KISAH
FIR’AUN
Orientasi
Kisah Sejarah Fir’aun yang Tenggelam di Laut
Merah
Terdapat sebuah lautan yang memisahkan antara benua
Asia dan benua Afrika, laut yang menyimpan sebuah kisah tentang kebesaran Allah
SWT. laut yang menyimpan bukti kesombongan dan kekejaman Fir’aun beserta bala
tentaranya, laut yang menjadi saksi Nabi Musa as menyelamatkan bani Israil dari
kejaran Fir’aun, laut tersebut dikenal dengan sebutan Laut Merah.
Biasanya Jamaah Haji Indonesia yang apabila datang ke
tanah Suci akan menyaksikan Laut tersebut. Begitu juga jika anda berumroh
bersama Rabbani Tour, anda akan dibawa untuk menyaksikan Laut Merah dan masjid
terapung yang juga berada disana. Menikmati perjalanan city tour bersama
Rabbani, menyaksikan bukti-bukti sejarah.
Dalam posisi geografis, Laut Merah merupakan perairan
teluk yang menyambung langsung dengan laut Arab di sebelah selatan. Ada
beberapa negara yang posisinya di sepanjang Laut Merah ini, diantaranya Arab
Saudi, Mesir, Sudan, Eritrea dan Etiopia atau biasa juga disebut dengan negara
Maghribi. Jika menuju ke utara, maka akan ditemukan kanal yang bernama Suez
yang akan menyambungkan Laut Merah dengan Laut Mediterania. Laut yang menjadi
pemisah benua Asia dan Afrika ini memiliki lebar dari lokasi terjauh sekitar
300 km, adapun panjang satu pesisir Laut Merah mencapai 1.900 km. untuk
kedalaman Laut Merah tersebut dihitung dari yang terdalam mencapai 2.500 meter.
Kisah Sejarah Fir’aun yang Tenggelam di Laut Merah
Laut Merah tersebut pernah menyimpan sejarah Nabi Musa
as yang melintas membawa kaum Bani Israil untuk menyelamatkan dari kejaran
Fir’aun yang dzolim. Kisah Nabi Musa as membelah Laut Merah tersebut
diperkirakan telah terjadi sekitar 3.500 tahun yang lalu. Telah disebutkan
dalam al-Qur’an di surat al-Baqarah ayat 50, yang artinya: “dan (ingatlah),
ketika kami belah laut untukmu, kemudian Kami selamatkan kamu dan Kami
tenggelamkan (Fir’aun) & pengikut-pengikutnya sedang kamu sendiri
menyaksikan.” Sejarah ditenggelamkannya Fir’aun di dasar lautan terbukti dengan
ditemukannya sebuah bangkai kereta kuda juga tulang-belulang manusia yang
berada di dasar Laut Merah, diduga itu semua merupakan milik pasukan dan
pengawalnya Fir’aun.
Penelitian ilmiah menyimpulkan bahwasannya Nabi Musa
as telah menyembrangi Laut Merah di wilayah Nuwaiba, semenanjung Sinai Mesir.
Rute yang disebrangi tersebut memiliki kedalaman sekitar 800 meter ke ara Mesir
& 900 meter ke arah Arab. Adapun jarak Nuwaiba di sisi timur laut Merah
sampai semenanjung Arab di tepi barat itu sekitar 1.800 meter. Untuk lebar
lintasan saat Nabi Musa membelah Laut Merah diperkirakan 900 meter. Dengan data
tersebut bisa dibayangkan berapa besar daya energi yg dibutuhkan untuk
menyibakkan air laut sehingga dapat membuat lintasan dengan lebar 900 meter dan
jarak 1.800 meter. Laut tersibak dengan begitu lama karena Bani Israil yang
ikut menyertai Nabi Musa as menyebrangi Laut Merah tersebut sampai 600.000
orang. Sungguh ini merupakan kekuasaan Allah SWT yang diberikan kepada Nabinya
Musa as.
Dalam
hitungan fisika, jika Laut Merah yang tersibakkan itu berlangsung selama 4 jam
saja, maka akan membutuhkan tekanan (gaya per satuan luas) sebesar 2,8 juta
newton/meter persegi. Jika dikaitkan dgn kecepatan angina, maka akan melebihi
kecepatan angin pada saat terjadinya badai angin yg begitu kencang. Hitungan
ini dilakukan oleh seorang pakar yang berasal dari Rusia, yang bernama
Volzinger, maka akan diperlukan hembusan angina dengan kecepatan konstan 30
meter per detiknya, atau 108 km per jam sepanjang malam untuk bisa menyibakkan
air Laut dengan kedalaman 800 meter.
Berkaitan
dengan fenomena yang terjadi pada masa itu, yang kemudian peneliti dari Amerika
Serikat juga mengakui bahwa terbelahnya Laut Merah ketika itu kemungkinan
terjadi. Dengan disimulasikan melalui teknologi computer untuk mempelajari
bagaimana angina bisa mempengaruhi air, maka terlihat hasilnya bahwa angina
tersebut mampu mendorong air sehingga dapat menyibakkan daratan yang ada di
dasar laut.
Universitas
Colorado AS dan Pusat Riset Atmosfir Nasional (NCAR) telah menyebutkan
bagaimana terbelahnya air (laut) dapat dipahami dengan teori mekanika fluida.
Dorongan angina dapat menggerakan air dengan cara yang memang sesuai dengan
hukum-hukum di dunia Fisika, yakni dapat menciptakan lorong atau sebuah jalan
yang aman dilalui dengan air yang berada di kedua sisinya, dan setelah itu
memungkinkan air untuk tiba-tiba menutup kembali jalan tersebut. Para peneliti
tersebut kemudian mempelajari bagaimana sifat badai topan yang terjadi di
samudera Pasifik yang dapat menggerakan juga mempengaruhi air samudera yang
begitu dalam. Mereka menunjukan satu situs di wilayah Laut Mediterania sebagai
tempat penyebrangan dengan model tanah yg mungkin bisa terjadinya air laut
terbelah. Model tersebut memerlukan formasi berbentuk huruf U dari sungai Nil
& Laguna yang dangkal di sepanjang garis pantai. Angin yang mempunyai
kecepatan 63 mil/jam yang berhembus selama kurang lebih 12 jam mampu mendorong
air hingga kedalaman 6 kaki atau sekitar 2 meter. ini menjadikan sebuah
jembatan tanah yang memanjang 3 sampai 4 km (2-2,5 mil) dengan luas 5 km (3
mil) hingga jalan tersebut terbuka selama 4 jam.
Berdasarkan
riset yang dilakukan peneliti-peneliti barat, maka bisa disimpulkan bahwa
memang laut bisa terbelah yang kemudian memperlihatkan dasar lautnya. Namun
untuk kebenaran laut itu terbelah dikarenakan dorongan angin yang kuat itu
hanya kemungkinan yang kecil, yang pada intinya kita sebagai umat Muslim hanya
meyakini dengan kekuasaan Allah SWT semuanya bisa terjadi, wallahu Alam. Ada
pelajaran yang dapat kita petik dari kisah tersebut. Sebagaimana Allah SWT
telah firmankan dalam surat Yunus: 90-92:
Ketika
Allah menyelamatkan jasad Fir’aun agar menjadi pelajaran yang bisa diambil
untuk umat setelahnya. Allah juga menunjukkan bagaimana akhir yang pedih dari
sebuah kehidupan seseorang yang senantiasa bermaksiat serta kufur kepadaNya.
Ketika Allah berikan kekuasan terhadap seseorang namun ternyata dengan
kekuasaan tersebut ia menjadi dzolim terhadap kaumnya dan menjadikan dirinya
sombong juga lupa diri. Bahkan kesombongannya melampui batas, hingga Fir’aun
menganggap dirinya sebagai Tuhan. Fir’aun memaksa manusia untuk menyembah
dirinya, melakukan pembunuhan dan kerusakan-kerusakan di muka bumi. Padahal
begitu banyak mukjizat yang Nabi Musa tunjukan kepada Fir’aun untuk menyadarkan
dirinya, akantetapi kesombongan dan kelalaiannya tidak sedikitpun menyadarkan
dirinya.
Demikian
paparan singkat mengenai Kisah Sejarah Fir’aun yang Tenggelam di Laut Merah
semoga ada guna dan manfaat yang dapat dipetik dari kisah tersebut. Segera
daftarkan diri dan keluarga anda di Paket Umroh 2017 dan dapatkan promo-promo yang
menarik dari Rabbani Tour.
Kisah Nabi Musa dan
Raja Firaun
Nabi Musa dilahirkan di Mesir. Kala itu negeri
tersebut diperintah oleh raja yang sangat angkuh, sombong, kejam dan mengaku
bahwa dirinya adalah Tuhan. Semua rakyat takut dan tunduk kepada raja tersebut.
Tidak ada yang berani membangkang perintahnya. Ia tak segan menyakiti bahkan
membunuh orang yang menentangnya. Ya, dia adalah raja Fir’aun.
Saat negeri Mesir dipegang oleh Nabi Yusuf dan Nabi
Ayyub, kehidupan amatlah sejahtera. Namun, semenjak kedatangan Bani Israil dan
negeri tersebut beralih kuasa kepada Fir’aun, banyak dari penduduk Mesir
merindukan zaman Nabi Yusuf. Tetapi mereka yakin bahwa suatu saat kelak akan
datang orang seperti Nabi Yusuf.
Sosok yang Ditunggu
Orang-orang hebat kala itu, termasuk peramal
membicarakan tentang sosok lelaki yang akan meruntuhkan kekuasaan Fir’aun.
Merasa khawatir dan takut akan kekuasaannya, maka Firaun memerintahkan kepada
semua pengawalnya agar membunuh setiap bayi laki-laki yang lahir. Saat seperti
itulah, Nabi Musa dilahirkan.
Seorang ibu, Yokabid, takut dan khawatir akan bayi
laki-laki yang dilahirkannya. Ia tak mau bayinya dibunuh. Ia adalah seorang
yang beriman kepada Allah dan percaya bahwa Allah akan menolong bayinya. Hingga
suatu hari ia menerima perintah Allah untuk membuat Tabut (kotak) kecil.
Yokabid harus meletakkan bayinya di tabut tersebut dan menghanyutkannya ke
sungai Nil. Meski takut dan khawatir, tapi ia yakin akan pertolongan Allah dan
pasti bayinya akan diselamatkan-Nya.
Saat cemas dan khawatir terus melanda, Yokabid selalu
berdoa untuk keselamatan bayinya. Allah menepati janji-Nya. Bayi itu selamat
dan ditemukan oleh Asiah, istri Fir’aun. Saat itu, ia sedang duduk di pinggiran
sungai Nil dan melihat sebuah tabut dan mendengar bayi menangis. Segera ia
memerintahkan pengawalnya untuk mengambilnya dan membawa pulang ke istana.
Bertemu Sang Anak
Fir’aun mengetahui istrinya menemukan bayi laki-laki.
Ia ingin membunuhnya. Namun istrinya begitu sayang dan cinta terhadap bayi yang
ia temukan. Ia memeluk erat bayi tersebut untuk melindunginya. Fir’aun luluh
dan berpikir untuk menyenangkan istrinya. Ia tak jadi membunuh bayi
tersebut. Asiah merawat dan menjaga bayi tersebut. Ia kebingungan saat
bayi itu terus menangis. Ia mengumpulkan ibu-ibu yang memiliki anak guna
menyusui bayinya juga. Yokabid yang terus menunggu dan berharap keselamatn
bayinya menguus anaknya perempuan untuk mencari adiknya. Saat ia mendengar dan
melihat kejadian di pelataran istana Fir’aun, segera ia menghampirinya.
Anak perempuan Yokabid tahu itu adalah Musa adiknya.
Ia berpura-pura tidak tahu dan menawarkan orang yang tepat untuk menyusui dan
merawat bayi itu. Asiah menyuruhnya cepat membawakan orang yang ia janjikan. Ia
segera pulang dan menjemput ibunya. Yokabid pun berpura-pura tak mengenali bayi
itu. Ketika dipangkuannya dan disusui, bayi tersebut tenang. Maka Asiah pun
meminta Yokabid untuk merawat dan menyusui bayinya. Yokabid mengasuh dan
merawat bayi itu di rumahnya bersama Harun yang merupakan saudara bayi itu.
Sosok Itu Adalah Musa
Saat telah selesai dalam masa anak-anak, bayi itu
tumbuh sebagai sosok pemuda bertubuh kekar nan kuat. Lalu ia kembali ke istana
Fir’aun. Selain kuat, ia juga adalah sosok pemuda pemberani dan baik hati. Ia
tak suka melihat penindasan. Ia juga tak suka dengan pakaian mewah ala
kerajaan. Bahkan ia menentang kekejaman dan penindasan yang diperintah oleh Fir’aun.
Bayi itulah sosok yang akan meruntuhkan kekuasaan Firaun. Ia adalah Nabi Musa,
utusan Allah untuk mengakhiri kekejaman Fir’aun.
Fir’aun bersekongkol dengan pembesar-pemsesar negeri.
Ia memusuhi dan sangat membenci Musa. Mereka hendak menghancurkan Musa.
Mendengar desas-desus tersebut, Musa memtuskan untuk lari. Ia kabur ke sebuah
negeri tempat Nabi Syu’aib tinggal, Madyan.
Kembali ke Mesir
Setelah Musa melunasi janjian dan kesepakatan dengan
Nabi Syu’aib, ia memutuskan untuk pulang. Ia pulang ke negerinya bersama
istrinya, anak Nbai Syu’aib. Di perjalanan, ia bertemu Allah dan diberikan
beberapa mukjizat untuk menghadapi Fir’aun. Tongkat yang bisa berubah menjadi
ular raksasa dan juga telapak tangan bercahaya.
Saat telah sampai di negeri Mesir, ia menghadap Fir’aun.
Musa tak sendiri, ia ditemani saudaranya Harun yang lebih pandai berbicara.
Perdebatan terjadi dan Musa menunjukkan kekuasaan Allah melalui mukjizat yang
diberikan kepadanya. Fir’aun ketakutan dan mulai goyah. Ia menantang Musa untuk
bertanding dengan ahli sihir di negeri itu.
Hari yang telah ditentukan tiba. Para penyihir datang
sangat banyak untuk mengalahkan Musa. Namun, ternyata mereka kalah dan
menyatakan beriman terhadap ajaran Musa. Melihat hal tersebut, geramlah Fir’aun.
Ia mengajak rakyatnya yang tunduk padanya untuk menghancurkan dan mencegah
orang-orang Musa.
Membelah Lautan
Kejar-kejaran antara Musa dan Fir’aun terjadi. Seluruh
pengikut Musa lari ketakutan dan mengikuti Musa. Mereka menjerit, berdoa dan
berharap Allah menyelamatkan mereka. Pasukan Fir’aun berarak-arakan menyerbu
Musa beserta pengikutnya. Sampai di pinggiran lautan, kebengisan nampak di raut
Fir’aun dan pasukannya. Saat-saat genting seperti itu, Jibril datang dan
berkata agar Musa memukulkan tongkatnya ke laut. Hal menakjubkan terjadi saat
Musa memukulkan tongkatnya di laut. Laut terbelah dan menjadikan jalan untuk
Musa beserta pengikutnya lari dari kejaran Fir’aun.
Fir’aun dan pasukannya telah tiba di pinggir lautan.
Mereka juga melihat pemandangan yang amat menakjubkan. Meski begitu, mereka
tetap tak percaya akan Allah dan mengejar Musa serta pengikutnya yang telah
lari melewati lautan. Ketika Musa dan pengikutnya sampai di tepi lautan
sisi lain, mereka melihat Fir’aun dan bala tentara mengejar melewati jalan yang
mereka lewati. Tapi, Allah berkehendak lain terhadap Fir’aun dan bala tentara
kafirnya. Laut yang terbelah, mulai menutup. Ombak dari sisi kanan dan kiri
menghantam Fir’aun dan pasukannya.
Mereka tenggelam tertelan ombak. Mengapung dan meminum
ar lautan sangat banyak. Allah membinasakan mereka yang kafir dan menyelamatkan
yang beriman. Fir’aun tewas beserta bala tentara. Orang-orang beriman sampai ke
pantai yang tenang. Mayat Fir’aun dijadikan Mumi oleh orang-orang Mesir. Mereka
membawanya ke lembah raja-raja dan menguburkan dalam sebuah kuburan batu.
Menguak
Sosok Firaun yang Ditenggelamkan
Kisah
Fir’aun dan kekejamannya terhadap Bani Israil meninggalkan hikmah yang besar
bagi umat Islam. Akibat kesombongan Fir’aun yang mengaku sebagai tuhan, dia pun
dilaknat Allah SWT. Ia tewas di Laut Merah bersama tentaranya saat mengejar
Nabi Musa AS. Dan, jenazahnya kemudian diselamatkan oleh Allah SWT. Jasadnya
diawetkan dan dapat ditemui hingga kini (QS Yunus: 92).
Dalam
riwayat, ketika Fir’aun ditenggelamkan di Laut Merah dan akhirnya tewas, jasadnya
diselamatkan oleh Allah. Menurut beberapa keterangan, setelah tenggelam,
mayatnya terdampar di pantai dan ditemukan oleh orang-orang Mesir untuk
diawetkan (dibalsem) hingga utuh seperti sekarang dan dapat dilihat di museum
Mesir. Siapakah Raja Fir’aun yang mengaku dirinya sebagai tuhan tersebut?
Seperti diketahui, Fir’aun adalah gelar bagi raja-raja Mesir purbakala. Menurut
sejarah, Fir’aun di masa Nabi Musa adalah Minephtah (1232-1224 SM), putra dari
Ramses II.
Seperti
yang banyak diceritakan, raja yang memusuhi Nabi Musa AS itu adalah Ramses II,
bukan Minephtah. Namun, setelah diselidiki, Ramses II justru merupakan seorang
raja yang baik. Ia memerintahkan rakyatnya untuk selalu berbuat adil. Ia
memerintah selama 68 tahun pada 1304-1237 SM. Sedangkan, anaknya, Minephtah,
dikenal sebagai raja yang sangat kejam. Dialah yang menentang Nabi Musa dan
mengaku sebagai tuhan.
Setelah
sekian ribu tahun terkubur, akhirnya mumi Fir’aun Minephtah ditemukan pada
tahun 1898 M oleh Loret di Thebes di Lembah Raja-raja (Wadi al Muluk). Dr
Maurice Bucaille, seorang peneliti, bersama anngota tim berhasil mengungkapkan
penyebab kematian Firaun Minepthah dan pengawetannya. Menurut Bukay, dalam
sebuah penelitian medis yang dilakukan dengan mengambil sampel organ tertentu
dari jasad mumi yang ditemukan, pada tahun 1975, melalui bantuan Prof Michfl
Durigon dan pemeriksaan yang detail dengan menggunakan mikroskop, bagian
terkecil dalam organ itu masih dalam kondisi terpelihara secara sempurna. Ini
menunjukkan bahwa keterpeliharaan secara sempurna itu tidak mungkin terjadi
andaikata jasad tersebut sempat tinggal beberapa lama dalam air atau berada
lama di luar air sebelum terjadi proses pengawetan pertama.
Dr
Bucaille menyebutkan, dirinya bersama tim telah melakukan banyak penelitian, di
antaranya untuk mengetahui dugaan sebab kematian Fir’aun. Penelitian yang
dilakukannya berjalan legal karena dibantu Direktur Laboratorium Satelit di
Paris, Ceccaldi, dan Prof Durigan. Objek penelitian dititikberatkan pada salah
satu orang di tengkorak kepala. Mengenai hasilnya, Dr Bukay mengungkapkan,
''Dari situ, diketahui bahwa semua penelitian itu sesuai dengan kisah-kisah
yang terdapat dalam kitab-kitab suci yang menyiratkan bahwa Fir’aun tewas
ketika digulung gelombang.'' Bucaille menambahkan, betapa Alquran sangat detail
dalam menjelaskan sesuatu, termasuk cerita dan proses pengawetan Fir’aun. Hal
ini tidak disebutkan dalam kitab lainnya.
Bucaille
mengatakan, ''Di zaman di mana Alquran sampai kepada manusia melalui Muhammad
SAW, jasad-jasad para Firaun yang diragukan orang di zaman kontemporer ini,
apakah benar atau tidak, ada kaitannya dengan saat keluarnya Musa yang sudah
lama terpendam di pekuburan Lembah Raja di Thoba di pinggir lain dari sungai
Nil di depan Kota al-Aqshar saat ini. Pada masa Nabi Muhammad SAW, segala
sesuatu mengenai hal ini masih kabur. Jasad-jasad tersebut belum terungkap,
kecuali pada pengujung abad ke-19.'' Sementara itu, dalam kitab Taurat,
dijelaskan bahwa jasad Fir’aun ditelan laut dan tidak memberikan perincian
mengenai apa yang terjadi terhadapnya setelah itu.
Karena
kisah dan kesesuaian bukti yang diungkapkan ini pula, akhirnya Dr Bucaille
memilih dan memeluk agama Islam. Maurice Bucaille adalah seorang dokter ahli
bedah terkemuka di dunia yang berasal dari Prancis. Pada suatu malam, hasil
penelitiannya menyebutkan terdapat bekas garam yang menempel pada mayat mumi
sehingga dapat ia jadikan sebuah bukti yang nyata bahwa Fir’aun mati karena
tenggelam dan mayatnya dapat di selamatkan, kemudian diawetkan pada saat
kejadian.
Dari
hasil penelitiannya, timbul beberapa pertanyaan mengenai bagaimana mayat Fir’aun
dapat diselamatkan dan anggota tubuhnya masih tetap utuh, sedangkan kondisi
mayat-mayat yang lainnya setelah diawetkan tidak seperti dirinya? Setelah
melalui penelitian dan perbincangan, ia mencari penjelasan dalam Alquran dan
menemukan jawabannya.
Proses pengawetan
Menurut
sejarahnya, tradisi mengawetkan orang yang sudah meninggal itu sudah dilakukan
bangsa Mesir kuno sejak 3000 tahun sebelum masehi (SM). Lalu, mengapa orang yang
sudah meninggal tubuhnya mesti diawetkan? Kabarnya, menurut legenda, bangsa
Mesir kuno percaya bahwa jiwa atau roh orang yang sudah meninggal suatu hari
akan kembali lagi ke dunia. Karena itu, tubuh mereka diawetkan agar jiwa yang
akan kembali itu dapat menempati tubuhnya yang telah ditinggalkan dulu. Percaya
atau tidak, tapi itulah yang dipercayai bangsa Mesir kuno. Lalu, bagaimana
caranya mengawetkan tubuh orang yang sudah meninggal alias membuat mumi ini? Teknologi
yang digunakan pada masa Fir’aun sangat mengagumkan. Mayat yang diawetkan bisa
bertahan sampai ratusan, bahkan ribuan tahun. Salah satu mumi Firaun yang
terkenal dan bertahan sampai sekarang adalah Tuthankhamen (King Tut) yang
ditemukan oleh Howard Carter pada tahun 1922 di dekat makam Ramses VI di Mesir.
Kisah Fir'aun dan
Pesona Kecantikan Sarah
Siapa
tak kenal istri nabiyullah Ibrahim, Sarah? Beliau seorang wanita mulia yang
sangat mempesona dengan kecantikan parasnya sekaligus wanita yang sangat mulia
dengan kepribadian budinya. Suatu hari Sarah mendapat ujian keimanannya kepada
Allah dan kesetiaannya pada nabiyullah. Karena dakwah Ibrahim tak diterima di
negeri Babilonia, maka ia bersama istrinya Sarah pindah menuju Syam. Namun
kemudian Syam dilanda paceklik. Keduanya pun pindah menuju Mesir. Di sanalah
ujian Sarah dimulai.
Suatu
hari, seorang pejabat istana melihat kedatangan Ibrahim dan Sarah. Sontak
pejabat itu menyukai paras cantik Sarah. Ia pun segera menuju istana dan
mengabarkannya pada Fir’aun, “Telah datang di negeri Baginda ini seorang pria
asing. Ia datang bersama dengan wanita yang sangat menarik. Kecantikannya tak
ada yang menandingi. Wanita seperti itu layak menjadi pendamping baginda,”
kabarnya. Maka sang raja pun segera memanggil Ibrahim untuk datang ke istana.
Raja yang berkuasa saat itu adalah Fir’aun I yang terkenal sangat dzalim. Sang
raja sangat menginginkan Sarah. Jikalau ia tahu Sarah telah bersuami, maka
suaminya pasti akan dibunuh agar sang raja mendapatkan wanita cantik itu.
Maka
ketika sang raja bertanya kepada Ibrahim, “Siapa wanita itu?” maka Nabi Ibrahim
menjawab, “Dia adalah saudariku,” kata nabi. Maka Nabi Ibrahim pun dilepaskan
sang raja dan meminta Sarah agar tinggal di istana. Sepulang dari istana, beliau berkata kepada
istrinya, “Wahai Sarah, tak ada yang beriman di muka bumi ini kecuali aku dan
kamu. Raja itu bertanya tentangmu dan aku mengatakanbahwa kau adalah saudariku.
Kalau ia tahu kau adalah istriku maka ia akan mengalahkanku untuk
mendapatkanmu. Dan memang kau adalah saudara perempuanku dalam Islam,” ujar
Ibrahim. Sarah pun segera dibawa ke istana. Hati Sarah berkecamuk. Pakaiannya
sangat indah dengan pelayan yang menyediakan kebutuhannya, namun perasaan Sarah
sedih bukan kepalang. Ia enggan berpisah denan suaminya dan takut tersentuh
Fir’aun yang jahat. Maka Allah lah satu-satunya tempat mengadu dan meminta
pertolongan.
Sarah
beribadah, sujud dan mengadu kesedihannya. Ia memohon kepada Allah agar
melindunginya. “Ya Allah, jikalah Engkau mengetahui bahwa aku beriman kepadaMu
dan RasulMu, mengetahui bahwa aku menjaga kehormatanku untuk suamiku, maka
janganlah kau jadikan raja kafir itu berkuasa atasku,” pinta Sarah tersedu. Allah
pun mendengar doa Sarah dan mengabulkannya. Acapkali sang raja ingin menyentuh
Sarah, tangannya segera lumpuh. Fir’aun tak mampu bergerak. Maka ia pun berkata
pada Sarah, “Aku berjanji tak akan mengganggumu, maka mintalah kepada Tuhanmu
agar melepaskan pnyakit ini,” ujarnya.
Lalu
Sarah pun kembali berdoa dan sang raja segera sembuh. Namun ia mengingkari
janjinya. Ia kembali mendekati Sarah setelah tangannya dapat kembali bergerak.
Namun saat hendak memegang Sarah, Fir’aun kembali lumpuh. Ia pun kembali
berjanji, “Aku berjanji tak akan mengganggumu, maka mintalah kepada Tuhanmu
agar melepaskan pnyakit ini,” ujar sang raja. Namun saat sembuh, ia kembali
mendekati Sarah. Terus demikian peristiwa itu terjadi. Hingga sang raja pun
menyerah. Fir’aun justru akhirnya ketakutan dengan kemampuan benteng diri
Sarah. Ia pun menudingnya sebagai makhluk halus yang mampu melakukan tipu daya.
Kelumpuhannya dimaknainya sebagai buatan syaitan.
Fir’aun
segera memanggil pengawalnya dan berkata, “Kau tidaklah membawa seorang wanita
melainkan membawa setan,” serunya. Maka si pengawal pun diperintah membawa
kembali Sarah ke rumahnya. Sebelum pulang, raja memberikan seorang budak kepada
Sarah sebagai hadiah. Budak itu pun seorang wanita yang cantik, bernama Hajar.
Ia lah yang nantinya menjadi istri kedua Ibrahim sekaligus ibunda nabi Ismail.
Adapun Sarah merupakan ibunda Nabi Ishaq. Saat tiba di rumah, Ibrahim pun bertanya
kepada Sarah, “Apa yang terjadi?” Lalu Sarah menjawab, “Allah telah menolak
tipu daya raja kafir itu dan ia memberiku seorang pelayan wanita,” jawab Sarah.
Demikian
kisah Sarah yang mendapat perlindungan Allah. Kisah tersebut dikabarkan oleh
Abu Hurairah. Rujuklah Ibnu Katsir dalam kitabnya Qashshashul Anbiya,
atau kitab Fathul Bari karya Ibnu Hajar Al Asqalaniy.
Sumber
: Google Wikipedia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar