Selasa, 18 September 2018

KISAH ABU SOFYAN BIN HARITS


KISAH ABU SOFYAN BIN HARITS


Orientasi
Kisah Lengkap Abu Sufyan bin Harits Memeluk Islam ~ Ia adalah Abu Sufyan bin Harits, dan bukan Abu Sufyan bin Harb ayah Mu'awiyah. Kisahnya merupakan kisah kebenaran setelah kesesatan, sayang setelah benci dan bahagia setelah celaka. Yaitu kisah tentang rahmat Allah yang pintu-pintu-nya terbuka lebar, demi seorang hamba menjatuhkan diri keharibaan-Nya, setelah penderitaan yang berlarut-larut. Bayangkan, waktu tidak kurang dari 20 tahun yang dilalui Ibnul Harits dalam kesesatan memusuhi dan memerangi Islam ! Waktu 20 tahun, yakni semenjak dibangkitkan-Nya Nabi Saw, sampai dekat hari pembebasan Mekkah yang terkenal itu. Selama itu Abu Sufyan menjadi tulang punggung Quraisy dan sekutu-sekutunya, menggubah syair-syair untuk menjelekkan serta menjatuhkan Nabi, juga selalu mengambil bagian dalam peperangan yang dilancarkan terhadap Islam.

Saudaranya ada tiga orang, yaitu Naufal, Rabi'ah dan Abdullah, semuanya telah lebih dulu masuk Islam. Dan Abu Sufyan ini adalah saudara sepupu Nabi, yaitu putera dari pamannya, Harits bin Abdul Mutthalib. Di samping itu ia juga saudara sesusu dari Nabi karena selain beberapa hari disusukan oleh ibu susu Nabi, Halimatus Sa'diyah. Pada suatu hari nasib mujurnya membawanya kepada peruntungan membahagiakan. Dipanggilnya puteranya Ja'far dan dikatakannya kepada keluarga bahwa mereka akan bepergian. Dan waktu ditanyakan ke mana tujuannya, jawab ialah: "Kepada Rasulullah, untuk menyerahkan diri bersama beliau kepada Allah Robbul'alamin..!" Demikianlah ia melakukan perjalanan dengan mengendarai kuda, dibawa oleh hati yang insaf dan sadar.

Di Abwa' kelihatan olehnya barisan depan dari suatu pasukan besar. Maklumlah ia bahwa itu adalah tentara Islam yang menuju Mekkah dengan maksud hendak membebaskannya. Ia bingung memikirkan apa yang hendak dilakukannya. Disebabkan sekian lamanya ia menghunus pedang memerangi Islam dan menggunakan lisannya untuk menjatuhkannya, mungkin Rasulullah Saw, telah menghalalkan darahnya, hingga ia bila tertangkap oleh salah seorang Muslimin, ia langsung akan menerima hukuman qishas. Maka ia harus mencari akal bagaimana caranya lebih dulu menemui Nabi sebelum jatuh ke tangan orang lain.

Abu Sufyan pun menyamar dan menyembunyikan identitas dirinya. Dengan memegang tangan puteranya Ja'far, ia berjalan kaki beberapa jauhnya, hingga akhirnya tampaklah olehnya Rasulullah bersama serombongan sahabat, maka ia menyingkir sampai rombongan itu berhenti. Tiba-tiba sambil membuka tutup mukanya, Abu Sufyan  menjatuhkan dirinya di hadapan Rasulullah. Beliau memalingkan muka dari padanya, maka Abu Sufyan mendatanginya dari arah lain, tetapi Rasulullah masih menghindarkan diri dari padanya.

Dengan serempak Abu Sufyan bersama puteranya berseru: "Asyahadu alla ilaha illallah. Wa-asyhadu anna Muhammadar Rasulullah. Lalu ia menghampiri Nabi Saw seraya katanya: "Tiada dendam dan tiada penyesalan, wahai Rasulullah." Rasulullah pun menjawab, "Tiada dendam dan tiada penyesalan, wahai Abu Sufyan!" Kemudian Nabi menyerahkannya kepada Ali bin Abi Thalib, katanya: "Ajarkanlah kepada saudara sepupumu ini cara berwudhu dan sunnah, kemudian bawa lagi ke sini."

Ali membawanya pergi, dan kemudian kembali. Maka Rasulullah berkata: "Umumkanlah kepada orang-orang bahwa Rasulullah telah ridha kepada Abu Sufyan, dan mereka pun hendaklah ridha pula!" Rasulullah bersabda : "Hendaklah kamu menggunakan masa yang penuh berkah!" Maka tergulunglah sudah masa-masa yang penuh kesesatan dan kesengsaraan, dan terbukalah pintu rahmat yang tiada terbatas.

Abu Sufyan sebetulnya hampir saja masuk Islam ketika melihat sesuatu yang mengherankan hatinya ketika perang Badar, yakni sewaktu ia berperang di pihak Quraisy. Dalam peperangan itu, Abu Lahab tidak ikut serta, dan mengirimkan 'Ash bin Hisyam sebagai gantinya. Dengan hati yang harap-harap cemas, ia menunggu-nunggu berita pertempuran, yang mulai berdatangan menyampaikan kekalahan pahit bagi pihak Quraisy.

Pada suatu hari, ketika Abu Lahab sedang duduk dekat sumur Zamzam bersama beberapa orang Quraisy, tiba-tiba kelihatan oleh mereka seorang berkuda datang menghampiri. Setelah dekat, ternyata bahwa ia adalah Abu Sufyan bin Harits. Abu Lahab memanggilnya, katanya: "Mari ke sini keponakanku! Pasti kamu membawa berita! Nah, ceritakanlah kepada kami bagaimana kabar di sana..!"

Ujar Abu Sufyan bin Harits, "Demi Allah ! Tiada berita, kecuali bahwa kami menemui suatu kaum yang kepada mereka kami serahkan leher-leher kami, hingga mereka sembelih sesuka hati mereka dan mereka tawan kami semau mereka! Dan Demi Allah Aku tak dapat menyalahkan orang-orang Quraisy. Kami berhadapan dengan orang-orang serba putih mengendara kuda hitam belang putih, menyerbu dari antara langit dan bumi, tidak serupa dengan suatu pun dan tidak terhalang oleh suatu pun!" yang dimaksud Abu Sufyan dengan mereka ini ialah para malaikat yang ikut bertempur di samping Kaum Muslimin.

Menjadi suatu pertanyan bagi kita, kenapa ia tidak beriman ketika itu, padahal ia telah menyaksikan apa yang telah disaksikannya? Jawabannya ialah bahwa keraguan itu merupakan jalan kepada keyakinan. Dan betapa kuatnya keraguan Abu Sufyan bin Harits, demikianlah pula keyakinannya sedemikian kukuh dan kuat jika suatu ketila ia datang nanti. Nah, saat petunjuk dan keyakinan itu telah tiba, dan sebagai kita lihat, ia Islam, menyerahkan dirinya kepada Tuhan Robbul'alamin..!

Mulai dari detik-detik keislamannya, Abu Sufyan mengejar dan menghabiskan waktunya dalam beribadat dan berjihad, untuk menghapus bekas-bekas masa lalu dan mengejar ketinggalannya selama ini. Dalam peperangan-peperangan yang terjadi setelah pembebasan Mekkah ia selalu ikut bersama Rasulullah Saw. Dan di waktu perang Hunain orang-orang musyrik memasang perangkapnya dan menyiapkan satu pasukan tersembunyi, dan dengan tidak diduga-duga menyerbu Kaum Muslimin hingga barisan mereka porak-poranda.

Sebagian besar tentara Islam cerai berai melarikan diri, tetapi Rasulullah tidak pernah beranjak dari kedudukannya, hanya berseru; "Hai manusia! Saya ini Nabi dan tidak dusta! Saya adalah putra Abdul Mutthalib..!" Maka pada saat-saat yang genting itu, masih ada beberapa segelintir sahabat yang tidak kehilangan akal disebabkan serangan yang tiba-tiba itu. Dan di antara mereka terdapat Abu Sufyan bin Harits dan puteranya Ja'far.

Waktu itu Abu Sufyan sedang memegang kekang kuda Rasulullah. Dan ketika dilihatnya apa yang terjadi, yakinlah ia bahwa kesempatan yang dinanti-nantinya selama ini, yaitu berjuang fi sabilillah sampai menemui syahid dan dihadapan Rasulullah, telah terbuka. Maka sambil memegang tali kekang dengan tangan kirinya, ia menebas batang leher musuh dengan tangan kanannya.

Dalam waktu itu Kaum Muslimin telah kembali ke medan pertempuran berada di sekitar Nabi mereka, dan akhirnya Allah memberi mereka kemenangan mutlak. Tatkala suasana sudah mulai tenang, Rasulullah Saw, melihat sekitarnya. Kiranya didapatinya seorang Mu'min sedang memegang erat-erat tali kekangnya. Sungguh rupanya semenjak berkecamuknya peperangan sampai selesai, orang itu tetap berada di tempat itu dan tak pernah meninggalkannya.

Rasulullah menatapnya lama-lama, lalu tanyanya: "Siapa ini...? Oh, saudaraku, Abu Sufyan bin Harits..!" Dan demi didengarnya Rasulullah mengatakan "Saudaraku", hatinya bagaikan terbang  karena bahagia dan gembira. Maka diratapinya kedua kaki Rasulullah, diciuminya dan dicucinya dengan air matanya.

Abu Sufyan menghadapkan dirinya sepenuhnya kepada ibadah. Dan sepeninggal Rasulullah Saw ruhnya mendambakan kematian agar dapat menemui Rasulullah di kampung akhirat. Demikianlah walaupun nafasnya masih turun naik, tetapi kematian tetap menjadi tumpuan hidupnya ! Pada suatu hari, orang melihatnya berada di Baqi' sedang menggali lahad, menyiapkan dan mendatarkannya. Tatkala orang-orang menunjukkan keheranan mereka, maka ia berkata: "Aku sedang menyiapkan kuburku..."

Dan setelah tiga hari berlalu, tidak lebih, ia terbaring dirumahnya sementara keluarganya berada di sekelilingnya dan sama menangis. Dengan hati puas dan tenteram, terbuka kedua matanya melihat mereka, lalu berkata: "Janganlah kalian aku tangisi, karena semenjak masuk Islam tidak sedikit pun aku berlumur dosa...!"

Sumber : Google Wikipedia

Kisah Sahabat Nabi: Abu Sufyan bin Harits, Ketua Pemuda Surga
Tidak ada tali-temali yang menghubungkan dua pribadi seperti yang mengikat Rasulullah SAW dengan Abu Sufyan bin Harits. Dua insan itu lahir nyaris bersamaan. Keduanya sebaya dan dibesarkan dalam keluarga yang sama. Abu Sufyan—bukan Abu Sufyan bin Harb, ayah Muawiyah—adalah sepupu Rasulullah SAW. Ayahnya, Harits bin Abdul Muthalib, adalah saudara Abdullah, ayah Nabi Muhammad. Hubungan keduanya menjadi semakin erat karena mereka disusui oleh Halimah Sa'diyah secara bersamaan. Mereka pun menjadi dua sahabat bermain yang saling mengasihi satu sama lain.

Karena hubungan yang demikian erat tersebut, maka kebanyakan orang menyangka Abu Sufyanlah yang akan paling dahulu menyambut seruan Rasulullah SAW, dan dialah yang paling cepat memercayai serta mematuhi ajarannya dengan setia. Namun kenyataannya tidak. Bahkan sebaliknya, justru ketika Rasulullah mulai menyampaikan dakwah di kalangan kerabatnya secara sembunyi-sembunyi, api kebencian menyala di hati Abu Sufyan. Kepercayaan dan kesetiaannya selama ini berubah menjadi permusuhan. Hubungan kasih sayang sebagai satu keluarga, satu saudara, sebaya dan sepermainan, pupus dan berubah jadi pertentangan. Abu Sufyan adalah penunggang kuda yang terkenal dan penyair berimajinasi tinggi. Dengan dua keistimewaannya itu, ia tampil memusuhi dan memerangi Rasulullah yang saat itu mulai berdakwah secara terang-terangan. Bila kaum Quraisy menyalakan api permusuhan melawan Rasulullah dan kaum Muslimin, maka Abu Sufyan pasti tampil di antara mereka. Lidahnya yang selalu menyemburkan syair terus menyindir Rasulullah dengan kata-kata kotor dan menyakitkan hati. Keadaan itu terus berlangsung selama dua puluh tahun.

Akhirnya, Allah melapangkan dada Abu Sufyan untuk menerima Islam sebagai agamanya. Lalu bersama putranya, Ja'far, ia berangkat menemui Rasulullah di Madinah. Ketika bertemu Rasulullah, Abu Sufyan menjatuhkan diri di hadapan beliau. Namun Rasulullah memalingkan wajahnya, tidak mau menerima Abu Sufyan. Ia pun mendatangi Nabi dari arah lain, tetapi Rasulullah tetap menghindar. Hal itu terjadi beberapa kali.  Setelah berlangsung beberapa lama, akhirnya Rasulullah menerima keislaman Abu Sufyan. Beliau bersabda, "Tiada dendam dan tiada penyesalan, wahai Abu Sufyan." "Wahai Rasulullah, ajarkanlah kepada saudara sepupumu ini cara berwudhu dan shalat," pinta Abu Sufyan. Demikianlah, akhirnya Abu Sufyan memeluk agama Islam dan menjadi pelindung utama Rasulullah SAW.

Sejak keislamannya, Abu Sufyan menghabiskan waktunya dengan beribadah dan berjihad, untuk menghapus bekas-bekas masa lalu dan mengejar ketertinggalannya. Dalam peperangan-peperangan yang terjadi setelah Fathu Makkah, ia selalu  ikut bersama Rasulullah. Ketika berlangsung Perang Hunain, Abu Sufyan tak mau ketinggalan dalam membela panji-panji Islam. Kala itu Abu Sufyan tengah memegang erat kendali kuda Rasulullah. Ia ingin berjuang di jalan Allah dan syahid di hadapan beliau. Maka sambil memegang erat tali kekang dengan tangan kirinya, tangan kanannya memegang pedang seraya menebas tiap musuh yang mencoba mendekati dan menyerang Rasulullah SAW. Akhirnya kaum Muslimin meraih kemenangan dalam perang itu.

Ketika suasana agak tenang, Rasulullah memandang ke arah sekitarnya. Didapatinya seorang mukmin tengah memegang erat-erat tali kekang kudanya. Rupanya, sejak pertempuran berkecamuk, orang itu tetap berada di tempatnya dan tidak pernah meninggalkannya. Ia tetap berdiri melindungi Rasulullah. Rasulullah menatapnya lekat-lekat, lalu berkata, "Siapakah ini? Oh, saudaraku Abu Sufyan bin Harits! Aku telah meridhaimu dan Allah telah mengampuni dosa-dosamu." Mendengar ucapan Rasulullah SAW itu, hati Abu Sufyan berbunga-bunga. Semangatnya kembali muncul. Ia pun kembali bergabung dalam barisan kaum Muslimin yang mengejar sisa-sisa pasukan musuh.

Sejak Perang Hunain itu, Abu Sufyan benar-benar merasakan nikmat Allah dan keridhaan-Nya. Dia merasa mulia dan bahagia menjadi sahabat Rasulullah. Hari-harinya dipenuhi dengan ibadah, mentadabburi Al-Qur'an, dan mengamalkannya. Dia berpaling dari kemewahan dunia, dan menghadap Allah dengan seluruh jiwa raganya. Suatu ketika, Rasulullah melihatnya di dalam masjid. Beliau berkata kepada Aisyah, "Wahai Aisyah, tahukah kamu siapakah orang itu?"
"Tidak, ya Rasulullah," jawab Aisyah. "Dia anak pamanku, Abu Sufyan bin Harits. Perhatikanlah, dialah yang paling pertama masuk masjid dan paling terakhir keluar. Pandangannya tidak pernah beranjak dan tetap menunduk ke tempat sujud. Dialah ketua pemuda di surga."

Pada masa pemerintahan Umar bin Al-Khathab, Abu Sufyan merasa ajalnya sudah dekat. Lalu digalinya kuburan untuk dirinya sendiri. Dan tidak lebih dari tiga hari setelah itu, maut pun datang menjemputnya, seolah memang telah berjanji sebelumnya. Sebelum ruhnya meninggalkan jasad, ia berpesan kepada keluarganya, "Sekali-kali janganlah kalian menangisiku. Demi Allah, aku tidak melakukan dosa sedikit pun sejak masuk Islam." Khalifah Umar turut menyalatkan jenazahnya. Al-Faruq meneteskan air mata duka atas kepergian salah seorang sahabatnya itu.

Sumber : 101 Sahabat Nabi karya Hepi Andi Bastoni

Abu Sufyan Masuk Islam Jelang Fathu Makkah
Abu Sufyan bin Harits merupakan salah satu sahabat Nabi SAW yang sempat meng alami pengucilan akibat membenci Islam. Namun, hidayah Allah datang kepadanya setelah Perang Badar ketika pasukan Muslim yang berjumlah sekitar 313 orang menang melawan ribuan pasukan musyrik Makkah. Dua puluh tahun lamanya Abu Sufyan bin Harits termasuk ke dalam golongan musuh-musuh Allah. Buku Kisah Singkat Sahabat Nabi Muhammad SAW(2015) menuturkan bagai mana Abu Sufyan (bukan Abu Sufyan bin Harb, ayahanda Muawiyah bin Abu Sufyan) sampai memeluk Islam. Sebelum petunjuk Allah datang kepadanya, setidaknya ada tiga orang saudara Abu Sufyan yang terlebih dahulu menerima kebenaran risalah Nabi.

Mereka adalah Naufal, Rabi'ah, dan Abdullah. Padahal, secara garis keturunan, Abu Sufyan bin Harits masih saudara sepu pu Rasulullah SAW. Ia merupakan anak seorang paman Nabi, Harits bin Abdul Muthalib. Bahkan, sebenarnya antara Nabi dan Abu Sufyan merupakan saudara sepersusuan di bawah ibu asuh Halimatus Sa'diyah ketika keduanya masih bayi. Selama masih diliputi kepercayaan jahiliyah, Abu Sufyan merupakan tokoh pen ting di lingkungan kaum musyrik Makkah. Dia termasuk pendukung orang-orang munafik, yang menghina Nabi Muhammad di tengah kaum kafir, tetapi memuji-muji Islam di hadapan beliau.

Abu Sufyan dikenal luas sebagai ahli strategi perang. Hampir seluruh perang anti-Islam pernah diikutinya. Selain itu, ia juga gemar menggubah syair-syair yang menunjukkan fanatisme kesukuan. Oleh karena itu, saat masih kafir Abu Sufyan ikut mengarang syair yang menuding sosok Nabi Muhammad sebagai pemecah belah suku Quraisy. Abu Sufyan bin Harits masuk Islam menjelang pembebasan Kota Makkah (Fathu Makkah) oleh pasukan Muslim. Akan tetapi, sesungguhnya ada satu kesempatan di mana Abu Sufyan hampir memeluk Islam. Hal itu terjadi sepulangnya Abu Sufyan dari medan Perang Badar. Sebab, ia merupakan salah satu pemuka Quraisy yang me lihat langsung bagaimana tentara kaum musyrik Makkah kocar-kacir di hadapan tentara yang belum pernah ada sebelumnya.

Sumber : Google Wikipedia
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

KABUPATEN ASAHAN PROVINSI SUMATERA UTARA

    KABUPATEN ASAHAN PROVINSI SUMATERA UTARA Orientasi Asahan ( Jawi : اسهن ) adalah sebuah kabupaten yang terletak di provinsi S...