Kamis, 18 Oktober 2018

KISAH ANGLING DHARMA


KISAH ANGLING DHARMA

Orientasi
Prabu Anglingdarma adalah nama seorang tokoh legenda dalam tradisi Jawa, yang dianggap sebagai titisan Batara Wisnu. Salah satu keistimewaan tokoh ini adalah kemampuannya untuk mengetahui bahasa segala jenis binatang. Selain itu, ia juga disebut sebagai keturunan Arjuna, seorang tokoh utama dalam kisah Mahabharata.

Garis Silsilah
Anglingdarma merupakan keturunan ketujuh dari hidayat, seorang tokoh utama dalam kisah Mahabharata. Hal ini dapat dimaklumi karena menurut tradisi Jawa, kisah Mahabharata dianggap benar-benar terjadi di Pulau Jawa. Dikisahkan bahwa, Arjuna berputra Abimanyu. Abimanyu berputra Parikesit. Parikesit berputra Yudayana. Yudayana berputra Gendrayana. Gendrayana berputra Jayabaya. Jayabaya memiliki putri bernama Pramesti, dan dari rahim Pramesti inilah lahir seorang putra bernama Prabu Anglingdarma.

Kelahiran
Semenjak Yudayana putra Parikesit naik takhta, nama kerajaan diganti dari Hastina menjadi Yawastina. Yudayana kemudian mewariskan takhta Yawastina kepada Gendrayana. Pada suatu hari Gendrayana menghukum adiknya yang bernama Sudarsana karena kesalahpahaman. Batara Narada turun dari kahyangan sebagai utusan dewata untuk mengadili Gendrayana. Sebagai hukuman, Gendrayana dibuang ke hutan sedangkan Sudarsana dijadikan raja baru oleh Narada.
Gendrayana membangun kerajaan baru bernama Mamenang. Ia kemudian digantikan oleh putranya yang bernama Jayabaya. Sementara itu, Sudarsana digantikan putranya yang bernama Sariwahana. Sariwahana kemudian mewariskan takhta Yawastina kepada putranya yang bernama Astradarma.

Antara Yawastina dan Mamenang terlibat perang saudara berlarut-larut. Atas usaha pertapa kera putih bernama Hanoman yang sudah berusia ratusan tahun, kedua negeri pun berdamai, yaitu melalui perkawinan Astradarma dengan Pramesti, putri Jayabaya. Pada suatu hari Pramesti mimpi bertemu Batara Wisnu yang berkata akan lahir ke dunia melalui rahimnya. Ketika bangun tiba-tiba perutnya telah mengandung. Astradarma marah menuduh Pramesti telah berselingkuh. Ia pun mengusir istrinya itu pulang ke Mamenang.

Jayabaya marah melihat keadaan Pramesti yang terlunta-lunta. Ia pun mengutuk negeri Yawastina tenggelam oleh banjir lumpur. Kutukan tersebut menjadi kenyataan. Astradarma pun tewas bersama lenyapnya istana Yawastina. Setelah kematian suaminya, Pramesti melahirkan seorang putra yang diberi nama Anglingdarma. Kelahiran bayi titisan Wisnu tersebut bersamaan dengan wafatnya Jayabaya yang mencapai moksa. Takhta Mamenang kemudian diwarisi oleh Jaya Amijaya, saudara Pramesti.

Pernikahan Pertama
Setelah dewasa, Anglingdarma membawa ibunya pindah ke sebuah negeri yang dibangunnya, bernama Malawapati. Di sana ia memerintah dengan bergelar Prabu Anglingdarma, atau Prabu Ajidarma. Anglingdarma sangat gemar berburu. Pada suatu hari ia menolong seorang gadis bernama Setyawati yang dikejar harimau. Setyawati lalu diantarkannya pulang ke rumah ayahnya, seorang pertapa bernama Resi Maniksutra. Tidak hanya itu, Anglingdarma juga melamar Setyawati sebagai istrinya.

Kakak Setyawati yang bernama Batikmadrim telah bersumpah barangsiapa ingin menikahi adiknya harus dapat mengalahkannya. Maka terjadilah pertandingan yang dimenangkan oleh Anglingdarma. Sejak saat itu, Setyawati menjadi permaisuri Anglingdarma sedangkan Batikmadrim diangkat sebagai maha patih di Kerajaan Malawapati.  Pada suatu hari ketika sedang berburu, Anglingdarma memergoki istri gurunya yang bernama Nagagini sedang berselingkuh dengan seekor ular tampar. Anglingdarma pun membunuh ular jantan sedangkan Nagagini pulang dalam keadaan terluka.

Nagagini kemudian menyusun laporan palsu kepada suaminya, yaitu Nagaraja supaya membalas dendam kepada Anglingdarma. Nagaraja pun menyusup ke dalam istana Malawapati dan menyaksikan Anglingdarma sedang membicarakan perselingkuhan Nagagini kepada Setyawati. Nagaraja pun sadar bahwa istrinya yang salah. Ia pun muncul dan meminta maaf kepada Anglingdarma. Nagaraja mengaku ingin mencapai moksa. Ia kemudian mewariskan ilmu kesaktiannya berupa Aji Gineng kepada Anglingdarma. Ilmu tersebut harus dijaga dengan baik dan penuh rahasia. Setelah mewariskan ilmu tersebut Nagaraja pun wafat.

Sejak mewarisi ilmu baru, Anglingdarma menjadi paham bahasa binatang. Pernah ia tertawa menyaksikan percakapan sepasang cecak. Hal itu membuat Setyawati tersinggung. Anglingdarma menolak berterus terang karena terlanjur berjanji akan merahasiakan Aji Gineng, membuat Setyawati bertambah marah. Setyawati pun memilih Pati Obong, yaitu bunuh diri dalam api untuk mengembalikan harga dirinya. Anglingdarma berjanji lebih baik menemani Setyawati mati, daripada harus membocorkan rahsia ilmunya.

Ketika upacara pembakaran diri digelar pada tanggal 14 bulan purnama, Anglingdarma sempat mendengar percakapan sepasang kambing. Dari percakapan itu Anglingdarma sadar kalau keputusannya menemani Setyawati mati adalah keputusan emosional yang justru merugikan rakyat banyak. Maka, ketika Setyawati terjun ke dalam kobaran api, Anglingdarma tidak menyertainya..

Masa Hukuman
Perbuatan Anglingdarma yang mengingkari janji sehidup semati dengan Setyawati membuat dirinya harus menjalani hukuman buang sampai batas waktu tertentu sebagai penebus dosa. Kerajaan Malawapati pun dititipkannya kepada Batikmadrim. Dalam perjalanannya, Anglingdarma bertemu tiga orang putri bernama Widata, Widati, dan Widaningsih. Ketiganya jatuh cinta kepada Anglingdarma dan menahannya untuk tidak pergi. Anglingdarma menurut sekaligus curiga karena ketiga putri tersebut suka pergi malam hari secara diam-diam.  Anglingdarma menyamar sebagai burung gagak untuk menyelidiki kegiatan rahasia ketiga putri tersebut. Ternyata setiap malam ketiganya berpesta makan daging manusia. Anglingdarma pun berselisih dengan mereka mengenai hal itu. Akhirnya ketiga putri mengutuknya menjadi seekor belibis putih.

Belibis putih tersebut terbang sampai ke wilayah Kerajaan Bojanagara. Di sana ia dipelihara seorang pemuda desa bernama Jaka Geduk. Jaka Geduk adalah anak seorang Demang.  Sementara itu di desa lain di Kerajaan Bojanagara hidup sepasang suami istri bahagia bernama Bermana dan Bermani. Di dekat rumah mereka terdapat sebuah pohon nangka. Di pohon ini tinggal jin yang jatuh cinta kepada Bermani.  Suatu hari, ketika Bermana pergi mencari sarang tawon (madu) untuk istrinya, jin pohon nangka berubah wujud menjadi manusia persis seperti Bermana dan menemui Bermani. Bermani tidak menaruh curiga, menerima Bermana palsu sebagaimana menerima Bermana asli. Baru, ketika Bermana asli pulang, terkejutlah mereka. Bermani terkejut, karena  suaminya menjadi kembar dua. Sedangkan Bermana asli kaget, lho koq ada orang persis seperti dirinya ada di rumah. Dua orang kembar ini tentu saja bertengkar hebat menyatakan dirinya yang Bermana asli, sedangkan istrinya jadi bingung untuk memilih mana yang suami asli.

Kasus ini menggegerkan kerajaan Bojanegara. Tidak ada seorangpun yang sanggup memecahkan kasus ini, hingga akhirnya permasalahan di bawa ke hadapan Raja Darmawangsa, namun sang raja juga angkat tangan tidak dapat memutuskan dengan bijak. Sang rajapun menyelenggarakan sayembara, barang siapa dapat memecahkan kasus ini, maka akan diangkat menjadi jaksa kerajaan.

Berita sayembara sampai ke telinga Ki Demang dan Jaka Geduk. Atas saran Belibis Putih, Ki Demang mengikuti sayembara. Maka, diadakanlah peradilan umum disaksikan oleh Sang Raja Bojanegara dan rakyatnya. Ketika diminta mengaku siapa yang Bermana palsu, tetap saja tidak ada yang mau mengaku, Ki Demang menyatakan dan memerintahkan Bermana yang asli harus bisa masuk ke dalam kendil (teko jaman dulu terbuat dari tanah), bagi yang tidak dapat masuk kendil berarti Bermana palsu. Karuan saja Bermana asli, karena manusia biasa, kesulitan untuk masuk ke dalam kendil, sedangkan Bermana palsu yang sebenarnya jin dengan mudah berubah menjadi asap dan masuk ke dalam kendil. Begitu seluruh asap jin sudah masuk ke dalam kendil, Ki Demang segera menutup rapat kendil agar jin tidak dapat ke luar dan mengumumkan bahwa sebenarnya yang masuk ke dalam kendil adalah jin yang menyaru sebagai Bermana. Atas keberhasilannya itu, Ki Demang diangkat sebagai hakim negara, sedangkan belibis putih diminta sebagai peliharaan Ambarawati, putri Darmawangsa.

Kembali ke Malawapati
Anglingdarma yang telah berwujud belibis putih bisa berubah ke wujud manusia pada malam hari saja. Setiap malam ia menemui Ambarawati dalam wujud manusia. Mereka akhirnya menikah tanpa izin orang tua. Dari perkawinan itu Ambarawati pun mengandung. Darmawangsa heran dan bingung mendapati putrinya mengandung tanpa suami. Kebetulan saat itu muncul seorang pertapa bernama Resi Yogiswara yang mengaku siap menemukan ayah dari janin yang dikandung Ambarawati.

Yogiswara kemudian menyerang belibis putih peliharaan Ambarawati. Setelah melalui pertarungan seru, belibis putih kembali ke wujud Anglingdarma, sedangkan Yogiswara berubah menjadi Batikmadrim. Kedatangan Batikmadrim adalah untuk menjemput Anglingdarma yang sudah habis masa hukumannya. Anglingdarma kemudian membawa Ambarawati pindah ke Malawapati. Dari perkawinan kedua itu lahir seorang putra bernama Anglingkusuma, yang setelah dewasa menggantikan kakeknya menjadi raja di Kerajaan Bojanagara. iya pun mempunyai musuh yang bernama durgandini dan sudawirat  Pada suatu saat kerajaan Angling Dharma berjaya dan mampu menaklukan musuh-musuhnya, dan saat itulah sudawirat terbuka hatinya untuk mengabdi kepada Kerajaan yang dipimpin oleh Prabu Angling Dharma.


Reorientasi
Sejarah Angling Dharma lengkap (Sejarah,Perjalanan Hidup Dan Masa Kejayaan)
sejarah angling dharma-Jika kalian merupakan seseorang sejarawan tentu kalian sudah tidak asing lagi dengan nama tokoh Angling dharma atau yang lebih fenomenal dengan nama prabu angling dharma. dia adalah salah satu tokoh wayang yang ternama sejak abad 15 Masehi, tokoh ini terkenal samapi sekarang karena selalu dijadikan pemeran utama di dalam wayang orang. Menurut sejarah cerita dari nenek moyang, sejarah angling dharma ini merupakan terusan dari cerita Mahabrata.

Di ceritakan bahwa angling dharma adalah titisan dewa Batara Wisnu. Salah satu kelebihan dari prabu angling dharma ialah dia bisa mengerti bahasa binatang serta sangat pandai dalam panah memanah. Sebelum Angling Dharma lahir, telah berdiri sebuah kerajaan yang dikenal dengan Kerajaan Hastina. Kerajaan Hastina pada waktu tu di pegang oleh Raja Parikesit. Semenjak Parikesit memiliki beberapa anak. Keaadaan disekeliling kerajaan mulai memburuk dikarenakan persaingan perebutan kekuasaan. Raja Parikesit menyerahkan tahtanya kepada putranya yang bernama Yudayana. Ketika saat pengaturan Yudayana dimulai  kerajaan hampir saja mengalami kemunduran.
Sehingga Raja Yudayana  mulai berani merubah nama kerajaannya menjadi Yawasita. pengubahan nama kerajaan bertujuan agar masa depan kerajaan semakin membaik. Namun faktanya masa depan kerajaan Yawasita tetap tidak ada perubahan. Sehingga tahta itu dia serahkan kepada Gendrayana yang dulu pernah sempat menjadi saingannya. Meskipun Angling Dharma telah berubah menjadi belibis putih, dia sebetulnya bisa berubah ke wujud aslinya pada malam hari saja. Tapi Angling Dharma merahasiakan hal itu kepada siapapun kecuali Ambarawati.
Setiap malam ia menjumpai Ambarawati dalam sosok manusianya sehingga mereka berdua saling menaruh hati. Akhirnya angling dharma dan ambarwati menikah tanpa sepengetahuan ke dua orang tua Ambarawati. Dari pernikahan itu Ambarawati pun mengandung. Darmawangsa merasa  bingung karena tiba-tiba putrinya mengandung. dengan kedatangan pertapa sakti bernama Resi Yogiswara. dia sanggup menemukan ayah dari janin yang dikandung Ambarawati.Resi merasa curiga karena adanya seekor belibis putih yang mempunyai  kalung yang sama seperti kalung milik Angling Dharma.
Kemudian Resi Yogiswara menikam belibis putih peliharaan Ambarawati. Usai bertarung  belibis putih kembali ke wujud aslinya yaitu Angling Dharma, sedangkan Yogiswara kembali menjadi Batikmadrim. Kedatangan Batikmadrim tujuan sebenarnya adalah untuk menjemput Angling Dharma yang sudah habis hukumannya.
Kini Raja Darmawangsa menerima angling dharma sebagai mantunya  dan raja Darmawangsa membuat acara pernikahan besar untuk menyambut kedatangan Angling Dharma. Angling Dharma kemudian memboyong Ambarawati ke Malawapati. Dari pernikahan itu, akhirnya ambarwati melahirkan anak yang bernama Anglingkusuma. Angling Kusuma akan menjadi generasi penerus raja di kerajaan Bojanagara. tapi, selama Angling Kusuma memimpin, angling kusuma memiliki musuh yang  bernama Durgandini dan Sudawirat yang ingin melengserkan kerajaan Bojanagara.
sesudah kembalinya Angling Dharma ke Malawapati, kerajaan kerajaan itu menjadi berjaya dan mampu membuat  putranya memerangi musuh-musuhnya. dan sampai akhirnya mereka berhasil mengalahkan musuh-musuhnya. Akibat hal itu kini sudawirat sadar dan berjanji untuk mengabdi selamanya kepada Kerajaan yang dipimpin oleh Prabu Angling Dharma. sedangkan Durgandini bersedia berbakti setia pada kerajaan Bojanagara.
 Pada waktu pemerintahan Raja Gendrayana, lingkungan kerajaan mulai membaik dan lebih sejahtera. Hal itu dibuktikan dengan menurunnya rasa kelaparan dan kemiskinan. Tapi, masa kepemerintahan Gendrayana tidak begitu lama sebab dia menghukum adiknya sendiri yang bernama Sudarsana. Karena mendengar berita itu, akhirnya Batara Narada datang ke kerajaan Yawastita untuk menghukumi Gendrayana. Sebagai hukumannya, gendrayana di asingkan ke hutan oleh Batara Narada. Sedangkan Sudarsana dijadikan sebagai penerus Gendrayana.

Di dalam hutan, Gendrayana bersama pengikut-pengikutnya mendirikan sebuah kerajaan yang sangat kokoh. Setelah selang beberapa tahun, atas perjuangan keras yang dilakukan Gendrayana akhirnya berdirilah sebuah kerajaan yang bernama kerajaan Mamenang. Dan raja pertama yang menjadi raja pada waktu itu ialah Gendrayana sendiri. Bahkan mencapai hingga ratusan tahun kerajaan Mamenang berhasil mensejahterakan rakyatnya. dan selalu menang dalam bekompetisi dengan kerajaan Yawasita. Sesudah mengalami masa kejayaan, Gendrayana dikaruniai anak yang diberi nama Jayabaya. Gendrayana menyerahkan tahtanya kepada Jayabaya. kemudian Raja Sudarsana juga menurunkannya kepada Sariwahana.

Kemudian Sariwahana menyerahkan tahtanya kepada anaknya yang bernama Astradama karena Sariwahana tidak begitu suka menjadi seorang raja. Pada waktu penyerahan tahta, kedua kerajaan itu selalu terlibat dalam perang saudara. Perang saudara itu bertahan sampai puluhan tahun dan tetap saja tidak ujung selesai. Karena bantuan dari Hanoman yang telah bertapa lebih dari ratusan tahun akhirnya kedua kerajaan itu dapat berdamai. Hanoman telah berhasil mewujudkan perdamaian antara kerajaan Yawastina dengan kerajaan Mamenang dengan cara menikahkan salah satu anggota dari ke dua kerajaan itu yakni Astradarma dinikahkan dengan Pramesti.

Perjalanan Hidup Angling Dharma
sesudah menikah,dalam tidurnya Pramesti bermimpi bertemu dengan dewa Wisnu. Dewa  Wisnu mengatakan kepada premesti bahwa dia akan lahir di dunia melalui rahimnya sendiri. Dengan adanya mimpi itu, tiba-tiba perutnyamembuncit dan didalam rahimnya terdapat jabang bayi. Astradarma merasa kaget karena kehamilan pramesti dan menuduh Pramesti selingkuh dengan orang lain. Sehingga Astradarma mengsusir pramesti. Saat Jayabaya menjumpai putrinya menuju istananya dalam kondisi hamil dan lemas. Jayabaya sangat marah kepada Raja Astradarm dan Jayabaya melontarkan kutukan kepada  kerajaan Yawastina bahwa kerjaan itu akan dilanda banjir bandang yang besar.Tidak lama kutukan itu pun menjadi kenyataan. kini Raja Astradarma dengan seluruh rakyatnya tenggelam bersama kerajaannya karena banjir itu.

Setelah hancurnya kerajaan Yawastina, Pramesti melahirkan seorang putra yang yang bernama Angling Dharma. Angling Dharma adalah bayi titisan dari Dewa Wisnu yang mempunyai kesaktian luar biasa. Angling Dharma lahir ke dunia bersamaan dengan kematian Jayabaya. Sesudah meninggalnya Jayabaya, tahta kerajaan Mamenang di wariskan kepada Jaya Amijaya atau Saudara dari Pramesti. Semasa kecil hingga remaja Angling Dharma selalu membantu temannya. Dia selalu menumpas kejahatan dengan usia Angling Dharma masih sangat muda. Banyak sekali perampok yang berhasil dia musnakan. Karena hal itu angling dharma sangat di hormati masyarakat. Pada waktu memasuki usia remaja,

Angling Dharma mulai berlatih kanuragan dan mengasah kemampuannya dalam dunia persilatan. Dengan bekal keahlian yang di miliki sejak kecil. Angling Dharma sangat tanggap mempelajari berbagai macam jenis jurus yang diajarkan gurunya. Angling dharma juga diajarkan berburu yang baik dan tidak merusak alam sekitar. Angling Dharma selalu membunuh hewan sesudah dia bisa berburu dalam sehari Angling Dharma biasanya mendapatkan 3 ekor singa. Melihat hal itu, gurunya memarahi Angling Dharmas hingga Angling Dharma ingin berlatih dengan gurunya sendiri.

lebih dari 2 tahun, Begawan Maniksutra berlatih mempelajari ilmu baru dan kini dia berhasil menguasai berbagai macam ilmu tenaga dalam yang luar biasa. Suatu hari Begawan mengetahui Angling Dharma sedang berburu dan membawa 2 ekor singa dalam terikat tali. Begawan Maniksutra langsung menghentikan langkah Angling Dharma yang penuh dengan keringat. Begawan berkata lihat sekitarmu Angling Dharma karena melihat tali yang diikatkan ke leher ke dua singa tiba-tiba hilang. Angling Dharma langsung menghindar dari kejaran dua ekor singa yang telah di ikatnya. Setelah agak jauh berlari. Angling dharma terkejut karena tiba-tiba Begawan Maniksutra berada tepat di depan Angling Dharma. dia memohon kepada Begawan Maniksutra untuk kembali jadi muridnya lagi. sewaktu Angling Dharma menjadi murid Begawan itu, dia diajarkan ilmu-ilmu yang dikuasai Begawan Maniksutra agar kelak bisa meneruskan ilmu itu untuk generasi muda yang berjuang mempertahankan negerinya.

Akhirnya Angling Dharma berhasil menyerap seluruh ilmu pemberian dari Begawan Maniksutra selama ini. Kemudian dengan yang bulat dia ingin mendirikan sebuah kerajaan baru karena mengingat sejarah kerajaan  kakeknya yang dulu sering bertikai dengan kerajaan lain. Angling Dharma ingin mendirikan sebuah kerajaan yang damai dan sejahtera. Sesudah Angling Dharma dewasa  dia berniat memboyong ibunya pindah ke kerajaan yang telah di dirikannya sendiri Kerajaan itu diberi nama Malawapati. Di sana, dia memimpin kerajaannya sendiri dan mengatur sendiri dengan gelar Prabu Angling Dharma oleh dirinya sendiri. Setelah kerajaan Yawastina mendengar kesejahteraan  pada kerajaan Malawapati, Jaya Amijaya memberi seperempat daerah kekuasaannya kepada Angling Dharma dengan maksud mensejahterakan rakyat barunya.

Walaupun dia seorang raja tapi dia tidak mau melupakan kebiasaannya untuk berburu. Angling Dharma lebih senang berburu pada malam hari. sebab malam hari binatang buruan sangat mudah untuk di dapatkan. Pada waktu dia berburu,dia bertemu seorang gadis bersembunyi dari kejaran seekor harimau. kemudian dia mengajak gadis itu menuju ke tempat  yang lebih aman. Selama dalam perjalanan mereka saling berkenalan dan rupanya Gadis itu bernama Setyawati yang ayahnya adalah pertapa sakti yang  bernama Resi Maniksutra. Angling Dharma merasa jatuh cinta kepada Setyawati, dia berniat untuk mempersunting Setyawati sebagai pendamping hidupnya.
tetapi ada sedikit kendala ketika akan mempersunting Setyawati ternyata Kakak Setyawati yang bernama Batik madrim telah berikrar sumpah bahwa barang siapa yang bisa mengalahkannya maka boleh menjadi pendamping hidup setyawati.

Mendengar sumpah tersebut, akhirnya Angling Dharma ikut dalam sayembara itu untuk mendapatkan Setyawati. Maka terjadilah perkelahian antara batik madrim dengan Angling Dharma dan ternyata perkelahian itu  dimenangkan oleh Angling Dharma. Sesudah itu, kini Setyawati menjadi permaisuri Angling Dharma dan batik madrim sebagai patihnya. Di waktu lain, Angling Dharma melihat Nagagini sedang berselingkuh dengan  ular tampar. Hal itu di lihat langsung pada saat berburu di malam hari. Angling Dharma kemudian membantai ular jantan tersebut demi kebaikan.

Sedangkan Nagagini pulang dengan keadaan terluka berat. Nagagini berbohong kepada suaminya supaya membalas dendam kepada Angling Dharma yang telah membinasakan ular tampar itu. Nagaraja pun menyelinap  ke dalam istana Malawapati  tapi saat menyelinap ke dalam istana. Nagaraja melihat langsung pembicaraan angling dharma dan Setyawati mengenai perselingkuhan naga gini. Nagaraja menyadari bahwa istrinya yang salah. Nagaraja kemudian menemui Angling Dharma dan memohon maaf  karena ia hampir saja mau membunuh Angling Dharma. Ketika Nagaraja mengakui bahwa dia akan meninggal dikarenakan moksa. Kemudian Nagaraja menurunkan kesaktiannya berupa Aji Gineng kepada prabu  Angling Dharma. Ilmu tersebut harus digunakan dengan baik dan penuh rahasia. Setelah menurunkan ilmu tersebut, Nagaraja pun pergi meninggalkan dunia Jenazah Nagaraja dibawa ke rumah naga gini dan menjelaskan apa yang telah terjadi sebenarnya.

Semenjak Angling Dharma mendapat ilmu dari Nagaraja, dia bisa berbicara dengan binatang di sekitarnya.  sempat ia tertawa sendiri menyaksikan percakapan sepasang cicak. Hal itu menjadi Setyawati tersinggung karena merasa dia tidak diperhatikan lagi. Angling Dharma tidak mau mengatakan yang sebenarnya karena sudah berjanji akan merahasiakan Ilmu Aji Gineng. Hal itu menjadikan Setyawati bertambah marah. Setyawati kemudian bunuh diri dalam api karena merasa dirinya tidak di perhatikan lagi oleh Angling Dharma. saat upacara pembakaran diri dilaksanakan, Angling Dharma secara tidak sengaja mendengar percakapan sepasang kambing. Dari percakapan itu Angling Dharma sadar kalau pilihannya sangat salah dan tidak tepat karena bisa merugikan rakyatnya.

Setelah setelah kepergian istrinya, Angling Dharma melakukan hukuman buang untuk beberapa masa sebagai penebus dosa. Hukuman itu adalah permintaan dari rakyatnya sendiri. diKarenakan Angling Dharma telah ingkar janji. Meskipun Angling Dharma dihukum, dia tetap menjadi seorang raja. Kemudian Angling Dharma menyerahkan kedudukannya kepada Batikmadrim selama dia menjalani hukuman itu. Ketika Dalam perjalanan, Angling Dharma berjumpa dengan tiga orang putri yang bernama widati, widata, dan Widaningsih. Ketiganya menaruh hati kepada Angling Dharma dan menyekapnya agar tidak bisa pergi meninggalkan mereka. tapi semenjak dia tinggal bersama dengan tiga orang putrid itu, Angling Dharma merasa ada aneh  saat putri-putri sering keluar di waktu malam hari.

Kemudian Angling Dharma mali rupa sebagai sosok burung gagak untuk menyelidiki yang sebenarnyaDan ternyata setiap malamnya  mereka selalu memangsa manusia. Akhirnya keganjilan Angling Dharma sudah terbuktikan. Rupanya ketiga orang putri tadi adalah seorang penyihir. Ketika Angling Dharma ketahuan sedang melihat kegiatan mereka yang sedang pesta daging manusia, Angling Dharma kemudian bertikai dengan mereka. Namun kekuatan Angling Dharma masih dapat dilumpuhkan oleh 3 orang penyihir itu  dan ketiga putri tadi mengubah Angling Dharma menjadi seekor belibis putih.Belibis putih itu terbang hingga ke wilayah Kerajaan Bojanagara. Di sana, ia dirawat seorang pemuda pengembala bernama Jaka Geduk. Jaka Gduk kaget saat dia melihat belibis putih mampu berbicara kepadanya.

Ketika itu, raja Bojanagara sedang bingung mengatasi kasusnya yaitu seorang wanita bernama Bermani memiliki dua orang suami yang memiliki rupa sama dan nama sama, yaitu Bermana. Kemudian jaka geduki datang sambil membawa belibis putih untuk mengatasi masalah Bermani.
Atas arahan belibis putih, Jaka Geduk berhasil mengungkap Bermana asli ataupun palsu  ternyata bermana palsu merupakan sosok dari Jin yang bernama Wiratsangka.  Atas keberhasilannya itu, kini Jaka Geduk diangkat sebagai bagian dari kerajaan itu, sedangkan belibis putih diminta oleh sang putri sebagai burung peliharaannya.

Masa Kejayaan Prabu Angling Dharma
Meskipun Angling Dharma telah berubah menjadi belibis putih, dia sebetulnya bisa berubah ke wujud aslinya pada malam hari saja. Tapi Angling Dharma merahasiakan hal itu kepada siapapun kecuali Ambarawati. Setiap malam ia menjumpai Ambarawati dalam sosok manusianya sehingga mereka berdua saling menaruh hati. Akhirnya angling dharma dan ambarwati menikah tanpa sepengetahuan ke dua orang tua Ambarawati. Dari pernikahan itu Ambarawati pun mengandung.
Darmawangsa merasa  bingung karena tiba-tiba putrinya mengandung. dengan kedatangan pertapa sakti bernama Resi Yogiswara. dia sanggup menemukan ayah dari janin yang dikandung Ambarawati.Resi merasa curiga karena adanya seekor belibis putih yang mempunyai  kalung yang sama seperti kalung milik Angling Dharma.

Kemudian Resi Yogiswara menikam belibis putih peliharaan Ambarawati. Usai bertarung  belibis putih kembali ke wujud aslinya yaitu Angling Dharma, sedangkan Yogiswara kembali menjadi Batikmadrim. Kedatangan Batikmadrim tujuan sebenarnya adalah untuk menjemput Angling Dharma yang sudah habis hukumannya. Kini Raja Darmawangsa menerima angling dharma sebagai mantunya  dan raja Darmawangsa membuat acara pernikahan besar untuk menyambut kedatangan Angling Dharma. Angling Dharma kemudian memboyong Ambarawati ke Malawapati.
Dari pernikahan itu, akhirnya ambarwati melahirkan anak yang bernama Anglingkusuma. Angling Kusuma akan menjadi generasi penerus raja di kerajaan Bojanagara. tapi, selama Angling Kusuma memimpin, angling kusuma memiliki musuh yang  bernama Durgandini dan Sudawirat yang ingin melengserkan kerajaan Bojanagara. Sesudah kembalinya Angling Dharma ke Malawapati, kerajaan kerajaan itu menjadi berjaya dan mampu membuat  putranya memerangi musuh-musuhnya. dan sampai akhirnya mereka berhasil mengalahkan musuh-musuhnya. Akibat hal itu kini sudawirat sadar dan berjanji untuk mengabdi selamanya kepada Kerajaan yang dipimpin oleh Prabu Angling Dharma. sedangkan Durgandini bersedia berbakti setia pada kerajaan Bojanagara.

Siapa Sebenarnya Angling Dharma?
Angling Dharma, raja yang mengerti bahasa binatang, telah dikenal masyarakat Majapahit dengan cerita berbeda-beda. Suatu hari Prabu Angling Dharma, raja Kerajaan Malawapati, sedang berburu. Dia memergoki istri gurunya, Nagagini, sedang berselingkuh dengan seekor ular tampar. Angling Dharma pun menarik busurnya untuk membunuh ular jantan itu. Namun, tanpa sengaja ekor Nagagini ikut terluka. “Kurang ajar kau Angling Dharma! Kau akan aku adukan kepada Kakang Naga Bergola!” seru Nagagini. Nagagini pun pulang dengan menyusun laporan palsu. Dia ingin agar suaminya membalas dendam kepada Angling Dharma.

Setelah mendengar laporan istrinya, Naga Bergola lalu menyusup ke dalam istana Malawapati. Dia mendengar Angling Dharma sedang membicarakan perselingkuhan Nagagini dengan istrinya, Setyawati. Sang naga pertapa itu pun sadar kalau istrinya yang salah.  Naga Bergola lalu muncul. Dia meminta maaf kepada Angling Dharma sekaligus ingin segera moksa. 
“Aku telah bersumpah lebih baik mati daripada dikhianati seorang istri. Aku akan laksanakan sumpahku,” kata Naga Bergola. Sebelum moksa Naga Bergola mewariskan ilmu kesaktiannya, Aji Gineng kepada Angling Dharma. Ilmu itu akan membuat Angling Dharma paham bahasa binatang. Dia berpesan supaya warisannya dijaga dengan penuh rahasia.

Kisah itu membuka episode pertama sinetron kolosal berjudul Angling Dharma. Pada 2001, Angling Dharma mulai disiarkan lewat salah satu stasiun TV swasta hingga 2005. Sinetron arahan sutradara Imam Tantowi ini pernah meraih penghargaan sebagai sinetron terpuji di Festival Film Bandung 2004.

Dari Lisan ke Tulisan
Jauh sebelum kisah ini menjadi demikian populer, Angling Dharma sudah lebih dulu dikenal pada era Majapahit. Menurut Dwi Cahyono, arkeolog Universitas Negeri Malang, kisah itu muncul lebih dulu dalam tradisi lisan kemungkinan pra-Majapahit.  Pada masa Hindu-Buddha, sebagai sastra lisan, kisah itu terdapat di berbagai tempat terutama wilayah Jawa Timur sekarang. Sampai-sampai pada masa modern, nama tempat yang disebut dalam cerita, dianggap sebagai awal mula wilayah itu.  “Yang menarik adalah klaim setting area untuk daerah-daerah tertentu. Dalam kisah yang kini dikenal luas, misalnya ada yang disebut Negara Boja atau Boja Nagara, ini kemudian dianggap sebagai toponimi daerah yang kini dikenal dengan Bojonegoro,” jelas Dwi. Kisah itu kemudian ditulis kemungkinan pada era Majapahit. Awalnya berjudul Ari Dharma. Pada perkembangannya dikenal sebagai Angling Dharma

Menurut Lydia Kieven dalam Menelusuri Figur Bertopi dalam Relief Candi Zaman Majapahit, Angling Dharma sekarang adalah versi Bahasa Jawa Modern dari kidung bahasa Jawa Pertengahan. Judulnya, Aji Dharma. Di luar itu, hingga kini dikenal begitu banyak versi naskah tentang Angling Dharma.   “Saya tidak tahu, kenapa bisa jadi perubahan itu. Saya tidak melihat apakah itu merujuk pada arti harfiah yang sama,” ujar Dwi.

Relief Angling Dharma
Dari bentuk tertulis, kisah Angling Dharma kemudian ditransformasikan lagi ke bentuk visual. Kisah ini bisa ditemukan dalam relief candi. Meski begitu, relief cerita ini baru ditemukan di Candi Jago. Padahal, sebagai cerita ia sudah dikenal baik dalam bentuk kidung maupun Serat Angling Dharma. Versi reliefnya pun tak bisa ditentukan dengan pasti korelasinya dengan narasi manapun.

Penetuan kisah relief itu hasil tafsiran Thomas M. Hunter, ahli linguistik dan Jawa Kuno, berdasarkan naskah yang tak diterbitkan karya Bambang Soetrisno, mantan juru kunci Candi Jago. Tafsiran itu pertama kali diungkapnya lewat seminar pada 1989. Dia kemudian menuliskannya lewat makalah “The Aridharma Reliefs of Candi Jago” yang terbit dalam Society and Culture of Southeast Asia: Continuities and Changes pada 2000.

Jika dibandingkan, kesamaan versi relief dengan yang dikenal sekarang hanya pada awal kisah sampai ketika Angling Dharma dibuang ke hutan. Sementara perbedaannya begitu banyak. Pertama, kisah pertemuannya dengan Ambarawati, istri keduanya, diceritakan berbeda. Dalam relief mereka bertemu di hutan. Pada kisah yang kini dikenal luas, mereka bertemu di istana. Latar belakang Ambarawati juga berbeda. Dalam relief, perempuan itu adalah anak dari seorang resi yang dikutuk. Sementara dalam versi yang dikenal luas, dia merupakan putri Raja Darmawangsa. Peran Angling Dharma yang berhasil meruwat resi, ayah Amabarawati, juga tak dikisahkan dalam versi yang dikenal luas.

Di versi yang banyak dikenal masyarakat, Angling Dharma juga diceritakan terkena kutuk dua kali. Selain dibuang ke hutan, dia juga dikutuk menjadi seekor belibis. Sementara dalam relief, tak ada kisah dia berubah menjadi belibis. Paling mencolok adalah keberadaan dua tokoh Punakawan dalam relief. Ini tak ditemukan dalam versi tertulisnya. Secara keseluruhan, kisah Angling Dharma terdapat dalam tujuh panil relief. Kisahnya di relief didahului dengan adegan naga jantan merayu naga betina.

Di Candi Jago, relief Angling Dharma bisa ditemukan di kaki candi, tepatnya pada sisi timur laut. Letaknya setelah relief Tantri Kamandaka dan sebelum relief Kunjarakarna. “Kalau diurutkan setelah cerita trantrik (Tantri Kamandaka: cerita binatang, red.). Kenapa ditempatkan begitu? Karena dalam kisah Ari Dharma itu ada kisah binatangnya,” jelas Dwi.  Walaupun relief Angling Dharma dipahat di Candi Jago, bukan berarti relief ini dibuat pada masa Singhasari. Itu mengingat Candi Jago dibangun sebagai pendharmaan bagi Raja Singhasari, Wisnuwardhana. 

Menurut Dwi, relief ini dipahat pada bangunan yang dipugar pada masa Hayam Wuruk.  “Di Nagarakrtagama disebutkan Hayam Wuruk melakukan pemugaran terhadap 27 pendharmaan leluhurnya. Candi Jago ini mengalami perombakan signifikan secara arsitektural. Seni pahatnya, wayang style, ini baru hadir pada masa Majapahit,” jelas Dwi. Selain di Candi Jago, masyarakat banyak yang percaya kisah Angling Dharma juga terbaca di relief Candi Mirigambar. Namun banyak ahli yang meragukannya di antaranya arkeolog Belanda N. J. Krom dan Knebel. “Knebel dan kemudian Krom, seperti halnya saya, meragukan penafsiran bahwa relief tersebut menggambarkan Angling Dharma,” jelas Lydia.

Sumber : Google Wikipedia

 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

KABUPATEN MUNA PROVINSI SULAWESI TENGGARA

KABUPATEN MUNA PROVINSI   SULAWESI TENGGARA Orientasi Kabupaten Muna adalah salah satu  Daerah Tingkat II  atau  kabupaten  yang b...