KISAH
PERJANJIAN HUDAIBIYAH
Orientasi
Perjanjian
Hudaibiyyah (Arab : صلح
الحديبية) adalah sebuah perjanjian yang
diadakan di wilayah Hudaibiyah Mekkah
pada Maret,
628
M (Dzulqa'dah,
6 H). Hudaibiyah terletak 22 KM arah Barat dari Mekkah menuju Jeddah,
sekarang terdapat Masjid Ar-Ridhwân. Nama lain Hudaibiyah adalah Asy-Syumaisi
yang diambil dari nama Asy-Syumaisi yang menggali sumur di Hudaibiyah.
Latar Belakang
Pada
tahun 628 M, sekitar 1400 Muslim berangkat ke Mekkah
untuk melaksanakan ibadah umrah. Mereka mempersiapkan hewan kurban untuk
dipersembahkan kepada Allah SWT. Namun karena saat itu kaum Quraisy di Makkah
sangat anti terhadap kaum Muslim Madinah (terkait kekalahan dalam perang
Khandaq), maka Makkah tertutup untuk kaum Muslim. Quraisy, walaupun begitu,
menyiagakan pasukannya untuk menahan Muslim agar tidak masuk ke Mekkah. Pada
waktu ini, bangsa Arab benar-benar bersiaga terhadap
kekuatan militer Islam yang sedang berkembang. Nabi Muhammad mencoba agar tidak terjadi pertumpahan darah di
Mekkah, karena Mekkah adalah tempat suci. Akhirnya kaum Muslim
menyetujui langkah Nabi Muhammad, bahwa jalur diplomasi
lebih baik daripada berperang. Kejadian ini diabadikan dalam Alquran QS Al-Fath
[48]: 24 sebagai berikut :
24.
dan Dia-lah yang menahan tangan mereka dari (membinasakan) kamu dan (menahan)
tangan kamu dari (membinasakan) mereka di tengah kota Mekah sesudah Allah
memenangkan kamu atas mereka, dan adalah Allah Maha melihat apa yang kamu
kerjakan.
Perjanjian
Garis
besar Perjanjian Hudaibiyah berisi : "Dengan nama Tuhan. Ini
perjanjian antara Muhammad (SAW) dan Suhail bin 'Amru, perwakilan Quraisy.
Tidak ada peperangan dalam jangka waktu sepuluh tahun. Siapapun yang ingin
mengikuti Muhammad (SAW), diperbolehkan secara bebas. Dan siapapun yang ingin
mengikuti Quraisy, diperbolehkan secara bebas. Seorang pemuda, yang masih
berayah atau berpenjaga, jika mengikuti Muhammad (SAW) tanpa izin, maka akan
dikembalikan lagi ke ayahnya dan penjaganya. Bila seorang mengikuti Quraisy,
maka ia tidak akan dikembalikan. Tahun ini Muhammad (SAW) akan kembali ke
Madinah. Tapi tahun depan, mereka dapat masuk ke Mekkah, untuk melakukan tawaf
disana selama tiga hari. Selama tiga hari itu, penduduk Quraisy akan mundur ke
bukit-bukit. Mereka haruslah tidak bersenjata saat memasuki Mekkah"
Manfaat Perjanjian
Manfaat
Hudaibiyah bagi kaum Muslim adalah :
Ø Bebas dalam menunaikan agama Islam
Ø Tidak ada teror dari Quraisy
Ø Mengajak kerajaan-kerajaan luar
seperti Ethiopia-afrika untuk masuk Islam
Hasil
Ø Perjanjian Hudaibiyah ternyata
dilanggar oleh Quraisy, tetapi kaum Muslim bisa membalasnya dengan penaklukan
Mekkah (Fathul Makkah) pada tahun 630 M.
Ø Kaum Muslim berpasukan sekitar 10.000
tentara.
Di Mekkah, mereka hanya menemui sedikit rintangan. Setelah itu, mereka
meruntuhkan segala simbol keberhalaan di depan Ka'bah
Reorientasi
Perjanjian
Hudaibiyah adalah perjanjian antara kaum Muslimin Madinah dengan kaum musyrikin
Mekah. Perjanjian yang ditandatangani di lembah Hudaibiyah, pinggiran Mekah,
ini terjadi pada tahun ke-6 setelah Rasulullah hijrah dari Mekah ke Madinah.
Pada saat itu rombongan kaum Muslimin yang dipimpin langsung oleh Nabi Muhammad
SAW hendak melakukan ibadah haji. Namun mereka dihalang-halangi masuk ke Mekah
oleh kaum musyrik Quraisy warga Mekah. Rasulullah pun mengajak mereka
bernegosiasi sampai akhirnya kedua belah pihak sepakat untuk mengadakan perjanjian
damai.
Inti isi Perjanjian Hudaibiyah adalah sebagai berikut:
Ø Gencatan senjata antara Mekah dengan
Madinah selama 10 tahun.
Ø Warga Mekah yang menyeberang ke
Madinah tanpa izin walinya harus dikembalikan ke Mekah.
Ø Warga Madinah yang menyeberang ke
Mekah tidak boleh kembali ke Madinah.
Ø Warga selain Mekah dan Madinah,
dibebaskan memilih untuk berpihak ke Mekah atau Madinah.
Ø Pada saat itu, Nabi Muhammad SAW dan
pengikutnya harus meninggalkan Mekah, namun diperbolehkan kembali lagi ke Mekah
setahun setelah perjanjian itu, dan akan dipersilahkan tinggal selama 3 hari
dengan syarat hanya membawa pedang dalam sarungnya (maksudnya membawa pedang
hanya untuk berjaga- jaga, bukan digunakan untuk menyerang). Dalam masa 3 hari
itu kaum Quraisy (Mekah) akan menyingkir keluar dari Mekah.
Sekilas
isi perjanjian tersebut sama sekali tidak menguntungkan bagi kaum Muslimin, dan
hanya menguntungkan kaum Quraisy Mekah. Ini bisa kita cermati satu persatu
isinya:
Ø Gencatan senjata sudah tidak
diperlukan oleh kaum Muslimin, karena kaum musyrikin sebenarnya dalam posisi
lemah karena sebelumnya kalah telak dalam Perang Ahzab/ Khandaq. Kemauan mereka
bernegosiasi juga menunjukkan kelemahan posisi mereka. Kalau kuat, mereka
pastilah langsung menyerang kaum Muslimin yang hendak datang ke Mekah.
Ø Jika penduduk Mekah tidak boleh
menyeberang ke Madinah, jelas jumlah kaum Muslimin tidak akan bertambah,
sedangkan kaum Quraisy tidak akan berkurang.
Ø Jika penduduk Madinah yang pergi ke
Mekah tidak diperbolehkan untuk kembali ke Madinah, tentu warga Madinah akan
berkurang.
Ø Poin ke-4 ini bisa disebut imbang.
Ø Kaum Muslimin yang sudah menempuh
perjalanan jauh ke Mekah, namun kini harus pulang tanpa bisa menunaikan haji.
Tahun berikutnya pun, mereka hanya boleh tiga hari di Mekah, tentu tak cukup untuk
berhaji.
Tak
heran bila perjanjian ini sangat mengecewakan sebagian kaum Muslimin. Bahkan
Umar bin Khattab sempat memprotes isi perjanjian ini. Ketika Nabi Muhammad SAW
memerintahkan umatnya untuk menyembelih hewan kurban yang telah mereka siapkan
sebagai tanda berakhirnya ibadah Haji, tidak ada satu pun yang bersegera
mematuhinya, mungkin karena bingung atau protes kepada Rasulullah.
Namun lambat laun akhirnya terbukti, ternyata Nabi Muhammad SAW mempunyai visi politik yang sangat hebat, yang orang lain tidak mampu menangkapnya. Demi kerahasiaan strategi, beliau tidak mengungkapkan rahasia di balik perjanjian itu. Setelah kemenangan Islam terjadi, kita bisa mengambil pelajaran, bahwa paling tidak ada dua hal penting yang dihasilkan Perjanjian Hudaibiyah tersebut:
Ø Perjanjian ini ditandatangani oleh
Suhail bin Amr, sebagai wakil kaum Quraisy. Suku Quraisy adalah suku paling
terhormat di daerah Arab, sehingga siapapun akan menghormati apa yang mereka
tentukan. Dengan penandatanganan perjanjian ini, maka Madinah diakui sebagai
suatu daerah yang mempunyai otoritas sendiri. Jika Suku Quraisy telah mengakui,
maka suku- suku lain pun pasti mengakuinya.
Ø Dengan perjanjian ini, maka pihak
Quraisy (Mekah) memberi kekuasaan kepada Madinah untuk menghukum mereka jika
menyalahi perjanjian tersebut. Ternyata sangat hebat konsekuensi dari
perjanjian ini. Kaum Muslimin Madinah yang tadinya dianggap bukan apa- apa,
sejak perjanjian itu berada dalam posisi bisa menghukum suku yang paling
terhormat di Arab. Perlu diketahui bahwa Islam melarang memerangi suatu kaum
atau seseorang tanpa orang atau kaum tersebut melakukan kesalahan. Ini bisa
dilihat dalam Al Qur’an Surat Al Hajj ayat 39- 40 sebagai berikut :
39. telah diizinkan (berperang) bagi orang-orang
yang diperangi, karena Sesungguhnya mereka telah dianiaya. dan Sesungguhnya
Allah, benar-benar Maha Kuasa menolong mereka itu,
40. (yaitu)
orang-orang yang telah diusir dari kampung halaman mereka tanpa alasan yang
benar, kecuali karena mereka berkata: "Tuhan Kami hanyalah Allah".
dan Sekiranya Allah tiada menolak (keganasan) sebagian manusia dengan sebagian
yang lain, tentulah telah dirobohkan biara-biara Nasrani, gereja-gereja,
rumah-rumah ibadat orang Yahudi dan masjid- masjid, yang di dalamnya banyak
disebut nama Allah. Sesungguhnya Allah pasti menolong orang yang menolong
(agama)-Nya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha kuat lagi Maha perkasa,
Ø Dengan keuntungan yang di dapat dari
Perjanjian Hudaibiyah itu, Nabi Muhammad berusaha mengukuhkan status Madinah
dengan cara mengutus berbagai utusan kepada pemimpin negara- negara tetangga,
di antaranya Mesir, Persia, Romawi, Habasyah (Ethiopia), dan lain- lain. Selain
itu beliau juga menyebar pendakwah untuk menyebarkan Agama Islam.
Ø Selain itu, adanya jaminan bahwa
kaum Quraisy tidak akan memusuhi kaum Muslimin, kaum Muslimin pun bisa dengan
leluasa menghukum kaum Yahudi Khaibar yang telah mendalangi penyerangan
terhadap kaum Muslimin Madinah dalam Perang Ahzab/ Khandaq. Ini yang beliau
lakukan sehingga kaum Yahudi pun di kemudian hari tidak berani lagi mengganggu
Madinah.
Ø Selain itu, Nabi Muhammad SAW tahu
betul karakter orang- orang Mekah. Beliau yakin bahwa mereka akan melanggar
perjanjian itu sebelum masa berlakunya selesai. Dan hal itu memang terjadi,
sehingga Rasulullah memiliki landasan hukum untuk melakukan penaklukan kota
Mekah. Penaklukan Mekah terjadi damai tanpa pertumpahan darah karena kaum
musyrikin sudah tidak berdaya lagi.
Jatuh Bangun Kedua
Sahabat dalam Perjanjian Hudaibiyah
Perjanjian
Hudaibiyah telah merugikan kaum Muslimin. Duka dan tekanan yang sangat mendalam
dialami para sahabat dari perjanjian ini. Di antaranya Abu Bashir dan Abu
Jandal, dua sahabat Nabi SAW yang kisahnya menjadi perhatian. Begitu kuatnya
keislaman mereka, maka kekuatan apapun tidak akan membuat mereka lepas dari
agama Allah.
Dikisahkan
dari buku “Himpunan Fadhilah Amal”
karya Maulana Muhammad Zakariyya al-Kandahlawi Rah.a bahwa pada tahun ke-enam
Hijrah Nabi Saw ke Madinah, Beliau ingin berumrah dan berziarah ke Makkah.
Kabar ini diketahui oleh orang-orang kafir Makkah yang membuat mereka merasa
terhina. Sehingga, mereka berencana untuk menghalangi perjalanan Nabi SAW di
suatu tempat bernama Hudaibiyah.
Pada
saat itu, Nabi SAW pergi bersama para sahabat yang telah siap mengorbankan jiwa
raga mereka di jalan Allah. Namun, demi kebaikan penduduk Makkah, Nabi SAW
tidak menghendaki perang. Beliau berusaha mengadakan perjanjian dengan mereka. Meski
saat itu para sahabat telah siap berperang, Nabi SAW tetap memperhatikan
orang-orang kafir dan menerima syarat yang mereka ajukan. Sebenarnya para
sahabat sangat tertekan dengan perjanjian ini, tetapi mereka tidak dapat
berbuat apa pun terhadap keputusan Nabi SAW. Sebab jiwa raga mereka telah
diserahkan untuk menaati beliau, bahkan seorang pemberani seperti Umar pun
merasa tertekan dengan perjanjian ini.
Adapun
salah satu isi keputusan perjanjian tersebut adalah: Orang-orang kafir yang
telah masuk Islam dan berhijrah, harus dikembalikan ke Makkah dan orang Islam
yang murtad dari Islam tidak dikembalikan ke kaum Muslimin. Belum sah
perjanjian itu, seorang sahabat bernama Abu Jandal ra yang telah ditahan,
disiksa, dan dirantai oleh kaum kafir karena keislamannya, jatuh bangun
mendatangi Nabi SAW dan sahabat. Ia berharap dapat bergabung dengan kaum
muslimin dan terbebas dari musibah yang dialaminya.
Ayahnya
yang bernama Suhail, pada saat itu merupakan wakil orang kafir dalam perjanjian
Hudaibiyah (ia akan masuk Islam pada saat fathul Makah). Ia menampar anaknya
dan memaksanya kembali ke Makkah. Sabda Nabi SAW kepada Suhail, “Perjanjian
belum diputuskan, maka belum ada peraturan yang berlaku.” Suhail terus memaksa
disahkannya perjanjiann tersebut dan Nabi SAW menjawab, “Aku meminta agar ada
satu orang yang diserahkan kepadaku.” Namun mereka menolak pertukaran itu. Abu
Jandal ra berkata kepada kaum Muslimin, “Aku datang untuk masuk Islam, banyak
penderitaan yang aku alami. Sayang, aku akan dikembalikan lagi.” Hanya Allah
yang mengetahui betapa sedihnya para sahabat ketika itu. Atas nasihat Nabi SAW,
Abu Jandal ra bersedia kembali ke Makkah. Nabi SAW berusaha menghibur hatinya
dan menyuruhnya tetap bersabar. Beliau bersabda, “Dalam waktu dekat, Allah akan
membukakan jalan bagimu.”
Setelah
selesai perjanjian Hudaibiyah, seorang sahabat yang bernama Abu Bashir ra
melarikan diri ke Madinah setelah keislamannya. Kaum kafir mengutus dua orang
untuk membawanya kembali ke Makkah. Sesuai dengan perjanjian, Nabi SAW
mengembalikan Abu Bashir ra kepada mereka.
Abu
Bashir berkata, “Ya Rasulullah, aku datang setelah menjadi Muslim, dan engkau kembalikan
aku kepada kaum kufir?” Nabi SAW menasehatinya agar bersabar, “Insya Allah,
sebentar lagi Allah akan membukakan jalan bagimu.” Akhirnya, Abu Bashir
dikembalikan ke Makkah bersama kedua utusan tadi. Di tengah perjalanan, Abu
Bashir ra berkata kepada seorang penjaganya, “Hai kawan, pedangmu bagus
sekali.” Karena merasa pedangnya dipuji, orang itu dengan bangga
mengeluarkannya dan memberikannya kepada Abu Bashir sembari berkata, “Ya aku
telah menebas banyak orang dengan pedang ini.”
Begitu
berada di tangan Abu Bashir, ia langsung mencoba pedang itu kepada pemiliknya.
Ketika penjaga yang lain melihat temannya tewas, ia berpikir selanjutnya adalah
gilirannya. Maka, ia langsung melarikan diri ke Madinah dan menghadap Nabi SAW.
“Temanku telah dibunuh dan sekarang akan tiba giliranku,” adunya pada Nabi SAW.
Pada saat itu Abu Bashir ra pun tiba di hadapan Nabi SAW. Ia berkata, “Ya
Rasulullah, engkau telah memenuhi janjimu dengan mereka, dan aku pun telah
dipulangkan, namun aku tidak memiliki janji apa pun yang menjadi tanggung
jawabku atas mereka. Kulakukan semua ini karena mereka berusaha mencabut agama
dariku.”
“Kamu
telah menyulut api perang. Seandainya ada yang dapat menolongmu.” Atas sabda
Nabi SAW itu, Abu Bashir ra memahami bahwa jika ada kaum kafir yang memintanya
kembali, maka ia akan dikembalikan lagi kepada mereka. Akhirnya ia memutuskan
untuk pergi ke sebuah tempat di dekat pantai.
Berita
ini telah tersiar kepada orang-orang di Makkah. Maka, Abu Jandal ra. pun
melarikan diri dan bergabung dengan Abu Bashir ra. Demikian pula dengan
orang-orang yang telah masuk Islam, banyak yang bergabung dengan mereka. Dalam
beberapa hari mereka menjadi segerombolan kecil. Sampai akhirnya mereka berada
di sebuah hutan yang di dalamnya tidak ada makanan atau kebun sedikit pun,
bahkan penduduk. Hanya Allah yang mengetahui keadaan mereka. Jika ada kafillah
orang-orang kafir yang melewati tempat tersebut, mereka akan melawannya.
Kaum
kafir di Makkah pun merasa ketakutan sehingga mereka terpaksa menjumpai Nabi
SAW dan merayunya dengan membawa nama Allah, alasan kekeluargaan, dan
sebagainya agar Abu Bashir beserta lainnya dipanggil. Akhirnya, Nabi SAW
menulis surat kepada Abu Bashir dan lainnya agar mereka kembali. Ketika surat
itu tiba di tangan Abu Bashir, ia sedang menderita sakit yang sangat parah. Dan
ia wafat ketika tangannya sedang memegang surat Nabi SAW. (Bukhari -
Fathul Bari)
Sumber
: Google Wikipedia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar