Jumat, 31 Agustus 2018

KISAH PERJANJIAN HUDAIBIYAH


KISAH PERJANJIAN HUDAIBIYAH


Orientasi
Perjanjian Hudaibiyyah (Arab : صلح الحديبية) adalah sebuah perjanjian yang diadakan di wilayah Hudaibiyah Mekkah pada Maret, 628 M (Dzulqa'dah, 6 H). Hudaibiyah terletak 22 KM arah Barat dari Mekkah menuju Jeddah, sekarang terdapat Masjid Ar-Ridhwân. Nama lain Hudaibiyah adalah Asy-Syumaisi yang diambil dari nama Asy-Syumaisi yang menggali sumur di Hudaibiyah.

Latar Belakang
Pada tahun 628 M, sekitar 1400 Muslim berangkat ke Mekkah untuk melaksanakan ibadah umrah. Mereka mempersiapkan hewan kurban untuk dipersembahkan kepada Allah SWT. Namun karena saat itu kaum Quraisy di Makkah sangat anti terhadap kaum Muslim Madinah (terkait kekalahan dalam perang Khandaq), maka Makkah tertutup untuk kaum Muslim. Quraisy, walaupun begitu, menyiagakan pasukannya untuk menahan Muslim agar tidak masuk ke Mekkah. Pada waktu ini, bangsa Arab benar-benar bersiaga terhadap kekuatan militer Islam yang sedang berkembang. Nabi Muhammad mencoba agar tidak terjadi pertumpahan darah di Mekkah, karena Mekkah adalah tempat suci. Akhirnya kaum Muslim menyetujui langkah Nabi Muhammad, bahwa jalur diplomasi lebih baik daripada berperang. Kejadian ini diabadikan dalam Alquran QS Al-Fath [48]: 24 sebagai berikut :
24. dan Dia-lah yang menahan tangan mereka dari (membinasakan) kamu dan (menahan) tangan kamu dari (membinasakan) mereka di tengah kota Mekah sesudah Allah memenangkan kamu atas mereka, dan adalah Allah Maha melihat apa yang kamu kerjakan.

Perjanjian
Garis besar Perjanjian Hudaibiyah berisi : "Dengan nama Tuhan. Ini perjanjian antara Muhammad (SAW) dan Suhail bin 'Amru, perwakilan Quraisy. Tidak ada peperangan dalam jangka waktu sepuluh tahun. Siapapun yang ingin mengikuti Muhammad (SAW), diperbolehkan secara bebas. Dan siapapun yang ingin mengikuti Quraisy, diperbolehkan secara bebas. Seorang pemuda, yang masih berayah atau berpenjaga, jika mengikuti Muhammad (SAW) tanpa izin, maka akan dikembalikan lagi ke ayahnya dan penjaganya. Bila seorang mengikuti Quraisy, maka ia tidak akan dikembalikan. Tahun ini Muhammad (SAW) akan kembali ke Madinah. Tapi tahun depan, mereka dapat masuk ke Mekkah, untuk melakukan tawaf disana selama tiga hari. Selama tiga hari itu, penduduk Quraisy akan mundur ke bukit-bukit. Mereka haruslah tidak bersenjata saat memasuki Mekkah"

Manfaat Perjanjian
Manfaat Hudaibiyah bagi kaum Muslim adalah :
Ø Bebas dalam menunaikan agama Islam
Ø Tidak ada teror dari Quraisy
Ø Mengajak kerajaan-kerajaan luar seperti Ethiopia-afrika untuk masuk Islam

Hasil
Ø Perjanjian Hudaibiyah ternyata dilanggar oleh Quraisy, tetapi kaum Muslim bisa membalasnya dengan penaklukan Mekkah (Fathul Makkah) pada tahun 630 M.
Ø Kaum Muslim berpasukan sekitar 10.000 tentara. Di Mekkah, mereka hanya menemui sedikit rintangan. Setelah itu, mereka meruntuhkan segala simbol keberhalaan di depan Ka'bah

Reorientasi
Perjanjian Hudaibiyah adalah perjanjian antara kaum Muslimin Madinah dengan kaum musyrikin Mekah. Perjanjian yang ditandatangani di lembah Hudaibiyah, pinggiran Mekah, ini terjadi pada tahun ke-6 setelah Rasulullah hijrah dari Mekah ke Madinah. Pada saat itu rombongan kaum Muslimin yang dipimpin langsung oleh Nabi Muhammad SAW hendak melakukan ibadah haji. Namun mereka dihalang-halangi masuk ke Mekah oleh kaum musyrik Quraisy warga Mekah. Rasulullah pun mengajak mereka bernegosiasi sampai akhirnya kedua belah pihak sepakat untuk mengadakan perjanjian damai.

Inti isi Perjanjian Hudaibiyah adalah sebagai berikut:
Ø Gencatan senjata antara Mekah dengan Madinah selama 10 tahun.
Ø Warga Mekah yang menyeberang ke Madinah tanpa izin walinya harus dikembalikan ke Mekah.
Ø Warga Madinah yang menyeberang ke Mekah tidak boleh kembali ke Madinah.
Ø Warga selain Mekah dan Madinah, dibebaskan memilih untuk berpihak ke Mekah atau Madinah.
Ø Pada saat itu, Nabi Muhammad SAW dan pengikutnya harus meninggalkan Mekah, namun diperbolehkan kembali lagi ke Mekah setahun setelah perjanjian itu, dan akan dipersilahkan tinggal selama 3 hari dengan syarat hanya membawa pedang dalam sarungnya (maksudnya membawa pedang hanya untuk berjaga- jaga, bukan digunakan untuk menyerang). Dalam masa 3 hari itu kaum Quraisy (Mekah) akan menyingkir keluar dari Mekah.

Sekilas isi perjanjian tersebut sama sekali tidak menguntungkan bagi kaum Muslimin, dan hanya menguntungkan kaum Quraisy Mekah. Ini bisa kita cermati satu persatu isinya:
Ø Gencatan senjata sudah tidak diperlukan oleh kaum Muslimin, karena kaum musyrikin sebenarnya dalam posisi lemah karena sebelumnya kalah telak dalam Perang Ahzab/ Khandaq. Kemauan mereka bernegosiasi juga menunjukkan kelemahan posisi mereka. Kalau kuat, mereka pastilah langsung menyerang kaum Muslimin yang hendak datang ke Mekah.
Ø Jika penduduk Mekah tidak boleh menyeberang ke Madinah, jelas jumlah kaum Muslimin tidak akan bertambah, sedangkan kaum Quraisy tidak akan berkurang.
Ø Jika penduduk Madinah yang pergi ke Mekah tidak diperbolehkan untuk kembali ke Madinah, tentu warga Madinah akan berkurang.
Ø Poin ke-4 ini bisa disebut imbang.
Ø Kaum Muslimin yang sudah menempuh perjalanan jauh ke Mekah, namun kini harus pulang tanpa bisa menunaikan haji. Tahun berikutnya pun, mereka hanya boleh tiga hari di Mekah, tentu tak cukup untuk berhaji.

Tak heran bila perjanjian ini sangat mengecewakan sebagian kaum Muslimin. Bahkan Umar bin Khattab sempat memprotes isi perjanjian ini. Ketika Nabi Muhammad SAW memerintahkan umatnya untuk menyembelih hewan kurban yang telah mereka siapkan sebagai tanda berakhirnya ibadah Haji, tidak ada satu pun yang bersegera mematuhinya, mungkin karena bingung atau protes kepada Rasulullah.

Namun lambat laun akhirnya terbukti, ternyata Nabi Muhammad SAW mempunyai visi politik yang sangat hebat, yang orang lain tidak mampu menangkapnya. Demi kerahasiaan strategi, beliau tidak mengungkapkan rahasia di balik perjanjian itu. Setelah kemenangan Islam terjadi, kita bisa mengambil pelajaran, bahwa paling tidak ada dua hal penting yang dihasilkan Perjanjian Hudaibiyah tersebut:
Ø Perjanjian ini ditandatangani oleh Suhail bin Amr, sebagai wakil kaum Quraisy. Suku Quraisy adalah suku paling terhormat di daerah Arab, sehingga siapapun akan menghormati apa yang mereka tentukan. Dengan penandatanganan perjanjian ini, maka Madinah diakui sebagai suatu daerah yang mempunyai otoritas sendiri. Jika Suku Quraisy telah mengakui, maka suku- suku lain pun pasti mengakuinya.
Ø Dengan perjanjian ini, maka pihak Quraisy (Mekah) memberi kekuasaan kepada Madinah untuk menghukum mereka jika menyalahi perjanjian tersebut. Ternyata sangat hebat konsekuensi dari perjanjian ini. Kaum Muslimin Madinah yang tadinya dianggap bukan apa- apa, sejak perjanjian itu berada dalam posisi bisa menghukum suku yang paling terhormat di Arab. Perlu diketahui bahwa Islam melarang memerangi suatu kaum atau seseorang tanpa orang atau kaum tersebut melakukan kesalahan. Ini bisa dilihat dalam Al Qur’an Surat Al Hajj ayat 39- 40 sebagai berikut :
39.  telah diizinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi, karena Sesungguhnya mereka telah dianiaya. dan Sesungguhnya Allah, benar-benar Maha Kuasa menolong mereka itu,
40. (yaitu) orang-orang yang telah diusir dari kampung halaman mereka tanpa alasan yang benar, kecuali karena mereka berkata: "Tuhan Kami hanyalah Allah". dan Sekiranya Allah tiada menolak (keganasan) sebagian manusia dengan sebagian yang lain, tentulah telah dirobohkan biara-biara Nasrani, gereja-gereja, rumah-rumah ibadat orang Yahudi dan masjid- masjid, yang di dalamnya banyak disebut nama Allah. Sesungguhnya Allah pasti menolong orang yang menolong (agama)-Nya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha kuat lagi Maha perkasa,
Ø Dengan keuntungan yang di dapat dari Perjanjian Hudaibiyah itu, Nabi Muhammad berusaha mengukuhkan status Madinah dengan cara mengutus berbagai utusan kepada pemimpin negara- negara tetangga, di antaranya Mesir, Persia, Romawi, Habasyah (Ethiopia), dan lain- lain. Selain itu beliau juga menyebar pendakwah untuk menyebarkan Agama Islam.
Ø Selain itu, adanya jaminan bahwa kaum Quraisy tidak akan memusuhi kaum Muslimin, kaum Muslimin pun bisa dengan leluasa menghukum kaum Yahudi Khaibar yang telah mendalangi penyerangan terhadap kaum Muslimin Madinah dalam Perang Ahzab/ Khandaq. Ini yang beliau lakukan sehingga kaum Yahudi pun di kemudian hari tidak berani lagi mengganggu Madinah.
Ø Selain itu, Nabi Muhammad SAW tahu betul karakter orang- orang Mekah. Beliau yakin bahwa mereka akan melanggar perjanjian itu sebelum masa berlakunya selesai. Dan hal itu memang terjadi, sehingga Rasulullah memiliki landasan hukum untuk melakukan penaklukan kota Mekah. Penaklukan Mekah terjadi damai tanpa pertumpahan darah karena kaum musyrikin sudah tidak berdaya lagi.

Jatuh Bangun Kedua Sahabat dalam Perjanjian Hudaibiyah
Perjanjian Hudaibiyah telah merugikan kaum Muslimin. Duka dan tekanan yang sangat mendalam dialami para sahabat dari perjanjian ini. Di antaranya Abu Bashir dan Abu Jandal, dua sahabat Nabi SAW yang kisahnya menjadi perhatian. Begitu kuatnya keislaman mereka, maka kekuatan apapun tidak akan membuat mereka lepas dari agama Allah.

Dikisahkan dari buku “Himpunan Fadhilah Amal” karya Maulana Muhammad Zakariyya al-Kandahlawi Rah.a bahwa pada tahun ke-enam Hijrah Nabi Saw ke Madinah, Beliau ingin berumrah dan berziarah ke Makkah. Kabar ini diketahui oleh orang-orang kafir Makkah yang membuat mereka merasa terhina. Sehingga, mereka berencana untuk menghalangi perjalanan Nabi SAW di suatu tempat bernama Hudaibiyah.

Pada saat itu, Nabi SAW pergi bersama para sahabat yang telah siap mengorbankan jiwa raga mereka di jalan Allah. Namun, demi kebaikan penduduk Makkah, Nabi SAW tidak menghendaki perang. Beliau berusaha mengadakan perjanjian dengan mereka. Meski saat itu para sahabat telah siap berperang, Nabi SAW tetap memperhatikan orang-orang kafir dan menerima syarat yang mereka ajukan. Sebenarnya para sahabat sangat tertekan dengan perjanjian ini, tetapi mereka tidak dapat berbuat apa pun terhadap keputusan Nabi SAW. Sebab jiwa raga mereka telah diserahkan untuk menaati beliau, bahkan seorang pemberani seperti Umar pun merasa tertekan dengan perjanjian ini.

Adapun salah satu isi keputusan perjanjian tersebut adalah: Orang-orang kafir yang telah masuk Islam dan berhijrah, harus dikembalikan ke Makkah dan orang Islam yang murtad dari Islam tidak dikembalikan ke kaum Muslimin. Belum sah perjanjian itu, seorang sahabat bernama Abu Jandal ra yang telah ditahan, disiksa, dan dirantai oleh kaum kafir karena keislamannya, jatuh bangun mendatangi Nabi SAW dan sahabat. Ia berharap dapat bergabung dengan kaum muslimin dan terbebas dari musibah yang dialaminya.

Ayahnya yang bernama Suhail, pada saat itu merupakan wakil orang kafir dalam perjanjian Hudaibiyah (ia akan masuk Islam pada saat fathul Makah). Ia menampar anaknya dan memaksanya kembali ke Makkah. Sabda Nabi SAW kepada Suhail, “Perjanjian belum diputuskan, maka belum ada peraturan yang berlaku.” Suhail terus memaksa disahkannya perjanjiann tersebut dan Nabi SAW menjawab, “Aku meminta agar ada satu orang yang diserahkan kepadaku.” Namun mereka menolak pertukaran itu. Abu Jandal ra berkata kepada kaum Muslimin, “Aku datang untuk masuk Islam, banyak penderitaan yang aku alami. Sayang, aku akan dikembalikan lagi.” Hanya Allah yang mengetahui betapa sedihnya para sahabat ketika itu. Atas nasihat Nabi SAW, Abu Jandal ra bersedia kembali ke Makkah. Nabi SAW berusaha menghibur hatinya dan menyuruhnya tetap bersabar. Beliau bersabda, “Dalam waktu dekat, Allah akan membukakan jalan bagimu.”

Setelah selesai perjanjian Hudaibiyah, seorang sahabat yang bernama Abu Bashir ra melarikan diri ke Madinah setelah keislamannya. Kaum kafir mengutus dua orang untuk membawanya kembali ke Makkah. Sesuai dengan perjanjian, Nabi SAW mengembalikan Abu Bashir ra kepada mereka.
Abu Bashir berkata, “Ya Rasulullah, aku datang setelah menjadi Muslim, dan engkau kembalikan aku kepada kaum kufir?” Nabi SAW menasehatinya agar bersabar, “Insya Allah, sebentar lagi Allah akan membukakan jalan bagimu.” Akhirnya, Abu Bashir dikembalikan ke Makkah bersama kedua utusan tadi. Di tengah perjalanan, Abu Bashir ra berkata kepada seorang penjaganya, “Hai kawan, pedangmu bagus sekali.” Karena merasa pedangnya dipuji, orang itu dengan bangga mengeluarkannya dan memberikannya kepada Abu Bashir sembari berkata, “Ya aku telah menebas banyak orang dengan pedang ini.”

Begitu berada di tangan Abu Bashir, ia langsung mencoba pedang itu kepada pemiliknya. Ketika penjaga yang lain melihat temannya tewas, ia berpikir selanjutnya adalah gilirannya. Maka, ia langsung melarikan diri ke Madinah dan menghadap Nabi SAW. “Temanku telah dibunuh dan sekarang akan tiba giliranku,” adunya pada Nabi SAW. Pada saat itu Abu Bashir ra pun tiba di hadapan Nabi SAW. Ia berkata, “Ya Rasulullah, engkau telah memenuhi janjimu dengan mereka, dan aku pun telah dipulangkan, namun aku tidak memiliki janji apa pun yang menjadi tanggung jawabku atas mereka. Kulakukan semua ini karena mereka berusaha mencabut agama dariku.”
“Kamu telah menyulut api perang. Seandainya ada yang dapat menolongmu.” Atas sabda Nabi SAW itu, Abu Bashir ra memahami bahwa jika ada kaum kafir yang memintanya kembali, maka ia akan dikembalikan lagi kepada mereka. Akhirnya ia memutuskan untuk pergi ke sebuah tempat di dekat pantai.

Berita ini telah tersiar kepada orang-orang di Makkah. Maka, Abu Jandal ra. pun  melarikan diri dan bergabung dengan Abu Bashir ra. Demikian pula dengan orang-orang yang telah masuk Islam, banyak yang bergabung dengan mereka. Dalam  beberapa hari mereka menjadi segerombolan kecil. Sampai akhirnya mereka berada di sebuah hutan yang di dalamnya tidak ada makanan atau kebun sedikit pun, bahkan penduduk. Hanya Allah yang mengetahui keadaan mereka. Jika ada kafillah orang-orang kafir yang melewati tempat tersebut, mereka akan melawannya.

Kaum kafir di Makkah pun merasa ketakutan sehingga mereka terpaksa menjumpai Nabi SAW dan merayunya dengan membawa nama Allah, alasan kekeluargaan, dan sebagainya agar Abu Bashir beserta lainnya dipanggil. Akhirnya, Nabi SAW menulis surat kepada Abu Bashir dan lainnya agar mereka kembali. Ketika surat itu tiba di tangan Abu Bashir, ia sedang menderita sakit yang sangat parah. Dan ia wafat ketika tangannya sedang  memegang surat Nabi SAW. (Bukhari - Fathul Bari)

Sumber : Google Wikipedia

 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

KABUPATEN ASAHAN PROVINSI SUMATERA UTARA

    KABUPATEN ASAHAN PROVINSI SUMATERA UTARA Orientasi Asahan ( Jawi : اسهن ) adalah sebuah kabupaten yang terletak di provinsi S...