KISAH
KERATON KANOMAN
Orientasi
Keraton Kanoman
adalah salah satu dari dua bangunan kesultanan Cirebon, setelah berdiri keraton
Kanoman pada tahun 1678 M kesultanan Cirebon terdiri dari keraton
Kasepuhan dan keraton Kanoman. Kebesaran Islam di Jawa bagian barat
tidak lepas dari Cirebon. Sunan Gunung
Jati adalah orang yang bertanggung jawab menyebarkan agama Islam di
Jawa Barat, sehingga berbicara tentang Cirebon tidak akan lepas dari sosok
Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati.
Keraton
Kanoman didirikan oleh Pangeran Mohamad Badridin atau Pangeran Kertawijaya,
yang bergelar Sultan Anom I pada sekitar tahun 1678 M. Keraton Kanoman masih
taat memegang adat-istiadat dan pepakem, di antaranya melaksanakan tradisi
Grebeg Syawal,seminggu setelah Idul Fitri
dan berziarah ke makam leluhur, Sunan Gunung Jati di Desa Astana, Cirebon Utara.
Peninggalan-peninggalan bersejarah di Keraton Kanoman erat kaitannya dengan
syiar agama Islam yang giat dilakukan Sunan Gunung Jati, yang juga dikenal
dengan Syarif Hidayatullah.
Kompleks
Keraton Kanoman yang mempunyai luas sekitar 6 hektare ini berlokasi di belakang
pasar Di Kraton ini tinggal sultan ke dua belas yang bernama Raja Muhammad
Emiruddin berserta keluarga. Kraton Kanoman merupakan komplek yang luas, yang
terdiri dari bangunan kuno. salah satunya saung yang bernama bangsal witana
yang merupakan cikal bakal Kraton yang luasnya hampir lima kali lapangan sepak bola.
Di
keraton ini masih terdapat barang barang, seperti dua kereta bernama Paksi Naga Liman dan
Jempana yang masih terawat baik dan tersimpan di museum. Bentuknya burak, yakni
hewan
yang dikendarai Nabi Muhammad ketika ia Isra Mi'raj.
Tidak jauh dari kereta,
terdapat bangsal Jinem, atau Pendopo untuk Menerima tamu, penobatan sultan dan
pemberian restu sebuah acara seperti Maulid Nabi. Dan di bagian tengah Kraton
terdapat kompleks bangunan bangunan bernama Siti Hinggil.
Hal
yang menarik dari Keraton di Cirebon adalah adanya piring-piring porselen asli
Tiongkok yang menjadi penghias dinding semua keraton di Cirebon. Tak cuma di
keraton, piring-piring keramik itu bertebaran hampir di seluruh situs
bersejarah di Cirebon. Dan yang tidak kalah penting dari Keraton di Cirebon
adalah keraton selalu menghadap ke utara. Dan di halamannya ada patung macan sebagai lambang Prabu
Siliwangi. Di depan keraton selalu ada alun alun untuk rakyat
berkumpul dan pasar sebagai pusat perekonomian, di sebelah timur keraton selalu
ada masjid.
Tata letak keraton Kanoman
Kompleks
keraton Kanoman merupakan kompleks tertua di Cirebon dikarenakan bangunan Witana yang ada pada bagian belakang
komplek ini yang merupakan rumah pangeran Walangsungsang dibangun pada 1428
sementara Dalem Agung yang ada
disebelah timur kompleks keraton Pakungwati (Kasepuhan) dibangun pada 1430.
Alun alun Kanoman
Area
alun alun Kanoman merupakan area terluar dari kompleks keraton Kanoman, pada
masa lalu sebelum tahun 1924, alun-alun Kanoman dapat terlihat dari jalan besar
di utaranya, di sebelah timurnya adalah tempat aktifitas jual beli masyarakat,
di sebelah baratnya ada masjid agung Keraton Kanoman dan di sebelah selatannya
adalah area Lemah Duwur yang
salah satunya berisi bangunan Mande
Manguntur (tempat sultan), namun Belanda yang berniat menjauhkan keraton
Kanoman dari rakyat Cirebon akhirnya dengan sengaja memperluas area jual beli
masyarakat yang ada disebelah timur alun alun dengan mendirikan pasar diatas
sebagian tanah alun alun di sebelah utara sehingga secara sistematis keraton
Kanoman tidak bisa langsung terlihat dari jalan besar di utaranya karena sudah
tertutup oleh bangunan pasar yang diseleseikan Belanda pada 1924.
Pada
area alun alun Kanoman sebelah selatan menuju ke area Lemah Duwur terdapat dua buah bangunan yang mengapit jalan masuk
menuju Mande Manguntur,
bangunan tersebut adalah Pancaratna
dan Pancaniti, selain itu juga
terdapat dua buah Cungkup
tempat menyimpan alu dan lesung yang berada di sebelah timur Pancaniti.
1. Pancaratna merupakan bangunan kayu tanpa
dinding yang terletak di sebelah barat jalan menuju Mande Manguntur di area Lemah
Duwur. Bangunan ini menghadap utara berbentuk bujursangkar dengan ukuran
8 x 8 meter dan berlantai keramik. Pancaratna
merupakan bangunan terbuka (tanpa tembok) hanya ada tiang-tiang yang menopang
atap. Pancaratna berfungsi
sebagai tempat menghadap atau tempat para pembesar desa menemui Demang atau Wedana (asisten Bupati), selain itu Pancaratna juga dijadikan tempat jaga prajurit kesultanan.
2. Pancaniti adalah bangunan yang terletak di
sebelah timur jalan menuju Mande
Manguntur, strukturnya sama dengan bangunan Pancaratna yang merupakan bangunan terbuka (tanpa tembok), Pancaniti menghadap utara, berbentuk
persegi panjang dengan ukuran 8 x 10 meter dan berlantai keramik. Pancaniti berfungsi sebagai tempat
perwira melatih dan mengawasi prajurit dalam latihan perang di alun-alun, Pancaniti juga berfungsi sebagai
tempat peristirahatan perwira tersebut, selain itu Pancaniti juga dijadikan sebagai tempat pengadilan serta sebagai
tempat jaga prajurit kesultanan.
3. Cungkup
Alu merupakan bangunan terbuka berukuran 0,7 x 1 x 1,5 meter, terbuat dari
bahan kayu, beratap genteng dan ditopanh oleh 4 tiang.
4. Cungkup
Lesung merupakan bangunan terbuka berukuran 0,7 x 1 x 1,5 meter, terbuat dari
bahan kayu, beratap genteng dan ditopang oleh 4 tiang.
Lemah
duwur
(tanah tinggi)
Area
ini disebut sebagai lemah duwur
yang berarti tanah tinggi dikarenakan tanah pada area ini memang lebih tinggi
dari halaman sekitarnya. Area Lemah
duwur ini dipagar setinggi 1,30 meter dengan bahan bata yang dilabur
putih dan dihias dengan piringan keramik (bahasa
Cirebon : Jun)
pada bagian gapuranya. Pada sisi utara, barat dan selatan pagar bata terdapat
gapura untuk memasuki area Lemah duwur.
Gapura di sebelah utara memiliki ukuran tinggi 3 meter dan lebar 4 meter, di
barat 5 meter dan lebar 4 meter, di selatan 2,50 meter dan lebar 2 meter. Di
dalam area ini terdapat 2 bangunan, yaitu Mande Manguntur (tempat sultan) dan Panggung disebelah timurnya.
Mande
Manguntur, bangunan ini menghadap ke alun alun Kanoman di sebelah utara, berukuran
6,5 x 6,5 x 5 meter, berbahan bata yang dilabur putih, berlantai keramik dan
bertingkat dua. Mande Manguntur
merupakan bangunan terbuka tanpa dinding, tiang-tiang luarnya melengkung ke
atas menyerupai gerbang, di dalamnya terdapat tempat duduk sultan Anom
berukuran 1,50 x 1,50 meter, atapnya berbentuk kerucut. Bangunan Mande Manguntur dihias dengan
piringan keramik (bahasa Cirebon : jun) yang ditempelkan pada tiang-tiang bangunannya.
Panggung, bangunan ini
menghadap ke Mande Manguntur
berukuran 6 x 10 x 5 meter, berlantai keramik dan merupakan bangunan terbuka
tanpa dinding. Pada bangunan panggung
hanya terdapat tiang-tiang yang menopang atap yang berbentuk limasan. Bangunan Panggung berfungsi sebagai tempat
pertunjukan yang dipersembahkan untuk sultan.
Halaman Lawang Seblawong
Halaman ini merupakan halaman yang mengelilingi area Lemah Duwur di sebelah barat dan
selatan, pada halaman ini terdapat pintu gerbang besar berbentuk kori agung (paduraksa) yang disebut Lawang Seblawong dan Bale Paseban di sebelah selatannya.
1. Lawang
Seblawong merupakan gerbang besar yang terbuat dari batu bata yang dilabur putih,
berbentuk kori agung (paduraksa) dengan tinggi 9 meter, lebar 4,8 meter dan
tebal 2 meter, pada bagian tengahnya terdapat sebuah pintu yang terbuat dari
kayu jati. Lawang Seblawong
dihiasi oleh piring-piring keramik (bahasa
Cirebon : jun)
yang ditempelkan pada permukaan dindingnya. Lawang Seblawong hanya dibuka pada waktu perayaan maulid nabi Muhammad saw.
2. Bale
Paseban merupakan bangunan yang tepat berada di sebelah selatan Mande Manguntur dan Panggung, berukuran 12 x 12 x 4
meter, berbahan kayu, berlantai tegel
(ubin) dan merupakan bangunan terbuka (tanpa dinding). Pada Bale Paseban hanya terdapat
tiang-tiang yang menopang atap berbentuk limasan. Bale Paseban berfungsi sebagai tempat tunggu untuk menghadap
Sultan.
Halaman Tajug Kanoman
Pada halaman ini terdapat dua buah bangunan yaitu Tajug Kanoman (mushala Kanoman) dan gedong Gajah Mungkur (tempat
menyimpan lonceng besar), untuk memasuki halaman ini dari halaman Seblawong pengunjung harus terlebih
dahulu memasuki halaman Jinem Kanoman
dari sana terdapat pintu masuk menuju halaman Tajug Kanoman. Halaman Tajug
Kanoman dipisahkan dengan halaman Seblawong
dan halaman Jinem Kanoman
dengan tembok bata yang dilabur putih.
1. Tajug
Kanoman merupakan bangunan tempat shalat yang ada di komplek keraton Kanoman
selain masjid Agung Kanoman. Tajug
Kanoman atau biasa disebut juga Langgar
Kanoman merupakan bangunan sederhana yang berukuran 6 x 8 x 3,5 meter,
berlantai tegel (ubin),
berdinding bata yang dilabur putih dan beratap genteng berbentuk limasan.
2. Gedong
Gajah Mungkur merupakan bangunan yang menghadap ke timur yang berfungsi sebagai tempat
menyimpan lonceng besar dengan ukuran 3 x 2 x 2,5 meter, berlantai semen,
berdinding bata yang dilabur putih dan beratap genteng.
Halaman Jinem Kanoman
1.
Paseban Singabrata pada halaman Jinem
Kanoman
Halaman Jinem merupakan halaman yang berada di sebelah timur, selatan
dan barat dari halaman Tajug Kanoman.
Pada halaman ini terdapat beberapa bangunan yaitu, Gedong Pusaka, Paseban
Singabrata, Jinem dan Bale Semirang.
2.
Bale Semirang
pada kompleks keraton Kanoman
Sanggar Kemuning
merupakan sebuah bangunan yang berada di aebelah timur dari pintu masuk halaman
Lawang Seblawong, bangunan ini
berfungsi sebagai tempat menaruh peralatan gamelang dan kesenian.
3. Gedong Pusaka merupakan bangunan yang menghadap
ke arah barat, berbentuk persegi panjang dan berfungsi sebagai tempat menyimpan
pusaka kesultanan Kanoman diantaranya adalah kereta
Paksinagaliman dan kereta Jempana
4.
Paseban Singabrata merupakan tempat jaga perwira
keraton. Paseban Singabrata ini
menghadap ke arah barat, berukuran 8 x 10 meter, berlantai keramik dan
merupakan bangunan terbuka (tanpa dinding). Pada bangunan ini hanya terdapat
beberapa tiang yang menopang atap berbentuk limasan. Paseban Singabrata berfungsi sebagai ruang tunggu menghadap
sultan.
Jinem merupakan bagian dari istana sultan
yang menjorok keluar, menghadap utara dan berukuran 12 x 8 meter serta
berlantai keramik. Jinem ini
berfungsi sebagai tempat para pembesar menghadap Sultan.
Bale Semirang merupakan bangunan yang menghadap
ke arah timur, berbentuk persegi panjang dengan ukuran 3 x 6 x 3 meter serta
berlantai semen. Bale Semirang
merupakan bangunan sederhana yang terbuka (tanpa dinding) dengan berbentuk
limasan. Bale Semirang
berfungsi sebagai tempat bermusyawarah dengan sultan atau sebagai tempat
memberi informasi.
Halaman Keraton Kanoman
1.
Halaman keraton Kanoman merupakan halaman yang berada
di sebelah selatan halaman Jinem
Kanoman, antara halaman Jinem
Kanoman dengan halaman Keraton
Kanoman dibatasi pagar dengan tinggi sekitar 2 meter. Pada halaman ini
terdapat tempat tinggal kerabat kesultanan Kanoman, Kaputren dan Pulantara
2. Kaputren merupakan
tempat tinggal putra dan putri sultan. Bangunan yang bergaya kolonial ini
dibangun oleh Sultan Anom III, Pangeran Raja Adipati (PRA) Alimuddin,
sebelumnya anak-anak Sultan Anom tinggal di Pulantara.
3. Pulantara merupakan bangunan yang dikelilingi
pepohonan yang berada di ujung timur halaman keraton Kanoman, berbentuk persegi
panjang dengan ukuran panjang 24,8 meter, lebar 13 meter, dan tinggi 9,5 meter
dan menghadap ke arah selatan. Pulantara
dibangun tidak lama setelah keraton Kanoman berdiri, didirikan oleh Elang
(Pangeran) Purbaya, putra dari Sultan Mohammad Badriddin (Sultan Anom I)
sekitar 1600-an sebagai tempat tinggal untuk anak-anak Sultan, namun setelah
Sultan Anom III Alimuddin mendirikan Kaputren
maka Pulantara difungsikan
sebagai tempat tinggal para prajurit kesultanan Kanoman. Pada masa Pangeran Raja
(PR) Dzulkarnaen berkuasa menjadi Sultan Anom VIII setelah perundingan dengan
kakaknya yaitu Pangeran Raja (PR) Anta yang keturunan Belanda-Perancis,
Dzulkarnaen kemudian menjadikan Pulantara
sebagai tempat menyimpan benda-benda pusaka yang akan dipergunakan untuk acara
maulid nabi Muhammad saw.
Keraton Kanoman sebagai
Objek Vital
keraton
Kasepuhan berserta Keraton Kanoman ditetapkan menjadi objek vital yang harus dilindungi.
Penilaian tersebut berdasarkan pertimbangan dari institusi kepolisian, dengan
adanya penilaian tersebut maka kepolisian setempat wajib menempatkan
personilnya untuk melakukan penjagaan di keraton tersebut.
Sebagai bentuk realisasi pengamanan objek vital, maka
keraton harus dijaga oleh personil kepolisian
Pengamanan, 2 personil,
Patroli 2 personil
Pengamanan kegiatan keraton, minimal 10 personil (khusus untuk pengamanan kegiatan yang
berskala besar, maka diadakan pengamanan penuh yang melibatkan lebih banyak
personil kepolisian).
Silsilah
1.
Sultan Anom I Muhammad Badrudin Kartawijaya
2.
Sultan Anom II Pangeran Raja Mandurareja Muhammad
Qadirudin
3.
Sultan Anom III Pangeran Raja Adipati Muhammad
Alimudin
4.
Sultan Anom IV Pangeran Raja Adipati Sultan Muhammad
Chaeruddin
5.
Sultan Anom V Pangeran Raja Abu Soleh Muhammad
Imammudin)
6.
Sultan Anom VI Muhammad Kamaroedin I
7.
Sultan Anom VII Muhamamad Kamaroedin II
8.
Sultan Anom VIII Pangeran Raja Muhamamad Dzulkarnaen
9.
Sultan Anom IX Pangeran Raja Adipati Muhamamad Nurbuat
10. Sultan Anom X
Pangeran Raja Adipati Muhamamad Nurus
11. Sultan Anom XI
Pangeran Raja Adipati Muhamamad Jalalludin
12. Sultan Anom XII
Pangeran Raja Muhamamad Emiruddin
13. Sultan Anom XII
Pangeran Elang Mochamad Saladin
Sumber : Google Wikipedia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar