 98°27'03" - 98°39'32" T. Ketinggian puratanya 28 meter di atas permukaan laut. Kota Binjai dibataskan oleh kabupaten-kabupaten seperti berikut:

1.    Utara: Kabupaten Langkat dan Kabupaten Deli Serdang

2.    Selatan :Kabupaten Langkat dan Kabupaten Deli Serdang

3.    Barat: Kabupaten Langkat

4.    Timur: Kabupaten Deli Serdang

Lima kilometer terakhir Jalan Raya Medan Binjai yang panjangnya 22 kilometer berada di dalam kawasan Kota Binjai, dengan 9 kilometer pertama di kawasan Kota Medan, dan Kilometer 10 - 17 di Kabupaten Deli Serdang. Sebenarnya, Binjai hanya berjarak 8 kilometer dari Medan, jika dihitung dari sempadan di antara kedua-dua wilayah yang dipisahkan oleh Kabupaten Deli Serdang.

Terdapat dua batang sungai yang menyebelahkan Kota Binjai, iaitu Sungai Bingai dan Sungai Mencirim yang membekalkan air bersih kepada PDAM Tirta Sari Binjai untuk disalurkan kemudian kepada penduduk-penduduk kota. Namun di pinggiran kota, masih terdapat banyak penduduk yang bergantung kepada air perigi untuk keperluan air mereka.

Demografi

Kota Binjai adalah sebuah kota berbilang kaum yang terdiri daripada suku Jawa, Batak Karo, Tionghoa, dan Melayu. Kemajmukan etnik ini menjadikan Binjai kaya dengan kebudayaan yang berlainan. Jumlah penduduknya pada April 2003 ialah 223,535 orang, dengan 47,927 buah rumah tangga dan kepadatan penduduk sebanyak 2,506 orang setiap kilometer persegi. Bilangan tenaga kerja berdaya produktif sekitar 160,000 orang. Banyak juga penduduk Binjai yang bekerja di Medan disebabkan jarak yang agak dekat.

Agama-agama yang diamalkan di Binjai termasuk:

1.    Islam: dipeluk oleh kebanyakan kaum Jawa dan Melayu, dengan masjid terbesar terletak di Jalan Kapten Machmud Ismail.

2.    Kristian: dipeluk sebahagian besar oleh kaum Batak, Karo, dan sebagian kaum India.

3.    Buddhisme: dipeluk oleh kebanyakan kaum Tionghoa yang tinggal di Binjai Kota, Binjai Barat dan Binjai Utara.

4.  Hinduisme: dipeluk terutamanya oleh kaum India dan sebagian kecil orang Bali, salah satu kuil terkenal terletak di Jalan Ahmad Yani.

5. Sikhisme : dipeluk oleh sebagian kaum India, dengan sebuah gurdwara sebagai tempat ibadah yang berada di Jalan T. Amir Hamzah.

Kota Binjai (Melayu Jawi:بنجاي) adalah salah satu kota (dahulu daerah tingkat II berstatus kotamadya) dalam wilayah provinsi Sumatra Utara, Indonesia. Binjai terletak sekitar 22 km di sebelah Barat ibu kota provinsi Sumatra Utara, Kota Medan. Sebelum berstatus kotamadya, Binjai adalah ibu kota Kabupaten Langkat yang kemudian dipindahkan ke Stabat. Binjai berbatasan langsung dengan Kabupaten Langkat di sebelah barat dan utara serta Kabupaten Deli Serdang di sebelah Timur dan Selatan. Jumlah penduduk kota Binjai sebanyak 279.302 jiwa (2021), dengan kepadatan 3.095 jiwa/km².

Binjai merupakan salah satu daerah dalam proyek pembangunan Mebidang yang meliputi kawasan Medan, Binjai dan Deli Serdang. Saat ini, Binjai dan Medan dihubungkan oleh Jalan Raya Lintas Sumatra yang menghubungkan antara Medan dan Banda Aceh. Oleh karena ini, Binjai terletak di daerah strategis di mana merupakan pintu gerbang Kota Medan ditinjau dari provinsi Aceh.

Binjai sejak lama dijuluki sebagai kota rambutan karena rambutan Binjai memang sangat terkenal. Bibit rambutan asal Binjai ini telah tersebar dan dibudidayakan di berbagai tempat di Indonesia seperti Blitar, Jawa Timur menjadi komoditas unggulan daerah tersebut.

Sejarah

Pada masa silam kota Binjai disebut sebagai sebuah kota yang terletak di antara Sungai Mencirim di sebelah timur dan Sungai Bingai di sebelah barat, terletak di antara dua kerajaan Melayu yaitu Kesultanan Deli dan Kerajaan Langkat. Berdasarkan penuturan para leluhur, baik yang dikisahkan atau yang diriwayatkan dalam berbagai tulisan yang pernah dijumpai, kota Binjai itu berasal dari sebuah kampung yang kecil terletak di pinggir Sungai Bingai, kira-kira di Kelurahan Pekan Binjai yang sekarang. Upacara adat dalam rangka pembukaan Kampung tersebut diadakan di bawah sebatang pohon Binjai (Mangifera caesia) yang rindang yang batangnya amat besar, tumbuh kokoh di pinggir Sungai Bingai yang bermuara ke Sungai Wampu, sungai yang cukup besar dan dapat dilayari sampan-sampan besar yang berkayuh sampai jauh ke udik.

Di sekitar pohon Binjai yang besar itulah kemudian dibangun beberapa rumah yang lama-kelamaan menjadi besar dan luas yang akhirnya berkembang menjadi bandar atau pelabuhan yang ramai didatangi oleh tongkang-tongkang yang datang dari Stabat, Tanjung Pura dan juga dari Selat Malaka. Kemudian nama pohon Binjai itulah yang akhirnya melekat menjadi nama kota Binjai. Konon pohon Binjai ini adalah sebangsa pohon embacang dan istilahnya berasal dari bahasa Karo.

Dalam versi lain yang merujuk dari beberapa referensi, asal-muasal kata "Binjai" merupakan kata baku dari istilah "Binjéi" yang merupakan makna dari kata "ben" dan "i-jéi" yang dalam bahasa Karo artinya "bermalam di sini". Pengertian ini dipercaya oleh masyarakat asli kota Binjai, khususnya etnis Karo merupakan cikal-bakal kota Binjai pada masa kini. Hal ini berdasarkan fakta sejarah, bahwa pada masa dahulu kala, kota Binjai merupakan perkampungan yang berada di jalur yang digunakan oleh "Perlanja Sira" yang dalam istilah Karo merupakan pedagang yang membawa barang dagangan dari dataran tinggi Karo dan menukarnya (barter) dengan pedagang garam di daerah pesisir Langkat.

Perjalanan yang ditempuh Perlanja Sira ini hanya dengan berjalan kaki menembus hutan belantara menyusuri jalur tepi sungai dari dataran tinggi Karo ke pesisir Langkat dan tidak dapat ditempuh dalam waktu satu atau dua hari, sehingga selalu bermalam di tempat yang sama, begitu juga sebaliknya, kembali dari dataran rendah Karo yaitu pesisir Langkat, Para perlanja sira ini kembali bermalam di tempat yang sama pula, selanjutnya seiring waktu menjadi sebuah perkampungan yang mereka namai dengan "Kuta Benjéi".

Masa Pendudukan Belanda

Pada tahun 1823, Gubernur Inggris yang berkedudukan di Pulau Penang mengutus John Anderson ke pesisir Sumatra timur dan dalam catatannya disebutkan sebuah kampung yang bernama "Ba Bingai". Sejak tahun 1822, Binjai telah dijadikan bandar/pelabuhan dimana hasil pertanian lada yang diekspor adalah berasal dari perkebunan lada di sekitar ketapangai (pungai) atau Kelurahan Kebun Lada/Damai.

Selanjutnya pada tahun 1864, Daerah Deli telah dicoba ditanami tembakau oleh pioner Belanda bernama J. Nienkyis yang mendorong didirikannya Deli Maatschappij pada tahun 1866. Orang Belanda berusaha menguasai Tanah Deli menggunakan politik pecah belah melalui pengangkatan datuk-datuk. Usaha ini ditentang oleh Datuk Kocik, Datuk Jalil dan Suling Barat, sementara Datuk Sunggal tidak menyetujui pemberian konsensi tanah kepada perusahaan Rotterdenmy oleh Sultan Deli karena tanpa persetujuan. Di bawah kepemimpinan Datuk Sunggal bersama rakyatnya di Timbang Langkat (Binjai) dibuat benteng pertahanan untuk menghadapi Belanda.

Belanda merasa terhina atas tindakan ini dan memerintahkan kapten Koops untuk menumpas para datuk yang menentang Belanda. Pada 17 Mei 1872 terjadilah pertempuran yang sengit antara Datuk/masyarakat dengan Belanda. Peristiwa perlawanan inilah yang menjadi tonggak sejarah dan ditetapkan sebagai hari jadi Kota Binjai. Perjuangan para datuk/rakyat terus berkobar dan pada akhirnya pada 24 Oktober 1872 Datuk Kocik, Datuk Jalil dan Suling Barat dapat ditangkap Belanda dan kemudian pada tahun 1873 dibuang ke Cilacap. Pada tahun 1917 oleh Pemerintah Belanda dikeluarkan Instelling Ordonantie No.12 dimana Binjai dijadikan Gemeente dengan luas 267 Ha.

Masa Pendudukan Jepang

Pada tahun 1942-1945 Binjai dibawah Pemerintahan Jepang dengan kepala pemerintahan Kagujawa (dengan sebutan Guserbu) dan tahun 1944/1945 pemerintahan kota dipimpin oleh ketua Dewan Eksekutif J. Runnanbi dengan anggota Dr. RM Djulham, Natangsa Sembiring dan Tan Hong Poh.

Masa Kemerdekaan Indonesia

Pada tahun 1945, (saat revolusi) sebagai kepala pemerintahan Binjai adalah RM. Ibnu. Pada 29 Oktober 1945, T. Amir Hamzah diangkat menjadi residen Langkat oleh komite nasional. Pada masa pendudukan Belanda tahun 1947 Binjai berada di bawah Asisten Residen J. Bunger dan RM. Ibnu sebagai Wakil Wali Kota Binjai. Pada tahun 1948 -1950 pemerintahan Kota Binjai dipegang oleh ASC More. Tahun 1950-1956 Binjai.

Menjadi kota Administratif kabupaten Langkat dan sebagai wali kota adalah OK Salamuddin kemudian T. Ubaidullah Tahun 1953-1956. Berdasarkan Undang-Undang Daruat No.9 Tahun 1956 Kota Binjai menjadi otonom dengan wali kota pertama SS Parumuhan.

Dalam perkembangannya Kota Binjai sebagai salah satu daerah tingkat II di propinsi Sumatra Utara telah membenahi dirinya dengan melakukan pemekaran wilayahnya. Semenjak ditetapkan Peraturan Pemerintah No.10 Tahun 1986 wilayah kota Binjai telah diperluas menjadi 90,23 km2 dengan 5 wilayah kecamatan yang terdiri dari 11 desa dan 11 kelurahan. Setelah diadakan pemecahan desa dan kelurahan pada tahun 1993 maka jumlah desa menjadi 17 dan kelurahan 20. Perubahan ini berdasarkan Keputusan Gubenur Sumatra Utara No.140-1395 /SK/1993 tanggal 3 Juni 1993 tentang Pembentukan 6 Desa Persiapan dan Kelurahan Persiapan di Kota Binjai. Berdasarkan SK Gubenur Sumatra Utara No.146-2624/SK/1996 tanggal 7 Agustus 1996, 17 desa menjadi kelurahan.

Geografi

Letak geografis Binjai 03°03'40"–03°40'02" LU dan 98°27'03"–98°39'32" BT. Ketinggian rata-rata adalah 28 meter di atas permukaan laut. Sebenarnya, Binjai hanya berjarak 8 km dari Medan bila dihitung dari perbatasan di antara kedua wilayah yang dipisahkan oleh Kabupaten Deli Serdang. Jalan Raya Medan Binjai yang panjangnya 22 km, 9 km pertama berada di dalam wilayah Kota Medan, Km 10 sampai Km 17 berada dalam wilayah Kabupaten Deli Serdang dan mulai Km 17 adalah berada dalam wilayah Kota Binjai.

Ada 2 sungai yang membelah Kota Binjai yaitu Sungai Bingai dan Mencirim yang menyuplai kebutuhan sumber air bersih bagi PDAM Tirta Sari Binjai untuk kemudian disalurkan untuk kebutuhan penduduk kota. Namun di pinggiran kota, masih banyak penduduk yang menggantungkan kebutuhan air mereka kepada air sumur yang memang masih layak dikonsumsi.

Batas Wilayah

Utara

Kabupaten Langkat dan Kabupaten Deli Serdang

Timur

Kabupaten Deli Serdang

Selatan

Kabupaten Langkat dan Kabupaten Deli Serdang

Barat

Kabupaten Langkat

Pemerintahan

Kota Binjai terbahagi kepada lima buah kecamatan yang dibahagikan lagi menjadi 37 buah kelurahan dan desa. Kelima-lima buah kecamatan tersebut ialah:

1.    Binjai Kota

2.    Binjai Utara

3.    Binjai Selatan

4.    Binjai Barat

5.    Binjai Timur.

Kecamatan Binjai Kota, Binjai Timur, dan Binjai Selatan baru dibentuk pada tahun 1981.

Walikota Binjai terkini ialah H.M. Ali Umri yang melanjutkan jawatannya setelah dipilih semula dalam pilihan raya Kepala Daerah Langsung pada 27 Jun 2005 untuk tempoh 2005 hingga 2010. Pejabat Walikota terletak di Balai Kota yang beralamat di Jalan Jenderal Sudirman No. 6, Binjai.

Kota Binjai dahulu merupakan ibu pejabat Polis Langkat yang menguruskan kawasan Kota Binjai dan Kabupaten Langkat. Pada tahun 2001, ibu pejabat Langkat ditempatkan semula di Stabat, ibu kota Kabupaten Langkat, dan pejabatnya diambil alih oleh Kota Binjai untuk dijadikan ibu pejabat Kota Binjai (Polresta Binjai).

Tepat di hadapan Pejabat Walikota terletak Lapangan Merdeka dan Pendopo Umar Baki di Jalan Veteran. Lapangan Merdeka merupakan dataran kota sedangkan Pendopo Umar Baki merupakan dewan serba guna untuk mengadakan majlis-majlis, baik rasmi mahupun tidak.

Ekonomi

Kegiatan-kegiatan ekonomi Kota Binjai berbeza-beza dan secara amnya, terdapat setakat pengkhususan seperti berikut:

Kecamatan Binjai Kota: pusat perdagangan, serta pusat pentadbiran;

1.    Daerah Binjai Utara: kawasan perindustrian;

2.    Daerah Binjai Barat: kawasan penternakan;

3.    Daerah Binjai Timur dan Selatan: kawasan pertanian.

Kawasan perindustrian di Kecamatan Binjai Utara terletak di Kelurahan Cengkeh Turi dengan keluasan kawasan sebanyak 300 hektar. Kecamatan Binjai Utara juga adalah pengeluar minyak petroleum dan gas asli, dengan penjelajahan dijalani di kawasan Tandam Hilir.

29% daripada kegiatan ekonomi di Kotamadya Binjai berasal daripada sektor perdagangan dan perkhidmatan, dengan sektor perindustrian merupakan 23% pada tahun 1999. Pendapatan per kapita bagi penduduk Binjai sebanyak Rp. 3.3 juta adalah kurang daripada angka purata untuk provinsi Sumatra Utara sebanyak Rp. 4.9 juta.

Bidang perkebunan tentu sahaja menjadi perhatian, dengan kawasan perkebunan rambutan mencapai 425 hektar dengan kapasiti pengeluaran sebanyak 2,400 tan per tahun. Sayangnya, kapasiti sebesar ini tidak diiringi oleh pemodenan industri rambutan untuk mencapai nilai ditambah — misalnya, industri pengetinan rambutan dengan saluran pemasaran yang lengkap — berbanding dengan hanya menjual buah rambutan sahaja.

Pusat membeli-belah tradisional di Binjai melayani para penjual dan pembeli dari kedua-dua Binjai dan Kabupaten Langkat. Pasar-pasar tradisional ini termasuk:

1.    Pasar Tavip di Binjai Kota merupakan pasar tradisional yang terbesar di Binjai

2.    Pasar Kebun Lada di Binjai Utara

3.    Pasar Brahrang di Binjai Barat

4.    Pasar Rambung di Binjai Selatan.

Selain itu, juga terdapat kompleks-kompleks membeli-belah moden seperti:

1.    Kompleks membeli-belah Suzuya

2.    Kompleks membeli-belah Ramayana

3.    Gedung serbaneka Ramayana

4.    Pasar Mini Tahiti

Pusat membeli-belah yang lebih kecil terpusat di rumah-rumah kedai di sepanjang Jalan Jenderal Sudirman. Kedai-kedai di Jalan Ahmad Yani (d/h Jalan Bangkatan) merupakan pusat makan pada waktu malam.

Pendidikan

Terdapat sebanyak 78,000 orang penduduk umur persekolahan di Kota Binjai. Jumlah sekolah kerajaan sebanyak 241 buah yang terdaftar di bawah Pemerintah Dati II Binjai adalah seperti berikut:

1.    154 SD

2.    37 SMP

3.    9 MT

4.    31 SMU

5.    10 MA.

Daripada jumlah 241 buah sekolah ini, 85 buah sekolah terletak di Binjai Utara.

Pengangkutan

Ragam pengangkutan di dalam kota Binjai terdiri terutamanya daripada beca mesin roda tiga yang unik, serta pengangkutan awam yang dipanggil sudako.

Untuk pengangkutan ke luar kota, selain daripada pengangkutan jalan raya, terdapat juga kereta api yang menghubungkan Binjai dengan Medan dan Kwala di Kabupaten Langkat. Lokasi Binjai juga tidak jauh dari lapangan terbang yang terdekat, iaitu Lapangan Terbang Polonia di Medan. Selain itu, pelabuhan terdekat juga akan dihubungkan dengan jalan raya apabila projek Jalan Tol Medan-Binjai disiapkan beberapa tahun lagi.

Lain-lain

Salah satu ikon Kota Binjai adalah Tugu Perjuangan 1945 yang menjadi lambang pintu gerbang untuk menyambut kedatangan pelawat-pelawat dari luar kota. Selain itu, Binjai pada satu ketika juga mempunyai tugu air di Jalan Jenderal Sudirman yang merupakan peninggalan zaman Belanda yang digunakan untuk menyalurkan air bersih ke rumah-rumah di dalam kota. Namun beberapa tahun lalu, peninggalan bersejarah ini telah digantikan dengan rumah-rumah kedai.

Binjai juga merupakan salah satu tempat singgah bagi para pelancong yang ingin menuju ke tempat peranginan Bukit Lawang di kawasan Taman Negara Gunung Leuser. Bukit Lawang yang merupakan daerah pemuliharaan Mawas Sumatera (Orang utan merah), terletak di Kabupaten Langkat yang berjarak 68 kilometer di barat laut Binjai.

Binjai pernah beberapa kali menjadi tumpuan negara disebabkan beberapa peristiwa, antaranya peristiwa pemberontakan anggota Tentera Nasional Indonesia dengan pihak polis yang mengakibatkan pengorbanan banyak anggota daripada kedua-dua pihak, serta orang-orang awam pada akhir tahun 2002. Kedua-dua pihak yang bersengketa ialah:

pihak tentera: unit infantri Lintas Udara 100/Perajurit Setia (Linud 100/PS) dari Komando Daerah II/Bukit Barisan; dan

pihak polis: unit elit Briged Bergerak (Brimob) dari Polis Daerah Sumatera Utara.

Hospital

Terdapat tiga buah hospital kecil yang melayani keperluan kesihatan penduduk-penduduk Binjai, iaitu:

1.    Rumah Sakit Komando Korem 023 Binjai

2.    Rumah Sakit Awam Binjai (Dr. Djoelham)

3.    Rumah Sakit PTP IX

4.    Perkuburan awam

5.    Perkuburan di Binjai termasuk:

6.    Perkuburan Brahrang, Binjai Barat

7.    Perkuburan Rambung, Binjai Selatan

Selain itu juga terdapat Taman Makam Pahlawan Binjai yang terletak di Jalan Pahlawan, Kelurahan Pahlawan, Kecamatan Binjai Kota.

Pariwisata

Kota Binjai berkembang dengan pesat dan terus berbenah menjadi kota tujuan wisata. Sejumlah objek wisata alam atau sejarah di kota ini, antara lain; Arum Jeram Sungai Binge; Masjid Agung Binjai; Pantai Sei Bingei; Tugu Perjuangan 1945; dan Vihara Setia Buddha.

Telekomunikasi

Kota Binjai dengan kode pos 20700, saat ini mempunyai satu kantor pos induk di Jalan Jenderal Sudirman dengan dua kantor pos pembantu.

Kesehatan

Rumah Sakit

Daftar Rumah Sakit di Kota Binjai

Ada 7 rumah sakit besar kecil yang melayani kebutuhan kesehatan penduduk Binjai yaitu:

1.    RS Korem 023 Binjai

2.    RS Umum Binjai (Dr. Djoelham)

3.    RS Bangkatan

4.    RS PTP IX

5.    RS Bidadari

6.    RS Umum Latersia

7.    RS Umum Artha Medica

Ikon kota

Salah satu ikon Kota Binjai adalah Tugu Perjuangan 1945 yang menjadi perlambang pintu gerbang Kota Binjai menyambut kedatangan pengunjung dari luar kota.Tidak banyak yang mengetahui, bahwa peranan Muhammadiyah di awal-awal kemerdekaan tahun 1945 sangat-sangat dominan. Pengibaran sang saka Merah Putih pada tanggal 06 September 1945 bertepatan dengan 1 syawal 1365 H (Hari Jumat)dilaksanakan oleh Pengurus dan Anggota Muhammadiyah serta masyarakat umum lainnya segera setelah menerima telegram bahwa Republik Indonesia sudah MERDEKA.Pengakuan Pemko dalam hal ini dapat dilihat dengan adanya tatengger di jalan Perintis Kemerdekaan. Selain itu, sebelumnya Binjai juga mempunyai ikon lain yaitu tugu air peninggalan zaman Belanda di Jalan Jenderal Sudirman yang sebelumnya digunakan untuk menyalurkan air bersih ke rumah-rumah di dalam kota. Namun peninggalan bersejarah ini beberapa tahun lalu telah digantikan dengan jejeran rumah toko.

Pintu gerbang ke Langkat

Binjai juga adalah salah satu tempat transit bagi wisatawan yang ingin menuju ke kawasan wisata Bukit Lawang di kawasan Taman Nasional Gunung Leuser di Kabupaten Langkat yang berjarak 68 km di barat laut Binjai. Bukit Lawang juga merupakan daerah konservasi mawas Sumatra (orang utan merah).

Bentrokan TNI dan Polisi

Binjai pernah beberapa kali menjadi objek perhatian nasional karena beberapa peristiwa di antaranya peristiwa bentrokan anggota TNI dengan Polisi yang mengakibatkan korban jiwa baik dari kedua belah pihak maupun dari sipil pada akhir tahun 2002. 2 unit yang bersengketa yaitu unit infanteri Lintas Udara 100/Prajurit Setia (Linud 100/PS) dari Kodam II/Bukit Barisan dan unit elite Brigade Mobil (Brimob) dari Polda Sumatra Utara.

Tokoh Binjai

1.        Amir Hamzah, sastrawan Indonesia angkatan Pujangga Baru, Pahlawan Nasional

2.        Rizaldi Siagian, musikus

3.        Pontas Purba, konduktor & musikus

4.        Mulai Sebayang, Mantan Wali Kota Binjai

5.        Abadi Barus, Mantan Wali Kota Binjai

6.        Ali Umri, Mantan Wali Kota Binjai

7.        Ir. H. Djaili Azwar, Asisten Perekonomian dan Pembangunan Pemerintah Provinsi Sumatra Utara dan Komisaris Utama Bank Sumut

8.        M.S. Kaban, Mantan Menteri Kehutanan RI; Ketua Umum Partai Bulan Bintang

9.        Latief Sitepu, aktor dan pesinetron senior

10.    Indra Jegel, pelawak tunggal dan aktor

11.    Rizaldi Siagian, ahli muzik

12.    H.M. Ali Umri SH MKn, Ketua Parti Golkar Sumatera Utara

----- ooooo oOo ooooo -----

Sumber : Google Wikipedia

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

KABUPATEN ASAHAN PROVINSI SUMATERA UTARA

    KABUPATEN ASAHAN PROVINSI SUMATERA UTARA Orientasi Asahan ( Jawi : اسهن ) adalah sebuah kabupaten yang terletak di provinsi S...