KISAH
PERANG SALIB
Orientasi
Sejarah
Perang Salib Lengkap : Latar Belakang, Periode dan Dampaknya
Apa
yang dimaksud dengan Perang Salib? Siapa pemenangnya? Bagaimana jalannya proses
pertempuran periode pertama, 2 dan 3? Informasi mengenai beberapa pertanyaan
tersebut akan kita bahas pada artikel kali ini dengan topik utama pembahasan
terkait dengan "Sejarah Perang Salib". Oke, tanpa basa basi, simak
selengkapnya berikut ini.
Perang Salib atau Crusade (dalam bahasa Inggris) dan Expedito Scara (Latin) adalah perang antar umat beragama yang terjadi pada abad pertengahan, tepatnya di kawasan Laut Tengah, berlangsung selama dua abad dari tahun 1092 sampai 1291 Masehi. Berdasarkan informasi dari wikipedia, Perang Salib merupakan pertempuran (peperangan) antara penganut agama Kristen dan Islam.
Kenapa dinamakan
sebagai "Perang Salib"?
Perlu
kalian ketahui, istilah Perang Salib baru muncul pada tahun 1760. Mengenai asal
usul penamaan, karena saat pertempuran berlangsung pasukan Kristen menggunakan
simbol "salib" yang merupakan tanda perang suci. Kata
"Salib" berasal dari bahasa arab "Salibiyah" artinya kayu
palang, tanda silang atau dua batang kayu saling bersilang sebagai tanda salib.
Dari namanya saja mungkin kalian sudah bisa menebak, Perang Salib adalah suatu
perang dalam bentuk barisan dengan memakai salib.
Pengertian Perang
Salib Versi Islam
Menurut
Ensiklopedia Islam, Perang Salib adalah sebuah gerakan serangan kelompok
Kristen di Eropa terhadap kelompok Islam di daerah Palestina. Serangan
dilakukan secara berulang, dimulai pada abad ke XI sampai XIII Masehi. Serangan
bertujuan untuk menguasai Baitul Maqdis dari tangan Islam. Tujuan lain Perang
Salib yaitu menyebarkan agama, mendirikan kerajaan dan gereja di wilayah timur.
Ada 4 faktor yang menyebabkan pecahnya perang bersejarah terbesar di abad
pertengahan ini, meliputi faktor agama, politik, sosial dan ekonomi.
Sejarah Perang Salib
Terjadinya
Perang Salib berbanding terbalik dengan pembangunan yang begitu pesat di Eropa
Barat tepat pada masa Abad Pertengahan. Pada perkembangan selanjutnya,
umat Islam mengalami masa gemilang hebat, ditandai dengan berhasilnya menguasai
daerah strategis kerajaan Kristen. Hal tersebut menimbulkan kebencian dan
rasa ingin balas dendam yang tersulut dalam dada. Mereka pun menunggu waktu
yang tepat untuk menguasai kembali daerah yang dikuasai Islam. Kemudian setelah
Islam melemah, merupakan kesempatan bagi kaum kristen untuk membalaskan dendam
dengan melakukan serangan dan berusaha menghancurkan kerajaan Islam melalui
berbagai cara.
Sebenarnya benih permusuhan antara keduanya telah ada jauh sebelum perang terjadi. Tepatnya sejak tahun 632, saat kelompok Islam berhasil menguasai kota penting kaum kristen. Berikut ini penjelasan terkait dengan faktor penyebab atau latar belakang terjadinya Perang Salib.
Latar Belakang Perang
Salib
Penyebab
utama Perang Salib dapat dibedakan menjadi tiga faktor, yaitu faktor politik,
agama dan ekonomi. Berikut ini penjelasannya secara singkat.
Ø Faktor
Agama Terjadinya Perang Salib
Pada Abad Pertengahan gereja
mempunyai peran dan pengaruh cukup besar terhadap masyarakat di Eropa. Pihak
gereja menyatakan bahwa barang siapa melanggar aturan yang ditetapkan oleh
gereja, maka akan mendapat hukuman. Padahal masyarakat saat itu banyak berbuat
kesalahan dan melanggar aturan Gereja.
Untuk menyucikan diri dan bertobat dari kesalahan, pihak gereja menyarankan agar banyak berbuat baik dan berbakti menurut ajaran agama (Kristen), salah satunya adalah berziarah ke Baitul Maqdis di Jerusalem. Dari sinilah muncul ide untuk merebut Jerusalem yang notabene merupakan wilayah kekuasaan Islam.
Mereka yakin bahwasanya berziarah ke
tanah suci saja mendapat pahala besar, sehingga dapat menebus dosa, apalagi
jika berusaha melepaskan dan memerdekakan Jerusalem dari kekuasaan Islam, pasti
pahalanya jauh lebih besar.
Ø Faktor
Politik Terjadinya Perang Salib
Pengaruh dan kekuasaan Paus sangat
besar terhadap raja-raja yang ada di bawah kekuasaannya. Paus juga
mempunyai cita-cita untuk menguasai dunia timur dengan rencana mendirikan
kerajaan Latin. Inilah salah satu faktor politik yang menyebabkan terjadinya
Perang Salib.
Ø Faktor
Ekonomi Terjadinya Perang Salib
Faktor ekonomi disebabkan karena
pedagang dari kota Pisa, Genoa dan Venezuela berusaha menguasai perdagangan di
wilayah selatan dan pantai timur laut tengah untuk meluaskan daerah perdagangan
mereka. Hal inilah yang memicu terjadinya kongres dengan dalih membebaskan
Baitul Maqdis, sehingga para pedagang mendukung pelaksanaan Perang Salib.
Periode Perang Salib
Perang
Salib sebenarnya berlangsung selama 9 periode, tapi saya rangkum kedalam 3
periode yang terdiri dari periode pertama, 2 (perang salib 2) dan 3. Perang
Salib berlangsung selama dua abad dan menjadi perang terlama abad pertengahan.
Bahkan saking lamanya, banyak sejarawan kebingungan dalam membagi periode
perang agama ini.
Berikut ini penjelasan mengenai 3 periode Perang Salib secara ringkas dan jelas.
Periode Pertama Perang
Salib
Perang
Salib Periode Pertama disebut dengan periode penaklukan, berlangsung dari tahun
1096 sampai 1144 masehi, berikut ini penjelasannya :
Ø Jalinan Kerjasama antara Kaisar
Alexius dan Paus Urbanus II berhasil membangkitkan semangat Umat Kristen. Pada
periode pertama Perang Salib dipimpin oleh God Frey of Bouillon, gerakan ini
merupakan ekspedisi militer yang terorganisasi rapi. Mereka berhasil menduduki
kota suci Palestina pada tanggal 7 Juni 1099. Pasukan dalam perang salib ini
melakukan pembantaian besar-besaran selama kurang lebih satu minggu terhadap
Islam. Disamping itu, mereka juga membumihanguskan bangunan-bangunan umat
Islam.
Ø Sebelum memasuki Baitul Maqdis
terlebih merebut Anatoli Selatan dan daerah di sekitarnya. Kemenangan Pasukan
Salib dalam periode ini telah mengubah peta dunia Islam dan situasi di kawasan
itu. Dari kemenangan tersebut, maka berdirilah kerajaan-kerajaan baru yakni
Kerajaan Baitul Maqdis dan Kerajaan Tripoli. Itulah sedikit rangkuman dari
periode pertama Perang Salib.
Perang Salib Periode
2
Periode
Perang Salib 2 terjadi pada tahun 1144 sampai 1192 Masehi :
Ø Jatuhnya beberapa wilayah kekuasaan
Islam kepada kaum salib pada saat Perang Salib periode pertama mengakibatkan
kesadaran kaum muslimin untuk menghimpun kekuatan untuk menghadapi mereka. Kaum
muslimin maju membendung serangan kaum kristen. Bahkan mereka berhasil merebut
kota Aleppo dan Edessa pada tahun 1144.
Ø Keberhasilan kaum Islam dalam
merebut kembali beberapa kota yang telah diduduki kaum salib dalam Perang Salib
periode pertama setelah munculnya perjuangan Islam yang bernama Salahuddin
Yusuf al Ayyubi. Salahuddin berhasil membebaskan Baitul Maqdis di Mesir, tepat
pada 2 Oktober 1187. Hal inilah yang kembali membuat bangkitnya semangat kaum
Salib untuk melakukan ekspedisi militer dengan pasukan kuat di bawah
pimpinan Raja-raja Eropa. Sehingga terjadi perang yang begitu dahsyat antara
pasukan Saladin dengan pasukan ekspedisi dari masing-masing raja Eropa
tersebut.
Ø Namun akhirnya pasukan Kristen tidak
dapat menghadapi pasukan Islam, sehingga akhirnya kedua belah pihak sepakat
untuk melakukan perjanjian dan gencatan senjata. Hasil dari perjanjian yaitu
daerah pedalaman menjadi wilayah kelompok Islam dan kelompok kristen akan
berziarah ke Baitul Maqdis akan dijamin keamanannya. Sementara itu, daerah yang
berada di pesisir menjadi wilayah yang dikuasai tentara salib.
Perang Salib Periode 3
(Kehancuran Kaum Salib)
Pada
periode ke tiga Perang Salib terjadi karena ambisi politik untuk memperoleh
kekuasaan dan jabatan, serta bersifat material daripada motivasi agama. Tujuan
perang untuk membebaskan Baitul Maqdis seolah-olah mereka lupakan, dapat
terlihat ketika pasukan salib yang mereka persiapkan untuk menyerang Mesir
(1202-1204) ternyata membelokkan tujuannya ke Konstantinopel. Kota ini berhasil
direbut dan diduduki oleh Baldawin yang kemudian dinobatkan sebagai raja Roma.
Namun
Baitul Maqdis tidak pernah bisa direbut oleh tentara Salib, sampai wafatnya
Salahuddin Yuzuf al-Ayyubi. Perang Salib berhenti dengan adanya beberapa
perjanjian damai. Meskipun demikian, Perang Salib berikutnya selalu dikobarkan
walaupun dalam sekala kecil.
Dari
penjelasan periode perang tersebut, kalian bisa menganalisis siapa pemenang
Perang Salib? Apakah dari umat Kristen dan Islam.
Dampak Perang
Salib
Dampak
Perang Salib terhadap Islam mencakup beberapa bidang kehidupan. Berdasarkan referensi
yang diperoleh, penulis menyimpulkan beberapa dampak meliputi bidang ekonomi,
politik, ilmu pengetahuan, militer dan pertanian. Secara garis besar, perang
berdampak negatif pada bidang ekonomi. Untuk lebih jelas, berikut
penjelasannya.
Dampak Ekonomi Perang
Salib
Perang
Salib sangat merugikan bagi negara Islam, hal ini disebabkan karena jalannya
pertempuran berlangsung di wilayah atau daerah kekuasaan Islam, sehingga
menguras habis perekonomian untuk tujuan perang.
Dampak Politik Perang
Salib
Akibat
terjadinya perang ini membuat melemahnya politik umat Islam. Menjadi
terpecah-pecah dan banyak dinasti kecil yang memisahkan diri kemudian merdeka.
Dampak Ilmu
Pengetahuan Perang Salib
Ilmu
astronomi berkembang pesat khususnya di negara-negara barat. Ilmu ini
sebenarnya telah dipelajari oleh umat Islam sekitar abad ke 9.
Dampak Militer Perang
Salib
Dampak
perang salib bidang militer membuat bangsa barat mengembangkan persenjataan dan
strategi untuk berperang. Contohnya penggunaan bahan peledak, penggunaan kuda.
Dampak Bidang
Pertanian
Dampak
dalam bidang pertanian yakni ditemukannya sistem irigasi, tanaman
buah/tumbuh-tumbuhan dan ditemukannya gula.
Demikian pembahasan mengenai sejarah Sejarah Perang Salib Lengkap : Latar Belakang, Periode dan Dampaknya yang begitu lengkap, semoga artikel ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Jangan lupa share dan baca artikel lainnya.
Reorientasi
Perang Salib Pertama (1096–1099) merupakan yang pertama dari sejumlah perang salib yang berupaya untuk merebut Tanah Suci, disahkan oleh Paus Urbanus II pada tahun 1095. Perang ini dimulai
sebagai suatu peziarahan yang meluas dalam Kekristenan Barat dan berakhir sebagai suatu
ekspedisi militer oleh bangsa Eropa
Katolik Roma untuk mendapatkan kembali Tanah
Suci yang diambil dalam penaklukan kaum Muslim atas Levant (632–661). Pada akhirnya
menyebabkan direbutnya
kembali Yerusalem
pada tahun 1099.
Perang
Salib I dimaklumkan pada tanggal 27 November 1095 oleh Paus Urbanus II dengan
tujuan utama menanggapi suatu permohonan dari Kaisar Bizantium Alexios
I Komnenos, yang
mana mengajukan permintaan agar para relawan dari barat datang untuk
membantunya menghalau kaum Turki Seljuk dari Anatolia. Suatu tujuan tambahan segera
menjadi sasaran utama, yaitu penaklukan kembali oleh kaum Kristen atas kota suci Yerusalem dan Tanah Suci serta membebaskan
kaum Kristen
Timur dari
kekuasaan kaum Muslim.
Selama
perang salib, para ksatria, petani, dan hamba dari banyak negara Eropa Barat
melakukan perjalanan darat dan laut, pertama ke Konstantinopel dan kemudian menuju Yerusalem. Setelah tiba di Yerusalem, para
tentara salib melancarkan serangan atas kota tersebut dan merebutnya pada bulan
Juli 1099. Mereka juga mendirikan negara-negara
tentara salib
yaitu: Kerajaan
Yerusalem, County Tripoli, Kepangeranan
Antiokhia, dan County Edessa.
Perang
Salib Pertama kemudian dilanjutkan dengan Perang
Salib Kedua sampai Kesembilan. Peristiwa ini juga merupakan
langkah besar pertama menuju pembukaan kembali perdagangan
internasional sejak
jatuhnya Kekaisaran
Romawi Barat.
Karena Perang Salib Pertama utamanya berkaitan dengan Yerusalem, suatu kota
yang tidak berada di bawah kekuasaan kaum Kristen selama 461 tahun, dan bala
tentara salib menolak untuk mengembalikan tanah tersebut ke dalam kendali Kekaisaran
Bizantium, maka
status Perang Salib Pertama sebagai sesuatu yang sifatnya defensif atau agresif
masih menjadi kontroversi.
Asal Mula
Pada
umumnya asal mula Perang-perang Salib, dan khususnya Perang Salib Pertama,
diperdebatkan secara luas di kalangan sejarawan. Perang-perang Salib paling
sering dikaitkan dengan situasi sosial dan politik di Eropa pada abad ke-11,
timbulnya suatu gerakan reformasi di dalam kepausan, juga konfrontasi keagamaan dan
politik antara Kekristenan dan Islam
di Eropa dan Timur Tengah. Kekristenan telah menyebar di seluruh Eropa, Afrika,
dan Timur Tengah pada Abad Kuno Akhir, tetapi pada awal abad ke-8 kekuasaan kaum Kristen di Eropa dan
Anatolia menjadi terbatas setelah berbagai
penaklukan oleh kaum Muslim.
Kekhalifahan
Umayyah telah
menaklukkan Suriah, Mesir, dan Afrika Utara dari Kekaisaran Bizantium yang
didominasi kaum Kristen, serta Hispania dari Kerajaan Visigoth. Di Afrika Utara, Kekhalifahan
Umayyah kemudian runtuh dan sejumlah kerajaan Muslim yang lebih kecil
bermunculan, misalnya Aghlabiyyah yang menyerang Italia pada abad ke-9. Pisa,
Genoa, dan Kepangeranan
Catalunya mulai
bertempur melawan berbagai kerajaan Muslim agar dapat menguasai Cekungan
Mediterania,
ditunjukkan dengan kampanye Mahdiya tahun 1087 serta pertempuran di Mallorca dan Sardinia.
Pada
dasarnya, antara tahun 1096 dan 1011, bangsa
Yunani Bizantium mengalami
perang salib ini setibanya di Konstantinopel dalam tiga gelombang terpisah. Pada awal musim panas tahun 1096, kelompok
besar pertama yang sulit dikendalikan tiba di pinggiran Konstantinopel.
Gelombang ini dikabarkan tidak disiplin dan tidak memiliki perlengkapan
layaknya suatu pasukan sebagaimana dicatat dalam Perang
Salib Rakyat.
Kelompok pertama ini sering disebut sebagai Perang Salib Rakyat atau Petani,
dipimpin oleh Peter sang Pertapa dan Gautier Sans-Avoir serta tidak mengetahui ataupun menghormati
keinginan-keinginan Kaisar Bizantium Alexios
I Komnenos.
Gelombang kedua juga tidak berada di bawah komando sang Kaisar dan terdiri dari
sejumlah pasukan dengan para komandan mereka masing-masing. Secara keseluruhan,
kelompok ini dan gelombang pertama diperkirakan berjumlah 60.000.
Gelombang
kedua dipimpin oleh Hugues
I, Comte Vermandois,
saudara Raja Philippe
I dari Perancis.
Selain itu dalam gelombang kedua juga ada Raymond
IV, Comte Toulouse,
dan pasukan dari Provença. "Adalah gelombang kedua para
tentara salib ini yang kemudian melintasi Asia Kecil, merebut Antiokhia pada
tahun 1098 dan akhirnya merebut Yerusalem pada tanggal 15 Juli 1099."
Gelombang ketiga, yang mana terdiri atas kontingen-kontingen dari Lombardia, Perancis, dan Bavaria, tiba di Yerusalem pada awal musim
panas tahun 1101.
Situasi di Eropa
Di
pinggiran barat Eropa dan dalam menghadapi ekspansi kaum Islam, Reconquista di Semenanjung
Iberia masih terus
berlangsung pada abad ke-11; hal ini sesekali merupakan isu ideologis,
sebagaimana dibuktikan oleh Kodeks Vigilanus yang disusun pada tahun 881. Pada abad ke-11 semakin
banyak ksatria dari luar, kebanyakan dari
Perancis, yang datang ke Iberia untuk membantu kaum Kristen dalam upaya-upaya
mereka. Sesaat menjelang
Perang Salib Pertama, Paus Urbanus II telah mendorong kaum Kristen Iberia agar
merebut kembali Tarragona dengan menggunakan banyak retorika
dan simbolisme yang sama seperti yang digunakan kemudian untuk berkhotbah
mengenai perang salib kepada orang-orang Eropa.
Jantung
Eropa Barat dipandang telah dilakukan stabilisasi setelah Kristenisasi bangsa Hongaria, Viking, dan Saxon sampai akhir abad ke-10. Namun
pemecahan Kekaisaran
Karoling
menimbulkan suatu kelas prajurit seluruhnya yang kini hanya sedikit melakukan
sesuatu selain saling bertengkar sendiri. Kekerasan acak yang dilakukan oleh
kelas kesatria ini secara teratur dikutuk oleh gereja tersebut, dan untuk
menanggapinya dibuat penetapan Perdamaian dan Gencatan Senjata demi
Allah (Peace and
Truce of God) untuk melarang pertempuran pada hari-hari tertentu sepanjang
tahun. Pada saat yang sama, kepausan yang berorientasi pada pembaharuan itu
terlibat konflik dengan para Kaisar
Romawi Suci,
sehingga mengakibatkan Kontroversi
Penobatan. Para
Paus seperti Paus
Gregorius VII
membenarkan peperangan berikutnya untuk melawan para pedukung kaisar dalam
aspek teologis. Kemudian hal ini menjadi dapat
diterima bagi sang Paus untuk memanfaatkan para kesatria atas nama dunia Kristen, bukan hanya terhadap musuh-musuh
politik Kepausan tersebut, tetapi juga terhadap Al-Andalus, atau, secara teoretis, terhadap Dinasti Seljuk di timur.
Di
sebelah timur Eropa terdapat Kekaisaran Bizantium, terdiri dari kaum Kristen
yang telah lama menggunakan suatu ritus Ortodoks tersendiri; Gereja Ortodoks Timur
dan Katolik Roma telah mengalami
perpecahan sejak
tahun 1054. Para sejarawan berpendapat bahwa keinginan untuk memaksakan
otoritas Gereja Roma di wilayah timur mungkin menjadi salah satu tujuan perang
salib ini, kendati Urbanus II—yang mana mengawali Perang Salib Pertama—tidak
pernah menyebut tujuan demikian dalam surat-suratnya mengenai praktik perang
salib. Bangsa Turki Seljuk saat itu telah mengambil alih hampir seluruh
Anatolia setelah kekalahan Bizantium dalam Pertempuran
Manzikert tahun
1071. Bagaimanapun penaklukan mereka dilakukan satu demi satu dan dipimpin oleh
para panglima perang semi-independen, bukan oleh sang sultan.
Suatu
keruntuhan yang dramatis atas posisi kekaisaran pada malam menjelang Konsili Clermont membawa Bizantium menuju ambang
kehancuran. Pada pertengahan tahun 1090-an, wilayah Kekaisaran Bizantium
utamanya hanya sebatas Eropa bagian Balkan dan pinggiran barat laut Anatolia;
mereka menghadapi musuh-musuhnya dari bangsa Norman di barat serta bangsa Turki di timur. Sebagai tanggapan atas kekalahan di Manzikert
dan berbagai kehilangan selanjutnya yang dialami Bizantium di Anatolia pada
tahun 1074, Paus Gregorius VII memanggil milites Christi ("para
prajurit Kristus") agar pergi untuk membantu Bizantium. Panggilan ini
kebanyakan diabaikan dan bahkan ditentang. Alasannya adalah walaupun kekalahan di
Manzikert mengejutkan, namun hanya memiliki arti penting yang terbatas dan
tidak menyebabkan kesulitan-kesulitan besar bagi Kekaisaran Bizanium,
setidaknya dalam jangka pendek.
Situasi di Timur
Tengah
Sampai
kedatangan para tentara salib, kaum Bizantium terus berjuang melawan orang
Seljuk dan dinasti Turki lainnya demi penguasaan atas Anatolia dan Suriah. Orang Seljuk, yang mana merupakan
kaum Muslim Sunni yang ortodoks, sebelumnya memerintah Kesultanan
Seljuk Raya, namun
saat berlangsungnya Perang Salib Pertama telah terbagi-bagi menjadi beberapa
negara kecil setelah wafatnya Malik-Shah
I pada tahun 1092.
Malik-Shah
digantikan oleh Kılıç
Arslan I di Kesultanan Rûm di Anatolia, dan di Suriah oleh Tutuş
I—yang kemudian
wafat pada tahun 1095—saudaranya. Para putra Tutuş, yaitu Fahrülmülk Rıdvan dan Dukak berturut-turut mewarisi Aleppo dan Damaskus; mereka selanjutnya membagi-bagi
Suriah di antara para amir yang saling bermusuhan, serta Kürboğa, atabeg dari Mosul.
Mesir
dan banyak daerah Palestina berada dalam kendali Kekhalifahan
Fatimiyah penganut Syi'ah Arab, yang mana wilayahnya lebih kecil
secara signifikan sejak kedatangan orang Seljuk. Peperangan antara Fatimiyah
dan Seljuk menyebabkan gangguan yang sangat besar bagi kaum Kristen setempat
dan para peziarah dari Barat. Kekhalifahan Fatimiyah, yang mana secara nominal
berada di bawah kepemimpinan Khalifah Al-Musta'li namun sesungguhnya berada di bawah
kendali Wazir Al-Afdhal
Syahansyah, telah
kehilangan Yerusalem karena direbut Kesultanan Seljuk pada tahun 1073 (kendati
beberapa catatan yang lebih lama menyebutkan tahun 1076). Mereka merebutnya kembali pada tahun 1098 dari
Dinasti
Artuqid, suatu suku
bangsa Turki Seljuk yang lebih kecil, sesaat sebelum kedatangan para tentara
salib.
Catatan :
Bangsa Norman yang
dipimpin oleh Roger I dari Tosny tiba
pada tahun 1018. Bantuan-bantuan lainnya dari luar untuk Aragon: Perang Barbastro pada tahun 1063; Moctadir dari Zaragoza
mengkhawatirkan adanya suatu ekspedisi dengan bantuan asing pada tahun 1067; Ebles II dari Roucy
merencanakan satu di antaranya pada tahun 1073; Guillaume VIII, Adipati Aquitaine, dikirim
kembali dari Aragon pada tahun 1090; suatu pasukan Perancis datang membantu Sancho
Ramírez
pada tahun 1087 setelah Kastilia
dikalahkan dalam Pertempuran
Zallaqah;
Centulle V dari Bigorre berada
di Lembah
Tena
pada tahun 1088; dan terdapat suatu komponen Perancis yang utama dalam
"perang salib" yang dilangsungkan terhadap Zaragoza oleh Pedro I dari Aragon dan Navarra pada
tahun 1101.
Sumber : Google Wikipedia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar