Selasa, 06 November 2018

KISAH KERAJAAN TARUMANEGARA

KISAH KERAJAAN TARUMANEGARA

Orientasi
Tarumanagara atau Kerajaan Taruma adalah sebuah kerajaan yang pernah berkuasa di wilayah barat pulau Jawa pada abad ke-4 hingga abad ke-7 M. Taruma merupakan salah satu kerajaan tertua di Nusantara yang meninggalkan catatan sejarah. Dalam catatan sejarah dan peninggalan artefak di sekitar lokasi kerajaan, terlihat bahwa pada saat itu Kerajaan Taruma adalah kerajaan Hindu beraliran Wisnu.

Etimologi dan Toponimi
Kata tarumanagara berasal dari kata taruma dan nagara. Nagara artinya kerajaan atau negara sedangkan taruma berasal dari kata tarum yang merupakan nama sungai yang membelah Jawa Barat yaitu Citarum. Pada muara Citarum ditemukan percandian yang luas yaitu Percandian Batujaya dan Percandian Cibuaya yang diduga merupakan peradaban peninggalan Kerajaan Taruma.

Sumber Sejarah
Bila menilik dari catatan sejarah ataupun prasasti yang ada, tidak ada penjelasan atau catatan yang pasti mengenai siapakah yang pertama kalinya mendirikan kerajaan Tarumanegara. Raja yang pernah berkuasa dan sangat terkenal dalam catatan sejarah adalah Purnawarman. Pada tahun 417 ia memerintahkan penggalian Sungai Gomati dan Candrabaga (Kali Bekasi)[2] sepanjang 6112 tombak (sekitar 11 km). Selesai penggalian, sang prabu mengadakan selamatan dengan menyedekahkan 1.000 ekor sapi kepada kaum brahmana.

Bukti keberadaan Kerajaan Taruma diketahui dengan tujuh buah prasasti batu yang ditemukan. Lima di Bogor, satu di Jakarta dan satu di Lebak Banten. Dari prasasti-prasasti ini diketahui bahwa kerajaan dipimpin oleh Rajadirajaguru Jayasingawarman pada tahun 358 M dan dia memerintah sampai tahun 382 M. Makam Rajadirajaguru Jayasingawarman ada di sekitar sungai Gomati (wilayah Bekasi). Kerajaan Tarumanegara ialah kelanjutan dari Kerajaan Salakanagara.

Prasasti yang ditemukan :
1.   Prasasti Kebon Kopi, dibuat sekitar 400 M (H Kern, 1917), ditemukan di perkebunan kopi milik Jonathan Rig, Ciampea, Bogor.
2. Prasasti Tugu, ditemukan di Kampung Batutumbu, Desa Tugu, Kecamatan Tarumajaya, Kabupaten Bekasi, sekarang disimpan di museum di Jakarta. Prasasti tersebut isinya menerangkan penggalian Sungai Candrabaga oleh Rajadirajaguru dan penggalian Sungai Gomati sepanjang 6112 tombak atau 12 km oleh Purnawarman pada tahun ke-22 masa pemerintahannya.Penggalian sungai tersebut merupakan gagasan untuk menghindari bencana alam berupa banjir yang sering terjadi pada masa pemerintahan Purnawarman, dan kekeringan yang terjadi pada musim kemarau.
3.  Prasasti Cidanghiyang atau Prasasti Munjul, ditemukan di aliran Sungai Cidanghiyang yang mengalir di Desa Lebak, Kecamatan Munjul, Kabupaten Pandeglang, Banten, berisi pujian kepada Raja Purnawarman.
4.    Prasasti Ciaruteun, Ciampea, Bogor
5.    Prasasti Muara Cianten, Ciampea, Bogor
6.    Prasasti Jambu, Nanggung, Bogor
7.    Prasasti Pasir Awi, Citeureup, Bogor

Lahan tempat prasasti itu ditemukan berbentuk bukit rendah berpermukaan datar dan diapit tiga batang sungai: Cisadane, Cianten dan Ciaruteun. Sampai abad ke-19, tempat itu masih dilaporkan dengan nama Pasir Muara. Dahulu termasuk bagian tanah swasta Ciampea. Sekarang termasuk wilayah Kecamatan Cibungbulang.  Kampung Muara tempat prasasti Ciaruteun dan Telapak Gajah ditemukan, dahulu merupakan sebuah "kota pelabuhan sungai" yang bandarnya terletak di tepi pertemuan Cisadane dengan Cianten. Sampai abad ke-19 jalur sungai itu masih digunakan untuk angkutan hasil perkebunan kopi. Sekarang masih digunakan oleh pedagang bambu untuk mengangkut barang dagangannya ke daerah hilir. Prasasti pada zaman ini menggunakan aksara Sunda kuno, yang pada awalnya merupakan perkembangan dari aksara tipe Pallawa Lanjut, yang mengacu pada model aksara Kamboja dengan beberapa cirinya yang masih melekat. Pada zaman ini, aksara tersebut belum mencapai taraf modifikasi bentuk khasnya sebagaimana yang digunakan naskah-naskah (lontar)
abad ke-16.

Prasasti Pasir Muara
Di Bogor, prasasti ditemukan di Pasir Muara, di tepi sawah, tidak jauh dari prasasti Telapak Gajah peninggalan Purnawarman. Prasasti itu kini tak berada ditempat asalnya. Dalam prasasti itu dituliskan :
Ini sabdakalanda rakryan juru panga-mbat i kawihaji panyca pasagi marsa-n desa barpulihkan haji su-nda
Terjemahannya menurut Bosch:
Ini tanda ucapan Rakryan Juru Pengambat dalam tahun (Saka) kawihaji (8) panca (5) pasagi (4), pemerintahan begara dikembalikan kepada raja Sunda.
Karena angka tahunnya bercorak "sangkala" yang mengikuti ketentuan "angkanam vamato gatih" (angka dibaca dari kanan), maka prasasti tersebut dibuat dalam tahun 458 Saka atau 536 Masehi.

Prasasti Ciaruteun
Prasasti Ciaruteun ditemukan pada aliran Ci Aruteun, seratus meter dari pertemuan sungai tersebut dengan Ci Sadane; namun pada tahun 1981 diangkat dan diletakkan di dalam cungkup. Prasasti ini peninggalan Purnawarman, beraksara Palawa, berbahasa Sanskerta. Isinya adalah puisi empat baris, yang berbunyi : vikkrantasyavanipateh shrimatah purnavarmmanah tarumanagararendrasya vishnoriva padadvayam
Terjemahannya menurut Vogel:
Kedua (jejak) telapak kaki yang seperti (telapak kaki) Wisnu ini kepunyaan raja dunia yang gagah berani yang termashur Purnawarman penguasa Tarumanagara.
Selain itu, ada pula gambar sepasang "padatala" (telapak kaki), yang menunjukkan tanda kekuasaan &mdash& fungsinya seperti "tanda tangan" pada zaman sekarang. Kehadiran prasasti Purnawarman di kampung itu menunjukkan bahwa daerah itu termasuk kawasan kekuasaannya. Menurut Pustaka Rajyarajya i Bhumi Nusantara parwa II, sarga 3, halaman 161, di antara bawahan Tarumanagara pada masa pemerintahan Purnawarman terdapat nama "Rajamandala" (raja daerah) Pasir Muhara.

Prasasti Telapak Gajah
Prasasti Telapak Gajah bergambar sepasang telapak kaki gajah yang diberi keterangan satu baris berbentuk puisi berbunyi:
Jayavi s halasya tarumendrsaya hastinah airavatabhasya vibhatidam padadavayam
Terjemahannya:
Kedua jejak telapak kaki adalah jejak kaki gajah yang cemerlang seperti Airawata kepunyaan penguasa Tarumanagara yang jaya dan berkuasa.

Menurut mitologi Hindu, Airawata adalah nama gajah tunggangan Batara Indra dewa perang dan penguasa Guntur. Menurut Pustaka Parawatwan i Bhumi Jawadwipa parwa I, sarga 1, gajah perang Purnawarman diberi nama Airawata seperti nama gajah tunggangan Indra. Bahkan diberitakan juga, bendera Kerajaan Tarumanagara berlukiskan rangkaian bunga teratai di atas kepala gajah. Demikian pula mahkota yang dikenakan Purnawarman berukiran sepasang lebah.

Ukiran bendera dan sepasang lebah itu dengan jelas ditatahkan pada prasasti Ciaruteun yang telah memancing perdebatan mengasyikkan di antara para ahli sejarah mengenai makna dan nilai perlambangannya. Ukiran kepala gajah bermahkota teratai ini oleh para ahli diduga sebagai "huruf ikal" yang masih belum terpecahkan bacaaanya sampai sekarang. Demikian pula tentang ukiran sepasang tanda di depan telapak kaki ada yang menduganya sebagai lambang labah-labah, matahari kembar atau kombinasi surya-candra (matahari dan bulan). Keterangan pustaka dari Cirebon tentang bendera Taruma dan ukiran sepasang "bhramara" (lebah) sebagai cap pada mahkota Purnawarman dalam segala "kemudaan" nilainya sebagai sumber sejarah harus diakui kecocokannya dengan lukisan yang terdapat pada prasasti Ciaruteun.

Prasasti Jambu
Di daerah Bogor, masih ada satu lagi prasasti lainnya yaitu prasasti batu peninggalan Tarumanagara yang terletak di puncak Bukit Koleangkak, Desa Pasir Gintung, Kecamatan Leuwiliang. Pada bukit ini mengalir (sungai) Cikasungka. Prasasti inipun berukiran sepasang telapak kaki dan diberi keterangan berbentuk puisi dua baris:
Shriman data kertajnyo narapatir - asamo yah pura tarumayam nama shri purnnavarmma pracurarupucara fedyavikyatavammo tasyedam - padavimbadavyam arnagarotsadane nitya-dksham bhaktanam yangdripanam - bhavati sukhahakaram shalyabhutam ripunam.
Terjemahannya menurut Vogel:
Yang termashur serta setia kepada tugasnya ialah raja yang tiada taranya bernama Sri Purnawarman yang memerintah Taruma serta baju perisainya tidak dapat ditembus oleh panah musuh-musuhnya; kepunyaannyalah kedua jejak telapak kaki ini, yang selalu berhasil menghancurkan benteng musuh, yang selalu menghadiahkan jamuan kehormatan (kepada mereka yang setia kepadanya), tetapi merupakan duri bagi musuh-musuhnya.

Sumber berita dari luar negeri
Sumber-sumber dari luar negeri semuanya berasal dari berita Tiongkok.
Berita Fa Hien, tahun 414M dalam bukunya yang berjudul Fa Kao Chi menceritakan bahwa di Ye-po-ti ("Jawadwipa") hanya sedikit dijumpai orang-orang yang beragama Buddha, yang banyak adalah orang-orang yang beragama Hindu dan "beragama kotor" (maksudnya animisme). Ye Po Ti selama ini sering dianggap sebutan Fa Hien untuk Jawadwipa, tetapi ada pendapat lain yang mengajukan bahwa Ye-Po-Ti adalah Way Seputih di Lampung, di daerah aliran way seputih (sungai seputih) ini ditemukan bukti-bukti peninggalan kerajaan kuno berupa punden berundak dan lain-lain yang sekarang terletak di taman purbakala Pugung Raharjo, meskipun saat ini Pugung Raharjo terletak puluhan kilometer dari pantai tetapi tidak jauh dari situs tersebut ditemukan batu-batu karang yang menunjukan daerah tersebut dulu adalah daerah pantai persis penuturan Fa hien.

Berita Dinasti Sui, menceritakan bahwa tahun 528 dan 535 telah datang utusan dari To-lo-mo ("Taruma") yang terletak di sebelah selatan. Berita Dinasti Tang, juga menceritakan bahwa tahun 666 dan 669 telah datang utusan dari To-lo-mo. Dari tiga berita di atas para ahli  menyimpulkan bahwa istilah To-lo-mo secara fonetis penyesuaian kata-katanya sama dengan Tarumanegara.
Maka berdasarkan sumber-sumber yang telah dijelaskan sebelumnya maka dapat diketahui beberapa aspek kehidupan tentang Taruma. Kerajaan Tarumanegara diperkirakan berkembang antara tahun 400-600 M. Berdasarkan prasast-prasati tersebut diketahui raja yang memerintah pada waktu itu adalah Purnawarman. Wilayah kekuasaan Purnawarman menurut prasasti Tugu, meliputi hapir seluruh Jawa Barat yang membentang dari Banten, Jakarta, Bogor dan Cirebon.

Kepurbakalaan Masa Tarumanagara
Naskah Wangsakerta
Penjelasan tentang Tarumanagara cukup jelas di Naskah Wangsakerta. Sayangnya, naskah ini mengundang polemik dan banyak pakar sejarah yang meragukan naskah-naskah ini bisa dijadikan rujukan sejarah. Pada Naskah Wangsakerta dari Cirebon itu, Tarumanegara didirikan oleh Rajadirajaguru Jayasingawarman pada tahun 358, yang kemudian digantikan oleh putranya, Dharmayawarman (382-395). Jayasingawarman dipusarakan di tepi kali Gomati, sedangkan putranya di tepi kali Candrabaga.  Maharaja Purnawarman adalah raja Tarumanagara yang ketiga (395-434 M). Ia membangun ibukota kerajaan baru pada tahun 397 yang terletak lebih dekat ke pantai. Dinamainya kota itu Sundapura—pertama kalinya nama "Sunda" digunakan.

Prasasti Pasir Muara yang menyebutkan peristiwa pengembalian pemerintahan kepada Raja Sunda itu dibuat tahun 536 M. Dalam tahun tersebut yang menjadi penguasa Tarumanagara adalah Suryawarman (535 - 561 M) Raja Tarumanagara ke-7. Pustaka Jawadwipa, parwa I, sarga 1 (halaman 80 dan 81) memberikan keterangan bahwa dalam masa pemerintahan Candrawarman (515-535 M), ayah Suryawarman, banyak penguasa daerah yang menerima kembali kekuasaan pemerintahan atas daerahnya sebagai hadiah atas kesetiaannya terhadap Tarumanagara. Ditinjau dari segi ini, maka Suryawarman melakukan hal yang sama sebagai lanjutan politik ayahnya.

Rakeyan Juru Pengambat yang tersurat dalam prasasti Pasir Muara mungkin sekali seorang pejabat tinggi Tarumanagara yang sebelumnya menjadi wakil raja sebagai pimpinan pemerintahan di daerah tersebut. Yang belum jelas adalah mengapa prasasti mengenai pengembalian pemerintahan kepada Raja Sunda itu terdapat di sana? Apakah daerah itu merupakan pusat Kerajaan Sunda atau hanya sebuah tempat penting yang termasuk kawasan Kerajaan Sunda?  Baik sumber-sumber prasasti maupun sumber-sumber Cirebon memberikan keterangan bahwa Purnawarman berhasil menundukkan musuh-musuhnya. Prasasti Munjul di Pandeglang menunjukkan bahwa wilayah kekuasaannya mencakup pula pantai Selat Sunda. Pustaka Nusantara, parwa II sarga 3 (halaman 159 - 162) menyebutkan bahwa di bawah kekuasaan Purnawarman terdapat 48 raja daerah yang membentang dari Salakanagara atau Rajatapura (di daerah Teluk Lada Pandeglang) sampai ke Purwalingga (sekarang Purbolinggo) di Jawa Tengah. Secara tradisional Cipamali (Kali Brebes) memang dianggap batas kekuasaan raja-raja penguasa Jawa Barat pada masa silam.

Kehadiran Prasasti Purnawarman di Pasir Muara, yang memberitakan Raja Sunda dalam tahun 536 M, merupakan gejala bahwa Ibukota Sundapura telah berubah status menjadi sebuah kerajaan daerah. Hal ini berarti, pusat pemerintahan Tarumanagara telah bergeser ke tempat lain. Contoh serupa dapat dilihat dari kedudukaan Rajatapura atau Salakanagara (kota Perak), yang disebut Argyre oleh Ptolemeus dalam tahun 150 M. Kota ini sampai tahun 362 menjadi pusat pemerintahan Raja-raja Dewawarman (dari Dewawarman I - VIII).

Ketika pusat pemerintahan beralih dari Rajatapura ke Tarumangara, maka Salakanagara berubah status menjadi kerajaan daerah. Jayasingawarman pendiri Tarumanagara adalah menantu Raja Dewawarman VIII. Ia sendiri seorang Maharesi dari Salankayana di India yang mengungsi ke Nusantara karena daerahnya diserang dan ditaklukkan Maharaja Samudragupta dari Kerajaan Magada.

Suryawarman tidak hanya melanjutkan kebijakan politik ayahnya yang memberikan kepercayaan lebih banyak kepada raja daerah untuk mengurus pemerintahan sendiri, melainkan juga mengalihkan perhatiannya ke daerah bagian timur. Dalam tahun 526 M, misalnya, Manikmaya, menantu Suryawarman, mendirikan kerajaan baru di Kendan, daerah Nagreg antara Bandung dan Limbangan, Garut. Putera tokoh Manikmaya ini tinggal bersama kakeknya di ibukota Tarumangara dan kemudian menjadi Panglima Angkatan Perang Tarumanagara. Perkembangan daerah timur menjadi lebih berkembang ketika cicit Manikmaya mendirikan Kerajaan Galuh dalam tahun 612 M.

Tarumanagara sendiri hanya mengalami masa pemerintahan 12 orang raja. Pada tahun 669, Linggawarman, raja Tarumanagara terakhir, digantikan menantunya, Tarusbawa. Linggawarman sendiri mempunyai dua orang puteri, yang sulung bernama Manasih menjadi istri Tarusbawa dari Sunda dan yang kedua bernama Sobakancana menjadi isteri Dapuntahyang Sri Jayanasa pendiri Kerajaan Sriwijaya. Secara otomatis, tahta kekuasaan Tarumanagara jatuh kepada menantunya dari putri sulungnya, yaitu Tarusbawa.

Kekuasaan Tarumanagara berakhir dengan beralihnya tahta kepada Tarusbawa, karena Tarusbawa pribadi lebih menginginkan untuk kembali ke kerajaannya sendiri, yaitu Sunda yang sebelumnya berada dalam kekuasaan Tarumanagara. Atas pengalihan kekuasaan ke Sunda ini, hanya Galuh yang tidak sepakat dan memutuskan untuk berpisah dari Sunda yang mewarisi wilayah Tarumanagara.

Raja-raja Tarumanagara menurut Naskah Wangsakerta

Catatan Kaki
Ø Komplek Percandian Batujaya Tempat Lahirnya Peradaban di Tatar Sunda, Pusat Penelitian dan Pengembangan Arkeologi Nasional Departemen Kebudayaan dan Pariwisata, 2006
Ø Penelusuran Poerbatjaraka (seorang ahli bahasa Sansakerta dan bahasa Jawa Kuno). Kata Bekasi secara filologis berasal dari kata Candrabhaga; Candra berarti bulan (sasi dalam bahasa Jawa Kuno) dan Bhaga berarti bagian. Jadi Candrabhaga berarti bagian dari bulan. Pelafalan kata Candrabhaga kadang berubah menjadi Sasibhaga atau Bhagasasi. Dalam pengucapannya sering disingkat Bhagasi, dan karena pengaruh bahasa Belanda sering ditulis Bacassie (di Stasiun KA Lemahabang pernah ditemukan plang nama Bacassie). Kata Bacassie ini kemudian berubah menjadi Bekasi sampai dengan sekarang. Candrabhaga merupakan bagian dari Kerajaan Tarumanagara, yang berdiri sejak abad ke 5 Masehi. Ada 7 (tujuh) prasasti yang menyebutkan adanya kerajaan Tarumanagara yang dipimpin oleh Maharaja Purnawarman, yakni Prasasti Tugu (Cilincing, Jakarta), Prasasti Ciaruteun, Prasasti Muara Cianten, Prasasti Kebon Kopi, Prasasti Jambu, Prasasti Pasir Awi (ke enam prasasti ini ada di daerah Bogor), dan satu prasasti di daerah Bandung Selatan (Prasasti Cidangiang).

Sejarah Kerajaan Tarumanegara Dan Peninggalan-Silsilah-Kehidupan Politiknya
Pada abad ke 4 sampai dengan abad ke 7 masehi, kerajaan ini menguasai wilayah bagian barat pulau Jawa, nama Tarumanagara diambil dari dua kata yaitu Tarum dan Nagara, bagi Anda yang belum tahu, Tarum ialah nama sungai yang sekarang ini dikenal dengan nama sungai Citarum, sementara Nagara artinya adalah kerajaan atau negara. Kerajaan Tarumanagara mencatat bahwa kerajaan Tarumanagara adalah kerajaan Hindu paling tua ke dua di Indonesia,posisi pertama kerajaan hindu tertua di indonesia di tempati oleh Kerajaan Kutai dan kerajaan Tarumanagara dikenal juga dengan sebutan Kerajaan Tarum.

Kerajaan Tarumanegara memulai kegiatan perekonomian dari peternakan dan pertanian, kegiatan ekonomi ini diketahui dari adanya Prasasti Tugu yang di dalamnya berisi tentang pembangunan saluran Gomati dengan panjang 12 km atau 6112 tombak, pembangunan ini dikerjakan selama 21 hari, Selain dari hal itu, banyak dari masyarakat Kerajaan Tarumanagara yang bekerja sebagai pedagang, hal ini dilihat dari lokasinya yang dekat dengan selat Sunda. Sejarah Lengkap Kerajaan Tarumanagara mencatat bahwa puncak masa kejayaan Kerajaan Tarumanagara adalah saat dipimpin oleh Raja Purnawarman, pasalnya pada masa tersebut, Kerajaan Tarumanagara bersiasat untuk memperluas daerah kekuasaannya, dari catatan sejarah, diketahui bahwa luas Kerajaan Tarumanagara hampir seluas daerah Jawa Barat saat ini, tak hanya itu, Raja Purnawarman diketahui juga menyusun pustaka seperti peraturan angkatan perang, undang-undang kerjaan, silsilah dinasti Warman dan siasat perang.

Berikut adalah silsilah dan yang pernah memerintah kerajaan tarumanegara:
1.    Jayasingawarman (358 – 382)
2.    Dharmayawarman (382 – 395)
3.    Purnawarman (395 – 434)
4.    Wisnuwarman (434-455)
5.    Indrawarman (455-515)
6.    Candrawarman (515-535)
7.    Suryawarman (535 – 561)
8.    Sudhawarman (628-639)
9.    Hariwangsawarman (639-640)
10. Nagajayawarman (640-666)
11. Linggawarman (666-669)
12. Kertawaman (561 – 628)

Peninggalan kerajaan tarumanegara- sejarah mencatak bahwa peninggalan kerajaan tarumanegara memiliki beberapa benda yaitu di antara lain nya:
1.    Prasasti Ciaruteun
Prasati Ciaruteun- Benda ini ditemukan di tepi Sungai Ciarunteun, yaitu didekat Sungai Cisadane Bogor, yang disebut dengan nama Tarumanegara, Raja Purnawarman, menemukan sepasang lukisan dengan gambar telapak kaki dengan di klaim sebagai telapak kai Dewa Wisnu, akan halnya gamabar sepasang telapak kaki yang berada di prasasti tersebut melambangkan kekuasaan raja atas daerah tersebut dan kedudukan Purnawarman yang diibaratkan dewa Wisnu yang dianggap sebagai penguasa sekaligus pelindung rakyat, prasasti yang ditulis menggunakan huruf Pallawa dan bahasa Sanskerta 4 baris tersebut juga dikenal dengan Prasasti Ciampea.
2.    Prasasti Kebon Kopi
Prasasti kebon kopi yang berbentuk batu yang  bergambar bekas dua tapak kaki gajah yang di identikkan dengan gajah Airawata, yaitu gajah tunggangan Dewa Wisnu, prasasti yang ditemukan di Kampung Muara Hilir, Kecamatan Cibungbulang juga ditulis dengan huruf Pallawa dan bahasa Sanskerta.
3.    Prasasti Tugu
Prasasti Tugu terdiri dari 5 baris yang ditulis dengan aksara Pallawa dan bahasa Sanskerta yang ditemukan di Tugu, Kecamatan Cilincing, Jakarta Utara. Prasasti Tugu berisi tentang Raja Purnawarman yang memerintah untuk menggali saluran air Gomati dan Chandrabaga sepanjang 6.112 tombak yang selesai dalam 21 hari.
4.    Prasasti Jambu
Prasasti jambu yang ditemukan di bukit Koleangkak Bogor yang berisi tentang sanjungan kebesaran, kegagahan, dan keberanian Raja Purnawarman, Prasasti Jambu terukir sepasang telapak kaki dan terdapat keterangan puisi dua baris dengan aksara Pallawa dan bahasa Sanskerta
5.    Prasasti Muara Cianten
Prasasti ini ditemukan di Bogor dengan aksara ikal, akan tetapi prasasti Muara Cianten tersebut belum dapat dibaca.
6.    Prasasti Cidanghiyang
Prasasti Cidanghiyang ditemukan di kampung Lebak, pinggir Sungai Cidanghiang, Pandeglang-Banten, prasasti yang baru ditemukan pada tahun 1947 berisi “Inilah tanda keperwiraan, keagungan dan keberanian yang sesungguh-sungguhnya dari raja dunia, yang mulia Purnawarman, yang menjadi panji sekalian raja”, Prasasti Cidanghiang juga disebut Prasasti lebak ditulis dengan huruf Pallawa dan bahasa Sansekerta.
7.    Prasasti Pasir Awi
Ditemukan di Leuwiliang dengan aksara Ikal yang belum dapat dibaca. Pada prasasti ini terdapat pahatan gambar dahan dengan ranting, dedaunan serta buah-buahan, dan gambar sepasang telapak kaki.

Letak Kerajaan Tarumanegara
Letak kerajaan Tarumanegara adalah bagian di sekitar Jawa Barat, Wilayah tersebut meluas seiring perkembangan kerajaan ini setelah dipimpin oleh Raja Purnawarman, Raja Purnawarman, seperti yang dijelaskan dalam Prasasti Ciaruteun, Prasasti Kebon Kopi, dan beberapa prasasti lainnya ialah sosok raja yang sangat pandai berperang. Kini berhasil melakukan ekspansi atau perluasan kawasan lalu berperang dan penaklukan terhadap Kerajaan Salakanagara yang sebelumnya juga ikut berkuasa di tanah Sunda, melalui ekspansi itu, wilayah dan letak Kerajaan Tarumanegara semakin meluas bahkan hingga daerah Jakarta (Tanjung Priok) dan Banten, kawasan dan letak kerajaan Tarumanegara tersebut seperti dijelaskan pada gambar peta di atas ini.

Agama Kerajaan Tarumanegara
Agama kerajaan tarumanegara adalah Hindu yang berkembang di wilayah Kerajaan Tarumanegara adalah Hindu Waesnawa atau Hindu Wisnu, bukti ini terdapat dalam prasasti Ciaruteun yang dibuat dengan meninggalkan jejak kaki Purnawarman dengan adanya lambang penjelmaan Dewa Wisnu, dalam agama ini Dewa Wisnu dianggap sebagai Dewa tertinggi, agama ini hanya berkembang di wilayah istana atau keluraga kerabat besar kerajaan, sementara itu masyarakat Tarumanegara sebagian besar menganut kepercayaan asli yaitu animisme dan dinamisme.

Kehidupan Politik Kerajaan Tarumanegara
Berdasarkan tulisan-tulisan yang berada pada prasasti diketahui bahwa raja yang pernah memerintah di tarumanegara hanyalah raja purnawarman, Raja purnawarman adalah raja besar yang telah berhasil memberikan kemakmuran kehidupan rakyatnya, hal ini dibuktikan dari prasasti tugu yang menyatakan raja purnawarman telah memerintah untuk menggali sebuah kali, penggalian sebuah kali ini sangat besar artinya, karena pembuatan kali ini merupakan pembuatan saluran irigasi untuk memperlancar pengairan sawah-sawah pertanian rakyat.

Kehidupan Sosial
Kehidupan sosial kerajaan tarumanegara sudah tertata dengah rapih, hal ini terlihat dari upaya raja purnawarman yang terus berusaha untuk meningkatkan kesejahteraan kehidupan rakyatnya, Raja purnawarman juga sangat memperhatikan kedudukan kaum brahmana yang dianggap penting dalam melaksanakan setiap upacara korban yang dilaksanakan di kerajaan sebagai tanda penghormatan kepada para dewa.

Kehidupan Ekonomi
Prasasti tugu menyatakan bahwavraja purnawarman memerintahkan rakyatnya untuk membuat sebuah terusan sepanjang 6122 tombak, pembangunan terusan ini memiliki arti ekonomis yang besar bagi masyarakat sekitar wilayah tersebut, karena dapat dipergunakan sebagai sarana untuk mencegah banjir dan sarana lalu-lintas pelayaran perdagangan antar daerah di kerajaan tarumanegara dengan dunia luar, Juga perdagangan dengan daera-daerah di sekitarnya, imbasnya kehidupan perekonomian masyarakat kerajaan tarumanegara sudah banyak kemajuan

Kehidupan Budaya
Dilihat dari teknik dan cara penulisan huruf-huruf dari prasasti-prasasti yang ditemukan sebagai bukti kebesaran kerjaan tarumanegara, telah diketahui bahwa tingkat kebudayaan masyarakat pada saat itu sudah besar, selain sebagai peninggalan budaya, keberadaan prasasti-prasasti tersebut menunjukkan telah berkembangnya kebudayaan tulis menulis di kerajaan tarumanegara.

Runtuhnya Kerajaan Tarumanegara
Masa keruntuhan kerajaan Tarumanegara dialami setelah kerajaan ini dipimpin oleh raja generasi ke 13, yang bernama Raja Tarusbawa, keruntuhan kerajaan Hindu pertama di Pulau Jawa ini karena tidak ada kepemimpinan lantaran Raja Tarusbawa lebih menginginkan memimpin kerajaan kecilnya di hilir sungai Gomati, selain itu, gempuran beberapa kerajaan lain di nusantara pada masa itu, lebih-lebih kerajaan Majapahit pula memegang andil penting dalam keruntuhan Kerajaan Tarumanegara itu.

Pada ke pemimpinan Sudawarman, tarumanegara sudah mulai nampak mengalami kemunduran terdapat dari beberapa faktor penyebab kemunduran atau keruntuhan kerajaan tarumanegara, contoh pertama adalah memberikan ekonomi pada raja-raja di bawah kerajaan tarumanegara yang di berikan kepada raja sebelum nya, sudawarwan secara emosional juga tidak menguasai persoalan di tarumanegara, beliu dari kecil tinggal di kanci, wilayah palawa, hal tersebut sehingga tidak peduli masalah yang menimpa di kerajaan tersebut.

Sumber : Google Wikipedia

Reorientasi
Sejarah Kerajaan Tarumanegara -Latar Belakang, Masa Kejayaan dan Keruntuhan
Sejarah Kerajaan Tarumanegara merupakan salah satu dari kerajaan tertua di Indonesia atau kedua tertua setelah Kerajaan Kutai. Kerajaan ini berdiri dari abad ke-4 sampai abad ke-7. Menurut catatan sejarah Kerajaan Tarumanegara merupakan kerajaan beraliran agama Hindu.

Masa Awal
Kerajaan Tarumanegara didirikan oleh Rajadirajaguru Jayasingawarman pada tahun 358 M. Kerajaan ini adalah kelanjutan sejarah Kerajaan Salakanegara yang berdiri antara tahun 130 M sampai 362 M. Pada saat Kerajaan Tarumanegara berdiri diawali dengan pemindahan ibukota negara dari Salakanegara ke Tarumanegara. Sedangkan Salakanegara menjadi kerajaan daerah dibawah Kerajaan Tarumanegara. Kerajaan Tarumanegara terletak di daerah Salakanegara. Lebih detailnya berada di daerah Banten dan Bogor. Ibukotanya Sundapura. Menurut prasasti Tugu pada tahun 417 M daerah kekuasaan Kerajaan Tarumanegara meliputi Banten, Jakarta, Bogor dan Cirebon

Raja-Raja Kerajaan Tarumanegara
1.    Jayasingawarman
Jayasingawarman berkuasa dari tahun 358 sampai 382 M. Beliau adalah salah satu dari pendiri Kerajaan Tarumanegara. Jayasingawarman adalah seorang maharesi dari India. Tepatnya Salankayana yang mengungsi ke nusantara yang daerahnya diserang dan ditaklukkan Kerajaan Magada yang dipimpin oleh Maharaja Samudragupta. Dirinya wafat dan dimakamkan di tepi sungai di bekasi tepatnya kali Gomati.Pada saat Jayasingawarman berkuasa beliau memindahkan pusat kerajaan dari Rajatapura ke Tarumanegara. Rajatapura adalah nama lain dari Salankayana atau Kota Perak.

2.    Dharmayawarman
Darmayawarman adalah anak dari Jayasingawarman yang menggantikan ayahnya. Beliau naik tahta pada tahun 382 M sampai 395 M. Tidak banyak catatan sejarah yang bisa didaptkan tentang Raja kedua Kerajaan Tarumanegara. Namanya hanya tercantum di Naskah Wangsakerta.

3.    Purnawarman
Raja Purnawarman adalah raja yang terkenal di Kerjaan Tarumanegara. Namanya banyak tertulis di Prasasti pada abad ke-5.  Namanya tertulis juga di Naskah Wangsakerta dan ditulis dirinya memerintah dari tahun 395 M sampai 434 M. Raja Purnawarman yang memindahkan ibukota kerajaan pada tahun397 M ke Sundapura. Inilah awal nama Sunda tercipta. Beliau menamakan ibukota Kerajaannya dengan Sunda unntuk menyebut ibukota kerajaannya sendiri.
Berkat Raja Purnawarman kekuasaan Kerajaan Tarumanegara menjadi besar karena menguasai 48 kerajaan kecil dibawah kekuasaannya. Kekuasaannya membentang dari Salakanegara atau Rajapura yang diperkirakan berada di daerah Teluk Lada, Pandeglang sampai Purbalingga, Jawa Tengah. Batas Kerajaan Tarumanegara dulunya dianggap sampai Kali Brebes.

Setelah Kekuasaan Maharaja Purnawarman ada beberapa nama raja lain yaitu Wisnuwarman yang berkuasa pada tahun 434 M sampai 455 M. Kemudia digantikan anak beliau Indrawarman pada tahun 455 M sampai 515 M. Kemudian Maharaja Candrawarman pada tahun 515 M -535 M lalu dilanjutkan Suryawarman pada tahun 535 M dan berakhir pada 561 M.

4.    Suryawarman
Suryawarman adalah raja Kerajaan tarumanegara yang ketujuh. Setelah ayahnya Maharaja Candrawarman meninggal. Beliau memerintah selama 26 tahun. Suryawarman memiliki kebijakan yang berbeda dibandingkan ayahnya, raja terdahulu. Dulu Raja Candrawrman memberikan otonomi kepada raja-raja didaerah untuk mengurus kerajaannya sendiri. Tetapi Suryawarman mengalihkan pikirannya untuk perkembangan bagian timu kerajaan. Hal itu ditunjukkan dengan didirikannya kerjaan oleh menantunya yaitu Manikmaya sebuah kerajaan di Kendan. Daerah Bandung dan Limbangan Garut. Daerah timur saat itu berkembang sangat pesat dikarenakan didirikannya Kerajaan Galuh oleh cicit Manikmaya pada tahun 612 M. Setelah Suryawarman raja-raja Kerajaan Tarumanegara berturut-turut adalah Kertawarman (561-628 M), Sudhawarman (628-639 M), Hariwangsawarman (639-640 M) Nagajayawarman (640-666 M)

5.    Linggawarman
Raja Linggawarman adalah raja terakhir Kerajaan Tarumanegara. Linggawarman berkuasa dari tahun 666 M sampai 669 M. Saat itu Raja Linggawarman tidak mempunyai putera. Dia hanya mempunyai dua orang puteri. Puteri sulung bernama Manasih. Manasih menikah dengan Tarusbawa yang kelak menggantikan Linggawarman menjadi raja. Puteri bungsu bernama Sobakancana yang menikah dengan Dapunta Hyang Sri Jayanasa yang kelak menjadi pendiri kerajaan terbesar di Indonesia, Kerajaan Sriwijaya.

Masa Runtuhnya
Keruntuhan Kerajaan tarumanegara jarang diketahui. Bahkan dalam berbagai prasasti hanya menyebutkan nama Maharaja Purnawarman. Hal yang paling memungkinkan adalah ketika Raja Linggawarman turun tahta. Beliau digantikan oleh menantunya Tarusbawa. Tarusbawa yang saat itu naik tahta ketika pamor Kerajaan Tarumanegara sudag turun berniat untuk membangkitkan nama besar kerajaan mertuanya. Namun Langkah yang diambil justru menghilangkan Kerajaan Tarumanegara.

Dalam tahun 670 M. Tarusbawa yang berasal dari Kerajaan Sunda Sambawa, merubah nama Kerajaan Tarumanegara menjadi Kerajaan Sunda. Peristiwa itu membuat Wretikandayun, cicit Manikmaya yang saat itu menjadi Raja Kerajaan Galuh memisahkan negaranya dari Tarusbawa.
Pemisahan ini juga mendapat dukungan dari Kerajaan Kalingga. Karena saat itu putera mahkota Kerajaan Galuh Sanna menikah dengan Sanaha Puteri Maharani Sima dari Kerajaan Kalingga, Jepara Jawa Tengah. Dukungan tersebut membuat Wretikandayun meminta untuk wilayah Kerajaan Tarumanegara dibagi dua. Karena ingin menghindari perang saudara, maka Raja Tarusbawa memecah wilayah Kerajaan Tarumanegara menjadi wilayah Kerajaan Sunda dan wilayah Kerajaan Galuh dengan Citarum sebagai batasnya.

Jadi disimpulkan Kerajaan Tarumanegara hanya memiliki 12 Raja sampai Kerajaan Tarumanegara berubah menjadi Kerajaan Sunda.

Peninggalan Kerajaan Tarumanegara
Walaupun hanya sedikit yang dapat diketahu tentang Kerajaan Tarumanegara, tetapi banyak peninggalan-peninggalan Kerajaan ini yang bisa disaksikan sampai sekarang. Sumber-sumber sejarah dari dalam negeri adalah penemuan prasasti diberbagai tempat yang diperkirakan  wilayah Kerajaan Tarumanegara. Dari luar negeri catatan sumber Kerajaan Tarumanegara berasal dari catatan negeri cina.

1.    Prasasti Ciateureun
Prasasti ini ditemukan di sungai Ciateureun salah satu muara sungai Cisadane Bogor. Prasasti ini juga dikenal dengan sebutan Prasasti Ciampea yang ditemukan dengan huruf pallawa dan sansekerta. Terdiri dari 4 baris dalam bentuk sloka dengan metrun anustubh. DI prasasti ini juga ditemukan gambar seekor laba-laba dan telapak kaki Maharaja Purnawarman.

2.    Prasasti Jambu
Prasasti ini juga disebut Prasasti Pasir Koleangkak karena di temukan di bukit Koleangkak di perkebunan jambu. Tepatnya 30 km sebelah barat kota Bogor. Isinya tertulis memuji kebesaran Raja Purnawarman beserta gambar telapak kaki.

3.    Prasasti Kebon Kopi
Ditemukan di Kampung Cibungbulan Bogor tepatnya di Kampung Muara Hilir. Istimewanya prasasti ini karena terdapat sepasang tapak kaki gajah. Tapak kaki gajah ini digambarkan sebagai tapak kaki Maharaj Purnawarman. Gajah adalah hewan yang disakralkan dan dekat dengan Dewa Wisnu yang konon diibaratkan adalah pencitraan Maharaj Purnawarman.

4.    Prasasti Muara Cianten
Prasasti Muara Cianten, ditemukan di Bogor, tertulis dalam aksara ikal yang belum dapat dibaca. Di samping tulisan terdapat lukisan telapak kaki.

5.    Prasasti Pasir Alwi
Prasasti ini ditemukan diperbukitan Pasir Alwi Bojong Honje Sukamakmur Bogor

6.    Prasasti Cidanghayang
Prasastini ini juga dikenal oleh masyarakat lokal sebagai prasasti Lebak, ditemukan di kampung lebak di tepi sungai Cidanghiang, kecamatan Munjul kabupaten Pandeglang Banten. Prasasti ini baru ditemukan tahun 1947 dan berisi 2 baris kalimat berbentuk puisi dengan huruf Pallawa dan bahasa Sansekerta. Isi prasasti tersebut mengagungkan keberanian raja Purnawarman.

7.    Prasasti Tugu
Prasasti ini adalah prasasti terpanjang sepanjang ditemukan mengenai Kerajaan Tarumanegara. Prasasti ini ditemukan di Tugu, Kecamatan Cilincing Jakarta Utara. Dioahat pada batu bulat panjang melingkar.

Sumber : Google Wikipedia

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

KABUPATEN ASAHAN PROVINSI SUMATERA UTARA

    KABUPATEN ASAHAN PROVINSI SUMATERA UTARA Orientasi Asahan ( Jawi : اسهن ) adalah sebuah kabupaten yang terletak di provinsi S...