Rabu, 03 Oktober 2018

KISAH ARYA DAMAR


KISAH ARYA DAMAR
 
Orientasi
Arya Damar (sebelumnya bernama Jaka Dilah) adalah nama seorang pemimpin legendaris yang berkuasa di Palembang pada pertengahan abad ke-14 sebagai bawahan Kerajaan Majapahit. Ia disebut juga dengan nama Ario Damar atau Ario Abdilah. Menurut kronik Cina dari Kuil Sam Po Kong Semarang, ia memiliki nama Tionghoa yaitu Swan Liong (Naga Berlian) tanpa nama marga di depannya, karena ibunya merupakan wanita peranakan Tionghoa.

Penaklukan Bali
Nama Arya Damar ditemukan dalam Kidung Pamacangah dan Usana Bali sebagai penguasa bawahan di Palembang yang membantu Majapahit menaklukkan Bali pada tahun 1343. Dikisahkan, Arya Damar memimpin 15.000 prajurit menyerang Bali dari arah utara, sedangkan Gajah Mada menyerang dari selatan dengan jumlah prajurit yang sama. Pasukan Arya Damar berhasil menaklukkan Ularan yang terletak di pantai utara Bali. Pemimpin Ularan yang bernama Pasung Giri akhirnya menyerah setelah bertempur selama dua hari. Arya Damar yang kehilangan banyak prajurit melampiaskan kemarahannya dengan cara membunuh Pasung Giri. Arya Damar kembali ke Majapahit untuk melaporkan kemenangan di Ularan. Pemerintah pusat yang saat itu dipimpin Tribhuwana Tunggadewi marah atas kelancangannya, yaitu membunuh musuh yang sudah menyerah. Arya Damar pun dikirim kembali ke medan perang untuk menebus kesalahannya.

Arya Damar tiba di Bali bergabung dengan Gajah Mada yang bersiap menyerang Tawing. Sempat terjadi kesalahpahaman di mana Arya Damar menyerbu lebih dulu sebelum datangnya perintah. Namun keduanya akhirnya berdamai sehingga pertahanan terakhir Bali pun dapat dihancurkan.
Seluruh Pulau Bali akhirnya jatuh ke dalam kekuasaan Majapahit setelah pertempuran panjang selama tujuh bulan. Pemerintahan Bali kemudian dipegang oleh adik-adik Arya Damar, yaitu Arya Kenceng, Arya Kutawandira, Arya Sentong, dan Arya Belog. Sementara itu, Arya Damar sendiri kembali ke daerah kekuasaannya di Palembang. Arya Kenceng memimpin saudara-saudaranya sebagai penguasa Bali bawahan Majapahit. Ia dianggap sebagai leluhur raja-raja Tabanan dan Badung.

Identifikasi dengan Adityawarman
Sejarawan Prof. Berg menganggap Arya Damar identik dengan Adityawarman, yaitu penguasa Pulau Sumatra bawahan Majapahit. Nama Adityawarman ditemukan dalam beberapa prasasti yang berangka tahun 1343 dan 1347 sehingga jelas kalau ia hidup sezaman dengan Arya Damar.
Menurut Berg, Arya Damar adalah penguasa Sumatra, Adityawarman juga penguasa Sumatra. Karena keduanya hidup pada zaman yang sama, maka cukup masuk akal apabila kedua tokoh ini dianggap identik. Di samping itu, karena Adityawarman adalah putra Dara Jingga, maka Arya Damar dan adik-adiknya juga dianggap sebagai anak-anak putri Melayu tersebut.

Namun, daerah yang dipimpin Adityawarman bukan Palembang, melainkan Pagaruyung, sedangkan kedua negeri tersebut terletak berjauhan. Palembang sekarang masuk wilayah Sumatera Selatan, sedangkan Pagaruyung berada di Sumatera Barat. Sementara itu, berita Cina dari Dinasti Ming (1368-1644) menyebutkan bahwa di Pulau Sumatra terdapat tiga kerajaan dan semuanya adalah bawahan Pulau Jawa (Majapahit). Tiga kerajaan tersebut adalah Palembang, Dharmasraya, dan Pagaruyung.

Dengan demikian, Arya Damar bukan satu-satunya raja di Pulau Sumatra, begitu pula dengan Adityawarman. Oleh karena itu, Arya Damar tidak harus identik dengan Adityawarman.
Jadi, meskipun Arya Damar dan Adityawarman hidup pada zaman yang sama, serta memiliki jabatan yang sama pula, namun keduanya belum tentu identik. Arya Damar adalah raja Palembang sedangkan Adityawarman adalah raja Pagaruyung. Keduanya merupakan wakil Kerajaan Majapahit di Pulau Sumatra.

Ayah Tiri Raden Patah
Arya Damar adalah pahlawan legendaris sehingga nama besarnya selalu diingat oleh masyarakat Jawa. Dalam naskah-naskah babad dan serat, misalnya Babad Tanah Jawi, tokoh Arya Damar disebut sebagai ayah tiri Raden Patah, raja Demak pertama . Dikisahkan ada seorang raksasa wanita ingin menjadi istri Brawijaya raja terakhir Majapahit (versi babad). Ia pun mengubah wujud menjadi gadis cantik bernama Endang Sasmintapura, dan segera ditemukan oleh patih Majapahit (yang juga bernama Gajah Mada) di dalam pasar kota. Sasmintapura pun dipersembahkan kepada Brawijaya untuk dijadikan istri.

Namun, ketika sedang mengandung, Sasmintapura kembali ke wujud raksasa karena makan daging mentah. Ia pun diusir oleh Brawijaya sehingga melahirkan bayinya di tengah hutan. Putra sulung Brawijaya itu diberi nama Jaka Dilah. Setelah dewasa Jaka Dilah mengabdi ke Majapahit. Ketika Brawijaya ingin berburu, Jaka Dilah pun mendatangkan semua binatang hutan di halaman istana. Brawijaya sangat gembira melihatnya dan akhirnya sudi mengakui Jaka Dilah sebagai putranya.

Jaka Dilah kemudian diangkat sebagai bupati Palembang bergelar Arya Damar. Sementara itu Brawijaya telah menceraikan seorang selirnya yang berdarah Cina karena permaisurinya yang bernama Ratu Dwarawati (Putri Campa) merasa cemburu. Putri Cina itu diserahkan kepada Arya Damar untuk dijadikan istri. Arya Damar membawa putri Cina ke Palembang. Wanita itu melahirkan putra Brawijaya yang diberi nama Raden Patah. Kemudian dari pernikahan dengan Arya Damar, lahir Raden Kusen. Dengan demikian terciptalah suatu silsilah yang rumit antara Arya Damar, Raden Patah, dan Raden Kusen. Setelah dewasa, Raden Patah dan Raden Kusen meninggalkan Palembang menuju Jawa. Raden Patah akhirnya menjadi raja Demak pertama, dengan bergelar Panembahan Jimbun.

Seputar Tokoh Swan Liong
Kisah hidup Raden Patah juga tercatat dalam kronik Cina dari Kuil Sam Po Kong Semarang. Dalam naskah itu, Raden Patah disebut dengan nama Jin Bun, sedangkan ayah tirinya bukan bernama Arya Damar, melainkan bernama Swan Liong (= Naga Berlian).  Swan Liong adalah putra raja Majapahit bernama Yang-wi-si-sa yang lahir dari seorang selir Cina. Mungkin Yang-wi-si-sa sama dengan Hyang Wisesa atau mungkin Hyang Purwawisesa. Kedua nama ini ditemukan dalam naskah Pararaton.

Swan Liong bekerja sebagai kepala pabrik bahan peledak di Semarang. Pada tahun 1443 ia diangkat menjadi kapten Cina di Palembang oleh Gan Eng Cu, kapten Cina di Jawa. Swan Liong di Palembang memiliki asisten bernama Bong Swi Hoo. Pada tahun 1445 Bong Swi Hoo pindah ke Jawa dan menjadi menantu Gan Eng Cu. Pada tahun 1451 Bong Swi Hoo mendirikan pusat perguruan agama Islam di Surabaya, dan ia pun terkenal dengan sebutan Sunan Ampel.

Arya Dilah dari Palembang
Lain lagi dengan naskah dari Jawa Barat, misalnya Hikayat Hasanuddin atau Sejarah Banten. Naskah-naskah tersebut menggabungkan nama Arya Damar dengan Jaka Dilah menjadi Arya Dilah, yang juga menjabat sebagai bupati Palembang. Selain itu, nama Arya Dilah juga diduga berasal dari nama Arya Abdilah. Dikisahkan ada seorang perdana menteri "Munggul" bernama Cek Ko-po yang mengabdi ke Majapahit. Putranya yang bernama Cu Cu berhasil memadamkan pemberontakan Arya Dilah bupati Palembang. Raja Majapahit sangat gembira dan mengangkat Cu Cu sebagai bupati Demak, bergelar Molana Arya Sumangsang.

Dengan demikian, Arya Sumangsang berhasil menjadi pemimpin Demak setelah mengalahkan Arya Dilah. Kisah dari Jawa Barat ini cukup unik karena pada umumnya, raja Demak disebut sebagai anak tiri bupati Palembang. Sementara itu, berita tentang pemberontakan Palembang ternyata benar-benar terjadi. Kronik Cina dari Dinasti Ming mencatat bahwa pada tahun 1377 tentara Majapahit berhasil menumpas pemberontakan Palembang. Rupanya pengarang naskah di atas pernah mendengar berita pemberontakan Palembang terhadap Majapahit. Namun ia tidak mengetahui secara pasti bagaimana peristiwa itu terjadi. Pemberontakan Palembang dan berdirinya Demak dikisahkannya sebagai satu rangkaian, padahal sesungguhnya, kedua peristiwa tersebut berselang lebih dari 100 tahun.

Hubungan dengan Raja Demak
Naskah-naskah di atas menunjukkan adanya hubungan antara pendiri Demak dan penguasa Palembang. Teori yang paling populer adalah yang bersumber dari Babad Tanah Jawi (atau naskah lainnya yang sejenis), yaitu Raden Patah disebut sebagai anak tiri Arya Damar.  Sementara itu catatan Portugis berjudul Suma Oriental menyebut raja Demak sebagai keturunan masyarakat kelas rendah dari Gresik. Naskah ini ditulis sekitar tahun 1513 sehingga kebenarannya relatif lebih meyakinkan daripada Babad Tanah Jawi.

Babad Tanah Jawi sendiri disusun pada abad ke-18, yaitu berselang ratusan tahun sejak kematian Raden Patah. Melalui naskah itu, si penulis berusaha menunjukkan kalau Demak adalah pewaris sah dari Majapahit. Raden Patah pun disebutnya sebagai putra kandung Brawijaya. Mungkin penyusun Babad Tanah Jawi juga pernah mendengar adanya hubungan antara Demak dengan Palembang. Maka, Raden Patah pun dikisahkan sebagai anak tiri bupati Palembang. Karena nama bupati Palembang yang paling legendaris adalah Arya Damar, maka tokoh ini pun “dipilih” sebagai nama ayah tiri sekaligus kakak Raden Patah.

Dalam hal ini penyusun Babad Tanah Jawi tidak menyadari kalau Arya Damar dan Raden Patah hidup pada zaman yang berbeda. Arya Damar merupakan pahlawan penakluk Bali pada tahun 1343, sedangkan Raden Patah menjadi raja Demak sekitar tahun 1500–an.

Kepustakaan
Ø (Indonesia) Muljana, Slamet (2005). Runtuhnya kerajaan Hindu-Jawa dan timbulnya negara-negara Islam di Nusantara. PT LKiS Pelangi Aksara. hlm. 68. ISBN 9798451163.ISBN 978-979-8451-16-4
Ø Babad Tanah Jawi, Mulai dari Nabi Adam Sampai Tahun 1647. (terj.). 2007. Yogyakarta: Narasi
Ø C.C. Berg. 1985. Penulisan Sejarah Jawa. (terj.). Jakarta: Bhratara
Ø H.J. de Graaf dan T.H. Pigeaud. 2001. Kerajaan Islam Pertama di Jawa. Terj. Jakarta: Grafiti
Ø M.C. Ricklefs. 1991. Sejarah Indonesia Modern (terj.). Yogyakarta: Gadjah Mada University Press
Ø Slamet Muljana. 2005. Runtuhnya Kerajaan Jindu-Jawa dan Timbulnya Negara-Negara Islam di Nusantara (terbitan ulang 1968). Yogyakarta: LKIS
Ø Slamet Muljana. 2006. Sriwijaya (terbitan ulang 1960). Yogyakarta: LKIS

[Misteri] 5 Sosok Arya Damar, dalam Sejarah Melayu Palembang ?
Pelabuhan Kukang (Palembang), telah ber abad-abad menjadi salah satu pusat pedagangan di Nusantara. Dan tidaklah berlebihan, apabila Maha Patih Gajah Mada dalam Sumpah Palapa-nya, menempatkan Palembang sebagai wilayah yang wajib dikuasai. Dalam naskah-naskah kuno, Perwakilan Majapahit di Palembang menggunakan istilah “Adipati Arya Damar”, yang apabila kita selusuri, terdiri dari beberapa tokoh. Hal inilah yang sering kali membuat bingung Sejarawan, sebab terkadang kisah dari sosok “Adipati Arya Damar”, saling tertukar dan tumpang tindih.

Arya Damar, dalam Sejarah Melayu
Ada hal menarik, meskipun nama “Adipati Arya Damar” banyak beredar dalam naskah-naskah kuno di Pulau Jawa, justru nama tersebut tidak sama sekali disinggung dalam Naskah Sejarah Melayu. Dalam Sejarah Melayu tertulis kedatangan Sang Suparba di Bukit Siguntang (pada sekitar tahun 1285 M), disambut Demang Lebar Daun. Peristiwa kedatangan Sang Suparba ini, hanya berjarak sekitar 23 tahun dari pelantikan Arya Damar sebagai Adipati Palembang  pada tahun 1308 M. Setelah Kepemimpinan Sang Suparba, Sejarah Melayu mengisahkan Pemerintahan Palembang dipegang oleh anak keturunan, puteri angkatnya Puteri Tunjung Buih.

Di sisi lain, dalam naskah-naskah kuno dikatakan, dimasa awal abad ke-14 M, yang memerintah Palembang adalah anak keturunan Adipati Arya Damar dengan istrinya bernama Puteri Ciu Chen.
Apakah Puteri Tunjung Buih itu adalah nama lain dari Puteri Ciu Chen ? Dengan berpedoman kepada Sejarah Melayu, sangat besar kemungkinan yang menjadi suami dari Puteri Tunjung Buih (Ciu Chen) adalah Adipati Arya Damar. Dan dari pernikahan keduanya, melahirkan 3 putera, yaitu :
Ø Arya Barak (Ratu Bhatãra di Wayan/Puyang Semidang Aji/Panglima Timur)
Ø Arya Gading (Ratu Bhatãra di Made/Puyang Gading/Panglima Barat)
Ø Arya Yasa (Ratu Layang Petak atau Puyang Melayang)

Misteri 5 Sosok Arya Damar
Dari berbagai kisah yang ada di masyarakat, setidaknya ada 5 tokoh, yang di-identifikasikan sebagai Arya Damar, yaitu :
Ø Adityawarman
Tokoh Adipati Arya Damar, yang paling awal bisa dideteksi adalah Adityawarman. Adityawarman adalah putera pejabat kerajaan Majapahit bernama Adwaya Brahman, sementara ibunya Dara Jingga, seorang putri Kerajaan Darmasraya. Di kisahkan Adityawarman berjasa dalam menumpas para pepatih di wilayah situlembang, kemudian diangkat menjadi Adipati Palembang pada tahun 1308 M. Roda pemerintahan di Palembang, lebih banyak dijalankan oleh istrinya Ciu Chen, dikarenakan Adityawarman sering berpergian dalam menjalankan tugasnya sebagai Pejabat Tinggi Kerajaan Majapahit. Pada tahun 1347 M, bersama istrinya yang lain Puti Jamilan, Adityawarman pindah ke pedalaman, untuk membangun kembali Kerajaan Pagaruyung. Pemerintahan di Palembang, ia serahkan kepada anak-anaknya dari Puteri Ciu Chen, dibantu Patih Palembang bernama Arya Sampang.

Ø Arya Dillah
Diperkirakan Arya Dillah (Jaka Dillah) lahir tahun 1415, dan merupakan anak Prabu Wikramawardhana (memerintah Majapahit, 1389-1429). Ketika menjabat menjadi Adipati Palembang, ia kedatangan mubaligh Muslim bernama Ali Rahmatullah (Sunan Ampel), yang membimbingnya menjadi seorang mualaf. Dalam buku Suluk Abdul Jalil: perjalanan ruhani Syaikh Siti Jenar, tulisan Agus Sunyoto, tercatat Aria Dillah memiliki istri, bernama Nyimas Sahilan binti Syarif Husein Hidayatullah (Menak Usang Sekampung), dari istrinya ini Aria Dillah memiliki putera bernama Raden Sahun. Dalam naskah Mertasinga, Ario Dillah memiliki seorang puteri yang kemudian menikah dengan Arya Palembang.

Ø Arya Palembang (Abdullah Azmatkhan)
Sebelum Arya Palembang diangkat menantu oleh Arya Dillah. Arya Palembang telah menikah dengan Nyai Ratna Subanci, yang kemudian memperoleh putera bernama Raden Husein (Kusen), Adipati Terung. Di dalam Naskah Mertasinga Arya Palembang menikahi Nyai Ratna Subanci, selir Kerajaan Majapahit yang hijrah ke Palembang. Kedatangan Nyai Ratna Subanci ke Palembang, dalam upaya meyelamatkan bayi putera dari Putri Champa, yang bernama Raden Hasan (Raden Fattah). Sejarah mencatat, kelak di kemudian hari, sekitar tahun 1478 M, Raden Fattah diangkat menjadi Sultan Demak oleh Walisongo. Kemungkinan Arya Palembang adalah orang yang dimaksud sebagai Arya Damar dalam catatan Sayyid Bahruddin Azmatkhan. Dalam catatan itu, Arya Damar dikatakan sebagai anak keturunan dari  Sayyid Abdul Malik Azmatkhan.

Ø Pangeran Sukemilung (Si Pahit Lidah)
Pangeran Sukemilung adalah anak dari Ratu Raja Muda (Ratu Kebuyutan). Di dalam naskah Sumatera Selatan, Pangeran Sukemilung (Arya Damar) dikisahkan memiliki istri bernama Maharatu Putri Semidang Biduk Putri Sultan Moeghni.
Masa kepemimpinannya diperkirakan sebelum era Syahbandar Pai Lian Bang (sekitar tahun 1485 M). Pangeran Sukemilung (Si Pahit Lidah/Serunting Sakti) berputera tujuh orang, yaitu :
1. Serampu Sakti, yang menetap di Rantau Panjang Bengkulu Selatan
2. Gumatan, yang menetap di Pasemah Padang Langgar, Lahat
3. Serampu Raye, yang menetap di Tanjung Karang Enim
4. Sati Betimpang, yang menetap di Ulak Mengkudu, Ogan
5. Si Betulah, yang menetap di Saleman Lintang, Lahat
6. Si Betulai, yang menetap di Niur Lintang, Lahat
7. Bujang Gunung, yang menetap di Ulak Mengkudu Lintang, Lahat

Ø Pangeran Guru 
Pangeran Guru adalah seorang tokoh perantauan dari tanah Jawa. Pangeran Guru dikenal memiliki kesaktiana dan membuka padepokan di Palembang. Tokoh yang hidup di era akhir Kerajaan Majapahit ini dalam Babad Dermayu di-identifikasi sebagai Arya Damar, meskipun Pangeran Guru sendiri belum pernah menjabat sebagai Adipati. Pangeran Guru diceritakan pada tahun 1527, tewas terbunuh setelah adu kesaktian dengan Endang Darma.
WaLlahu a’lamu bishshawab

[Misteri] Panglima Arya Damar bukanlah Adipati Arya Dillah ?
Seringkali pemerhati sejarah, dibuat bingung dengan jati diri penguasa Palembang Arya Damar. Sekali waktu ia diceritakan sebagai Panglima Majapahit di tahun 1343 M, namun disisi lain sosok ini dikisahkan sebagai ayah angkat Raden Fatah, yang masa kehidupannya berjarak lebih dari 100 tahun.Berdasarkan timeline, nampaknya ada dua sosok Arya Damar, yang sama-sama pernah menjadi pemimpin rakyat Palembang. Sosok pertama dikenal sebagai Panglima Majapahit Penakluk Pulau Bali, sementara lainnya adalah seorang Birokrat Majapahit, yang menjadi mualaf melalui dakwah Sunan Ampel.

Panglima Arya Damar
Arya Damar adalah putera pejabat kerajaan Majapahit yang bernama Adwaya Brahman, sementara ibunya Dara Jingga, seorang putri Kerajaan Darmasraya. Diperkirakan Arya Damar lahir pada tahun 1294 M, merupakan keturunan dari Sri Muliwarman Raja di Sumatra. Atas jasanya menumpas para pepatih di wilayah situlembang, ia diangkat menjadi Adipati di daerah itu tahun 1308 M (sumber : ratu-wijaya.blogspot.com dan sejarah-puri-pemecutan.blogspot.com).
Nama Arya Damar ditemukan dalam Kidung Pamacangah dan Usana Bali sebagai Panglima Majapahit menaklukkan Bali pada tahun 1343. Bersama Gajah Mada, seluruh Pulau Bali akhirnya jatuh ke dalam kekuasaan Majapahit setelah pertempuran panjang selama tujuh bulan (sumber : wikipedia).

Adipati Arya Dillah
Pada tahun 1415 M, istri kedua Wikramawardhana yang bernama Bhre Mataram, melahirkan bayi yang diberi nama Arya Damar. Tidak lama setelah melahirkan, Bhre Mataram wafat, sehingga Arya Damar diasuh oleh uwaknya, yang bernama Ki Kumbarawa (sumber : siwisangnusantara.web.id). Ketika Arya Damar menjadi Adipati Palembang, ia kedatangan mubaligh Muslim bernama Ali Rahmatullah (Sunan Ampel, sumber : sumsel.kemenag.go.id). Setelah melalui diskusi yang cukup panjang, akhirnya Arya Damar menjadi seorang mualaf, dan memiliki nama baru Arya Dillah (Abdullah).

Sejarah mencatat, Adipati Arya Dillah ikut berperan dalam mengasuh anak angkatnya yang bernama Raden Fattah. Kelak di kemudian hari, Raden Fattah diangkat menjadi Sultan Demak oleh Walisongo pada tahun 1478 M (sumber : pusakaindonesia.org).

 



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

KABUPATEN ASAHAN PROVINSI SUMATERA UTARA

    KABUPATEN ASAHAN PROVINSI SUMATERA UTARA Orientasi Asahan ( Jawi : اسهن ) adalah sebuah kabupaten yang terletak di provinsi S...