KISAH
ANGLING DHARMA
Orientasi
Prabu Anglingdarma adalah nama seorang tokoh legenda dalam tradisi Jawa, yang dianggap
sebagai titisan Batara Wisnu. Salah satu keistimewaan tokoh ini
adalah kemampuannya untuk mengetahui bahasa segala jenis binatang. Selain itu,
ia juga disebut sebagai keturunan Arjuna, seorang tokoh utama dalam kisah Mahabharata.
Garis
Silsilah
Anglingdarma
merupakan keturunan ketujuh dari hidayat, seorang tokoh utama dalam kisah Mahabharata.
Hal ini dapat dimaklumi karena menurut tradisi Jawa, kisah Mahabharata dianggap benar-benar
terjadi di Pulau Jawa. Dikisahkan bahwa,
Arjuna berputra Abimanyu. Abimanyu berputra Parikesit.
Parikesit berputra Yudayana. Yudayana berputra Gendrayana. Gendrayana berputra Jayabaya.
Jayabaya memiliki putri bernama Pramesti, dan dari rahim Pramesti inilah lahir
seorang putra bernama Prabu Anglingdarma.
Kelahiran
Semenjak
Yudayana putra Parikesit naik takhta, nama kerajaan diganti dari Hastina
menjadi Yawastina. Yudayana kemudian mewariskan takhta Yawastina kepada
Gendrayana. Pada suatu hari Gendrayana menghukum adiknya yang bernama Sudarsana
karena kesalahpahaman. Batara Narada turun dari kahyangan sebagai
utusan dewata untuk mengadili Gendrayana. Sebagai hukuman, Gendrayana dibuang
ke hutan sedangkan Sudarsana dijadikan raja baru oleh Narada.
Gendrayana
membangun kerajaan baru bernama Mamenang. Ia kemudian digantikan oleh putranya
yang bernama Jayabaya.
Sementara itu, Sudarsana digantikan putranya yang bernama Sariwahana. Sariwahana
kemudian mewariskan takhta Yawastina kepada putranya yang bernama Astradarma.
Antara
Yawastina dan Mamenang terlibat perang saudara berlarut-larut. Atas usaha
pertapa kera putih bernama Hanoman yang sudah berusia ratusan tahun, kedua negeri pun
berdamai, yaitu melalui perkawinan Astradarma dengan Pramesti, putri Jayabaya. Pada
suatu hari Pramesti mimpi bertemu Batara Wisnu
yang berkata akan lahir ke dunia melalui rahimnya. Ketika bangun tiba-tiba
perutnya telah mengandung. Astradarma marah menuduh Pramesti telah
berselingkuh. Ia pun mengusir istrinya itu pulang ke Mamenang.
Jayabaya
marah melihat keadaan Pramesti yang terlunta-lunta. Ia pun mengutuk negeri
Yawastina tenggelam oleh banjir lumpur. Kutukan tersebut menjadi kenyataan.
Astradarma pun tewas bersama lenyapnya istana Yawastina. Setelah kematian
suaminya, Pramesti melahirkan seorang putra yang diberi nama Anglingdarma.
Kelahiran bayi titisan Wisnu tersebut bersamaan dengan wafatnya Jayabaya yang
mencapai moksa.
Takhta Mamenang kemudian diwarisi oleh Jaya Amijaya, saudara Pramesti.
Pernikahan
Pertama
Setelah
dewasa, Anglingdarma membawa ibunya pindah ke sebuah negeri yang dibangunnya,
bernama Malawapati. Di sana ia memerintah dengan bergelar Prabu Anglingdarma,
atau Prabu Ajidarma. Anglingdarma sangat gemar berburu. Pada suatu hari ia
menolong seorang gadis bernama Setyawati yang dikejar harimau. Setyawati lalu
diantarkannya pulang ke rumah ayahnya, seorang pertapa bernama Resi Maniksutra.
Tidak hanya itu, Anglingdarma juga melamar Setyawati sebagai istrinya.
Kakak
Setyawati yang bernama Batikmadrim telah bersumpah barangsiapa ingin menikahi
adiknya harus dapat mengalahkannya. Maka terjadilah pertandingan yang
dimenangkan oleh Anglingdarma. Sejak saat itu, Setyawati menjadi permaisuri
Anglingdarma sedangkan Batikmadrim diangkat sebagai maha patih di Kerajaan
Malawapati. Pada suatu hari ketika
sedang berburu, Anglingdarma memergoki istri gurunya yang bernama Nagagini
sedang berselingkuh dengan seekor ular tampar. Anglingdarma pun membunuh ular
jantan sedangkan Nagagini pulang dalam keadaan terluka.
Nagagini
kemudian menyusun laporan palsu kepada suaminya, yaitu Nagaraja supaya membalas
dendam kepada Anglingdarma. Nagaraja pun menyusup ke dalam istana Malawapati
dan menyaksikan Anglingdarma sedang membicarakan perselingkuhan Nagagini kepada
Setyawati. Nagaraja pun sadar bahwa istrinya yang salah. Ia pun muncul dan
meminta maaf kepada Anglingdarma. Nagaraja mengaku ingin mencapai moksa. Ia kemudian
mewariskan ilmu kesaktiannya berupa Aji
Gineng kepada Anglingdarma. Ilmu tersebut harus dijaga dengan baik dan
penuh rahasia. Setelah mewariskan ilmu tersebut Nagaraja pun wafat.
Sejak
mewarisi ilmu baru, Anglingdarma menjadi paham bahasa binatang. Pernah ia
tertawa menyaksikan percakapan sepasang cecak. Hal itu membuat Setyawati
tersinggung. Anglingdarma menolak berterus terang karena terlanjur berjanji
akan merahasiakan Aji Gineng,
membuat Setyawati bertambah marah. Setyawati pun memilih Pati Obong, yaitu
bunuh diri dalam api untuk mengembalikan harga dirinya. Anglingdarma berjanji
lebih baik menemani Setyawati mati, daripada harus membocorkan rahsia ilmunya.
Ketika
upacara pembakaran diri digelar pada tanggal 14 bulan purnama, Anglingdarma
sempat mendengar percakapan sepasang kambing. Dari percakapan itu Anglingdarma
sadar kalau keputusannya menemani Setyawati mati adalah keputusan emosional
yang justru merugikan rakyat banyak. Maka, ketika Setyawati terjun ke dalam
kobaran api, Anglingdarma tidak menyertainya..
Masa
Hukuman
Perbuatan
Anglingdarma yang mengingkari janji sehidup semati dengan Setyawati membuat
dirinya harus menjalani hukuman buang sampai batas waktu tertentu sebagai
penebus dosa. Kerajaan Malawapati pun dititipkannya kepada Batikmadrim. Dalam
perjalanannya, Anglingdarma bertemu tiga orang putri bernama Widata, Widati,
dan Widaningsih. Ketiganya jatuh cinta kepada Anglingdarma dan menahannya untuk
tidak pergi. Anglingdarma menurut sekaligus curiga karena ketiga putri tersebut
suka pergi malam hari secara diam-diam. Anglingdarma
menyamar sebagai burung gagak untuk menyelidiki kegiatan rahasia ketiga putri
tersebut. Ternyata setiap malam ketiganya berpesta makan daging manusia.
Anglingdarma pun berselisih dengan mereka mengenai hal itu. Akhirnya ketiga
putri mengutuknya menjadi seekor belibis putih.
Belibis
putih tersebut terbang sampai ke wilayah Kerajaan Bojanagara. Di sana ia
dipelihara seorang pemuda desa bernama Jaka Geduk. Jaka Geduk adalah anak
seorang Demang. Sementara itu di desa
lain di Kerajaan Bojanagara hidup sepasang suami istri bahagia bernama Bermana
dan Bermani. Di dekat rumah mereka terdapat sebuah pohon nangka. Di pohon ini
tinggal jin yang jatuh cinta kepada Bermani. Suatu hari, ketika Bermana
pergi mencari sarang tawon (madu) untuk istrinya, jin pohon nangka berubah
wujud menjadi manusia persis seperti Bermana dan menemui Bermani. Bermani tidak
menaruh curiga, menerima Bermana palsu sebagaimana menerima Bermana asli. Baru,
ketika Bermana asli pulang, terkejutlah mereka. Bermani terkejut, karena
suaminya menjadi kembar dua. Sedangkan Bermana asli kaget, lho koq ada
orang persis seperti dirinya ada di rumah. Dua orang kembar ini tentu saja
bertengkar hebat menyatakan dirinya yang Bermana asli, sedangkan istrinya jadi
bingung untuk memilih mana yang suami asli.
Kasus
ini menggegerkan kerajaan Bojanegara. Tidak ada seorangpun yang sanggup
memecahkan kasus ini, hingga akhirnya permasalahan di bawa ke hadapan Raja
Darmawangsa, namun sang raja juga angkat tangan tidak dapat memutuskan dengan
bijak. Sang rajapun menyelenggarakan sayembara, barang siapa dapat memecahkan
kasus ini, maka akan diangkat menjadi jaksa kerajaan.
Berita
sayembara sampai ke telinga Ki Demang dan Jaka Geduk. Atas saran Belibis Putih,
Ki Demang mengikuti sayembara. Maka, diadakanlah peradilan umum disaksikan oleh
Sang Raja Bojanegara dan rakyatnya. Ketika diminta mengaku siapa yang Bermana
palsu, tetap saja tidak ada yang mau mengaku, Ki Demang menyatakan dan
memerintahkan Bermana yang asli harus bisa masuk ke dalam kendil (teko jaman
dulu terbuat dari tanah), bagi yang tidak dapat masuk kendil berarti Bermana
palsu. Karuan saja Bermana asli, karena manusia biasa, kesulitan untuk masuk ke
dalam kendil, sedangkan Bermana palsu yang sebenarnya jin dengan mudah berubah
menjadi asap dan masuk ke dalam kendil. Begitu seluruh asap jin sudah masuk ke
dalam kendil, Ki Demang segera menutup rapat kendil agar jin tidak dapat ke
luar dan mengumumkan bahwa sebenarnya yang masuk ke dalam kendil adalah jin
yang menyaru sebagai Bermana. Atas keberhasilannya itu, Ki Demang diangkat
sebagai hakim negara, sedangkan belibis putih diminta sebagai peliharaan
Ambarawati, putri Darmawangsa.
Kembali
ke Malawapati
Anglingdarma
yang telah berwujud belibis putih bisa berubah ke wujud manusia pada malam hari
saja. Setiap malam ia menemui Ambarawati dalam wujud manusia. Mereka akhirnya
menikah tanpa izin orang tua. Dari perkawinan itu Ambarawati pun mengandung. Darmawangsa
heran dan bingung mendapati putrinya mengandung tanpa suami. Kebetulan saat itu
muncul seorang pertapa bernama Resi Yogiswara yang mengaku siap menemukan ayah
dari janin yang dikandung Ambarawati.
Yogiswara
kemudian menyerang belibis putih peliharaan Ambarawati. Setelah melalui
pertarungan seru, belibis putih kembali ke wujud Anglingdarma, sedangkan
Yogiswara berubah menjadi Batikmadrim. Kedatangan Batikmadrim adalah untuk
menjemput Anglingdarma yang sudah habis masa hukumannya. Anglingdarma kemudian
membawa Ambarawati pindah ke Malawapati. Dari perkawinan kedua itu lahir
seorang putra bernama Anglingkusuma, yang setelah dewasa menggantikan kakeknya
menjadi raja di Kerajaan Bojanagara. iya pun mempunyai musuh yang bernama
durgandini dan sudawirat Pada suatu saat
kerajaan Angling Dharma berjaya dan mampu menaklukan musuh-musuhnya, dan saat
itulah sudawirat terbuka hatinya untuk mengabdi kepada Kerajaan yang dipimpin
oleh Prabu Angling Dharma.
Reorientasi
Sejarah
Angling Dharma lengkap (Sejarah,Perjalanan Hidup Dan Masa Kejayaan)
sejarah angling dharma-Jika kalian merupakan seseorang
sejarawan tentu kalian sudah tidak asing lagi dengan nama tokoh Angling dharma
atau yang lebih fenomenal dengan nama prabu angling dharma. dia adalah salah
satu tokoh wayang yang ternama sejak abad 15 Masehi, tokoh ini terkenal samapi
sekarang karena selalu dijadikan pemeran utama di dalam wayang orang. Menurut
sejarah cerita dari nenek moyang, sejarah
angling dharma ini merupakan terusan dari cerita Mahabrata.
Di
ceritakan bahwa angling dharma adalah titisan dewa Batara Wisnu. Salah satu
kelebihan dari prabu angling dharma ialah dia bisa mengerti bahasa binatang
serta sangat pandai dalam panah memanah. Sebelum Angling Dharma lahir, telah
berdiri sebuah kerajaan yang dikenal dengan Kerajaan Hastina. Kerajaan Hastina
pada waktu tu di pegang oleh Raja Parikesit. Semenjak Parikesit memiliki
beberapa anak. Keaadaan disekeliling kerajaan mulai memburuk dikarenakan
persaingan perebutan kekuasaan. Raja Parikesit menyerahkan tahtanya kepada
putranya yang bernama Yudayana. Ketika saat pengaturan Yudayana dimulai
kerajaan hampir saja mengalami kemunduran.
Sehingga
Raja Yudayana mulai berani merubah nama kerajaannya menjadi Yawasita.
pengubahan nama kerajaan bertujuan agar masa depan kerajaan semakin membaik.
Namun faktanya masa depan kerajaan Yawasita tetap tidak ada perubahan. Sehingga
tahta itu dia serahkan kepada Gendrayana yang dulu pernah sempat menjadi
saingannya. Meskipun Angling Dharma telah berubah menjadi belibis putih, dia
sebetulnya bisa berubah ke wujud aslinya pada malam hari saja. Tapi Angling
Dharma merahasiakan hal itu kepada siapapun kecuali Ambarawati.
Setiap
malam ia menjumpai Ambarawati dalam sosok manusianya sehingga mereka berdua
saling menaruh hati. Akhirnya angling dharma dan ambarwati menikah tanpa
sepengetahuan ke dua orang tua Ambarawati. Dari pernikahan itu Ambarawati pun
mengandung. Darmawangsa merasa bingung karena tiba-tiba putrinya
mengandung. dengan kedatangan pertapa sakti bernama Resi Yogiswara. dia sanggup
menemukan ayah dari janin yang dikandung Ambarawati.Resi merasa curiga karena
adanya seekor belibis putih yang mempunyai kalung yang sama seperti
kalung milik Angling Dharma.
Kemudian
Resi Yogiswara menikam belibis putih peliharaan Ambarawati. Usai bertarung
belibis putih kembali ke wujud aslinya yaitu Angling Dharma, sedangkan
Yogiswara kembali menjadi Batikmadrim. Kedatangan Batikmadrim tujuan sebenarnya
adalah untuk menjemput Angling Dharma yang sudah habis hukumannya.
Kini
Raja Darmawangsa menerima angling dharma sebagai mantunya dan raja
Darmawangsa membuat acara pernikahan besar untuk menyambut kedatangan Angling
Dharma. Angling Dharma kemudian memboyong Ambarawati ke Malawapati. Dari
pernikahan itu, akhirnya ambarwati melahirkan anak yang bernama Anglingkusuma.
Angling Kusuma akan menjadi generasi penerus raja di kerajaan Bojanagara. tapi,
selama Angling Kusuma memimpin, angling kusuma memiliki musuh yang
bernama Durgandini dan Sudawirat yang ingin melengserkan kerajaan
Bojanagara.
sesudah
kembalinya Angling Dharma ke Malawapati, kerajaan kerajaan itu menjadi berjaya
dan mampu membuat putranya memerangi musuh-musuhnya. dan sampai akhirnya
mereka berhasil mengalahkan musuh-musuhnya. Akibat hal itu kini sudawirat sadar
dan berjanji untuk mengabdi selamanya kepada Kerajaan yang dipimpin oleh Prabu
Angling Dharma. sedangkan Durgandini bersedia berbakti setia pada kerajaan
Bojanagara.
Pada waktu pemerintahan Raja Gendrayana,
lingkungan kerajaan mulai membaik dan lebih sejahtera. Hal itu dibuktikan
dengan menurunnya rasa kelaparan dan kemiskinan. Tapi, masa kepemerintahan
Gendrayana tidak begitu lama sebab dia menghukum adiknya sendiri yang bernama
Sudarsana. Karena mendengar berita itu, akhirnya Batara Narada datang ke
kerajaan Yawastita untuk menghukumi Gendrayana. Sebagai hukumannya, gendrayana
di asingkan ke hutan oleh Batara Narada. Sedangkan Sudarsana dijadikan sebagai
penerus Gendrayana.
Di
dalam hutan, Gendrayana bersama pengikut-pengikutnya mendirikan sebuah kerajaan
yang sangat kokoh. Setelah selang beberapa tahun, atas perjuangan keras yang
dilakukan Gendrayana akhirnya berdirilah sebuah kerajaan yang bernama kerajaan
Mamenang. Dan raja pertama yang menjadi raja pada waktu itu ialah Gendrayana
sendiri. Bahkan mencapai hingga ratusan tahun kerajaan Mamenang berhasil
mensejahterakan rakyatnya. dan selalu menang dalam bekompetisi dengan kerajaan
Yawasita. Sesudah mengalami masa kejayaan, Gendrayana dikaruniai anak yang
diberi nama Jayabaya. Gendrayana menyerahkan tahtanya kepada Jayabaya. kemudian
Raja Sudarsana juga menurunkannya kepada Sariwahana.
Kemudian
Sariwahana menyerahkan tahtanya kepada anaknya yang bernama Astradama karena Sariwahana
tidak begitu suka menjadi seorang raja. Pada waktu penyerahan tahta, kedua
kerajaan itu selalu terlibat dalam perang saudara. Perang saudara itu bertahan
sampai puluhan tahun dan tetap saja tidak ujung selesai. Karena bantuan dari
Hanoman yang telah bertapa lebih dari ratusan tahun akhirnya kedua kerajaan itu
dapat berdamai. Hanoman telah berhasil mewujudkan perdamaian antara kerajaan
Yawastina dengan kerajaan Mamenang dengan cara menikahkan salah satu anggota
dari ke dua kerajaan itu yakni Astradarma dinikahkan dengan Pramesti.
Perjalanan
Hidup Angling Dharma
sesudah
menikah,dalam tidurnya Pramesti bermimpi bertemu dengan dewa Wisnu. Dewa
Wisnu mengatakan kepada premesti bahwa dia akan lahir di dunia melalui
rahimnya sendiri. Dengan adanya mimpi itu, tiba-tiba perutnyamembuncit dan
didalam rahimnya terdapat jabang bayi. Astradarma merasa kaget karena kehamilan
pramesti dan menuduh Pramesti selingkuh dengan orang lain. Sehingga Astradarma
mengsusir pramesti. Saat Jayabaya menjumpai putrinya menuju istananya dalam
kondisi hamil dan lemas. Jayabaya sangat marah kepada Raja Astradarm dan
Jayabaya melontarkan kutukan kepada kerajaan Yawastina bahwa kerjaan itu
akan dilanda banjir bandang yang besar.Tidak lama kutukan itu pun menjadi
kenyataan. kini Raja Astradarma dengan seluruh rakyatnya tenggelam bersama
kerajaannya karena banjir itu.
Setelah
hancurnya kerajaan Yawastina, Pramesti melahirkan seorang putra yang yang
bernama Angling Dharma. Angling Dharma adalah bayi titisan dari Dewa Wisnu yang
mempunyai kesaktian luar biasa. Angling Dharma lahir ke dunia bersamaan dengan
kematian Jayabaya. Sesudah meninggalnya Jayabaya, tahta kerajaan Mamenang di
wariskan kepada Jaya Amijaya atau Saudara dari Pramesti. Semasa kecil hingga
remaja Angling Dharma selalu membantu temannya. Dia selalu menumpas
kejahatan dengan usia Angling Dharma masih sangat muda. Banyak sekali
perampok yang berhasil dia musnakan. Karena hal itu angling dharma sangat di
hormati masyarakat. Pada waktu memasuki usia remaja,
Angling
Dharma mulai berlatih kanuragan dan mengasah kemampuannya dalam dunia
persilatan. Dengan bekal keahlian yang di miliki sejak kecil. Angling
Dharma sangat tanggap mempelajari berbagai macam jenis jurus yang
diajarkan gurunya. Angling dharma juga diajarkan berburu yang baik dan tidak
merusak alam sekitar. Angling Dharma selalu membunuh hewan sesudah dia
bisa berburu dalam sehari Angling Dharma biasanya mendapatkan 3 ekor
singa. Melihat hal itu, gurunya memarahi Angling Dharmas
hingga Angling Dharma ingin berlatih dengan gurunya sendiri.
lebih
dari 2 tahun, Begawan Maniksutra berlatih mempelajari ilmu baru dan kini dia
berhasil menguasai berbagai macam ilmu tenaga dalam yang luar biasa. Suatu hari
Begawan mengetahui Angling Dharma sedang berburu dan membawa 2 ekor
singa dalam terikat tali. Begawan Maniksutra langsung menghentikan langkah
Angling Dharma yang penuh dengan keringat. Begawan berkata lihat sekitarmu
Angling Dharma karena melihat tali yang diikatkan ke leher ke dua singa
tiba-tiba hilang. Angling Dharma langsung menghindar dari kejaran dua ekor
singa yang telah di ikatnya. Setelah agak jauh berlari. Angling dharma terkejut
karena tiba-tiba Begawan Maniksutra berada tepat di depan Angling Dharma. dia
memohon kepada Begawan Maniksutra untuk kembali jadi muridnya lagi. sewaktu
Angling Dharma menjadi murid Begawan itu, dia diajarkan ilmu-ilmu yang dikuasai
Begawan Maniksutra agar kelak bisa meneruskan ilmu itu untuk generasi muda yang
berjuang mempertahankan negerinya.
Akhirnya
Angling Dharma berhasil menyerap seluruh ilmu pemberian dari Begawan Maniksutra
selama ini. Kemudian dengan yang bulat dia ingin mendirikan sebuah kerajaan
baru karena mengingat sejarah kerajaan kakeknya yang dulu sering bertikai
dengan kerajaan lain. Angling Dharma ingin mendirikan sebuah kerajaan yang
damai dan sejahtera. Sesudah Angling Dharma dewasa dia berniat memboyong
ibunya pindah ke kerajaan yang telah di dirikannya sendiri Kerajaan itu diberi
nama Malawapati. Di sana, dia memimpin kerajaannya sendiri dan mengatur sendiri
dengan gelar Prabu Angling Dharma oleh dirinya sendiri. Setelah kerajaan
Yawastina mendengar kesejahteraan pada kerajaan Malawapati, Jaya Amijaya
memberi seperempat daerah kekuasaannya kepada Angling Dharma dengan maksud
mensejahterakan rakyat barunya.
Walaupun
dia seorang raja tapi dia tidak mau melupakan kebiasaannya untuk berburu.
Angling Dharma lebih senang berburu pada malam hari. sebab malam hari binatang
buruan sangat mudah untuk di dapatkan. Pada waktu dia berburu,dia bertemu
seorang gadis bersembunyi dari kejaran seekor harimau. kemudian dia mengajak
gadis itu menuju ke tempat yang lebih aman. Selama dalam perjalanan
mereka saling berkenalan dan rupanya Gadis itu bernama Setyawati yang ayahnya
adalah pertapa sakti yang bernama Resi Maniksutra. Angling Dharma merasa
jatuh cinta kepada Setyawati, dia berniat untuk mempersunting Setyawati sebagai
pendamping hidupnya.
tetapi
ada sedikit kendala ketika akan mempersunting Setyawati ternyata Kakak
Setyawati yang bernama Batik madrim telah berikrar sumpah bahwa barang siapa
yang bisa mengalahkannya maka boleh menjadi pendamping hidup setyawati.
Mendengar
sumpah tersebut, akhirnya Angling Dharma ikut dalam sayembara itu untuk
mendapatkan Setyawati. Maka terjadilah perkelahian antara batik madrim dengan
Angling Dharma dan ternyata perkelahian itu dimenangkan oleh Angling
Dharma. Sesudah itu, kini Setyawati menjadi permaisuri Angling Dharma dan batik
madrim sebagai patihnya. Di waktu lain, Angling Dharma melihat Nagagini sedang
berselingkuh dengan ular tampar. Hal itu di lihat langsung pada saat berburu
di malam hari. Angling Dharma kemudian membantai ular jantan tersebut demi
kebaikan.
Sedangkan
Nagagini pulang dengan keadaan terluka berat. Nagagini berbohong kepada
suaminya supaya membalas dendam kepada Angling Dharma yang telah membinasakan
ular tampar itu. Nagaraja pun menyelinap ke dalam istana Malawapati
tapi saat menyelinap ke dalam istana. Nagaraja melihat langsung
pembicaraan angling dharma dan Setyawati mengenai perselingkuhan naga gini.
Nagaraja menyadari bahwa istrinya yang salah. Nagaraja kemudian menemui Angling
Dharma dan memohon maaf karena ia hampir saja mau membunuh Angling
Dharma. Ketika Nagaraja mengakui bahwa dia akan meninggal dikarenakan moksa.
Kemudian Nagaraja menurunkan kesaktiannya berupa Aji Gineng kepada prabu
Angling Dharma. Ilmu tersebut harus digunakan dengan baik dan penuh
rahasia. Setelah menurunkan ilmu tersebut, Nagaraja pun pergi meninggalkan
dunia Jenazah Nagaraja dibawa ke rumah naga gini dan menjelaskan apa yang telah
terjadi sebenarnya.
Semenjak
Angling Dharma mendapat ilmu dari Nagaraja, dia bisa berbicara dengan binatang
di sekitarnya. sempat ia tertawa sendiri menyaksikan percakapan sepasang
cicak. Hal itu menjadi Setyawati tersinggung karena merasa dia tidak
diperhatikan lagi. Angling Dharma tidak mau mengatakan yang sebenarnya karena
sudah berjanji akan merahasiakan Ilmu Aji Gineng. Hal itu menjadikan Setyawati
bertambah marah. Setyawati kemudian bunuh diri dalam api karena merasa dirinya
tidak di perhatikan lagi oleh Angling Dharma. saat upacara pembakaran diri
dilaksanakan, Angling Dharma secara tidak sengaja mendengar percakapan sepasang
kambing. Dari percakapan itu Angling Dharma sadar kalau pilihannya sangat salah
dan tidak tepat karena bisa merugikan rakyatnya.
Setelah
setelah kepergian istrinya, Angling Dharma melakukan hukuman buang untuk
beberapa masa sebagai penebus dosa. Hukuman itu adalah permintaan dari
rakyatnya sendiri. diKarenakan Angling Dharma telah ingkar janji. Meskipun
Angling Dharma dihukum, dia tetap menjadi seorang raja. Kemudian Angling Dharma
menyerahkan kedudukannya kepada Batikmadrim selama dia menjalani hukuman itu. Ketika
Dalam perjalanan, Angling Dharma berjumpa dengan tiga orang putri yang bernama
widati, widata, dan Widaningsih. Ketiganya menaruh hati kepada Angling Dharma
dan menyekapnya agar tidak bisa pergi meninggalkan mereka. tapi semenjak dia
tinggal bersama dengan tiga orang putrid itu, Angling Dharma merasa ada aneh
saat putri-putri sering keluar di waktu malam hari.
Kemudian
Angling Dharma mali rupa sebagai sosok burung gagak untuk menyelidiki yang
sebenarnyaDan ternyata setiap malamnya mereka selalu memangsa manusia.
Akhirnya keganjilan Angling Dharma sudah terbuktikan. Rupanya ketiga orang
putri tadi adalah seorang penyihir. Ketika Angling Dharma ketahuan sedang
melihat kegiatan mereka yang sedang pesta daging manusia, Angling Dharma
kemudian bertikai dengan mereka. Namun kekuatan Angling Dharma masih dapat
dilumpuhkan oleh 3 orang penyihir itu dan ketiga putri tadi mengubah
Angling Dharma menjadi seekor belibis putih.Belibis putih itu terbang hingga ke
wilayah Kerajaan Bojanagara. Di sana, ia dirawat seorang pemuda pengembala
bernama Jaka Geduk. Jaka Gduk kaget saat dia melihat belibis putih mampu
berbicara kepadanya.
Ketika
itu, raja Bojanagara sedang bingung mengatasi kasusnya yaitu seorang wanita
bernama Bermani memiliki dua orang suami yang memiliki rupa sama dan nama sama,
yaitu Bermana. Kemudian jaka geduki datang sambil membawa belibis putih untuk
mengatasi masalah Bermani.
Atas
arahan belibis putih, Jaka Geduk berhasil mengungkap Bermana asli ataupun palsu
ternyata bermana palsu merupakan sosok dari Jin yang bernama Wiratsangka.
Atas keberhasilannya itu, kini Jaka Geduk diangkat sebagai bagian dari
kerajaan itu, sedangkan belibis putih diminta oleh sang putri sebagai burung
peliharaannya.
Masa
Kejayaan Prabu Angling Dharma
Meskipun
Angling Dharma telah berubah menjadi belibis putih, dia sebetulnya bisa berubah
ke wujud aslinya pada malam hari saja. Tapi Angling Dharma merahasiakan hal itu
kepada siapapun kecuali Ambarawati. Setiap malam ia menjumpai Ambarawati dalam
sosok manusianya sehingga mereka berdua saling menaruh hati. Akhirnya angling
dharma dan ambarwati menikah tanpa sepengetahuan ke dua orang tua Ambarawati.
Dari pernikahan itu Ambarawati pun mengandung.
Darmawangsa
merasa bingung karena tiba-tiba putrinya mengandung. dengan kedatangan
pertapa sakti bernama Resi Yogiswara. dia sanggup menemukan ayah dari janin
yang dikandung Ambarawati.Resi merasa curiga karena adanya seekor belibis putih
yang mempunyai kalung yang sama seperti kalung milik Angling Dharma.
Kemudian
Resi Yogiswara menikam belibis putih peliharaan Ambarawati. Usai bertarung
belibis putih kembali ke wujud aslinya yaitu Angling Dharma, sedangkan
Yogiswara kembali menjadi Batikmadrim. Kedatangan Batikmadrim tujuan sebenarnya
adalah untuk menjemput Angling Dharma yang sudah habis hukumannya. Kini Raja
Darmawangsa menerima angling dharma sebagai mantunya dan raja Darmawangsa
membuat acara pernikahan besar untuk menyambut kedatangan Angling Dharma.
Angling Dharma kemudian memboyong Ambarawati ke Malawapati.
Dari
pernikahan itu, akhirnya ambarwati melahirkan anak yang bernama Anglingkusuma.
Angling Kusuma akan menjadi generasi penerus raja di kerajaan Bojanagara. tapi,
selama Angling Kusuma memimpin, angling kusuma memiliki musuh yang
bernama Durgandini dan Sudawirat yang ingin melengserkan kerajaan
Bojanagara. Sesudah kembalinya Angling Dharma ke Malawapati, kerajaan kerajaan
itu menjadi berjaya dan mampu membuat putranya memerangi musuh-musuhnya.
dan sampai akhirnya mereka berhasil mengalahkan musuh-musuhnya. Akibat hal itu
kini sudawirat sadar dan berjanji untuk mengabdi selamanya kepada Kerajaan yang
dipimpin oleh Prabu Angling Dharma. sedangkan Durgandini bersedia berbakti
setia pada kerajaan Bojanagara.
Siapa
Sebenarnya Angling Dharma?
Angling Dharma, raja yang
mengerti bahasa binatang, telah dikenal masyarakat Majapahit dengan cerita
berbeda-beda. Suatu
hari Prabu Angling Dharma, raja Kerajaan Malawapati, sedang berburu. Dia
memergoki istri gurunya, Nagagini, sedang berselingkuh dengan seekor ular
tampar. Angling Dharma pun menarik busurnya untuk membunuh ular jantan itu.
Namun, tanpa sengaja ekor Nagagini ikut terluka. “Kurang ajar kau Angling Dharma! Kau
akan aku adukan kepada Kakang Naga Bergola!” seru Nagagini. Nagagini pun
pulang dengan menyusun laporan palsu. Dia ingin agar suaminya membalas dendam
kepada Angling Dharma.
Setelah
mendengar laporan istrinya, Naga Bergola lalu menyusup ke dalam istana
Malawapati. Dia mendengar Angling Dharma sedang membicarakan
perselingkuhan Nagagini dengan istrinya, Setyawati. Sang naga
pertapa itu pun sadar kalau istrinya yang salah. Naga Bergola lalu
muncul. Dia meminta maaf kepada Angling Dharma sekaligus ingin segera
moksa.
“Aku
telah bersumpah lebih baik mati daripada dikhianati seorang istri. Aku akan
laksanakan sumpahku,” kata Naga Bergola. Sebelum moksa Naga Bergola mewariskan
ilmu kesaktiannya, Aji
Gineng kepada Angling Dharma. Ilmu itu akan membuat Angling
Dharma paham bahasa binatang. Dia berpesan supaya warisannya dijaga dengan
penuh rahasia.
Kisah
itu membuka episode pertama sinetron kolosal berjudul Angling Dharma. Pada 2001, Angling Dharma mulai disiarkan lewat
salah satu stasiun TV swasta hingga 2005. Sinetron arahan sutradara Imam
Tantowi ini pernah meraih penghargaan sebagai sinetron terpuji di Festival Film
Bandung 2004.
Dari Lisan ke Tulisan
Jauh
sebelum kisah ini menjadi demikian populer, Angling Dharma sudah lebih dulu
dikenal pada era Majapahit. Menurut Dwi Cahyono, arkeolog Universitas Negeri
Malang, kisah itu muncul lebih dulu dalam tradisi lisan kemungkinan
pra-Majapahit. Pada masa Hindu-Buddha, sebagai sastra lisan, kisah itu
terdapat di berbagai tempat terutama wilayah Jawa Timur sekarang. Sampai-sampai
pada masa modern, nama tempat yang disebut dalam cerita, dianggap sebagai awal
mula wilayah itu. “Yang menarik adalah klaim setting area untuk
daerah-daerah tertentu. Dalam kisah yang kini dikenal luas, misalnya ada yang
disebut Negara Boja atau Boja Nagara, ini kemudian dianggap sebagai toponimi
daerah yang kini dikenal dengan Bojonegoro,” jelas Dwi. Kisah itu kemudian
ditulis kemungkinan pada era Majapahit. Awalnya berjudul Ari Dharma. Pada perkembangannya dikenal sebagai Angling Dharma.
Menurut
Lydia Kieven dalam Menelusuri
Figur Bertopi dalam Relief Candi Zaman Majapahit, Angling Dharma
sekarang adalah versi Bahasa Jawa Modern dari kidung bahasa Jawa Pertengahan.
Judulnya, Aji Dharma. Di
luar itu, hingga kini dikenal begitu banyak versi naskah tentang Angling
Dharma. “Saya tidak tahu, kenapa bisa jadi perubahan itu. Saya tidak
melihat apakah itu merujuk pada arti harfiah yang sama,” ujar Dwi.
Relief Angling Dharma
Dari
bentuk tertulis, kisah Angling Dharma kemudian ditransformasikan lagi ke bentuk
visual. Kisah ini bisa ditemukan dalam relief candi. Meski begitu, relief
cerita ini baru ditemukan di Candi Jago. Padahal, sebagai cerita ia sudah
dikenal baik dalam bentuk kidung maupun Serat
Angling Dharma. Versi reliefnya pun tak bisa ditentukan dengan
pasti korelasinya dengan narasi manapun.
Penetuan
kisah relief itu hasil tafsiran Thomas M. Hunter, ahli linguistik dan Jawa
Kuno, berdasarkan naskah yang tak diterbitkan karya Bambang Soetrisno, mantan
juru kunci Candi Jago. Tafsiran itu pertama kali diungkapnya lewat seminar pada
1989. Dia kemudian menuliskannya lewat makalah “The Aridharma Reliefs of Candi
Jago” yang terbit dalam Society
and Culture of Southeast Asia: Continuities and Changes pada 2000.
Jika
dibandingkan, kesamaan versi relief dengan yang dikenal sekarang hanya pada
awal kisah sampai ketika Angling Dharma dibuang ke hutan. Sementara
perbedaannya begitu banyak. Pertama,
kisah pertemuannya dengan Ambarawati, istri keduanya, diceritakan
berbeda. Dalam relief mereka bertemu di hutan. Pada kisah yang kini dikenal
luas, mereka bertemu di istana. Latar belakang Ambarawati juga berbeda. Dalam
relief, perempuan itu adalah anak dari seorang resi yang dikutuk. Sementara
dalam versi yang dikenal luas, dia merupakan putri Raja Darmawangsa. Peran
Angling Dharma yang berhasil meruwat resi, ayah Amabarawati, juga tak
dikisahkan dalam versi yang dikenal luas.
Di
versi yang banyak dikenal masyarakat, Angling Dharma juga diceritakan terkena
kutuk dua kali. Selain dibuang ke hutan, dia juga dikutuk menjadi seekor
belibis. Sementara dalam relief, tak ada kisah dia berubah menjadi belibis. Paling
mencolok adalah keberadaan dua tokoh Punakawan dalam relief. Ini tak ditemukan
dalam versi tertulisnya. Secara keseluruhan, kisah Angling Dharma terdapat
dalam tujuh panil relief. Kisahnya di relief didahului dengan adegan
naga jantan merayu naga betina.
Di
Candi Jago, relief Angling Dharma bisa ditemukan di kaki candi, tepatnya pada
sisi timur laut. Letaknya setelah relief Tantri Kamandaka dan sebelum relief
Kunjarakarna. “Kalau diurutkan setelah cerita trantrik (Tantri Kamandaka:
cerita binatang, red.). Kenapa
ditempatkan begitu? Karena dalam kisah Ari Dharma itu ada kisah binatangnya,”
jelas Dwi. Walaupun relief Angling Dharma dipahat di Candi Jago,
bukan berarti relief ini dibuat pada masa Singhasari. Itu mengingat Candi Jago
dibangun sebagai pendharmaan bagi Raja Singhasari, Wisnuwardhana.
Menurut
Dwi, relief ini dipahat pada bangunan yang dipugar pada masa Hayam Wuruk.
“Di Nagarakrtagama disebutkan
Hayam Wuruk melakukan pemugaran terhadap 27 pendharmaan leluhurnya. Candi Jago
ini mengalami perombakan signifikan secara arsitektural. Seni pahatnya, wayang style, ini baru hadir pada
masa Majapahit,” jelas Dwi. Selain di Candi Jago, masyarakat banyak yang
percaya kisah Angling Dharma juga terbaca di relief Candi Mirigambar. Namun
banyak ahli yang meragukannya di antaranya arkeolog Belanda N. J. Krom dan
Knebel. “Knebel dan kemudian Krom, seperti halnya saya, meragukan penafsiran
bahwa relief tersebut menggambarkan Angling Dharma,” jelas Lydia.
Sumber
: Google Wikipedia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar