Selasa, 13 November 2018

KISAH KERAJAAN JENGGALA

KISAH KERAJAAN JENGGALA

Orientasi
Kerajaan Janggala atau Kerajaan Jenggala adalah salah satu dari dua pecahan kerajaan yang dipimpin oleh Airlangga dari Wangsa Isyana. Kerajaan ini berdiri tahun 1042, dan berakhir sekitar tahun 1130-an. Lokasi pusat kerajaan ini sekarang diperkirakan berada di wilayah Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur.

Etimologi
Nama Janggala diperkirakan berasal kata "Hujung Galuh", atau disebut "Jung-ya-lu" berdasarkan catatan China. Hujung Galuh terletak di daerah muara sungai Brantas yang diperkirakan kini menjadi bagian kota Surabaya. Kota ini merupakan pelabuhan penting sejak zaman kerajaan Kahuripan, Janggala, Kediri, Singhasari, hingga Majapahit. Pada masa kerajaan Singhasari dan Majapahit pelabuhan ini kembali disebut sebagai Hujung Galuh.

Pembagian Kerajaan oleh Airlangga
Pusat pemerintahan Janggala terletak di Kahuripan. Menurut prasasti Terep, kota Kahuripan didirikan oleh Airlangga tahun 1032, karena ibu kota yang lama, yaitu Watan Mas direbut seorang musuh wanita. Berdasarkan prasasti Pamwatan dan Serat Calon Arang, pada tahun 1042 pusat pemerintahan Airlangga sudah pindah ke Daha. Tidak diketahui dengan pasti mengapa Airlangga meninggalkan Kahuripan.

Pada tahun 1042 itu pula, Airlangga turun takhta. Putri mahkotanya yang bernama Sanggramawijaya Tunggadewi lebih dulu memilih kehidupan sebagai pertapa, sehingga timbul perebutan kekuasaan antara kedua putra Airlangga yang lain, yaitu Sri Samarawijaya dan Mapanji Garasakan. Akhir November 1042, Airlangga terpaksa membagi dua wilayah kerajaannya. Sri Samarawijaya mendapatkan Kerajaan Kadiri di sebelah barat yang berpusat di kota baru, yaitu Daha. Sedangkan Mapanji Garasakan mendapatkan Kerajaan Janggala di sebelah timur yang berpusat di kota lama, yaitu Kahuripan.

Raja-Raja Janggala
Pembagian kerajaan sepeninggal Airlangga terkesan sia-sia, karena antara kedua putranya tetap saja terlibat perang saudara untuk saling menguasai. Pada awal berdirinya, Kerajaan Janggala lebih banyak meninggalkan bukti sejarah daripada Kerajaan Kadiri. Beberapa orang raja yang diketahui memerintah Janggala antara lain :
1.  Mapanji Garasakan, berdasarkan prasasti Turun Hyang II (1044), prasasti Kambang Putih, dan prasasti Malenga (1052).
2.    Alanjung Ahyes, berdasarkan prasasti Banjaran (1052).
3.    Samarotsaha, berdasarkan prasasti Sumengka (1059).


Akhir Kerajaan Janggala
Meskipun raja Janggala yang sudah diketahui namanya hanya tiga orang saja, namun kerajaan ini mampu bertahan dalam persaingan sampai kurang lebih 90 tahun lamanya. Menurut prasasti Ngantang (1135), Kerajaan Janggala akhirnya ditaklukkan oleh Sri Jayabhaya raja Kadiri, dengan semboyannya yang terkenal, yaitu Panjalu Jayati, atau Kadiri Menang. Sejak saat itu Janggala menjadi bawahan Kadiri. Menurut Kakawin Smaradahana, raja Kadiri yang bernama Sri Kameswara, yang memerintah sekitar tahun 1182-1194, memiliki permaisuri seorang putri Janggala bernama Kirana.

Janggala sebagai Bawahan Majapahit
Setelah Kadiri ditaklukkan Singhasari tahun 1222, dan selanjutnya oleh Majapahit tahun 1293, secara otomatis Janggala pun ikut dikuasai.  Pada zaman Majapahit nama Kahuripan lebih populer daripada Janggala, sebagaimana nama Daha lebih populer daripada Kadiri. Meskipun demikian, pada prasasti Trailokyapuri (1486), Girindrawardhana raja Majapahit saat itu menyebut dirinya sebagai penguasa Wilwatikta-Janggala-Kadiri.

Bhre Kahuripan
1.    Tribhuwana 1309-1328, 1350-1375 Pararaton.27:18,19; 29:32 Nagarakertagama.2:2
4.    Surawardhani 1389-1400 Pararaton.29:23,26; 30:37
5.    Ratnapangkaja 1400-1446 Pararaton .30:5,6; 31:35
6.    Rajasawardhana 1447-1451 Pararaton.32:11; Prasasti Waringin Pitu
7.    Samarawijaya 1451-1478 Pararaton .32:23

Janggala dalam Karya Sastra
Adanya Kerajaan Janggala juga muncul dalam Nagarakretagama yang ditulis tahun 1365. Kemudian muncul pula dalam naskah-naskah sastra yang berkembang pada zaman kerajaan-kerajaan Islam di Jawa, misalnya Babad Tanah Jawi dan Serat Pranitiradya.  Dalam naskah-naskah tersebut, raja pertama Janggala bernama Lembu Amiluhur, putra Resi Gentayu alias Airlangga. Lembu Amiluhur ini juga bergelar Jayanegara. Ia digantikan putranya yang bernama Panji Asmarabangun, yang bergelar Prabu Suryawisesa.

Panji Asmarabangun inilah yang sangat terkenal dalam kisah-kisah Panji. Istrinya bernama Galuh Candrakirana dari Kediri. Dalam pementasan Ketoprak, tokoh Panji setelah menjadi raja Janggala juga sering disebut Sri Kameswara. Hal ini jelas berlawanan dengan berita dalam Smaradahana yang menyebut Sri Kameswara adalah raja Kadiri, dan Kirana adalah putri Janggala.
Selanjutnya, Panji Asmarabangun digantikan putranya yang bernama Kuda Laleyan, bergelar Prabu Surya Amiluhur. Baru dua tahun bertakhta, Kerajaan Janggala tenggelam oleh bencana banjir. Surya Amiluhur terpaksa pindah ke barat mendirikan Kerajaan Pajajaran.
Tokoh Surya Amiluhur inilah yang kemudian menurunkan Jaka Sesuruh, pendiri Majapahit versi dongeng. Itulah sedikit kisah tentang Kerajaan Janggala versi babad dan serat yang kebenarannya sulit dibuktikan dengan fakta sejarah.

Kepustakaan
1.    Andjar Any. 1989. Rahasia Ramalan Jayabaya, Ranggawarsita & Sabdopalon. Semarang: Aneka Ilmu
2.    Babad Tanah Jawi. 2007. (terj.). Yogyakarta: Narasi
3.    Poesponegoro & Notosusanto (ed.). 1990. Sejarah Nasional Indonesia Jilid II. Jakarta: Balai Pustaka.

Slamet Muljana. 1979. Nagarakretagama dan Tafsir Sejarahnya. Jakarta: Bhratara

Sumber : Google Wikipedia


Kerajaan Janggala (Jenggala)
Janggala (disebut juga Jenggla) merupakan kerajaan yang berdiri pada 1042, dan berakhir pada 1130-an. Pusat kerajaan ini diperkirakan berada di wilayah administratif Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, pada hari ini. Janggala merupakan satu dari dua kerajaan hasil pemekaran kerajaan Panjalu, atau dikenal juga sebagai kerajaan Kadiri, yang dipimpin oleh Airlangga dari Wangsa Isyana.
Istilah “Janggala” diduga berasal dari kata “Hujung Galuh”, atau disebut juga “Jung-ya-lu” dalam risalah sejarah bangsa China. Hujung Galuh terletak di daerah muara sungai Brantas, yang diperkirakan menjadi bagian dari kota Surabaya hari ini. Kota ini merupakan pelabuhan penting pada zaman itu.

Pada akhir November 1042, demi melerai perselisihan antara kedua anaknya selaku pewaris tahta, Airlangga membagi kekuasaan untuk mereka; Sri Samarawijaya diberikan tahta di kerajaan Panjalu (Kadiri), dengan pusat pemerintahannya di Daha, sementara Mapanji Garasakan mendapat kerajaan baru, yang kemudian dinamai kerajaan Janggala, yang berpusat di Kahuripan.
Pada awal berdirinya, berdasarkan berbagai keterangan sejarah, diketahui Jangga dipimpin oleh sejumlah raja, yakni:
1). Mapanji Garasakan (berdasarkan prasasti Turun Hyang II, 1044, dan prasasti Kambang Putih, dan prasasti Malenga, 1052)
2). Alanjung Ahyes (berdasarkan prasasti Banjaran, 1052)
3). Samarotsaha (berdasarkan prasasti Sumengka, 1059)

Meskipun maksud dari pemekaran wilayah yang dilakukan Airlangga adalah demi perdamaian keturunannya, pada akhirnya peperangan antarkedua kubu tidak dapat dihindarkan.
Pada prasasti Turun Hyang II (1044) yang diterbitkan Kerajaan Janggala, diberitakan terjadinya perang saudara antara kedua kerajaan sepeninggal Airlangga.
Kerajaan Panjalu di bawah pemerintahan Sri Jayabhaya berhasil menaklukkan Kerajaan Janggala dengan semboyannya yang terkenal dalam prasasti Ngantang (1135), yaitu “Panjalu Jayati”, atau “Panjalu Menang”. Dengan penundukan ini, Janggala, beserta bandar-bandar pusat perniagaannya berada di bawah kekuasaan Kadiri.

Setelah Kadiri ditaklukkan Singhasari tahun 1222, dan selanjutnya oleh Majapahit tahun 1293, secara otomatis Janggala pun ikut dikuasai. Pada zaman Majapahit, nama Kahuripan lebih populer dari pada Janggala, sebagaimana nama Daha lebih populer dari pada Kadiri. Meskipun demikian, pada prasasti Trailokyapuri (1486), Girindrawardhana raja Majapahit saat itu menyebut dirinya sebagai penguasa Wilwatikta-Janggala-Kadiri.

Dalam era Majapahit tersebut, diketahui Janggala pernah dipimpin oleh sejumlah nama, yakni:
1.    Tribhuwana 1309-1328, 1350-1375 (berdasarkan naskah Pararaton dan Nagarakretagama)
2.    Hayam Wuruk 1334-1350 (berdasarkan Prasasti Tribhuwana)
3.    Wikramawardhana 1375-1389 (berdasarkan naskah Suma Oriental(?))
4.    Surawardhani 1389-1400 (berdasarkan naskah Pararaton)
5.    Ratnapangkaja 1400-1446 (berdasarkan naskah Pararaton)
6.    Rajasawardhana 1447-1451 (berdasarkan naskah Pararaton dan Prasasti Waringin Pitu)
7.    Samarawijaya 1451-1478 (berdasarkan naskah Pararaton)

Kerajaan Janggala, Bandar Perdagangan Terbesar Kedua di Nusantara
Kerajaan Janggala adalah satu dari dua pecahan kerajaan Kahuripan yang dipimpin oleh Airlangga dari Wangsa Isyana. Lokasi pusat pemerintahan kerajaan ini berada di sekitar wilayah Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur. Kerajaan Janggala adalah satu dari dua pecahan kerajaan Kahuripan yang dipimpin oleh Airlangga dari Wangsa Isyana. Lokasi pusat pemerintahan kerajaan ini berada di sekitar wilayah Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur.

Kerajaan Janggala berdiri pada 1042 tepat setelah Airlangga dari Kerajaan Kahuripan membagi wilayah kekuasaannya, menjadi Kerajaan Janggala dan Kerajaan Kadiri, untuk diberikan kepada kedua putranya yang saling berselisih. Kerajaan Jenggala beribukota di Kahirpan, diserahkan kepada Mapanji Garasakan, sedangkan Kerajaan Kadiri beribukota di Daha, diserahkan kepada Sri Samarawijaya. Sejak awal pemisahan dua kerajaan ini, hubungan antara Janggala dan Kadiri tidak pernah akur dan selalu terlibat dalam konflik. Berbeda dengan Kerajaan Kadiri, Kerajaan Janggala pada awal pemisahannya dengan Kerajaan Kahuripan tumbuh dengan sangat pesat.  Hal itu terjadi karena Mapanji Garasakan sebagai raja pertama Janggala memiliki kemampuan dalam mengatur pemerintahan dan melakukan diplomasi ke berbagai wilayah di sekitar daerah kuasaannya, bahkan keluar dari wilayah kekuasaannya. Perkembangan kerajaan ini tidak hanya dalam sektor pemerintahan, tetapi juga pada sektor lainnya, seperti ekonomi, kesenian, dan karya sastra.

Kerajaan Janggala menguasai sungai-sungai bermuara, termasuk jalur perdagangan di wilayah Sungai Porong. Selain itu juga Jenggala sudah dikenal oleh kerajaan-kerajaan di luar Nusantara, seperti India, Tiongkok, dan negara lainnya. Berdasarkan catatan perjalanan orang-orang Tionghoa, wilayah perdagangan Kerajaan Janggala adalah yang terbesar kedua di Nusantara, setelah wilayah Kerajaan Sriwijaya. Periode kekuasaan Kerajaan Jenggala terhitung cukup pendek, hanya dipimpin oleh tiga periode kekuasaan saja, yaitu Mapanji Garasakan, Mapanji Alanjung Ahyes, dan Samarotsaha.

Pada masa pemerintahan Mapanji Garasakan, Kerajaan Janggala terlibat perang dengan Kerajaan Kadiri hingga memaksa Janggala memindahkan pusat pemerintahan ke wilayah Lamongan. Pada masa pemerintahan Mapanji Lanjung Ahyes, Kerajaan Janggala sering mendapat serangan dari Kerajaan Kadiri. Hingga akhirnya pada masa pemerintahan Samarotsaha, kerajaan ini hancur akibat serangan dari Sri Jayabhaya yang ketika itu memerintah Kerajaan Kadiri. Bukti mengenai perang antara Kerajaan Janggala dan Kerajaan Kadiri sepeninggalan Airlangga terdapat pada prasasti Turun Hyang II. Kemenangan Kerajaan Kadiri atas Janggala tercatat dalam prasasti Ngantang yang dibuat pada 1135 M.

Sumber: Gustama, Faisal Ardi. 2017. Buku Babon Kerajaan-Kerajaan di Nusantara. Yogyakarta : Brilliant Book
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

KABUPATEN ASAHAN PROVINSI SUMATERA UTARA

    KABUPATEN ASAHAN PROVINSI SUMATERA UTARA Orientasi Asahan ( Jawi : اسهن ) adalah sebuah kabupaten yang terletak di provinsi S...