KISAH
KERAJAAN TARUMANEGARA
Orientasi
Tarumanagara
atau Kerajaan Taruma adalah sebuah kerajaan yang pernah berkuasa di wilayah
barat pulau Jawa pada abad ke-4 hingga abad ke-7 M. Taruma merupakan salah satu kerajaan tertua di
Nusantara yang meninggalkan catatan sejarah. Dalam catatan sejarah dan
peninggalan artefak di sekitar lokasi kerajaan, terlihat bahwa pada saat itu Kerajaan
Taruma adalah kerajaan Hindu beraliran Wisnu.
Etimologi dan Toponimi
Kata tarumanagara berasal dari kata taruma dan nagara.
Nagara artinya kerajaan atau negara sedangkan taruma berasal dari kata tarum yang merupakan nama sungai yang membelah Jawa Barat yaitu Citarum. Pada muara
Citarum ditemukan percandian yang luas yaitu Percandian Batujaya dan Percandian Cibuaya yang diduga
merupakan peradaban peninggalan Kerajaan Taruma.
Sumber Sejarah
Bila menilik dari catatan sejarah ataupun prasasti
yang ada, tidak ada penjelasan atau catatan yang pasti mengenai siapakah yang
pertama kalinya mendirikan kerajaan Tarumanegara. Raja yang pernah berkuasa dan
sangat terkenal dalam catatan sejarah adalah Purnawarman. Pada tahun 417 ia memerintahkan penggalian Sungai Gomati dan
Candrabaga (Kali Bekasi)[2] sepanjang 6112
tombak (sekitar 11 km). Selesai penggalian, sang prabu mengadakan
selamatan dengan menyedekahkan 1.000 ekor sapi kepada kaum brahmana.
Bukti keberadaan Kerajaan Taruma diketahui dengan
tujuh buah prasasti batu yang
ditemukan. Lima di Bogor, satu di Jakarta dan satu di Lebak Banten. Dari prasasti-prasasti ini diketahui bahwa
kerajaan dipimpin oleh Rajadirajaguru Jayasingawarman pada tahun 358
M dan dia memerintah sampai tahun 382 M. Makam Rajadirajaguru Jayasingawarman
ada di sekitar sungai Gomati (wilayah Bekasi). Kerajaan Tarumanegara ialah
kelanjutan dari Kerajaan Salakanagara.
Prasasti yang ditemukan :
1. Prasasti Kebon Kopi, dibuat sekitar 400 M (H Kern, 1917), ditemukan di
perkebunan kopi milik Jonathan Rig, Ciampea, Bogor.
2. Prasasti Tugu, ditemukan di
Kampung Batutumbu, Desa Tugu, Kecamatan Tarumajaya, Kabupaten Bekasi, sekarang
disimpan di museum di Jakarta. Prasasti tersebut isinya menerangkan penggalian
Sungai Candrabaga oleh Rajadirajaguru dan penggalian Sungai Gomati sepanjang
6112 tombak atau 12 km oleh Purnawarman pada tahun ke-22 masa
pemerintahannya.Penggalian sungai tersebut merupakan gagasan untuk menghindari
bencana alam berupa banjir yang sering terjadi pada masa pemerintahan
Purnawarman, dan kekeringan yang terjadi pada musim kemarau.
3. Prasasti Cidanghiyang atau Prasasti Munjul, ditemukan di
aliran Sungai Cidanghiyang yang mengalir di Desa Lebak, Kecamatan Munjul, Kabupaten Pandeglang, Banten, berisi pujian
kepada Raja Purnawarman.
Lahan tempat prasasti itu ditemukan berbentuk bukit rendah berpermukaan datar dan diapit tiga batang sungai: Cisadane, Cianten dan Ciaruteun. Sampai abad ke-19, tempat itu masih dilaporkan dengan nama Pasir Muara. Dahulu termasuk bagian tanah swasta Ciampea. Sekarang termasuk wilayah Kecamatan Cibungbulang. Kampung Muara tempat prasasti Ciaruteun dan Telapak Gajah ditemukan, dahulu merupakan sebuah "kota pelabuhan sungai" yang bandarnya terletak di tepi pertemuan Cisadane dengan Cianten. Sampai abad ke-19 jalur sungai itu masih digunakan untuk angkutan hasil perkebunan kopi. Sekarang masih digunakan oleh pedagang bambu untuk mengangkut barang dagangannya ke daerah hilir. Prasasti pada zaman ini menggunakan aksara Sunda kuno, yang pada awalnya merupakan perkembangan dari aksara tipe Pallawa Lanjut, yang mengacu pada model aksara Kamboja dengan beberapa cirinya yang masih melekat. Pada zaman ini, aksara tersebut belum mencapai taraf modifikasi bentuk khasnya sebagaimana yang digunakan naskah-naskah (lontar) abad ke-16.
Prasasti Pasir Muara
Di Bogor, prasasti ditemukan di Pasir Muara, di tepi
sawah, tidak jauh dari prasasti Telapak Gajah peninggalan Purnawarman. Prasasti
itu kini tak berada ditempat asalnya. Dalam prasasti itu dituliskan :
Ini sabdakalanda rakryan juru
panga-mbat i kawihaji panyca pasagi marsa-n desa barpulihkan haji su-nda
Terjemahannya menurut Bosch:
Ini tanda ucapan Rakryan Juru
Pengambat dalam tahun (Saka) kawihaji (8) panca (5) pasagi (4), pemerintahan
begara dikembalikan kepada raja Sunda.
Karena angka tahunnya bercorak "sangkala" yang mengikuti
ketentuan "angkanam vamato gatih" (angka dibaca dari kanan), maka
prasasti tersebut dibuat dalam tahun 458 Saka atau 536 Masehi.
Prasasti Ciaruteun
Prasasti Ciaruteun ditemukan pada aliran Ci Aruteun, seratus meter dari pertemuan sungai tersebut dengan Ci Sadane; namun pada
tahun 1981 diangkat dan
diletakkan di dalam cungkup. Prasasti ini peninggalan Purnawarman, beraksara Palawa, berbahasa Sanskerta. Isinya adalah
puisi empat baris, yang berbunyi : vikkrantasyavanipateh shrimatah
purnavarmmanah tarumanagararendrasya vishnoriva padadvayam
Terjemahannya menurut Vogel:
Kedua (jejak) telapak kaki yang
seperti (telapak kaki) Wisnu ini kepunyaan raja dunia yang gagah berani yang
termashur Purnawarman penguasa Tarumanagara.
Selain itu, ada pula gambar sepasang "padatala" (telapak kaki),
yang menunjukkan tanda kekuasaan &mdash& fungsinya seperti "tanda
tangan" pada zaman sekarang. Kehadiran prasasti Purnawarman di kampung itu
menunjukkan bahwa daerah itu termasuk kawasan kekuasaannya. Menurut Pustaka Rajyarajya i Bhumi Nusantara
parwa II, sarga 3, halaman 161, di antara bawahan Tarumanagara pada masa
pemerintahan Purnawarman terdapat nama "Rajamandala" (raja daerah)
Pasir Muhara.
Prasasti
Telapak Gajah
Prasasti Telapak Gajah bergambar sepasang telapak kaki
gajah yang diberi keterangan satu baris berbentuk puisi berbunyi:
Jayavi s halasya tarumendrsaya
hastinah airavatabhasya vibhatidam padadavayam
Terjemahannya:
Kedua jejak telapak kaki adalah
jejak kaki gajah yang cemerlang seperti Airawata kepunyaan penguasa
Tarumanagara yang jaya dan berkuasa.
Menurut mitologi Hindu, Airawata adalah nama gajah
tunggangan Batara Indra dewa perang dan penguasa Guntur. Menurut Pustaka
Parawatwan i Bhumi Jawadwipa parwa I, sarga 1, gajah perang Purnawarman diberi
nama Airawata seperti nama gajah tunggangan Indra. Bahkan diberitakan juga,
bendera Kerajaan Tarumanagara berlukiskan rangkaian bunga teratai di atas
kepala gajah. Demikian pula mahkota yang dikenakan Purnawarman berukiran
sepasang lebah.
Ukiran bendera dan sepasang lebah itu dengan jelas
ditatahkan pada prasasti Ciaruteun yang telah memancing perdebatan mengasyikkan
di antara para ahli sejarah mengenai makna dan nilai perlambangannya. Ukiran
kepala gajah bermahkota teratai ini oleh para ahli diduga sebagai "huruf
ikal" yang masih belum terpecahkan bacaaanya sampai sekarang. Demikian
pula tentang ukiran sepasang tanda di depan telapak kaki ada yang menduganya
sebagai lambang labah-labah, matahari kembar atau kombinasi surya-candra
(matahari dan bulan). Keterangan pustaka dari Cirebon tentang bendera Taruma
dan ukiran sepasang "bhramara" (lebah) sebagai cap pada mahkota Purnawarman dalam segala
"kemudaan" nilainya sebagai sumber sejarah harus diakui kecocokannya
dengan lukisan yang terdapat pada prasasti Ciaruteun.
Prasasti Jambu
Di daerah Bogor, masih ada satu lagi prasasti lainnya
yaitu prasasti batu peninggalan Tarumanagara yang terletak di puncak Bukit
Koleangkak, Desa Pasir Gintung, Kecamatan Leuwiliang. Pada bukit ini mengalir
(sungai) Cikasungka. Prasasti inipun berukiran sepasang telapak kaki dan diberi
keterangan berbentuk puisi dua baris:
Shriman data kertajnyo narapatir -
asamo yah pura tarumayam nama shri purnnavarmma pracurarupucara
fedyavikyatavammo tasyedam - padavimbadavyam arnagarotsadane nitya-dksham
bhaktanam yangdripanam - bhavati sukhahakaram shalyabhutam ripunam.
Terjemahannya menurut Vogel:
Yang termashur serta setia kepada
tugasnya ialah raja yang tiada taranya bernama Sri Purnawarman yang memerintah
Taruma serta baju perisainya tidak dapat ditembus oleh panah musuh-musuhnya;
kepunyaannyalah kedua jejak telapak kaki ini, yang selalu berhasil
menghancurkan benteng musuh, yang selalu menghadiahkan jamuan kehormatan
(kepada mereka yang setia kepadanya), tetapi merupakan duri bagi
musuh-musuhnya.
Sumber berita dari luar negeri
Sumber-sumber dari luar negeri semuanya berasal dari
berita Tiongkok.
Berita Fa Hien, tahun 414M
dalam bukunya yang berjudul Fa Kao Chi menceritakan bahwa di Ye-po-ti
("Jawadwipa") hanya sedikit dijumpai orang-orang yang beragama
Buddha, yang banyak adalah orang-orang yang beragama Hindu dan "beragama
kotor" (maksudnya animisme). Ye Po Ti
selama ini sering dianggap sebutan Fa Hien untuk Jawadwipa, tetapi ada pendapat
lain yang mengajukan bahwa Ye-Po-Ti adalah Way Seputih di Lampung, di daerah
aliran way seputih (sungai seputih) ini ditemukan bukti-bukti peninggalan
kerajaan kuno berupa punden berundak dan lain-lain yang sekarang terletak di
taman purbakala Pugung Raharjo, meskipun saat ini Pugung Raharjo terletak
puluhan kilometer dari pantai tetapi tidak jauh dari situs tersebut ditemukan
batu-batu karang yang menunjukan daerah tersebut dulu adalah daerah pantai
persis penuturan Fa hien.
Berita Dinasti Sui, menceritakan
bahwa tahun 528 dan 535 telah datang utusan dari To-lo-mo ("Taruma")
yang terletak di sebelah selatan. Berita Dinasti Tang, juga
menceritakan bahwa tahun 666 dan 669 telah datang utusan dari To-lo-mo. Dari
tiga berita di atas para ahli menyimpulkan bahwa istilah To-lo-mo secara fonetis penyesuaian kata-katanya sama dengan
Tarumanegara.
Maka berdasarkan sumber-sumber yang telah dijelaskan
sebelumnya maka dapat diketahui beberapa aspek kehidupan tentang Taruma.
Kerajaan Tarumanegara diperkirakan berkembang antara tahun 400-600 M.
Berdasarkan prasast-prasati tersebut diketahui raja yang memerintah pada waktu
itu adalah Purnawarman. Wilayah kekuasaan Purnawarman menurut
prasasti Tugu, meliputi hapir seluruh Jawa Barat yang membentang dari Banten,
Jakarta, Bogor dan Cirebon.
Kepurbakalaan Masa Tarumanagara
Naskah Wangsakerta
Penjelasan tentang Tarumanagara cukup jelas di Naskah Wangsakerta. Sayangnya, naskah ini mengundang polemik dan banyak
pakar sejarah yang meragukan naskah-naskah ini bisa dijadikan rujukan sejarah.
Pada Naskah Wangsakerta dari Cirebon itu, Tarumanegara
didirikan oleh Rajadirajaguru Jayasingawarman pada tahun 358, yang kemudian digantikan oleh putranya,
Dharmayawarman (382-395). Jayasingawarman dipusarakan di tepi kali Gomati, sedangkan
putranya di tepi kali Candrabaga. Maharaja
Purnawarman adalah raja Tarumanagara yang ketiga (395-434 M). Ia membangun
ibukota kerajaan baru pada tahun 397 yang terletak lebih dekat ke pantai. Dinamainya kota
itu Sundapura—pertama kalinya nama "Sunda" digunakan.
Prasasti Pasir Muara yang menyebutkan peristiwa
pengembalian pemerintahan kepada Raja Sunda itu dibuat tahun 536 M. Dalam tahun
tersebut yang menjadi penguasa Tarumanagara adalah Suryawarman (535 - 561 M)
Raja Tarumanagara ke-7. Pustaka
Jawadwipa, parwa I, sarga 1 (halaman 80 dan 81) memberikan keterangan
bahwa dalam masa pemerintahan Candrawarman (515-535 M), ayah Suryawarman,
banyak penguasa daerah yang menerima kembali kekuasaan pemerintahan atas
daerahnya sebagai hadiah atas kesetiaannya terhadap Tarumanagara. Ditinjau dari
segi ini, maka Suryawarman melakukan hal yang sama sebagai lanjutan politik
ayahnya.
Rakeyan Juru Pengambat yang tersurat dalam prasasti
Pasir Muara mungkin sekali seorang pejabat tinggi Tarumanagara yang sebelumnya
menjadi wakil raja sebagai pimpinan pemerintahan di daerah tersebut. Yang belum
jelas adalah mengapa prasasti mengenai pengembalian pemerintahan kepada Raja
Sunda itu terdapat di sana? Apakah daerah itu merupakan pusat Kerajaan Sunda
atau hanya sebuah tempat penting yang termasuk kawasan Kerajaan Sunda? Baik sumber-sumber prasasti maupun
sumber-sumber Cirebon memberikan keterangan bahwa Purnawarman berhasil
menundukkan musuh-musuhnya. Prasasti Munjul di Pandeglang menunjukkan bahwa
wilayah kekuasaannya mencakup pula pantai Selat Sunda. Pustaka Nusantara, parwa
II sarga 3 (halaman 159 - 162) menyebutkan bahwa di bawah kekuasaan Purnawarman
terdapat 48 raja daerah yang membentang dari Salakanagara atau Rajatapura (di
daerah Teluk Lada Pandeglang) sampai ke Purwalingga (sekarang Purbolinggo) di
Jawa Tengah. Secara tradisional Cipamali (Kali Brebes) memang dianggap batas
kekuasaan raja-raja penguasa Jawa Barat pada masa silam.
Kehadiran Prasasti Purnawarman di Pasir Muara, yang
memberitakan Raja Sunda dalam tahun 536 M, merupakan gejala bahwa Ibukota
Sundapura telah berubah status menjadi sebuah kerajaan daerah. Hal ini berarti,
pusat pemerintahan Tarumanagara telah bergeser ke tempat lain. Contoh serupa
dapat dilihat dari kedudukaan Rajatapura atau Salakanagara (kota Perak), yang
disebut Argyre oleh Ptolemeus dalam tahun 150 M. Kota ini sampai tahun 362
menjadi pusat pemerintahan Raja-raja Dewawarman (dari Dewawarman I - VIII).
Ketika pusat pemerintahan beralih dari Rajatapura ke
Tarumangara, maka Salakanagara berubah status menjadi kerajaan daerah.
Jayasingawarman pendiri Tarumanagara adalah menantu Raja Dewawarman VIII. Ia
sendiri seorang Maharesi dari Salankayana di India yang mengungsi ke Nusantara
karena daerahnya diserang dan ditaklukkan Maharaja Samudragupta dari Kerajaan
Magada.
Suryawarman tidak hanya melanjutkan kebijakan politik
ayahnya yang memberikan kepercayaan lebih banyak kepada raja daerah untuk
mengurus pemerintahan sendiri, melainkan juga mengalihkan perhatiannya ke
daerah bagian timur. Dalam tahun 526 M, misalnya, Manikmaya, menantu
Suryawarman, mendirikan kerajaan baru di Kendan, daerah Nagreg antara Bandung
dan Limbangan, Garut. Putera tokoh Manikmaya ini tinggal bersama kakeknya di
ibukota Tarumangara dan kemudian menjadi Panglima Angkatan Perang Tarumanagara.
Perkembangan daerah timur menjadi lebih berkembang ketika cicit Manikmaya mendirikan
Kerajaan Galuh dalam tahun 612 M.
Tarumanagara sendiri hanya mengalami masa pemerintahan
12 orang raja. Pada tahun 669, Linggawarman, raja Tarumanagara terakhir,
digantikan menantunya, Tarusbawa. Linggawarman sendiri mempunyai dua orang
puteri, yang sulung bernama Manasih menjadi istri Tarusbawa dari Sunda dan yang
kedua bernama Sobakancana menjadi isteri Dapuntahyang Sri Jayanasa pendiri
Kerajaan Sriwijaya. Secara otomatis, tahta kekuasaan Tarumanagara jatuh kepada
menantunya dari putri sulungnya, yaitu Tarusbawa.
Kekuasaan Tarumanagara berakhir dengan beralihnya
tahta kepada Tarusbawa, karena Tarusbawa pribadi lebih menginginkan untuk
kembali ke kerajaannya sendiri, yaitu Sunda yang
sebelumnya berada dalam kekuasaan Tarumanagara. Atas pengalihan kekuasaan ke
Sunda ini, hanya Galuh yang tidak sepakat dan memutuskan untuk berpisah dari
Sunda yang mewarisi wilayah Tarumanagara.
Raja-raja
Tarumanagara menurut Naskah Wangsakerta
Raja-raja Tarumanegara
|
||
No
|
Raja
|
Masa pemerintahan
|
1
|
||
2
|
||
3
|
||
4
|
||
5
|
||
6
|
||
7
|
||
8
|
||
9
|
||
10
|
||
11
|
||
12
|
Catatan Kaki
Ø
Komplek Percandian Batujaya Tempat Lahirnya Peradaban
di Tatar Sunda, Pusat Penelitian dan Pengembangan Arkeologi Nasional Departemen
Kebudayaan dan Pariwisata, 2006
Ø
Penelusuran Poerbatjaraka (seorang ahli bahasa
Sansakerta dan bahasa Jawa Kuno). Kata Bekasi
secara filologis berasal dari kata Candrabhaga;
Candra berarti bulan (sasi dalam bahasa Jawa Kuno) dan Bhaga berarti bagian. Jadi Candrabhaga
berarti bagian dari bulan.
Pelafalan kata Candrabhaga
kadang berubah menjadi Sasibhaga
atau Bhagasasi. Dalam
pengucapannya sering disingkat Bhagasi,
dan karena pengaruh bahasa Belanda sering ditulis Bacassie (di Stasiun KA Lemahabang pernah ditemukan plang nama Bacassie). Kata Bacassie ini kemudian berubah menjadi
Bekasi sampai dengan sekarang. Candrabhaga merupakan bagian dari Kerajaan
Tarumanagara, yang berdiri sejak abad ke 5 Masehi. Ada 7 (tujuh) prasasti yang
menyebutkan adanya kerajaan Tarumanagara yang dipimpin oleh Maharaja
Purnawarman, yakni Prasasti Tugu (Cilincing, Jakarta), Prasasti Ciaruteun,
Prasasti Muara Cianten, Prasasti Kebon Kopi, Prasasti Jambu, Prasasti Pasir Awi
(ke enam prasasti ini ada di daerah Bogor), dan satu prasasti di daerah Bandung
Selatan (Prasasti Cidangiang).
Sejarah
Kerajaan Tarumanegara Dan Peninggalan-Silsilah-Kehidupan Politiknya
Pada
abad ke 4 sampai dengan abad ke 7 masehi, kerajaan ini menguasai wilayah bagian
barat pulau Jawa, nama Tarumanagara diambil dari dua kata yaitu Tarum dan
Nagara, bagi Anda yang belum tahu, Tarum ialah nama sungai yang sekarang ini
dikenal dengan nama sungai Citarum, sementara Nagara artinya adalah kerajaan
atau negara. Kerajaan Tarumanagara mencatat bahwa kerajaan Tarumanagara adalah
kerajaan Hindu paling tua ke dua di Indonesia,posisi pertama kerajaan hindu
tertua di indonesia di tempati oleh Kerajaan Kutai dan kerajaan Tarumanagara
dikenal juga dengan sebutan Kerajaan Tarum.
Kerajaan
Tarumanegara memulai kegiatan perekonomian dari peternakan dan pertanian,
kegiatan ekonomi ini diketahui dari adanya Prasasti Tugu yang di dalamnya
berisi tentang pembangunan saluran Gomati dengan panjang 12 km atau 6112
tombak, pembangunan ini dikerjakan selama 21 hari, Selain dari hal itu, banyak
dari masyarakat Kerajaan Tarumanagara yang bekerja sebagai pedagang, hal ini
dilihat dari lokasinya yang dekat dengan selat Sunda. Sejarah Lengkap Kerajaan
Tarumanagara mencatat bahwa puncak masa kejayaan Kerajaan Tarumanagara adalah
saat dipimpin oleh Raja Purnawarman, pasalnya pada masa tersebut, Kerajaan
Tarumanagara bersiasat untuk memperluas daerah kekuasaannya, dari catatan
sejarah, diketahui bahwa luas Kerajaan Tarumanagara hampir seluas daerah Jawa
Barat saat ini, tak hanya itu, Raja Purnawarman diketahui juga menyusun pustaka
seperti peraturan angkatan perang, undang-undang kerjaan, silsilah dinasti
Warman dan siasat perang.
Berikut adalah silsilah dan yang pernah memerintah
kerajaan tarumanegara:
1. Jayasingawarman
(358 – 382)
2. Dharmayawarman
(382 – 395)
3. Purnawarman
(395 – 434)
4. Wisnuwarman
(434-455)
5. Indrawarman
(455-515)
6. Candrawarman
(515-535)
7. Suryawarman
(535 – 561)
8. Sudhawarman
(628-639)
9. Hariwangsawarman
(639-640)
10. Nagajayawarman (640-666)
11. Linggawarman (666-669)
12. Kertawaman (561 – 628)
Peninggalan
kerajaan tarumanegara- sejarah mencatak bahwa peninggalan kerajaan tarumanegara
memiliki beberapa benda yaitu di antara lain nya:
1. Prasasti Ciaruteun
Prasati Ciaruteun- Benda ini
ditemukan di tepi Sungai Ciarunteun, yaitu didekat Sungai Cisadane Bogor, yang
disebut dengan nama Tarumanegara, Raja Purnawarman, menemukan sepasang lukisan
dengan gambar telapak kaki dengan di klaim sebagai telapak kai Dewa Wisnu, akan
halnya gamabar sepasang telapak kaki yang berada di prasasti tersebut
melambangkan kekuasaan raja atas daerah tersebut dan kedudukan Purnawarman yang
diibaratkan dewa Wisnu yang dianggap sebagai penguasa sekaligus pelindung
rakyat, prasasti yang ditulis menggunakan huruf Pallawa dan bahasa Sanskerta 4
baris tersebut juga dikenal dengan Prasasti Ciampea.
2. Prasasti Kebon Kopi
Prasasti kebon kopi yang berbentuk
batu yang bergambar bekas dua tapak kaki gajah yang di identikkan dengan
gajah Airawata, yaitu gajah tunggangan Dewa Wisnu, prasasti yang ditemukan di
Kampung Muara Hilir, Kecamatan Cibungbulang juga ditulis dengan huruf Pallawa
dan bahasa Sanskerta.
3. Prasasti Tugu
Prasasti Tugu terdiri dari 5 baris
yang ditulis dengan aksara Pallawa dan bahasa Sanskerta yang ditemukan di Tugu,
Kecamatan Cilincing, Jakarta Utara. Prasasti Tugu berisi tentang Raja
Purnawarman yang memerintah untuk menggali saluran air Gomati dan Chandrabaga
sepanjang 6.112 tombak yang selesai dalam 21 hari.
4. Prasasti Jambu
Prasasti jambu yang ditemukan di
bukit Koleangkak Bogor yang berisi tentang sanjungan kebesaran, kegagahan, dan
keberanian Raja Purnawarman, Prasasti Jambu terukir sepasang telapak kaki dan
terdapat keterangan puisi dua baris dengan aksara Pallawa dan bahasa Sanskerta
5. Prasasti Muara Cianten
Prasasti ini ditemukan di Bogor
dengan aksara ikal, akan tetapi prasasti Muara Cianten tersebut belum dapat
dibaca.
6. Prasasti Cidanghiyang
Prasasti Cidanghiyang ditemukan di
kampung Lebak, pinggir Sungai Cidanghiang, Pandeglang-Banten, prasasti yang
baru ditemukan pada tahun 1947 berisi “Inilah tanda keperwiraan, keagungan dan
keberanian yang sesungguh-sungguhnya dari raja dunia, yang mulia Purnawarman,
yang menjadi panji sekalian raja”, Prasasti Cidanghiang juga disebut Prasasti
lebak ditulis dengan huruf Pallawa dan bahasa Sansekerta.
7. Prasasti Pasir Awi
Ditemukan di Leuwiliang dengan
aksara Ikal yang belum dapat dibaca. Pada prasasti ini terdapat pahatan gambar
dahan dengan ranting, dedaunan serta buah-buahan, dan gambar sepasang telapak
kaki.
Letak Kerajaan Tarumanegara
Letak
kerajaan Tarumanegara adalah bagian di sekitar Jawa Barat, Wilayah tersebut
meluas seiring perkembangan kerajaan ini setelah dipimpin oleh Raja
Purnawarman, Raja Purnawarman, seperti yang dijelaskan dalam Prasasti
Ciaruteun, Prasasti Kebon Kopi, dan beberapa prasasti lainnya ialah sosok raja
yang sangat pandai berperang. Kini berhasil melakukan ekspansi atau perluasan
kawasan lalu berperang dan penaklukan terhadap Kerajaan Salakanagara yang
sebelumnya juga ikut berkuasa di tanah Sunda, melalui ekspansi itu, wilayah dan
letak Kerajaan Tarumanegara semakin meluas bahkan hingga daerah Jakarta
(Tanjung Priok) dan Banten, kawasan dan letak kerajaan Tarumanegara tersebut
seperti dijelaskan pada gambar peta di atas ini.
Agama Kerajaan Tarumanegara
Agama
kerajaan tarumanegara adalah Hindu yang berkembang di wilayah Kerajaan
Tarumanegara adalah Hindu Waesnawa atau Hindu Wisnu, bukti ini terdapat dalam
prasasti Ciaruteun yang dibuat dengan meninggalkan jejak kaki Purnawarman
dengan adanya lambang penjelmaan Dewa Wisnu, dalam agama ini Dewa Wisnu
dianggap sebagai Dewa tertinggi, agama ini hanya berkembang di wilayah istana
atau keluraga kerabat besar kerajaan, sementara itu masyarakat Tarumanegara
sebagian besar menganut kepercayaan asli yaitu animisme dan dinamisme.
Kehidupan Politik Kerajaan Tarumanegara
Berdasarkan
tulisan-tulisan yang berada pada prasasti diketahui bahwa raja yang pernah
memerintah di tarumanegara hanyalah raja purnawarman, Raja purnawarman adalah
raja besar yang telah berhasil memberikan kemakmuran kehidupan rakyatnya, hal
ini dibuktikan dari prasasti tugu yang menyatakan raja purnawarman telah
memerintah untuk menggali sebuah kali, penggalian sebuah kali ini sangat besar
artinya, karena pembuatan kali ini merupakan pembuatan saluran irigasi untuk
memperlancar pengairan sawah-sawah pertanian rakyat.
Kehidupan Sosial
Kehidupan
sosial kerajaan tarumanegara sudah tertata dengah rapih, hal ini terlihat dari
upaya raja purnawarman yang terus berusaha untuk meningkatkan kesejahteraan
kehidupan rakyatnya, Raja purnawarman juga sangat memperhatikan kedudukan kaum
brahmana yang dianggap penting dalam melaksanakan setiap upacara korban yang
dilaksanakan di kerajaan sebagai tanda penghormatan kepada para dewa.
Kehidupan Ekonomi
Prasasti
tugu menyatakan bahwavraja purnawarman memerintahkan rakyatnya untuk membuat
sebuah terusan sepanjang 6122 tombak, pembangunan terusan ini memiliki arti
ekonomis yang besar bagi masyarakat sekitar wilayah tersebut, karena dapat
dipergunakan sebagai sarana untuk mencegah banjir dan sarana lalu-lintas
pelayaran perdagangan antar daerah di kerajaan tarumanegara dengan dunia luar,
Juga perdagangan dengan daera-daerah di sekitarnya, imbasnya kehidupan
perekonomian masyarakat kerajaan tarumanegara sudah banyak kemajuan
Kehidupan Budaya
Dilihat
dari teknik dan cara penulisan huruf-huruf dari prasasti-prasasti yang
ditemukan sebagai bukti kebesaran kerjaan tarumanegara, telah diketahui bahwa
tingkat kebudayaan masyarakat pada saat itu sudah besar, selain sebagai
peninggalan budaya, keberadaan prasasti-prasasti tersebut menunjukkan telah
berkembangnya kebudayaan tulis menulis di kerajaan tarumanegara.
Runtuhnya Kerajaan Tarumanegara
Masa
keruntuhan kerajaan Tarumanegara dialami setelah kerajaan ini dipimpin oleh
raja generasi ke 13, yang bernama Raja Tarusbawa, keruntuhan kerajaan Hindu
pertama di Pulau Jawa ini karena tidak ada kepemimpinan lantaran Raja Tarusbawa
lebih menginginkan memimpin kerajaan kecilnya di hilir sungai Gomati, selain
itu, gempuran beberapa kerajaan lain di nusantara pada masa itu, lebih-lebih
kerajaan Majapahit pula memegang andil penting dalam keruntuhan Kerajaan
Tarumanegara itu.
Pada
ke pemimpinan Sudawarman, tarumanegara sudah mulai nampak mengalami kemunduran
terdapat dari beberapa faktor penyebab kemunduran atau keruntuhan kerajaan
tarumanegara, contoh pertama adalah memberikan ekonomi pada raja-raja di bawah
kerajaan tarumanegara yang di berikan kepada raja sebelum nya, sudawarwan
secara emosional juga tidak menguasai persoalan di tarumanegara, beliu dari
kecil tinggal di kanci, wilayah palawa, hal tersebut sehingga tidak peduli
masalah yang menimpa di kerajaan tersebut.
Sumber
: Google Wikipedia
Reorientasi
Sejarah
Kerajaan Tarumanegara -Latar Belakang, Masa Kejayaan dan Keruntuhan
Sejarah Kerajaan Tarumanegara merupakan salah satu
dari kerajaan tertua di Indonesia atau kedua tertua setelah Kerajaan Kutai.
Kerajaan ini berdiri dari abad ke-4 sampai abad ke-7. Menurut catatan sejarah
Kerajaan Tarumanegara merupakan kerajaan beraliran agama Hindu.
Masa Awal
Kerajaan Tarumanegara didirikan oleh Rajadirajaguru
Jayasingawarman pada tahun 358 M. Kerajaan ini adalah kelanjutan sejarah
Kerajaan Salakanegara yang berdiri antara tahun 130 M sampai 362 M. Pada saat Kerajaan
Tarumanegara berdiri diawali dengan pemindahan ibukota negara dari Salakanegara
ke Tarumanegara. Sedangkan Salakanegara menjadi kerajaan daerah dibawah
Kerajaan Tarumanegara. Kerajaan Tarumanegara terletak di daerah Salakanegara.
Lebih detailnya berada di daerah Banten dan Bogor. Ibukotanya Sundapura.
Menurut prasasti Tugu pada tahun 417 M daerah kekuasaan Kerajaan Tarumanegara
meliputi Banten, Jakarta, Bogor dan Cirebon
Raja-Raja Kerajaan Tarumanegara
1. Jayasingawarman
Jayasingawarman
berkuasa dari tahun 358 sampai 382 M. Beliau adalah salah satu dari pendiri
Kerajaan Tarumanegara. Jayasingawarman adalah seorang maharesi dari India.
Tepatnya Salankayana yang mengungsi ke nusantara yang daerahnya diserang dan
ditaklukkan Kerajaan Magada yang dipimpin oleh Maharaja Samudragupta. Dirinya
wafat dan dimakamkan di tepi sungai di bekasi tepatnya kali Gomati.Pada saat
Jayasingawarman berkuasa beliau memindahkan pusat kerajaan dari Rajatapura ke
Tarumanegara. Rajatapura adalah nama lain dari Salankayana atau Kota Perak.
2. Dharmayawarman
Darmayawarman
adalah anak dari Jayasingawarman yang menggantikan ayahnya. Beliau naik tahta
pada tahun 382 M sampai 395 M. Tidak banyak catatan sejarah yang bisa didaptkan
tentang Raja kedua Kerajaan Tarumanegara. Namanya hanya tercantum di Naskah
Wangsakerta.
3. Purnawarman
Raja
Purnawarman adalah raja yang terkenal di Kerjaan Tarumanegara. Namanya banyak
tertulis di Prasasti pada abad ke-5. Namanya tertulis juga di Naskah
Wangsakerta dan ditulis dirinya memerintah dari tahun 395 M sampai 434 M. Raja
Purnawarman yang memindahkan ibukota kerajaan pada tahun397 M ke Sundapura.
Inilah awal nama Sunda tercipta. Beliau menamakan ibukota Kerajaannya dengan
Sunda unntuk menyebut ibukota kerajaannya sendiri.
Berkat Raja
Purnawarman kekuasaan Kerajaan Tarumanegara menjadi besar karena menguasai 48
kerajaan kecil dibawah kekuasaannya. Kekuasaannya membentang dari Salakanegara
atau Rajapura yang diperkirakan berada di daerah Teluk Lada, Pandeglang sampai
Purbalingga, Jawa Tengah. Batas Kerajaan Tarumanegara dulunya dianggap sampai
Kali Brebes.
Setelah
Kekuasaan Maharaja Purnawarman ada beberapa nama raja lain yaitu Wisnuwarman
yang berkuasa pada tahun 434 M sampai 455 M. Kemudia digantikan anak beliau
Indrawarman pada tahun 455 M sampai 515 M. Kemudian Maharaja Candrawarman pada
tahun 515 M -535 M lalu dilanjutkan Suryawarman pada tahun 535 M dan berakhir
pada 561 M.
4. Suryawarman
Suryawarman
adalah raja Kerajaan tarumanegara yang ketujuh. Setelah ayahnya Maharaja Candrawarman
meninggal. Beliau memerintah selama 26 tahun. Suryawarman memiliki kebijakan
yang berbeda dibandingkan ayahnya, raja terdahulu. Dulu Raja Candrawrman
memberikan otonomi kepada raja-raja didaerah untuk mengurus kerajaannya
sendiri. Tetapi Suryawarman mengalihkan pikirannya untuk perkembangan bagian
timu kerajaan. Hal itu ditunjukkan dengan didirikannya kerjaan oleh menantunya
yaitu Manikmaya sebuah kerajaan di Kendan. Daerah Bandung dan Limbangan Garut. Daerah
timur saat itu berkembang sangat pesat dikarenakan didirikannya Kerajaan Galuh
oleh cicit Manikmaya pada tahun 612 M. Setelah Suryawarman raja-raja Kerajaan
Tarumanegara berturut-turut adalah Kertawarman (561-628 M), Sudhawarman
(628-639 M), Hariwangsawarman (639-640 M) Nagajayawarman (640-666 M)
5. Linggawarman
Raja
Linggawarman adalah raja terakhir Kerajaan Tarumanegara. Linggawarman berkuasa
dari tahun 666 M sampai 669 M. Saat itu Raja Linggawarman tidak mempunyai
putera. Dia hanya mempunyai dua orang puteri. Puteri sulung bernama Manasih. Manasih
menikah dengan Tarusbawa yang kelak menggantikan Linggawarman menjadi raja.
Puteri bungsu bernama Sobakancana yang menikah dengan Dapunta Hyang Sri
Jayanasa yang kelak menjadi pendiri kerajaan terbesar di Indonesia, Kerajaan
Sriwijaya.
Masa Runtuhnya
Keruntuhan Kerajaan tarumanegara jarang diketahui.
Bahkan dalam berbagai prasasti hanya menyebutkan nama Maharaja Purnawarman. Hal
yang paling memungkinkan adalah ketika Raja Linggawarman turun tahta. Beliau
digantikan oleh menantunya Tarusbawa. Tarusbawa yang saat itu naik tahta ketika
pamor Kerajaan Tarumanegara sudag turun berniat untuk membangkitkan nama besar
kerajaan mertuanya. Namun Langkah yang diambil justru menghilangkan Kerajaan
Tarumanegara.
Dalam tahun 670 M. Tarusbawa yang berasal dari Kerajaan
Sunda Sambawa, merubah nama Kerajaan Tarumanegara menjadi Kerajaan Sunda.
Peristiwa itu membuat Wretikandayun, cicit Manikmaya yang saat itu menjadi Raja
Kerajaan Galuh memisahkan negaranya dari Tarusbawa.
Pemisahan ini juga mendapat dukungan dari Kerajaan
Kalingga. Karena saat itu putera mahkota Kerajaan Galuh Sanna menikah dengan
Sanaha Puteri Maharani Sima dari Kerajaan Kalingga, Jepara Jawa Tengah.
Dukungan tersebut membuat Wretikandayun meminta untuk wilayah Kerajaan
Tarumanegara dibagi dua. Karena ingin menghindari perang saudara, maka Raja
Tarusbawa memecah wilayah Kerajaan Tarumanegara menjadi wilayah Kerajaan Sunda
dan wilayah Kerajaan Galuh dengan Citarum sebagai batasnya.
Jadi disimpulkan Kerajaan Tarumanegara hanya memiliki
12 Raja sampai Kerajaan Tarumanegara berubah menjadi Kerajaan Sunda.
Peninggalan Kerajaan Tarumanegara
Walaupun hanya sedikit yang dapat diketahu tentang
Kerajaan Tarumanegara, tetapi banyak peninggalan-peninggalan Kerajaan ini yang
bisa disaksikan sampai sekarang. Sumber-sumber sejarah dari dalam negeri adalah
penemuan prasasti diberbagai tempat yang diperkirakan wilayah Kerajaan
Tarumanegara. Dari luar negeri catatan sumber Kerajaan Tarumanegara berasal
dari catatan negeri cina.
1. Prasasti
Ciateureun
Prasasti ini ditemukan
di sungai Ciateureun salah satu muara sungai Cisadane Bogor. Prasasti ini juga
dikenal dengan sebutan Prasasti Ciampea yang ditemukan dengan huruf pallawa dan
sansekerta. Terdiri dari 4 baris dalam bentuk sloka dengan metrun anustubh. DI
prasasti ini juga ditemukan gambar seekor laba-laba dan telapak kaki Maharaja
Purnawarman.
2. Prasasti Jambu
Prasasti ini
juga disebut Prasasti Pasir Koleangkak karena di temukan di bukit Koleangkak di
perkebunan jambu. Tepatnya 30 km sebelah barat kota Bogor. Isinya tertulis
memuji kebesaran Raja Purnawarman beserta gambar telapak kaki.
3. Prasasti Kebon
Kopi
Ditemukan di
Kampung Cibungbulan Bogor tepatnya di Kampung Muara Hilir. Istimewanya prasasti
ini karena terdapat sepasang tapak kaki gajah. Tapak kaki gajah ini digambarkan
sebagai tapak kaki Maharaj Purnawarman. Gajah adalah hewan yang disakralkan dan
dekat dengan Dewa Wisnu yang konon diibaratkan adalah pencitraan Maharaj
Purnawarman.
4. Prasasti Muara
Cianten
Prasasti Muara
Cianten, ditemukan di Bogor, tertulis dalam aksara ikal yang belum dapat
dibaca. Di samping tulisan terdapat lukisan telapak kaki.
5. Prasasti Pasir
Alwi
Prasasti ini
ditemukan diperbukitan Pasir Alwi Bojong Honje Sukamakmur Bogor
6. Prasasti
Cidanghayang
Prasastini ini
juga dikenal oleh masyarakat lokal sebagai prasasti Lebak, ditemukan di kampung
lebak di tepi sungai Cidanghiang, kecamatan Munjul kabupaten Pandeglang Banten.
Prasasti ini baru ditemukan tahun 1947 dan berisi 2 baris kalimat berbentuk
puisi dengan huruf Pallawa dan bahasa Sansekerta. Isi prasasti tersebut
mengagungkan keberanian raja Purnawarman.
7. Prasasti Tugu
Prasasti ini
adalah prasasti terpanjang sepanjang ditemukan mengenai Kerajaan Tarumanegara.
Prasasti ini ditemukan di Tugu, Kecamatan Cilincing Jakarta Utara. Dioahat pada
batu bulat panjang melingkar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar