Kamis, 13 September 2018

KISAH FIR’AUN


KISAH FIR’AUN


Orientasi
Kisah Sejarah Fir’aun yang Tenggelam di Laut Merah
Terdapat sebuah lautan yang memisahkan antara benua Asia dan benua Afrika, laut yang menyimpan sebuah kisah tentang kebesaran Allah SWT. laut yang menyimpan bukti kesombongan dan kekejaman Fir’aun beserta bala tentaranya, laut yang menjadi saksi Nabi Musa as menyelamatkan bani Israil dari kejaran Fir’aun, laut tersebut dikenal dengan sebutan Laut Merah.

Biasanya Jamaah Haji Indonesia yang apabila datang ke tanah Suci akan menyaksikan Laut tersebut. Begitu juga jika anda berumroh bersama Rabbani Tour, anda akan dibawa untuk menyaksikan Laut Merah dan masjid terapung yang juga berada disana. Menikmati perjalanan city tour bersama Rabbani, menyaksikan bukti-bukti sejarah.

Dalam posisi geografis, Laut Merah merupakan perairan teluk yang menyambung langsung dengan laut Arab di sebelah selatan. Ada beberapa negara yang posisinya di sepanjang Laut Merah ini, diantaranya Arab Saudi, Mesir, Sudan, Eritrea dan Etiopia atau biasa juga disebut dengan negara Maghribi. Jika menuju ke utara, maka akan ditemukan kanal yang bernama Suez yang akan menyambungkan Laut Merah dengan Laut Mediterania. Laut yang menjadi pemisah benua Asia dan Afrika ini memiliki lebar dari lokasi terjauh sekitar 300 km, adapun panjang satu pesisir Laut Merah mencapai 1.900 km. untuk kedalaman Laut Merah tersebut dihitung dari yang terdalam mencapai 2.500 meter.

Kisah Sejarah Fir’aun yang Tenggelam di Laut Merah
Laut Merah tersebut pernah menyimpan sejarah Nabi Musa as yang melintas membawa kaum Bani Israil untuk menyelamatkan dari kejaran Fir’aun yang dzolim. Kisah Nabi Musa as membelah Laut Merah tersebut diperkirakan telah terjadi sekitar 3.500 tahun yang lalu. Telah disebutkan dalam al-Qur’an di surat al-Baqarah ayat 50, yang artinya: “dan (ingatlah), ketika kami belah laut untukmu, kemudian Kami selamatkan kamu dan Kami tenggelamkan (Fir’aun) & pengikut-pengikutnya sedang kamu sendiri menyaksikan.” Sejarah ditenggelamkannya Fir’aun di dasar lautan terbukti dengan ditemukannya sebuah bangkai kereta kuda juga tulang-belulang manusia yang berada di dasar Laut Merah, diduga itu semua merupakan milik pasukan dan pengawalnya Fir’aun.

Penelitian ilmiah menyimpulkan bahwasannya Nabi Musa as telah menyembrangi Laut Merah di wilayah Nuwaiba, semenanjung Sinai Mesir. Rute yang disebrangi tersebut memiliki kedalaman sekitar 800 meter ke ara Mesir & 900 meter ke arah Arab. Adapun jarak Nuwaiba di sisi timur laut Merah sampai semenanjung Arab di tepi barat itu sekitar 1.800 meter. Untuk lebar lintasan saat Nabi Musa membelah Laut Merah diperkirakan 900 meter. Dengan data tersebut bisa dibayangkan berapa besar daya energi yg dibutuhkan untuk menyibakkan air laut sehingga dapat membuat lintasan dengan lebar 900 meter dan jarak 1.800 meter. Laut tersibak dengan begitu lama karena Bani Israil yang ikut menyertai Nabi Musa as menyebrangi Laut Merah tersebut sampai 600.000 orang. Sungguh ini merupakan kekuasaan Allah SWT yang diberikan kepada Nabinya Musa as.

Dalam hitungan fisika, jika Laut Merah yang tersibakkan itu berlangsung selama 4 jam saja, maka akan membutuhkan tekanan (gaya per satuan luas) sebesar 2,8 juta newton/meter persegi. Jika dikaitkan dgn kecepatan angina, maka akan melebihi kecepatan angin pada saat terjadinya badai angin yg begitu kencang. Hitungan ini dilakukan oleh seorang pakar yang berasal dari Rusia, yang bernama Volzinger, maka akan diperlukan hembusan angina dengan kecepatan konstan 30 meter per detiknya, atau 108 km per jam sepanjang malam untuk bisa menyibakkan air Laut dengan kedalaman 800 meter.

Berkaitan dengan fenomena yang terjadi pada masa itu, yang kemudian peneliti dari Amerika Serikat juga mengakui bahwa terbelahnya Laut Merah ketika itu kemungkinan terjadi. Dengan disimulasikan melalui teknologi computer untuk mempelajari bagaimana angina bisa mempengaruhi air, maka terlihat hasilnya bahwa angina tersebut mampu mendorong air sehingga dapat menyibakkan daratan yang ada di dasar laut.

Universitas Colorado AS dan Pusat Riset Atmosfir Nasional (NCAR) telah menyebutkan bagaimana terbelahnya air (laut) dapat dipahami dengan teori mekanika fluida. Dorongan angina dapat menggerakan air dengan cara yang memang sesuai dengan hukum-hukum di dunia Fisika, yakni dapat menciptakan lorong atau sebuah jalan yang aman dilalui dengan air yang berada di kedua sisinya, dan setelah itu memungkinkan air untuk tiba-tiba menutup kembali jalan tersebut. Para peneliti tersebut kemudian mempelajari bagaimana sifat badai topan yang terjadi di samudera Pasifik yang dapat menggerakan juga mempengaruhi air samudera yang begitu dalam. Mereka menunjukan satu situs di wilayah Laut Mediterania sebagai tempat penyebrangan dengan model tanah yg mungkin bisa terjadinya air laut terbelah. Model tersebut memerlukan formasi berbentuk huruf U dari sungai Nil & Laguna yang dangkal di sepanjang garis pantai. Angin yang mempunyai kecepatan 63 mil/jam yang berhembus selama kurang lebih 12 jam mampu mendorong air hingga kedalaman 6 kaki atau sekitar 2 meter. ini menjadikan sebuah jembatan tanah yang memanjang 3 sampai 4 km (2-2,5 mil) dengan luas 5 km (3 mil) hingga jalan tersebut terbuka selama 4 jam.

Berdasarkan riset yang dilakukan peneliti-peneliti barat, maka bisa disimpulkan bahwa memang laut bisa terbelah yang kemudian memperlihatkan dasar lautnya. Namun untuk kebenaran laut itu terbelah dikarenakan dorongan angin yang kuat itu hanya kemungkinan yang kecil, yang pada intinya kita sebagai umat Muslim hanya meyakini dengan kekuasaan Allah SWT semuanya bisa terjadi, wallahu Alam. Ada pelajaran yang dapat kita petik dari kisah tersebut. Sebagaimana Allah SWT telah firmankan dalam surat Yunus: 90-92:

Ketika Allah menyelamatkan jasad Fir’aun agar menjadi pelajaran yang bisa diambil untuk umat setelahnya. Allah juga menunjukkan bagaimana akhir yang pedih dari sebuah kehidupan seseorang yang senantiasa bermaksiat serta kufur kepadaNya. Ketika Allah berikan kekuasan terhadap seseorang namun ternyata dengan kekuasaan tersebut ia menjadi dzolim terhadap kaumnya dan menjadikan dirinya sombong juga lupa diri. Bahkan kesombongannya melampui batas, hingga Fir’aun menganggap dirinya sebagai Tuhan. Fir’aun memaksa manusia untuk menyembah dirinya, melakukan pembunuhan dan kerusakan-kerusakan di muka bumi. Padahal begitu banyak mukjizat yang Nabi Musa tunjukan kepada Fir’aun untuk menyadarkan dirinya, akantetapi kesombongan dan kelalaiannya tidak sedikitpun menyadarkan dirinya.

Demikian paparan singkat mengenai Kisah Sejarah Fir’aun yang Tenggelam di Laut Merah semoga ada guna dan manfaat yang dapat dipetik dari kisah tersebut. Segera daftarkan diri dan keluarga anda di Paket Umroh 2017 dan dapatkan promo-promo yang menarik dari Rabbani Tour.

Kisah Nabi Musa dan Raja Firaun
Nabi Musa dilahirkan di Mesir. Kala itu negeri tersebut diperintah oleh raja yang sangat angkuh, sombong, kejam dan mengaku bahwa dirinya adalah Tuhan. Semua rakyat takut dan tunduk kepada raja tersebut. Tidak ada yang berani membangkang perintahnya. Ia tak segan menyakiti bahkan membunuh orang yang menentangnya. Ya, dia adalah raja Fir’aun.

Saat negeri Mesir dipegang oleh Nabi Yusuf dan Nabi Ayyub, kehidupan amatlah sejahtera. Namun, semenjak kedatangan Bani Israil dan negeri tersebut beralih kuasa kepada Fir’aun, banyak dari penduduk Mesir merindukan zaman Nabi Yusuf. Tetapi mereka yakin bahwa suatu saat kelak akan datang orang seperti Nabi Yusuf.

Sosok yang Ditunggu
Orang-orang hebat kala itu, termasuk peramal membicarakan tentang sosok lelaki yang akan meruntuhkan kekuasaan Fir’aun. Merasa khawatir dan takut akan kekuasaannya, maka Firaun memerintahkan kepada semua pengawalnya agar membunuh setiap bayi laki-laki yang lahir. Saat seperti itulah, Nabi Musa dilahirkan.

Seorang ibu, Yokabid, takut dan khawatir akan bayi laki-laki yang dilahirkannya. Ia tak mau bayinya dibunuh. Ia adalah seorang yang beriman kepada Allah dan percaya bahwa Allah akan menolong bayinya. Hingga suatu hari ia menerima perintah Allah untuk membuat Tabut (kotak) kecil. Yokabid harus meletakkan bayinya di tabut tersebut dan menghanyutkannya ke sungai Nil. Meski takut dan khawatir, tapi ia yakin akan pertolongan Allah dan pasti bayinya akan diselamatkan-Nya.

Saat cemas dan khawatir terus melanda, Yokabid selalu berdoa untuk keselamatan bayinya. Allah menepati janji-Nya. Bayi itu selamat dan ditemukan oleh Asiah, istri Fir’aun. Saat itu, ia sedang duduk di pinggiran sungai Nil dan melihat sebuah tabut dan mendengar bayi menangis. Segera ia memerintahkan pengawalnya untuk mengambilnya dan membawa pulang ke istana.

Bertemu Sang Anak
Fir’aun mengetahui istrinya menemukan bayi laki-laki. Ia ingin membunuhnya. Namun istrinya begitu sayang dan cinta terhadap bayi yang ia temukan. Ia memeluk erat bayi tersebut untuk melindunginya. Fir’aun luluh dan berpikir untuk menyenangkan istrinya. Ia tak jadi membunuh bayi tersebut. Asiah merawat dan menjaga bayi tersebut. Ia kebingungan saat bayi itu terus menangis. Ia mengumpulkan ibu-ibu yang memiliki anak guna menyusui bayinya juga. Yokabid yang terus menunggu dan berharap keselamatn bayinya menguus anaknya perempuan untuk mencari adiknya. Saat ia mendengar dan melihat kejadian di pelataran istana Fir’aun, segera ia menghampirinya.

Anak perempuan Yokabid tahu itu adalah Musa adiknya. Ia berpura-pura tidak tahu dan menawarkan orang yang tepat untuk menyusui dan merawat bayi itu. Asiah menyuruhnya cepat membawakan orang yang ia janjikan. Ia segera pulang dan menjemput ibunya. Yokabid pun berpura-pura tak mengenali bayi itu. Ketika dipangkuannya dan disusui, bayi tersebut tenang. Maka Asiah pun meminta Yokabid untuk merawat dan menyusui bayinya. Yokabid mengasuh dan merawat bayi itu di rumahnya bersama Harun yang merupakan saudara bayi itu.

Sosok Itu Adalah Musa
Saat telah selesai dalam masa anak-anak, bayi itu tumbuh sebagai sosok pemuda bertubuh kekar nan kuat. Lalu ia kembali ke istana Fir’aun. Selain kuat, ia juga adalah sosok pemuda pemberani dan baik hati. Ia tak suka melihat penindasan. Ia juga tak suka dengan pakaian mewah ala kerajaan. Bahkan ia menentang kekejaman dan penindasan yang diperintah oleh Fir’aun. Bayi itulah sosok yang akan meruntuhkan kekuasaan Firaun. Ia adalah Nabi Musa, utusan Allah untuk mengakhiri kekejaman Fir’aun.

Fir’aun bersekongkol dengan pembesar-pemsesar negeri. Ia memusuhi dan sangat membenci Musa. Mereka hendak menghancurkan Musa. Mendengar desas-desus tersebut, Musa memtuskan untuk lari. Ia kabur ke sebuah negeri tempat Nabi Syu’aib tinggal, Madyan. 

Kembali ke Mesir
Setelah Musa melunasi janjian dan kesepakatan dengan Nabi Syu’aib, ia memutuskan untuk pulang. Ia pulang ke negerinya bersama istrinya, anak Nbai Syu’aib. Di perjalanan, ia bertemu Allah dan diberikan beberapa mukjizat untuk menghadapi Fir’aun. Tongkat yang bisa berubah menjadi ular raksasa dan juga telapak tangan bercahaya.

Saat telah sampai di negeri Mesir, ia menghadap Fir’aun. Musa tak sendiri, ia ditemani saudaranya Harun yang lebih pandai berbicara. Perdebatan terjadi dan Musa menunjukkan kekuasaan Allah melalui mukjizat yang diberikan kepadanya. Fir’aun ketakutan dan mulai goyah. Ia menantang Musa untuk bertanding dengan ahli sihir di negeri itu.

Hari yang telah ditentukan tiba. Para penyihir datang sangat banyak untuk mengalahkan Musa. Namun, ternyata mereka kalah dan menyatakan beriman terhadap ajaran Musa. Melihat hal tersebut, geramlah Fir’aun. Ia mengajak rakyatnya yang tunduk padanya untuk menghancurkan dan mencegah orang-orang Musa.

Membelah Lautan
Kejar-kejaran antara Musa dan Fir’aun terjadi. Seluruh pengikut Musa lari ketakutan dan mengikuti Musa. Mereka menjerit, berdoa dan berharap Allah menyelamatkan mereka. Pasukan Fir’aun berarak-arakan menyerbu Musa beserta pengikutnya. Sampai di pinggiran lautan, kebengisan nampak di raut Fir’aun dan pasukannya. Saat-saat genting seperti itu, Jibril datang dan berkata agar Musa memukulkan tongkatnya ke laut. Hal menakjubkan terjadi saat Musa memukulkan tongkatnya di laut. Laut terbelah dan menjadikan jalan untuk Musa beserta pengikutnya lari dari kejaran Fir’aun.
Fir’aun dan pasukannya telah tiba di pinggir lautan. Mereka juga melihat pemandangan yang amat menakjubkan. Meski begitu, mereka tetap tak percaya akan Allah dan mengejar Musa serta pengikutnya yang telah lari melewati lautan. Ketika Musa dan pengikutnya sampai di tepi lautan sisi lain, mereka melihat Fir’aun dan bala tentara mengejar melewati jalan yang mereka lewati. Tapi, Allah berkehendak lain terhadap Fir’aun dan bala tentara kafirnya. Laut yang terbelah, mulai menutup. Ombak dari sisi kanan dan kiri menghantam Fir’aun dan pasukannya.

Mereka tenggelam tertelan ombak. Mengapung dan meminum ar lautan sangat banyak. Allah membinasakan mereka yang kafir dan menyelamatkan yang beriman. Fir’aun tewas beserta bala tentara. Orang-orang beriman sampai ke pantai yang tenang. Mayat Fir’aun dijadikan Mumi oleh orang-orang Mesir. Mereka membawanya ke lembah raja-raja dan menguburkan dalam sebuah kuburan batu.

Menguak Sosok Firaun yang Ditenggelamkan
Kisah Fir’aun dan kekejamannya terhadap Bani Israil meninggalkan hikmah yang besar bagi umat Islam. Akibat kesombongan Fir’aun yang mengaku sebagai tuhan, dia pun dilaknat Allah SWT. Ia tewas di Laut Merah bersama tentaranya saat mengejar Nabi Musa AS. Dan, jenazahnya kemudian diselamatkan oleh Allah SWT. Jasadnya diawetkan dan dapat ditemui hingga kini (QS Yunus: 92).
Dalam riwayat, ketika Fir’aun ditenggelamkan di Laut Merah dan akhirnya tewas, jasadnya diselamatkan oleh Allah. Menurut beberapa keterangan, setelah tenggelam, mayatnya terdampar di pantai dan ditemukan oleh orang-orang Mesir untuk diawetkan (dibalsem) hingga utuh seperti sekarang dan dapat dilihat di museum Mesir. Siapakah Raja Fir’aun yang mengaku dirinya sebagai tuhan tersebut? Seperti diketahui, Fir’aun adalah gelar bagi raja-raja Mesir purbakala. Menurut sejarah, Fir’aun di masa Nabi Musa adalah Minephtah (1232-1224 SM), putra dari Ramses II.

Seperti yang banyak diceritakan, raja yang memusuhi Nabi Musa AS itu adalah Ramses II, bukan Minephtah. Namun, setelah diselidiki, Ramses II justru merupakan seorang raja yang baik. Ia memerintahkan rakyatnya untuk selalu berbuat adil. Ia memerintah selama 68 tahun pada 1304-1237 SM. Sedangkan, anaknya, Minephtah, dikenal sebagai raja yang sangat kejam. Dialah yang menentang Nabi Musa dan mengaku sebagai tuhan.

Setelah sekian ribu tahun terkubur, akhirnya mumi Fir’aun Minephtah ditemukan pada tahun 1898 M oleh Loret di Thebes di Lembah Raja-raja (Wadi al Muluk). Dr Maurice Bucaille, seorang peneliti, bersama anngota tim berhasil mengungkapkan penyebab kematian Firaun Minepthah dan pengawetannya. Menurut Bukay, dalam sebuah penelitian medis yang dilakukan dengan mengambil sampel organ tertentu dari jasad mumi yang ditemukan, pada tahun 1975, melalui bantuan Prof Michfl Durigon dan pemeriksaan yang detail dengan menggunakan mikroskop, bagian terkecil dalam organ itu masih dalam kondisi terpelihara secara sempurna. Ini menunjukkan bahwa keterpeliharaan secara sempurna itu tidak mungkin terjadi andaikata jasad tersebut sempat tinggal beberapa lama dalam air atau berada lama di luar air sebelum terjadi proses pengawetan pertama.

Dr Bucaille menyebutkan, dirinya bersama tim telah melakukan banyak penelitian, di antaranya untuk mengetahui dugaan sebab kematian Fir’aun. Penelitian yang dilakukannya berjalan legal karena dibantu Direktur Laboratorium Satelit di Paris, Ceccaldi, dan Prof Durigan. Objek penelitian dititikberatkan pada salah satu orang di tengkorak kepala. Mengenai hasilnya, Dr Bukay mengungkapkan, ''Dari situ, diketahui bahwa semua penelitian itu sesuai dengan kisah-kisah yang terdapat dalam kitab-kitab suci yang menyiratkan bahwa Fir’aun tewas ketika digulung gelombang.'' Bucaille menambahkan, betapa Alquran sangat detail dalam menjelaskan sesuatu, termasuk cerita dan proses pengawetan Fir’aun. Hal ini tidak disebutkan dalam kitab lainnya.

Bucaille mengatakan, ''Di zaman di mana Alquran sampai kepada manusia melalui Muhammad SAW, jasad-jasad para Firaun yang diragukan orang di zaman kontemporer ini, apakah benar atau tidak, ada kaitannya dengan saat keluarnya Musa yang sudah lama terpendam di pekuburan Lembah Raja di Thoba di pinggir lain dari sungai Nil di depan Kota al-Aqshar saat ini. Pada masa Nabi Muhammad SAW, segala sesuatu mengenai hal ini masih kabur. Jasad-jasad tersebut belum terungkap, kecuali pada pengujung abad ke-19.'' Sementara itu, dalam kitab Taurat, dijelaskan bahwa jasad Fir’aun ditelan laut dan tidak memberikan perincian mengenai apa yang terjadi terhadapnya setelah itu.
Karena kisah dan kesesuaian bukti yang diungkapkan ini pula, akhirnya Dr Bucaille memilih dan memeluk agama Islam. Maurice Bucaille adalah seorang dokter ahli bedah terkemuka di dunia yang berasal dari Prancis. Pada suatu malam, hasil penelitiannya menyebutkan terdapat bekas garam yang menempel pada mayat mumi sehingga dapat ia jadikan sebuah bukti yang nyata bahwa Fir’aun mati karena tenggelam dan mayatnya dapat di selamatkan, kemudian diawetkan pada saat kejadian.

Dari hasil penelitiannya, timbul beberapa pertanyaan mengenai bagaimana mayat Fir’aun dapat diselamatkan dan anggota tubuhnya masih tetap utuh, sedangkan kondisi mayat-mayat yang lainnya setelah diawetkan tidak seperti dirinya? Setelah melalui penelitian dan perbincangan, ia mencari penjelasan dalam Alquran dan menemukan jawabannya.

Proses pengawetan
Menurut sejarahnya, tradisi mengawetkan orang yang sudah meninggal itu sudah dilakukan bangsa Mesir kuno sejak 3000 tahun sebelum masehi (SM). Lalu, mengapa orang yang sudah meninggal tubuhnya mesti diawetkan? Kabarnya, menurut legenda, bangsa Mesir kuno percaya bahwa jiwa atau roh orang yang sudah meninggal suatu hari akan kembali lagi ke dunia. Karena itu, tubuh mereka diawetkan agar jiwa yang akan kembali itu dapat menempati tubuhnya yang telah ditinggalkan dulu. Percaya atau tidak, tapi itulah yang dipercayai bangsa Mesir kuno. Lalu, bagaimana caranya mengawetkan tubuh orang yang sudah meninggal alias membuat mumi ini? Teknologi yang digunakan pada masa Fir’aun sangat mengagumkan. Mayat yang diawetkan bisa bertahan sampai ratusan, bahkan ribuan tahun. Salah satu mumi Firaun yang terkenal dan bertahan sampai sekarang adalah Tuthankhamen (King Tut) yang ditemukan oleh Howard Carter pada tahun 1922 di dekat makam Ramses VI di Mesir.

Kisah Fir'aun dan Pesona Kecantikan Sarah
Siapa tak kenal istri nabiyullah Ibrahim, Sarah? Beliau seorang wanita mulia yang sangat mempesona dengan kecantikan parasnya sekaligus wanita yang sangat mulia dengan kepribadian budinya. Suatu hari Sarah mendapat ujian keimanannya kepada Allah dan kesetiaannya pada nabiyullah. Karena dakwah Ibrahim tak diterima di negeri Babilonia, maka ia bersama istrinya Sarah pindah menuju Syam. Namun kemudian Syam dilanda paceklik. Keduanya pun pindah menuju Mesir. Di sanalah ujian Sarah dimulai.

Suatu hari, seorang pejabat istana melihat kedatangan Ibrahim dan Sarah. Sontak pejabat itu menyukai paras cantik Sarah. Ia pun segera menuju istana dan mengabarkannya pada Fir’aun, “Telah datang di negeri Baginda ini seorang pria asing. Ia datang bersama dengan wanita yang sangat menarik. Kecantikannya tak ada yang menandingi. Wanita seperti itu layak menjadi pendamping baginda,” kabarnya. Maka sang raja pun segera memanggil Ibrahim untuk datang ke istana. Raja yang berkuasa saat itu adalah Fir’aun I yang terkenal sangat dzalim. Sang raja sangat menginginkan Sarah. Jikalau ia tahu Sarah telah bersuami, maka suaminya pasti akan dibunuh agar sang raja mendapatkan wanita cantik itu.

Maka ketika sang raja bertanya kepada Ibrahim, “Siapa wanita itu?” maka Nabi Ibrahim menjawab, “Dia adalah saudariku,” kata nabi. Maka Nabi Ibrahim pun dilepaskan sang raja dan meminta Sarah agar tinggal di istana.  Sepulang dari istana, beliau berkata kepada istrinya, “Wahai Sarah, tak ada yang beriman di muka bumi ini kecuali aku dan kamu. Raja itu bertanya tentangmu dan aku mengatakanbahwa kau adalah saudariku. Kalau ia tahu kau adalah istriku maka ia akan mengalahkanku untuk mendapatkanmu. Dan memang kau adalah saudara perempuanku dalam Islam,” ujar Ibrahim. Sarah pun segera dibawa ke istana. Hati Sarah berkecamuk. Pakaiannya sangat indah dengan pelayan yang menyediakan kebutuhannya, namun perasaan Sarah sedih bukan kepalang. Ia enggan berpisah denan suaminya dan takut tersentuh Fir’aun yang jahat. Maka Allah lah satu-satunya tempat mengadu dan meminta pertolongan.

Sarah beribadah, sujud dan mengadu kesedihannya. Ia memohon kepada Allah agar melindunginya. “Ya Allah, jikalah Engkau mengetahui bahwa aku beriman kepadaMu dan RasulMu, mengetahui bahwa aku menjaga kehormatanku untuk suamiku, maka janganlah kau jadikan raja kafir itu berkuasa atasku,” pinta Sarah tersedu. Allah pun mendengar doa Sarah dan mengabulkannya. Acapkali sang raja ingin menyentuh Sarah, tangannya segera lumpuh. Fir’aun tak mampu bergerak. Maka ia pun berkata pada Sarah, “Aku berjanji tak akan mengganggumu, maka mintalah kepada Tuhanmu agar melepaskan pnyakit ini,” ujarnya.

Lalu Sarah pun kembali berdoa dan sang raja segera sembuh. Namun ia mengingkari janjinya. Ia kembali mendekati Sarah setelah tangannya dapat kembali bergerak. Namun saat hendak memegang Sarah, Fir’aun kembali lumpuh. Ia pun kembali berjanji, “Aku berjanji tak akan mengganggumu, maka mintalah kepada Tuhanmu agar melepaskan pnyakit ini,” ujar sang raja. Namun saat sembuh, ia kembali mendekati Sarah. Terus demikian peristiwa itu terjadi. Hingga sang raja pun menyerah. Fir’aun justru akhirnya ketakutan dengan kemampuan benteng diri Sarah. Ia pun menudingnya sebagai makhluk halus yang mampu melakukan tipu daya. Kelumpuhannya dimaknainya sebagai buatan syaitan.

Fir’aun segera memanggil pengawalnya dan berkata, “Kau tidaklah membawa seorang wanita melainkan membawa setan,” serunya. Maka si pengawal pun diperintah membawa kembali Sarah ke rumahnya. Sebelum pulang, raja memberikan seorang budak kepada Sarah sebagai hadiah. Budak itu pun seorang wanita yang cantik, bernama Hajar. Ia lah yang nantinya menjadi istri kedua Ibrahim sekaligus ibunda nabi Ismail. Adapun Sarah merupakan ibunda Nabi Ishaq.  Saat tiba di rumah, Ibrahim pun bertanya kepada Sarah, “Apa yang terjadi?” Lalu Sarah menjawab, “Allah telah menolak tipu daya raja kafir itu dan ia memberiku seorang pelayan wanita,” jawab Sarah.

Demikian kisah Sarah yang mendapat perlindungan Allah. Kisah tersebut dikabarkan oleh Abu Hurairah. Rujuklah Ibnu Katsir dalam kitabnya Qashshashul Anbiya, atau kitab Fathul Bari karya Ibnu Hajar Al Asqalaniy.

Sumber : Google Wikipedia
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

KABUPATEN ASAHAN PROVINSI SUMATERA UTARA

    KABUPATEN ASAHAN PROVINSI SUMATERA UTARA Orientasi Asahan ( Jawi : اسهن ) adalah sebuah kabupaten yang terletak di provinsi S...