Selasa, 16 Oktober 2018

KISAH RATU KALINYAMAT


KISAH RATU KALINYAMAT

Orientasi
Ratu Kalinyamat (meninggal tahun 1579) adalah puteri raja Demak Trenggana yang menjadi bupati di Jepara. Ia terkenal di kalangan Portugis sebagai sosok wanita pemberani.

Asal-Usul Pangeran dan Ratu Kalinyamat
Nama asli Ratu Kalinyamat adalah Retna Kencana, puteri Sultan Trenggono, raja Demak (1521-1546). Pada usia remaja ia dinikahkan dengan Pangeran Kalinyamat.  Pangeran Kalinyamat berasal dari luar Jawa. Terdapat berbagai versi tentang asal-usulnya. Masyarakat Jepara menyebut nama aslinya adalah Win-tang, seorang saudagar Tiongkok yang mengalami kecelakaan di laut. Ia terdampar di pantai Jepara, dan kemudian berguru pada Sunan Kudus.

Versi lain mengatakan, Win-tang berasal dari Aceh. Nama aslinya adalah Pangeran Toyib, putera Sultan Mughayat Syah raja Aceh (1514-1528). Toyib berkelana ke Tiongkok dan menjadi anak angkat seorang menteri bernama Tjie Hwio Gwan. Nama Win-tang adalah ejaan Jawa untuk Tjie Bin Thang, yaitu nama baru Toyib.  Win-tang dan ayah angkatnya kemudian pindah ke Jawa. Di sana Win-tang mendirikan desa Kalinyamat yang saat ini berada di wilayah Kecamatan Kalinyamatan, sehingga ia pun dikenal dengan nama Pangeran Kalinyamat. Ia berhasil menikahi Retna Kencana putri bupati Jepara, sehingga istrinya itu kemudian dijuluki Ratu Kalinyamat. Sejak itu, Pangeran Kalinyamat menjadi anggota keluarga Kerajaan Demak dan memperoleh gelar Pangeran Hadiri.

Pangeran dan Ratu Kalinyamat memerintah bersama di Jepara. Tjie Hwio Gwan, sang ayah angkat, dijadikan patih bergelar Sungging Badar Duwung, yang juga mengajarkan seni ukir pada penduduk Jepara.

Kematian Pangeran Kalinyamat
Pada tahun 1549 Sunan Prawata raja keempat Demak mati dibunuh utusan Arya Penangsang, sepupunya yang menjadi adipati Jipang. Ratu Kalinyamat menemukan keris Kyai Betok milik Sunan Kudus menancap pada mayat kakaknya itu. Maka, Pangeran dan Ratu Kalinyamat pun berangkat ke Kudus minta penjelasan.

Sunan Kudus adalah pendukung Arya Penangsang dalam konflik perebutan takhta sepeninggal raja Trenggana (1546). Ratu Kalinyamat datang menuntut keadilan atas kematian kakaknya. Sunan Kudus menjelaskan semasa muda Sunan Prawata pernah membunuh Pangeran Surowiyoto alias Sekar Seda Lepen ayah Arya Penangsang, jadi wajar kalau ia sekarang mendapat balasan setimpal.
Ratu Kalinyamat kecewa atas sikap Sunan Kudus. Ia dan suaminya memilih pulang ke Jepara. Di tengah jalan, mereka dikeroyok anak buah Arya Penangsang. Pangeran Kalinyamat tewas. Konon, ia sempat merambat di tanah dengan sisa-sisa tenaga, sehingga oleh penduduk sekitar, daerah tempat meninggalnya Pangeran Kalinyamat disebut desa Prambatan.

Menurut cerita. Selanjutnya dengan membawa jenazah Pangeran Kalinyamat, Ratu Kalinyamat meneruskan perjalanan sampai pada sebuah sungai dan darah yang berasal dari jenazah Pangeran Kalinyamat menjadikan air sungai berwarna ungu, dan kemudian dikenal daerah tersebut dengan nama Kaliwungu. Semakin ke barat, dan dalam kondisi lelah, kemudia melewati Pringtulis. Dan karena selahnya dengan berjalan sempoyongan (moyang-moyong) di tempat yang sekarang dikenal dengan nama Mayong. Sesampainya di Purwogondo, disebut demikian karena di tempat inilah awal keluarnya bau dari jenazah yang dibawa Ratu Kalinyamat, dan kemudia melewati Pecangaan dan sampai di Mantingan.

Ratu Kalinyamat Bertapa
Ratu Kalinyamat berhasil meloloskan diri dari peristiwa pembunuhan itu. Ia kemudian bertapa telanjang di Gunung Danaraja, dengan sumpah tidak akan berpakaian sebelum berkeset kepala Arya Penangsang. Harapan terbesarnya adalah adik iparnya, yaitu Hadiwijaya alias Jaka Tingkir, bupati Pajang, karena hanya ia yang setara kesaktiannya dengan bupati Jipang.  Hadiwijaya segan menghadapi Arya Penangsang secara langsung karena sama-sama anggota keluarga Demak. Ia pun mengadakan sayembara yang berhadiah tanah Mataram dan Pati. Sayembara itu dimenangi oleh Ki Ageng Pemanahan dan Ki Penjawi. Arya Penangsang tewas di tangan Sutawijaya putra Ki Ageng Pemanahan, berkat siasat cerdik Ki Juru Martani.

Serangan Pertama Ratu Kalinyamat pada Portugis
Ratu Kalinyamat kembali menjadi bupati Jepara. Setelah kematian Arya Penangsang tahun 1549, wilayah Demak, Jepara, dan Jipang menjadi bawahan Pajang yang dipimpin raja Hadiwijaya. Meskipun demikian, Hadiwijaya tetap memperlakukan Ratu Kalinyamat sebagai tokoh senior yang dihormati. Ratu Kalinyamat sebagaimana bupati Jepara sebelumnya (Pati Unus), bersikap anti terhadap Portugis. Pada tahun 1550 ia mengirim 4.000 tentara Jepara dalam 40 buah kapal memenuhi permintaan sultan Johor untuk membebaskan Malaka dari kekuasaan bangsa Eropa itu.
Pasukan Jepara itu kemudian bergabung dengan pasukan Persekutuan Melayu hingga mencapai 200 kapal perang. Pasukan gabungan tersebut menyerang dari utara dan berhasil merebut sebagian Malaka. Namun Portugis berhasil membalasnya. Pasukan Persekutuan Melayu dapat dipukul mundur, sementara pasukan Jepara masih bertahan.

Baru setelah pemimpinnya gugur, pasukan Jepara ditarik mundur. Pertempuran selanjutnya masih terjadi di pantai dan laut yang menewaskan 2.000 prajurit Jepara. Badai datang menerjang sehingga dua buah kapal Jepara terdampar kembali ke pantai Malaka, dan menjadi mangsa bangsa Portugis. Prajurit Jepara yang berhasil kembali ke Jawa tidak lebih dari setengah dari yang berhasil meninggalkan Malaka. Ratu Kalinyamat tidak pernah jera. Pada tahun 1565 ia memenuhi permintaan orang-orang Hitu di Ambon untuk menghadapi gangguan bangsa Portugis dan kaum Hative.

Serangan Kedua Ratu Kalinyamat pada Portugis
Pada tahun 1564, Sultan Ali Riayat Syah dari Kesultanan Aceh meminta bantuan Demak untuk menyerang Portugis di Malaka. Saat itu Demak dipimpin seorang bupati yang mudah curiga, bernama Arya Pangiri, putra Sunan Prawata. Utusan Aceh dibunuhnya. Akhirnya, Aceh tetap menyerang Malaka tahun 1567 meskipun tanpa bantuan Jawa. Serangan itu gagal. Pada tahun 1573, sultan Aceh meminta bantuan Ratu Kalinyamat untuk menyerang Malaka kembali. Ratu mengirimkan 300 kapal berisi 15.000 prajurit Jepara. Pasukan yang dipimpin oleh Ki Demang Laksamana itu baru tiba di Malaka bulan Oktober 1574. Padahal saat itu pasukan Aceh sudah dipukul mundur oleh Portugis.

Pasukan Jepara yang terlambat datang itu langsung menembaki Malaka dari Selat Malaka. Esoknya, mereka mendarat dan membangun pertahanan. Tapi akhirnya, pertahanan itu dapat ditembus pihak Portugis. Sebanyak 30 buah kapal Jepara terbakar. Pihak Jepara mulai terdesak, namun tetap menolak perundingan damai karena terlalu menguntungkan Portugis. Sementara itu, sebanyak enam kapal perbekalan yang dikirim Ratu Kalinyamat direbut Portugis. Pihak Jepara semakin lemah dan memutuskan pulang. Dari jumlah awal yang dikirim Ratu Kalinyamat, hanya sekitar sepertiga saja yang tiba di Jawa.

Meskipun dua kali mengalami kekalahan, namun Ratu Kalinyamat telah menunjukkan bahwa dirinya seorang wanita yang gagah berani. Bahkan Portugis mencatatnya sebagai rainha de Japara, senhora poderosa e rica, de kranige Dame, yang berarti "Ratu Jepara seorang wanita yang kaya dan berkuasa, seorang perempuan pemberani".


Anak Angkat
Ratu Kalinyamat tidak memiliki anak kandung, tetapi Ratu kalinyamat di beri kepercayaan untuk merawat keponakannya sebagai anak angkat, yaitu: Pangeran Timur Rangga Jumena Merupakan putra bungsu Sultan Trenggana yang kemudian menjadi bupati Madiun.

Arya Pangiri
Merupakan putra dari Sunan Prawata yang kemudian menjadi penguasa Demak, Namun sebelum itu ia sempat menjadi Raja Pajang dengan gelar Sultan Ngawantipura. Saat itu dengan bantuan Panembahan Kudus pada tahun 1583 ia berhasil naik takhta atas kerajaan Pajang menggantikan Sultan Hadiwijaya yang meninggal dunia akibat sakit sepulang dari perang dengan Mataram melawan anak angkatnya sendiri, Sutawijaya. Sepeninggal Hadiwijaya, terjadi perebutan takhta antara Pangeran Benawa yang merupakan putra dari Sultan Hadiwijaya sendiri dengan Arya Pangiri, menantunya yang dimenangkan oleh Arya Pangiri. Namun pemerintahan Arya Pangiri hanya disibukkan dengan usaha balas dendam terhadap Mataram sehingga kehidupan rakyat Pajang terabaikan. Hal ini kemudian membuat Pangeran Benawa yang tersingkir ke Jipang prihatin. Pada 1586 ia lalu bersekutu dengan Sutawijaya menyerbu Pajang. Arya Pangiri kalah. Ia lalu dikembalikan ke negeri asalnya yaitu Demak.

Adalah sepupu ratu kalinyamat yang merupakan putra Ratu Ayu Kirana (adik Sultan Trenggana). Ayah Pangeran Arya Jepara adalah Maulana Hasanuddin, raja pertama Banten. Ketika Maulana Yusuf, raja ke-2 Banten meninggal pada tahun 1580, putra mahkotanya masih kecil. Pangeran Arya Jepara berniat merebut takhta. Pertempuran pun terjadi di Banten. Namun Pangeran Jepara terpaksa mundur setelah Ki Demang Laksamana, panglimanya gugur di tangan Patih Mangkubumi Kesultanan Banten. Kemudian Pangeran Arya Jepara pulang ke Kerajaan Kalinyamat, ternyata Keraton Kalinyamat telah diserang oleh Panembahan Senopati, pasukan Panembahan Senopati dari Mataram datang menyerbu Jepara diduduki dan kota Kalinyamat dihancurkan.

Pengganti Ratu Kalinyamat
Ratu Kalinyamat meninggal dunia sekitar tahun 1579. Ia dimakamkan di dekat makam Pangeran Kalinyamat di desa Mantingan. Semasa hidupnya, Ratu Kalinyamat membesarkan tiga orang pemuda. Yang pertama adalah adiknya, yaitu Pangeran Timur Rangga Jumena putera bungsu Trenggana yang kemudian menjadi bupati Madiun. Yang kedua adalah keponakannya, yaitu Arya Pangiri, putra Sunan Prawata yang kemudian menjadi bupati Demak. Sedangkan yang ketiga adalah sepupunya, yaitu Pangeran Arya Jepara putra Ratu Ayu Kirana (adik Trenggana).

Ayah Pangeran Arya Jepara adalah Maulana Hasanuddin raja pertama Banten. Ketika Maulana Yusuf raja kedua Banten meninggal dunia tahun 1580, putra mahkotanya masih kecil. Pangeran Arya Jepara berniat merebut takhta. Pertempuran terjadi di Banten. Pangeran Jepara terpaksa mundur setelah ki Demang Laksamana, panglimanya, gugur di tangan patih Mangkubumi Kesultanan Banten.

Kepustakaan
Ø Babad Tanah Jawi. 2007. (terj.). Yogyakarta: Narasi
Ø De Graaf HJ, Pigeaud ThGT. 2001. Kerajaan Islam Pertama di Jawa. Terj. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti
Ø Hayati dkk. 2000. Peranan Ratu Kalinyamat di jepara pada Abad XVI. Jakarta: Proyek Peningkatan Kesadaran Sejarah Nasional Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional Direktorat Jenderal Kebudayaan Departemen Pendidikan Nasional.


Kisah Ratu Kalinyamat, Sang Penguasa Jepara yang Melampaui Zamannya
Zaman ini Indonesia mengenal beberapa perempuan dengan prestasi luar biasa yang diakui dunia. Beberapa yang paling familiar ialah Sri Mulyani yang menjabat sebagai Menteri Keuangan pada masa kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Susi Pudjiastuti yang saat ini masih menjabat sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan yang dikenal nyentrik, cerdas, dan berani.

Bergeser lebih jauh ke abad 19, sejarah mengantarkan kita pada RA Kartini. Seorang perempuan Jepara yang mengusung kesetaraan gender lewat aktivitas korespondensinya dengan wanita Eropa modern. Lewat surat-suratnya ia menentang konstruk budaya Jawa yang menempatkan wanita hanya pada tiga kawasan: sumur (mencuci dan bersih-bersih), dapur (memasak) dan kasur (melayani suami). Atau dalam Bahasa Jawa berarti macak, masak, dan manak. Sadar bahwa pendidikan merupakan jalan utama untuk maju, Kartini mengajukan permohonan kepada ayahnya untuk melanjutkan sekolah HBS (sekolah menengah umum pada zaman Hindia Belanda yang diperuntukkan bagi orang Belanda, Eropa atau elite pribumi) namun ditolak mentah-mentah.

Meninggal pada usia muda, meski belum sempat mencapai cita-citanya untuk melanjutkan pendidikan, Kartini diperingati sebagai satu dari sedikit pahlawan Indonesia yang memiliki perspektif jauh pada masanya. Pendapatnya mengenai pendidikan adalah kunci kemerdekaan wanita, membawa namanya menjadi aikon feminisme Indonesia dasawarsa awal abad ke-20.

Namun tidak banyak yang tahu, bahwa terdapat sosok perempuan lain—juga berasal dari Jepara—yang membuktikan bahwa kredibilitas memimpin tidak hanya milik laki-laki tetapi juga perempuan. Di masa jauh sebelum Kartini menyuarakan gelisahnya lewat carik-carik kertas, ia telah menyentuh bidang politik, ekonomi dan militer—tiga hal yang sama sekali jauh dari gambaran perempua Jawa saat itu.
Perempuan itu bernama Ratu Kalinyamat.

‘Menyusui’ Demak, Mengasuh Anak
Ia lahir jauh kira-kira lima abad sebelum Kartini. Belum ditemukan sumber sejarah yang menyebut angka kelahirannya secara pasti, namun dalam Babad Tanah Jawi disebutkan bahwa ia merupakan putri Pangeran Trenggana dan cucu Raden Patah, sultan Demak pertama. Bernama asli Ratna Kencana, sumber tradisional Jawa menyebutkan bahwa ia menggantikan suaminya Pangeran Hadiri, menjabat sebagai raja di Jepara. Ia tidak pernah menyangka bahwa kematian suaminya membawa ia pada babak yang sama sekali baru dalam hidupnya. Dari sinilah semuanya di mulai.

Sepeninggal mendiang suaminya, internal kerajaan Demak diwarnai konflik kekuasaan. Karakternya yang kuat membuat ia dipercaya menjadi tokoh sentral dalam penyelesaian konflik keluarga tersebut. Peran yang dilakukan ini menunjukkan kemampuannya yang melebihi tokoh lain dalam menghadapi disintegrasi Kerajaan Demak. Namanya semakin populer di seantero Jepara.

Mendiang suaminya tidak meninggalkan anak ketika ia pergi. Untuk mengisi kekosongan tersebut ia mengasuh anak dari adiknya, Pangeran Timur yang nantinya menjadi adipati di Madiun. Selain itu sejarah Banten juga mencatat bahwa Kalinyamat mengasuh Pangeran Arya, putera dari Maulana Hasanuddin, Raja Banten tahun 1500-an yang nantinya akan menjadi pengganti Ratu Kalinyamat memerintah Jepara. Ia juga memiliki putri angkat bernama Dewi Wuryan, putri Sultan Cirebon. Selain menjadi tumpuan bagi keluarga besar Kerajaan Demak, Ratu Kalinyamat juga digambarkan sebagai single-parent yang bertanggung jawab atas kehidupan anak asuh dan kemenakannya. Dua peran sekaligus dalam sekali dayung.

Jayanya Jepara di Tangan Seorang Ibu
Sejak tahun 1500-an, Jepara sudah diperkirakan menjadi kota dagang penting. Aktivitas kelautan dan perdagangan padat, khususnya yang mengarah ke Maluku atau Malaka. Di bawah Ratu Kalinyamat, strategi pengembangan Jepara diarahkan pada penguatan sektor perdagangan dan angkatan laut. Untuk pertahanan, Jepara menjalin kerja sama dengan Johor, Aceh, Banten, dan Maluku. Satu aktivitas yang pada masanya jarang dilakukan kaum perempuan.

Tidak hanya sampai di sana, selama 30 tahun kekuasaannya (1549-1579) Ratu Kalinyamat telah berhasil membawa Jepara pada puncak kejayaan dengan amannya wilayah Kalinyamat dan Prawata yang bebas dari ancaman manapun. Sumber Portugis menyebutkan bahwa Jepara saat itu sudah menjadi kota pelabuhan terbesar di pantai utara Jawa dan memiliki armada laut yang besar dan kuat pada abad ke-16. Bahkan ia mampu menampung kapal besar bermuatan 200 ton lebih.

Sepak terjang Ratu Kalinyamat jauh melampaui zamannya. Sesuai jabatannya, ia mempunyai pengaruh kuat di bidang politik dan militer. Ia diminta banyak kerja sama militer, salah satunya oleh Raja Johor dalam mengusir Portugis pada tahun 1550. Menyetujui hal tersebut, ia mengirimkan 40 armada kapal yang berisi empat sampai lima ribu prajurit.

Semangat membela tanah air dan melawan Portugis terus berkobar di hati perempuan ini. Lewat lautan, ia terus menggempur Portugis yang berada di Malaka, salah satunya pada tahun 1574. Dibandingkan ekspedisi pertama yang bekerja sama dengan Raja Johor, kali ini ia mengirim armada yang jauh lebih besar yaitu terdiri dari 300 buah kapal layar dengan 15.000 prajurit pilihan, sekaligus dilengkapi dengan banyak perbekalan, meriam dan mesiu.

Tidak ada motivasi politik macam-macam dari Ratu Kalinyamat saat itu. Kegigihannya membantu melawan Portugis, menurut catatan sejarah adalah untuk melindungi kepentingan perdagangan suku-suku bangsa dari berbagai daerah di Nusantara yang sudah lebih dahulu beraktivitas di sana. Popularitasnya sebagai kepala pemerintahan tidak hanya dikenal di kawasan Nusantara bagian barat saja, tetapi juga Nusantara bagian Timur. Ratu Kalinyamat merupakan sosok pengecualian yang berhasil keluar dari citra perempuan Jawa pada masanya. Ia bicara lewat karakternya yang kuat. Jika hidup pada masa ini, kualitas pribadi, karakter dan pencapaian Ratu Kalinyamat tentu dapat disejajarkan dengan perempuan berprestasi Indonesia yang kita kenal. Berkaca dari keberhasilannya, sudah sepatutnya perempuan Indonesia saat ini juga bangun dari tiga kawasan yang terlanjur melekat. Kita sudah hampir lewat abad 21. Dunia terlalu keras untuk hanya dihadapi dengan modal masak, macak, manak.

Aura Magis Pertapaan Telanjang Ratu Kalinyamat
Ratu Kalinyamat adalah seorang perempuan yang mendirikan kerajaan kecil di Mantingan, dekat Jepara. Istri Sultan Hadirin ini terpaksa menjadi janda pada tahun 1549 setelah suaminya dibunuh oleh Aryo Penangsang. Karena sangat berduka kehilangan suaminya, Ratu Kalinyamat dikisahkan bertapa agar dapat membalas kematian suaminya.

Situs tempat pertapaan Ratu Kalinyamat ini berada di Desa Tulakan, Kecamatan Keling, sekitar 40 kilometer arah timur laut Kota Jepara, atau 78 kilometer dari Kota Kudus, Jawa Tengah. Di sana, ada salah satu sudut bukit yang kini menjadi Desa Tulakan, tempat Ratu Kalinyamat bertapa selama bertahun-tahun tanpa busana dan hanya berbalutkan rambutnya yang panjang. Ia memohon pertolongan dari Tuhan agar dapat melampiaskan dendam kesumatnya terhadap Aryo Penangsang, salah seorang murid kesayangan Sunan Kudus. Kalinyamat pun sempat bersumpah, “Ora pisan-pisan ingsun jengkar saka tapa ingsun yen durung bisa kramas getihe lan kesed jambule Aryo Penangsang.”Sumpah itu maknanya bahwa ia tidak akan menghentikan laku tapanya jika belum bisa keramas rambut dengan darah Aryo Penangsang, serta membasuh kakinya dengan rambut Aryo Penangsang.

Aryo Penangsang akhirnya tewas dalam sebuah duel dengan Danang Sutowijoyo, yang di kemudian hari mendirikan Kerajaan Mataram. Duel antara Danang Sutowijoyo dan Aryo Penangsang yang legendaris ini  berlangsung di dekat Sungai Kedung Srengenge. Dalam pertarungan yang sengit, Aryo Penangsang tewas secara tragis, ususnya terburai oleh kerisnya sendiri. Pertapaan Ratu Kalinyamat dengan sumpahnya itu ditafsirkan oleh masyarakat sebagai wujud kesetiaan, kecintaan dan pengabdian Sang Ratu kepada suaminya. Ia dengan kesadaran dan keikhlasan yang tinggi bersedia meninggalkan gemerlapnya kehidupan istana.

Kini, tempat pertapaan Ratu Kalinyamat yang semula hanya berupa bangunan sederhana berukuran 3 x 4 meter di tepian sebuah sungai kecil di Tulakan, oleh Pemerintah Kabupaten Jepara dibangun pintu gerbang. Tempat pemandian untuk berendam (tapa kungkum) di sungai kecil dekat pertapaan kini dibangun pula pagar pemisah untuk peziarah pria dan wanita. Jalanan dan halaman situs pun telah diperkeras dengan  paving block. Situs pertapaan Ratu Kalinyamat ini setiap malam Jumat Wage dipenuhi peziarah yang datang dari berbagai daerah di sekitar Jepara.

”Para peziarah kebanyakan kaum perempuan yang ingin cantik alami  seperti Ratu Kalinyamat. Syaratnya, mereka terlebih dahulu harus mandi di sungai kecil yang ada di dekat situs bekas pertapaan. Kemudian disusul dengan laku tapa atau meditasi selama 40 hari,” ujar  Suparni, juru kunci pertapaan Ratu Kalinyamat.

Menurut Suparni, setiap Jumat Wage banyak orang yang berziarah. Di tempat itu, mereka berdoa pada Allah Swt. “Doanya ada yang terkabul. Lewat berdoa di situ kemudian dia dengan sukarela memberi bantuan sampai jutaan rupiah untuk membangun tempat ini,” ujar Suparni. Kegiatan yang dilakukan di pertapaan itu tidak ada pantangannya. Tidak ada larangan. Tetapi untuk menjaga kelestariannya dilarang menebang pohon. Larangan menebang pohon sudah berlaku sejak 1989 silam. Sebab, sebelumnya pohon-pohon di area makan banyak ditebangi untuk keperluan bangunan.
“Berziarah harus bersuci terlebih dahulu seperti berwudhu.”

Sumber : Google Wikipedia
 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

KABUPATEN ASAHAN PROVINSI SUMATERA UTARA

    KABUPATEN ASAHAN PROVINSI SUMATERA UTARA Orientasi Asahan ( Jawi : اسهن ) adalah sebuah kabupaten yang terletak di provinsi S...