Selasa, 25 September 2018

KISAH ARYA PANANGSANG


KISAH ARYA PANANGSANG


Orientasi
Arya Penangsang atau Arya Jipang atau Ji Pang Kang[1] adalah Raja Adipati Jipang yang memerintah pada pertengahan abad ke-15. Pengikutnya melakukan pembunuhan terhadap Sunan Prawoto sebagai balas dendam karena Sunan Prawoto telah membunuh P. Surowiyoto (Sekar), Bapak dari P. Arya Penangsang demi menaikkan Trenggana (Bapak Sunan Prawoto) menjadi Raja Demak ke 3. Arya Penangsang lalu menjadi raja Demak ke 5 atau Penguasa terakhir Kerajaan Demak dan memindahkan pusat Pemerintahan nya ke Jipang, sehingga pada masa itu dikenal dengan sebutan Demak jipang. Namun pada tahun 1554 Arya penangsang tewas dibunuh Pasukan pemberontak kiriman Hadiwijaya, penguasa Pajang. Riwayat mengenai Arya Penangsang tercantum dalam beberapa serat dan babad yang ditulis ulang pada periode bahasa Jawa Baru (abad ke-19), seperti Babad Tanah Jawi dan Serat Kanda.

Arya Penangsang juga terkenal sakti mandraguna serta memiliki kepribadian yang tegas dan kukuh, baginya tidak ada kata kompromi dalam membela dan mempertahankan kebenaran. Sifat yang demikian ternyata telah membuat gerah banyak pihak, alhasil entah siapa yang mengomandoi para generasi penulis sejarah ini sehingga secara keroyokan telah menghakimi sejarah P. Arya Penangsang. Disebutkan dalam tulisan sejarahnya bahwa Arya Penangsang adalah orang yang punya kepribadian kurang baik, pemberontak dan pembunuh, tempramental serta kurang sabar dalam melakukan sesuatu. Selain itu Arya Penangsang juga memiliki adik yang bernama Arya Mataram.

Silsilah
Menurut Serat Kanda, Ayah dari Arya Penangsang adalah Surowiyoto atau Raden Kikin atau sering disebut juga sebagai Pangeran Sekar, ia adalah putra Raden Patah raja Demak pertama. Ibu Raden Kikin adalah putri Raja Jipang sehingga ia bisa mewarisi kedudukan kakeknya. selain Raden kikn ,Raja Demak Raden Patah juga memiliki dua putra lagi yaitu Adipati Unus (putra pertama ) dan Raden Trenggono. Pada tahun 1521 anak pertama Raden Patah yang bernama Adipati Kudus (orang Portugis menyebutnya Pate Unus, dikenal juga sebagai Pangeran Sabrang Lor, melakukan penyerangan ke Malaka yang saat itu wilayah ini dikuasai Portugis) Ia gugur dalam perang itu. Kedua adiknya, yaitu Raden Kikin dan Raden Trenggana saling berebut takhta .

Raden Kikin memiliki 2 orang putra yang bernama Arya Penangsang dan Arya Mataram, sedangkan Raden Trenggana memiliki putra pertama bernama Raden Mukmin atau yang disebut juga sebagai Sunan Prawoto . Raden Mukmin membunuh pamannya yang bernama Raden Kikin sepulang salat Jumat di tepi sebuah sungai dengan menggunakan keris Kyai Setan Kober yang dicurinya dari Sunan Kudus. Sejak saat itu, Raden Kikin terkenal dengan sebutan Pangeran Sekar Seda ing Lepen ("Bunga yang gugur di sungai").

Sepeninggal Raden kikin Arya Penangsang menggantikan kedudukan ayahnya sebagai Adipati Jipang. Saat itu usianya masih anak-anak, sehingga pemerintahannya diwakili Patih Matahun. Ia dibantu oleh salah satu senapati Kadipaten Jipang yang terkenal bernama Tohpati. Wilayah Jipang sendiri saat ini terletak di Kecamatan Cepu, Kabupaten Blora, Jawa Tengah. Raden Trenggana naik takhta Kerajaan Demak sejak tahun 1521. Pemerintahannya berakhir saat ia gugur di Panarukan, Situbondo tahun 1546. Raden Mukmin menggantikan sebagai raja keempat bergelar Sunan Prawoto.

Pada tahun 1549 Arya Penangsang membalas kematian Raden Kikin dengan mengirim utusan bernama Rangkud untuk membunuh Sunan Prawoto dengan Keris Kyai Setan Kober. Rangkud sendiri tewas saling bunuh dengan korbannya itu. Ratu Kalinyamat, adik Sunan Prawoto, menemukan bukti kalau Sunan Kudus terlibat pembunuhan kakaknya. Ia datang ke Kudus meminta pertanggungjawaban. Namun jawaban Sunan Kudus bahwa Sunan Prawoto mati karena karma,pernyataan sunan ini membuat Ratu Kalinyamat kecewa. Ratu Kalinyamat bersama suaminya pulang ke Jepara. Di tengah jalan mereka diserbu anak buah Arya Penangsang. Ratu Kalinyamat berhasil lolos, sedangkan suaminya, yang bernama Pangeran Hadari, terbunuh. Arya Penangsang kemudian mengirim empat orang utusan untuk membunuh Hadiwijaya , menantu Raden Trenggana yang menjadi Adipati Pajang, namun ke empat utusan itu dapat dikalahkan Hadiwijaya dan dipulangkan secara hormat bahkan di beri hadiah pakaian Prajurit oleh Hadiwijaya.

Kemudian Hadiwijaya ganti mendatangi Arya Penangsang untuk mengembalikan keris Kyai Setan Kober. Keduanya lalu terlibat pertengkaran dan didamaikan Sunan Kudus, pada kesempatan itu sunan kudus memberikan tuah rajah yang sedianya disiapkan untuk tempat duduk Hadiwijaya, akan tetapi atas nasihat dari salah satu punggawanya adipati Pajang Hadiwijaya tidak menempatinya yang lalu diduduki oleh Arya Penangsang, padahal sebelumnya telah di wanti-wanti oleh sunan kudus agar tidak menempati tempat yang telah di beri Tuah rajah Kalacakra itu. Setelah Hadiwijaya pulang Sunan Kudus menyuruh Arya Penangsang melakukan puasa 40 hari untuk menghilangkan Tuah Rajah Kalacakra.

Sayembara
Dalam perjalanan pulang ke Pajang, rombongan Adipati Pajang Hadiwijaya singgah ke Gunung Danaraja tempat Ratu Kalinyamat bertapa. Ratu Kalinyamat mendesak Hadiwijaya agar segera membunuh Arya Penangsang, dirinya yang mengaku sebagai pewaris takhta Sunan Prawoto, berjanji akan menyerahkan Demak dan Jepara jika Hadiwijaya menang. Hadiwijaya segan memerangi Arya Penangsang secara langsung karena merasa dirinya hanya sebagai mantu keluarga Demak. Maka diumumkanlah sayembara, barangsiapa dapat membunuh Arya Penangsang tersebut, akan memperoleh hadiah berupa tanah Pati dan Mataram.

Kedua kakak angkat Hadiwijaya, yaitu Ki Ageng Pemanahan dan Ki Panjawi mendaftar sayembara itu.demikian juga putra kandung ki ageng pemanahan yang bernama Sutawijaya ikut pula mendaftar dalam sayembara. Oleh karenanya Hadiwijaya mengerahkan pasukan Pajang dan memberikan Tombak Kyai Plered, untuk membantu Ki Ageng Pemanahan dan putra kandung nya, yaitu Sutawijaya untuk mengalahkan Sultan Demak 5 Arya penangsang .

Kematian
Ketika pasukan Pajang datang menyerang Kotaraja Jipang, saat itu P. Arya Penangsang sedang akan berbuka setelah keberhasilannya berpuasa 40 hari. Surat tantangan atas nama Hadiwijaya membuatnya tidak mampu menahan emosi. Apalagi surat tantangan itu dibawa oleh pekatik-nya (pemelihara kuda) yang sebelumnya sudah dipotong telinganya oleh Pemanahan dan Penjawi. Meskipun sudah disabarkan adik Arya Penangsang ( Arya Mataram), Penangsang tetap berangkat ke medan perang menaiki kuda jantan yang bernama Gagak Rimang.

Kuda Gagak Rimang dengan penuh nafsu mengejar Sutawijaya yang mengendarai kuda betina, melompati bengawan. Perang antara Pasukan Pajang dan Jipang terjadi di dekat Bengawan Sore. dalam perang itu perut Arya Penangsang robek terkena tombak Kyai Plered milik Sutawijaya. Meskipun demikian kesaktian yang dimiliki oleh Arya Penangsang membuatnya tetap bertahan. Ususnya yang terburai dililitkannya pada gagang keris yang terselip di pinggang. Arya Penangsang berhasil meringkus Sutawijaya. Saat mencabut keris Setan Kober untuk membunuh Sutawijaya, usus Arya Penangsang malah terpotong sehingga menyebabkan kematiannya. Dalam pertempuran itu Ki Matahun, patih Jipang tewas pula, sedangkan Arya Mataram berhasil meloloskan diri.

Dampak Budaya
Tapi bagi masyarakat sekitar Cepu entah itu yang berada di Kabupaten Blora maupun Kabupaten Bojonegoro berpendapat lain. Untaian bunga melati pada keris pengantin pria Jawa diibaratkan sebagai lambang kegagahan Arya Penangsang. Meskipun telah terburai isi perutnya, namun Arya Penangsang tetap masih mampu tegap berdiri hingga titik darah penghabisan. Dari perlambang itu, diharapkan sang pengantin laki-laki kelak bisa menjaga kemakmuran, kebahagiaan, keutuhan dan kehormatan rumah tangga meski dalam keadaan kritis seperti apa pun. Seperti halnya Arya Penangsang yang tetap memegang prinsip hingga ajal tiba.

Pencetus  Membunuh Arya Panangsang
Kyai Juru Martani (lahir: ? - wafat: Mataram, 1615) adalah tokoh cerdik yang menjabat sebagai patih pertama dalam sejarah Kesultanan Mataram, bergelar Kyai Adipati Mandaraka.

Silsilah Ki Juru Martani
Ki Juru Martani / Kyai Adipati Mandaraka posisinya begitu sentral dalam "Dinasty Mataram", baik sebagai perintis Mataram, sebagai anggota keluarga besar keturunan Brawijaya, sebagai tokoh agama maupun sebagai Penasehat Panembahan Senopati. Oleh karena itu kiranya perlu ada kajian khusus mengenai keberadaannya. Ada beberapa versi mengenai asal-usul Ki Juru Martani, diantaranya adalah  Ki Juru Martani adalah putra Ki Ageng Saba atau Ki Ageng Madepandan, putra Sunan Kedul, putra Sunan Giri anggota Walisanga pendiri Giri Kedaton. Ibunya adalah putri dari Ki Ageng Sela, yang masih keturunan Brawijaya raja terakhir Majapahit (versi babad). Juru Martani memiliki adik perempuan bernama Nyai Sabinah yang menikah dengan Ki Ageng Pamanahan, putra Ki Ageng Ngenis, putra Ki Ageng Sela.

Dengan demikian, Ki Ageng Pemanahan adalah adik sepupu sekaligus ipar Juru Martani. Juru Martani memiliki beberapa orang anak yang menjadi bangsawan pada zaman Kesultanan Mataram, antara lain Pangeran Mandura dan Pangeran Juru Kiting. Pangeran Mandura berputra Pangeran Mandurareja dan Pangeran Upasanta. Mandurareja pernah mencoba berkhianat pada pemerintahan Sultan Agung tetapi batal. Ia kemudian ikut menyerang Batavia yahun 1628 dan dihukum mati di sana bersama para panglima lainnya karena kekalahannya. Sementara itu Upasanta diangkat menjadi bupati Batang. Putrinya dinikahi Sultan Agung sebagai selir, yang kemudian melahirkan Amangkurat I.

Peran Ki Juru Martani
Nama Juru Martani muncul dalam Babad Tanah Jawi sebagai tokoh yang mendesak Ki Ageng Pemanahan dan Ki Panjawi agar berani mengikuti sayembara menumpas Arya Penangsang. Arya Penangsang adalah bupati Jipang Panolan yang telah membunuh Sunan Prawoto raja Demak tahun 1549. Sayembara diadakan oleh Hadiwijaya bupati Pajang dengan hadiah, tanah Pati dan Mataram. Ki Ageng Pemanahan dan Ki Panjawi semula tidak berani mengikuti sayembara karena takut pada kesaktian Arya Penangsang. Setelah Ki Juru Martani berjanji menjadi pengatur strategi, maka keduanya pun berangkat mendaftar.

Ki Juru Martani sebagai Perintis Kesultanan Mataram
Perkembangan sejarah masuknya Agama Islam di Surakarta, tidak dapat dipisahkan dengan sejarah Ki Ageng Henis. Mulanya Laweyan merupakan perkampungan masyarakat yang beragama Hindu Jawa. Ki Ageng Beluk, sahabat Ki Ageng Henis, adalah tokoh masyarakat Laweyan saat itu. Ia menganut agama Hindu, tetapi karena dakwah yang dilakukan oleh Ki Ageng Henis, Ki Ageng Beluk menjadi masuk Islam. Ki Ageng Beluk kemudian menyerahkan bangunan pura Hindu miliknya kepada Ki Ageng Henis untuk diubah menjadi Masjid Laweyan.

Kerajaan Mataram Islam dirintis oleh tokoh-tokoh keturunan Raden Bondan Kejawan putra Bhre Kertabhumi. Tokoh utama Perintis Kesultanan Mataram adalah Ki Ageng Pamanahan, Ki Juru Martani dan Ki Panjawi mereka bertiga dikenal dengan "Tiga Serangkai Mataram" atau istilah lainnya adalah "Three Musketeers from Mataram". Disamping itu banyak perintis lainnya yang dianggap berjasa besar terhadap terbentuknya Kesultanan Mataram seperti : Bondan Kejawan, Ki Ageng Wonosobo, Ki Ageng Getas Pandawa, Nyai Ageng Ngerang dan Ki Ageng Ngerang, Ki Ageng Made Pandan, Ki Ageng Saba, Ki Ageng Pakringan, Ki Ageng Sela, Ki Ageng Enis dan tokoh lainnya dari keturunanan masing-masing. Mereka berperan sebagai leluhur Raja-raja Mataram yang mewarisi nama besar keluarga keturunan Brawijaya majapahit yang keturunannya menduduki tempat terhormat dimata masyarakat dengan menyandang nama Ki, Ki Gede, Ki Ageng' Nyai Gede, Nyai Ageng yang memiliki arti : tokoh besar keagamaan dan pemerintahan yang dihormati yang memiliki kelebihan, kemampuan dan sifat-sifat kepemimpinan masyarakat.

Ada beberapa fakta yang menguatkan mereka dianggap sebagai perintis Kesultanan Mataram yaitu :
Ø Fakta 1 : Tokoh-tokoh perintis tersebut adalah keturunan ke 1 sampai dengan ke 6 raja Majapahit terakhir Bhre Kertabhumi yang bergelar Brawijaya V, yang sudah dapat dipastikan masih memiliki pengaruh baik dan kuat terhadap Kerajaan yang memerintah maupun terhadap masyarakat luas;
Ø Fakta 2 : Tokoh-tokoh tersebut adalah keturunan Silang/Campuran dari Walisongo beserta leluhurnya yang terhubung langsung kepada Imam Husain bin Ali bin Abu Thalib, yang sudah dapat dipastikan mendapatkan bimbingan ilmu keagamaan (Islam) berikut ilmu pemerintahan ala khilafah / kekhalifahan islam jajirah Arab. Hal ini terbukti dalam aktivitas keseharian mereka juga sering berdakwah dari daerah satu ke daerah lainnya dengan mendirikan banyak Masjid, Surau dan Pesantren;
Ø Fakta 3 : Para perintis tersebut pada dasarnya adalah "Misi" yang dipersiapkan oleh para Seikh dan para Wali (Wali-7 dan Wali-9) termasuk para Al-Maghrobi yang bertujuan "mengislamkan Tanah Jawa" secara sistematis dan berkelanjutan dengan cara menyatu dengan garis keturunan kerajaan.
Ø Fakta 4 : Suksesi Kesultanan Demak ke Kesultanan Pajang kemudian menjadi Kesultanan Mataram pada dasarnya adalah kesinambungan dari "Misi" sesuai Fakta 3, seperti juga yang terjadi dengan Kerajaan Pajajaran, Kerajaan Sumedang Larang, Kerajaan Talaga Majalengka dan Kerajaan Sarosoan Banten, di luar adanya perebutan kekuasaan.

Dengan demikian dari keempat fafta di atas, jelas sudah bahwa terbentuknya Kesultanan Mataram pada khususnya dan Kesultanan Islam di Jawa pada umumnya merupakan strategi yang dipersiapkan oleh para Syeikh dan para Wali untuk mempercepat menyebarnya Islam di Tanah Jawa, sehingga salah satu persyaratan pembentukan Kesultanan Islam baik di Jawa maupun di daerah lainnya harus mendapatkan "Legitimasi/Pengesahan" dari Mekah dan/atau Turki, jalur untuk keperluan tersebut dimiliki oleh para "Ahlul Bait" seperti para Seikh dan para Wali.

Strategi untuk Membunuh Arya Penangsang
Strategi untuk mengalahkan adipati Jipang disusun rapi oleh Juru Martani. Mula-mula Ki Ageng Pemanahan dan Ki Panjawi mendaftar sayembara sambil membawa serta Sutawijaya (putra kandung Ki Ageng Pemanahan). Hadiwijaya merasa tidak tega karena Sutawijaya telah menjadi anak angkatnya. Maka, ia pun memberikan pasukan Pajang untuk mengawal Sutawijaya. Pasukan Ki Ageng Pemanahan dan Ki Panjawi yang terdiri atas gabungan orang Pajang dan Sela berangkat dan menunggu di sebelah barat Sungai Bengawan Sore. Juru Martani melarang mereka menyeberang karena sungai tersebut sudah dimantrai oleh Sunan Kudus, guru Arya Penangsang.
Juru Martani kemudian menangkap tukang kuda musuh yang sedang mencari rumput. Telinga orang itu dipotong dan ditempeli surat tantangan atas nama Hadiwijaya.

Si tukang kuda pulang ke kadipaten Jipang melapor pada majikannya. Arya Penangsang marah melihat pembantunya dilukai, apalagi terdapat surat tantangan agar Arya Penangsang bertarung tanpa kawan melawan Hadiwijaya di tepi Sungai Bengawan Solo. Arya Penangsang tidak kuasa menahan emosi. Ia pun berangkat melayani tantangan musuh. Siasat Juru Martani berhasil. Apabila surat tantangan dibuat atas nama Ki Ageng Pemanahan atau Ki Panjawi, pasti Arya Penangsang tidak sudi berangkat.

Arya Penangsang tiba di tepi timur Bengawan Sore berteriak-teriak menantang Hadiwijaya. Ia tidak berani menyeberang karena ingat pesan Sunan Kudus. Namun Juru Martani sudah menyusun rencana jitu. Sutawijaya disuruh naik kuda betina yang sudah dipotong ekornya.  Akibatnya, kuda jantan milik Arya Penangsang yang bernama Gagak Rimang bisa melihat alat vital si kuda betina. Kuda tersebut menjadi liar dan tidak terkendali sehingga membawa Arya Penangsang menyeberangi sungai mengejar kuda milik Sutawijaya.  Ketika Arya Penangsang baru saja mencapai tepi barat, Sutawijaya segera menusuk perutnya menggunakan tombak Kyai Plered. Perut Arya Penangsang robek dan ususnya terburai. Namun ia masih bertahan. Ususnya itu disampirkan pada pangkal keris pusakanya.

Arya Penangsang yang sudah terluka parah masih bisa meringkus Sutawijaya. Sutawijaya dicekik sampai tidak berdaya. Juru Martani meneriaki Arya Penangsang agar bertarung secara adil. Karena Sutawijaya bersenjata tombak pusaka Kyai Plered, maka ia juga harus memakai pusaka jika ingin membunuh Sutawijaya. Maka, Arya Penangsang pun mencabut keris pusaka Kyai Setan Kober yang terselip di pinggangnya. Akibatnya, usus yang tersampir di pangkal keris tersebut ikut terpotong, sehingga Arya Penangsang pun menemui kematiannya.  Pasukan Jipang dipimpin Patih Matahun datang menyusul majikan mereka. Melihat Arya Penangsang tewas, mereka pun menyerbu untuk bela pati. Kesemuanya itu dapat ditumpas oleh Ki Ageng Pemanahan dan Ki Panjawi. Sayembara telah usai. Ki Juru Martani menyusun laporan palsu bahwa, Arya Penangsang mati dikeroyok Ki Ageng Pemanahan dan Ki Panjawi. Apabila Hadiwijaya di Pajang mengetahui kalau pembunuh sebenarnya adalah Sutawijaya, tentu ia akan lupa memberi hadiah tanah Mataram dan Pati, mengingat Sutawijaya adalah anak angkat Hadiwijaya.

Ki Juru Martani Sebagai Penasihat Sutawijaya
Setelah mengalahkan Arya Penangsang tahun 1549, Ki Ageng Pemanahan baru mendapatkan tanah Mataram sejak tahun 1556. Ki Juru Martani ikut bergabung di desa itu. Ki Ageng Pemanahan meninggal tahun 1575, digantikan Sutawijaya, yang berambisi menjadikan Mataram sebagai kerajaan merdeka.  Ki Juru Martani menjadi penasihat Sutawijaya. Ia juga mendukung perjuangan Sutawijaya selama masih berada pada jalan yang benar. Juru Martani pun berangkat bertapa ke puncak Gunung Merapi meminta bantuan penguasa di sana. Hasilnya, ketika terjadi perang melawan Pajang tahun 1582, Gunung Merapi tiba-tiba meletus dan memuntahkan laharnya menyapu pasukan Sultan Hadiwijaya.

Kesaktian Ki Juru Martani
Juru Martani tidak hanya dikisahkan cerdik, tetapi juga memiliki kesaktian tinggi, meskipun tidak pernah diceritakan bertarung melawan musuh. Babad Tanah Jawi mengisahkan, Sutawijaya memiliki putra sulung bernama Raden Rangga yang suka memamerkan kesaktiannya. Suatu hari Raden Rangga disuruh pergi ke rumah Juru Martani untuk berguru. Pemuda itu pun berangkat dengan setengah hati karena merasa lebih kuat daripada Juru Martani.

Sesampainya di tujuan, Juru Martani sedang salat. Raden Rangga menunggu di teras mushala sambil iseng melubangi batu lantai menggunakan jari. Juru Martani muncul dari dalam dan mengatakan kalau batu mushala tersebut keras jadi jangan buat mainan. Seketika itu juga, Raden Rangga tidak mampu lagi melubangi batu mushala dengan jarinya. Sejak itu, Raden Rangga berguru pada Juru Martani dengan sepenuh hati karena ia yakin kalau orang tua yang dianggapnya lemah dan tidak pernah bertarung itu ternyata menyimpan kesaktian yang luar biasa.

Akhir Hayat Ki Juru Martani
Ki Juru Martani menjabat sebagai patih Kesultanan Mataram sejak pemerintahan Sutawijaya tahun 1586-1601. Dilanjutkan pemerintahan Mas Jolang putra Sutawijaya yang memerintah tahun 1601-1613. Lalu digantikan oleh Adipati Martapura putra Mas Jolang yang menjadi raja satu hari, dan dilanjutkan Sultan Agung putra Mas Jolang lainnya yang naik takhta sejak tahun 1613.

Kyai Juru Martani alias Adipati Mandaraka meninggal dunia pada tahun 1615. Kedudukannya sebagai patih Mataram kemudian digantikan oleh Tumenggung Singaranu. Dengan demikian, Juru Martani mengabdi di Mataram dalam waktu yang sangat lama, yaitu ikut membuka Alas Mentaok menjadi desa Mataram, sampai awal pemerintahan Sultan Agung, cicit Ki Ageng Pemanahan.

Sultan Agung memerintah sampai tahun 1645 kemudian digantikan oleh putranya, bergelar Amangkurat I yang lahir dari permaisuri keturunan Ki Juru Martani.


Sumber : Google Wikipedia


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

KABUPATEN ASAHAN PROVINSI SUMATERA UTARA

    KABUPATEN ASAHAN PROVINSI SUMATERA UTARA Orientasi Asahan ( Jawi : اسهن ) adalah sebuah kabupaten yang terletak di provinsi S...